Langkah anggun dari gadis berumur 20 tahun menghampiri seorang pria yang tengah sibuk dengan pekerjaannya. Wajah manis dan imutnya ia tekuk lantaran kesal karena merasa tidak diperhatikan.
Badannya yang mungil menelusup lewat lengan sang pria, perempuan itu duduk di pangkuan pria yang tengah sibuk dengan pekerjaannya. menyembunyikan wajahnya di ceruk leher sang pria.
"Kenapa, hm?" suara dengan bariton yang khas mengudara di ruang kerja milik pria itu.
"Mas Aldo lama!" suara manja perempuan dipangkuan laki-laki itu mendayu dengan lembut.
Aldo terkekeh kecil sembari menghentikan kegiatannya yang memeriksa beberapa berkas. Tangannya yang tadi sibuk mengetik kini berlaih mengelus lembut rambut panjang milik sang kekasih. Tangan kekarnya ikut melingkar di pinggang ramping milik kekasihnya yang tenggelam di pelukannya.
"Aku kerja, Atena." Aldo semakin mengeratkan pelukannya. Seakan melepas rindu kepada perempuan yang tadi ia sebut Atena.
Atena mendongak, menatap manik Aldo dalam kemudian perempuan tersenyum paksa. "Yaudah! Kalau Mas Aldo sibuk aku pulang aja. Tadi ngapain nyuruh aku datang kalau ternyata Mas Aldo sibuk sama kerjaannya!"
Atena memasang wajah masamnya, melirik sinis Aldo yang masih menatapnya lekat. Merasa tak nyaman dengan tatapan Aldo, Atena berusaha melepaskan belitan tangan Aldo di pinggangnya yang ramping.
"Awas! Aku mau turun." Atena berusaha melepaskan tangan Aldo. Tetapi, pria itu malah semakin mengencangkan rengkuhannya.
"Jangan kekanakan, sayang. Kamu tahu sendiri, aku kerja juga buat kamu, kan?" Aldo menyelipkan helaian rambut Atena.
Atena merasa tak terima disebut kekanakan. lagipula salah siapa Aldo malah memilihnya menjadi kekasih, padahal dia tahu umur Atena baru 20 tahun. Wajar saja jika dia masih kekanak-kanakan dan juga membutuhkan Aldo. Apalagi pria itu sendiri yang menyuruhnya datang ke apartemen, tetapi ketika Atena sudah sampai malah diangguri. Dan ketika Atena protes malah disebut kekanakan. Dasar pria dewasa yang selalu ingin dimengerti. Atena benci!
"Aku emang masih kekanakan. Kenapa?! Kamu nyesel pacaran sama aku!?" tanya Atena meninggikan suaranya. Emosinya merasa tersulut dengan pernyataan Aldo barusan.
"Kamu kenapa, baby? Tiba-tiba marah, hm?" Aldo bertanya dengan suara rendahnya. Terdengar tenang, tetapi sedikit membuat Atena merinding.
Karena masih tersulut emosi, Atena tidak mempedulikan Aldo yang sudah memasang tanduknya. Perempuan itu justru mendorong tubuh Aldo dan turun begitu saja dari pangkuan sang kekasih. "Berisik! Orang DEWASA kaya kamu mana paham sama bocah yang KEKANAKAN kaya aku!" jawab Atena menekankan kata dewasa dan juga kekanakan.
"Aku pulang!" Atena melengos begitu saja meninggalkan Aldo yang masih terdiam di tempatnya.
Pria itu masih terlihat santai melihat kekasihnya marah. Bukannya berusaha membujuk, Aldo melah tersenyum. Sebenarnya lebih pantas disebut seringai dibandingkan senyuman.
"Satu langkah kamu pergi dari apartemen aku tanpa persetujuan, kamu tahu sendiri konsekuensinya, sayang?" ujar Aldo membuat langkah Atena terhenti.
Perempuan yang menggunakan dress bunga-bunga itu berbalik, menatap Aldo sengit. Tetapi, ada ketakutan yang terselip ditatapannya yang sinis kepada Aldo.
"Come on baby girl," ujar Aldo menepuk pahanya. Menandakan ia menyuruh Atena kembali ke pangkuannya.
Kedua tangan Atena mengepal, menarik napasnya dalam kemudian berjalan lesuh ke arah Aldo yang tengah menyeringai menatap Atena yang patuh di bawah kendalinya.
"Jangan marah hanya karena hal sepele, sayang." Aldo berbisik ketika Atena baru saja duduk di pangkuannya.
"Paham, hm?" tanya Aldo penuh penekanan.
Atena yang pasrah hanya mengangguk tanda mengerti. Kemudian Aldo kembali memeluk Atena dan semakin mengeratkan pelukannya kepada sang kekasih.
"Jangan pernah pergi." Aldo berbisik lirih, kemudian menyembunyikan wajahnya diceruk leher Atena, menghirup dalam-dalam aroma tubuh Atena yang khas.
...
Aldo berjalan dengan angkuh di lorong menuju ruang kerjanya. Kedua tangannya ia masukkan ke dalam saku celana sembari mengangkat sedikit dagunya. Banyak karyawan yang menyapa dan menundukkan kepalanya kepada Aldi, tetapi pria itu tak membalas. Jangankan untuk membalas, menoleh saja tidak.
Raut wajah Aldo selalu datar tanpa ekspresi. Aura dingin dan juga sifatnya yang keras membuat ia disegani oleh semua karyawannya. Dan hal itu berbanding terbalik ketika bersama sang kekasih, Atena.
Kini Aldo memasuki ruangan yang di depan pintunya tertempel nama lengkapnya, Tarana Aldo Fabara. Pria berusia 27 tahun itu sering dipanggil Tara oleh rekan bisnis dan juga karyawannya, dan hanya Atena yang memanggilnya Aldo. Ia yakini itu adalah nama yang Atena buat untuknya secara spesial.
Aldo langsung duduk di kursi kebesarannya. Pria itu tidak langsung mengerjakan dokumen yang menumpuk di mejanya, justru pria itu menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi kemudian sedikit termenung membayangkan kehidupannya beberapa tahun silam, sebelum bertemu Atena.
Hidupnya yang sepi karena kesendirian dan juga menyedihkan karena harus bertahan sendiri di tengah-tengah kejamnya dunia. Hampir seluruh keluarganya telah tiada, termasuk orangtuanya ikut meninggalkan dirinya sendiri. Kebakaran rumah eyangnya yang melahap habis seluruh bangunan mewah tersebut beserta isi dan juga penghuninya.
Sejujurnya dari lubuk hati Aldo yang paling dalam ia merasakan kekecewaan kenapa hari itu ia memilih menginap di rumah temannya, karena sebenarnya mereka sedang berlibur di rumah eyangnya. Merasa senang bertemu teman lama, Aldo yang berumur 12 tahun izin menginap dan tanpa ia ketahui menyelamatkan dirinya sendiri dari insiden kebakaran hebat di rumah sang eyang.
Kejadian kebakaran tersebut terjadi dimalam hari, ketika semua orang sedang terlelap tidur. Api yang ganas melahap habis tanpa sisa, membuat Aldo sendirian mejalani hidupnya.
Hembusan napas Aldo terdengar sangat berat, pria itu kemudian menegakkan tubuhnya yang sempat menyender kepada kursi. Ia mencoba berhenti untuk memikirkan kejadian menyakitkan tersebut. Mencoba menguburnya dalam-dalam, dan memulai lemburan baru bersama sang kekasih. Meskipun selama tiga tahun terakhir ia memikirkan kenapa kejadian kebakaran tersebut bisa begitu kebetulan. Seluruh keluarganya dari pihak ibu maupun ayahnya sedang berkumpul dalam acara yang jarang sekali mereka lakukan.
Aldo cepat-cepat menggelengkan kepalanya, berusaha menghilangkan prasangkanya. Saat ini yang harus dia lakukan adalah fokus kepada perusahaan besar milik keluarganya, dan fokus menata masa depan bersama Atena.
Mengingat nama Atena membuat Aldo merindukan perempuan umur 20 tahun tersebut. Tanpa sadar ujung bibirnya naik, kemudian tersenyum hangat ketika mengingat kekasihnya. Dan juga mungkin saja senyuman semanis itu hanya ia tampilkan kepada Atena saja.
Senyum Aldo perlahan menghilang, kemudian ia meraih handphone miliknya yang berada di saku jasnya. Mengetik pesan kepada Atena sebagai sapaan pagi. Padahal sebelum berangkat ke kantor Aldo sudah mengirimkan begitu banyak pesan kepada kekasihnya tersebut.
Me :
Darl, pulang dari kampus langsung ke kantor aku.
Aldo mengetukkan jarinya di meja, menunggu balasan dari Atena. Sebenarnya bisa saja sambil memeriksa berkas, tetapi rasanya kurang nyaman dan merasa gelisah karena Atena masih belum membalas pesannya padahal sudah 5 menit berlalu. Biasanya gadis itu akan cepat membalas pesan dari Aldo.
Kitten :
Oke, sayang.
Maaf aku balasnya lama, barusan ngobrol sama dosen dulu buat ngurus masalah seminar.
Aldo mendengus membaca chat dari Atena, kemudian ia mengetikkan balasannya.
Me :
Pria?
Kitten :
Iya, tapi gak berduaan kok. Aku ditemenin Alica.
Aldo berdecih membaca balasan dari kekasihnya. Bisa-bisanya Atena mengabaikan pesannya hanya karena mengobrol dengan dosen pria. Menyebalkan!
Me :
Oke.
Kitten :
Kamu gak marah?
Me :
No. Tapi hukuman menantimu, darl.
Aldo menyeringai, kemudian mematikan handphone-nya dan menyimpannya begitu saja di meja. Kembali berusaha fokus kepada pekerjaannya, berusaha agar cepat selesai agar nanti ketika Atena datang ia bisa segera memberikan hukuman kepada gadis kecilnya itu.
"Gimana? Masih mau ngobrol sama cowok lain, hm?" tanya Aldo sembari mengusap bibir Atena yang bengkak.
Atena terengah sembari menggeleng cepat. Pria di depannya selalu memberikan hukuman di luar nalar Atena. Bagaimana bisa, pria itu menciumnya dengan begitu kasar sampai-sampai dirinya kehabisan napas dengan bibir yang bengkak.
Tubuhnya yang merasa lemas padahal tidak melakukan kegiatan lain selain duduk di pangkuan Aldo dan meladeni bibir pria itu. Atena menyembunyikan wajahnya di ceruk leher Aldo dengan kedua tangan yang memeluk tubuh atletis milik kekasihnya.
"Capek," ujar Atena dengan pelan.
Aldo terkekeh gemas sembari tangannya mengusap rambut Atena, sesekali ia mengecup puncak kepala kekasihnya itu. "Padahal belum aku apa-apain, sayang," jawab Aldo benar-benar di luar perkiraan Atena.
Atena memukul dada bidang milik Aldo tanpa mengangkat wajahnya dari ceruk leher pria itu. "Gak jelas!"
Aldo lagi-lagi tertawa cukup nyaring karena merasa puas dengan respon kekasihnya. Ia juga melihat bagaimana raut kesal bercampur lucu dari wajah Atena hang membuatnya gemas.
Merasa cukup tertawanya, Aldo membenarkan posisi Atena senyaman mungkin di pangkuannya. Kedua tangannya ikut melingkar di pinggang Atena, dan semakin mengeratkan pelukannya kepada sang kekasih.
Rasa amarah dan cemburunya sudah hilang karena sudah memberikan hukuman kepada Atena. Tetapi belum sepenuhnya reda, masih ada rasa cemburu di dalam dirinya. Apalagi jika kembali mengingat wajah cantik kekasihnya dipandang oleh pria lain.
Aldo meletakkan dagunya di kepala Atena. Memikirkan hukuman lain yang harus di terima kekasihnya agar jera. Hukuman yang barusan tidak terlalu berat, justru malah Atena terlihat keenakan.
"Sayang kok diem aja, sih? Masih marah sama aku?" tanya Atena pelan.
Aldo menggeleng, "marah aku udah hilang. Tapi, rasa cemburu aku masih ada sayang, makanya aku lagi mikirin hukuman apalagi yang cocok buat kamu supaya kamu jera gak deket-deket dan ngobrol sama cowok lain," jawab Aldo membuat bola mata Atena melotot hampir keluar.
Atena langsung menjauhkan tubuhnya dari Aldo. Menatap sengit sang kekasih yang malah terlihat santai dan tersenyum layaknya orang bodoh di mata Atena. Tetapi sialnya malah terlihat semakin tampan.
Atena berusaha fokus dan memprotes ucapan Aldo. "Aku kan udah kamu hukum barusan. Lagian tadi aku cuman konsul buat seminar, sayang. Gak aneh-aneh, dan gak genit juga," ujar Atena membela dirinya.
Kepala Aldo mengangguk-anggukkan pelan sembari membelai wajah Atena yanh yang terlihat sangat mulus itu. "Tapi siapa yang tahu kalau dia gak genit sama pacar aku? Coba aku tanya pria mana yang tidak tertarik sama wajah cantik kamu, hm?" tanya Aldo penuh penekanan. "Aku gak suka wajah kamu jadi fantasi mereka sayang."
Atena memajukan bibirnya ke depan, dan terlihat sangat lucu di mata Aldo. Tanpa menunggu lama, Aldo mengecup bibir merah tersebut.
"Ish! Aku lagi kesel gak usah cium-cium!" ujar Atena memalingkan wajahnya.
Aldo terkekeh pelan sembari menarik Atena agar kembali bersandar kepadanya. Mengusap penuh kasih sayang dan juga penuh perhatian kepada gadis 20 tahun tersebut.
"Kita pulang ke apartemen aku, sayang. Hukuman buat kamu sudah menanti," bisisk Aldo membuat bulu kuduk Atena meremang, apalagi suara Aldo yang terdengar serak dan juga berat.
.....
Atena menatap sengit Aldo yang tengah menata makanan untuk makan malam di meja makan. Seolah tidak merasa terganggu dengan tatapan sengit yang Atena berikan.
Masih dongkol dengan hukuman yang diberikan Aldo, padahal Atena merasa tidak salah sama sekali. Dan mengobrol dengan dosennya pun benar-benar karena ada urusan penting bukan karena genit atau tebar pesona. Tetapi Aldo tetaplah Aldo, dengan segala kecemburuannya. Pria itu tetap saja memberikan hukuman tambahan bagi Atena, padahal ketika di kantor tadi Atena sudah diberikan hukuman.
Sungguh menyebalkan ketika melihat Aldo yang nampak tidak merasa bersalah sama sekali, padahal sudah menambah hukuman Atena yang sebenarnya tak perlu diberikan kepada sang kekasih.
"Kamu mau berdiri aja, sayang?" tanya Aldo ketika sudah mendudukkan bokongnya di kuris. Melirik Atena sekilas, kemudian kembali fokus kepada makanannya.
Atena merasa geram melihat Aldo yang seakan tak peduli dengan kemarahannya. "Ish! Aku lagi marah sama kamu, kenapa gak dibujuk sih!?" Kesal Atena kepada Aldo.
Aldo menaikkan satu alisnya, "kenapa marah? Bukannya seharusnya aku yang marah sama kamu karena kamu berani ngobrol sama dosen cowok?"
Masalah itu lagi yang Aldo ungkit. Sungguh Atena merasa jengah mendengarnya, padahal sudah beberapa kali Atena menjelaskan tetap saja pria itu cemburu. Sikap Aldo yang posesif benar-benar membuat Atena mengelus dada.
Atena mendengus mendengar perkataan Aldo. Dengan kasar menarik kursi di samping kekasihnya. Ia yakin jika dirinya tidak mengalah masalahnya tidak akan cepat selesai. Mana mungkin laki-laki dengan gengsi selangit mau mengalah, sekalipun Atena yang tidak membuat masalah.
Aldo menoleh kearah Atena, kemudian mengusap kepala Atena dengan sayang. "Gak usah cemberut, kamu masih bisa pake handphone aku buat komunikasi." Atena mengangguk malas menanggapi perkataan Aldo.
"Dan mulai sekarang kamu gak akan punya handphone, cukup pakai handphone aku aja selama kuliah. Kalau sampai rumah kamu gak perlu pegang handphone sama sekali. Semua media sosial kamu aku yang pegang," ujar Aldo final tanpa bisa dibantah.
Atena semakin memajukan bibirnya ke depan, merasa tidak selera melahap makanan yang sudah Aldo siapkan.
"Terus kamu apain handphone aku?" tanya Atena penasaran.
"Aku cek semua sosmed kamu, mungkin aja banyak cowok yang cyat kamu meskipun gak direspon sama sekali tetap aja buat aku emosi." Dengan santai Aldo menjawab. Kedua tangannya sibuk menambahkan beberapa lauk ke piring Atena.
"Ish! Yang penting aku gak respon, sayang. Kok kamu jadi merembet kemana-mana sih," ujar Atena merasa tak setuju dengan Aldo.
Aldo menghadap Atena sepenuhnya, menatap kekasihnya dengan tatapan yang dalam. "Aku coba menghilangkan segala kemungkinan yang bisa ngebuat kita renggang. Apalagi tadi kamu udah mulai berani ngobrol sama cowok sampai abai sama pesan aku," jawab Aldo membuat Atena menghela napas.
Kedua tangan Atena memegang wajah Aldo, mengusap pipi pria itu dengan ibu jarinya. "Sebanyak apapun cowok chat aku, sesering apapun aku ngobrol sama cowok lain selain kamu, aku gak bakalan tertarik sama mereka. Kan yang aku sayang sama aku cinta cuman kamu, Mas," ujar Atena dengan lembut berusaha meluluhkan Aldo agar tidak serius dengan hukumannya kali ini.
Aldo dengan cepat menggelengkan kepalanya. "Hukuman itu tetap berlaku. Cuman ada dua pilihan buat kamu, sayang. Terima hukuman ini atau akan ada tambahan hukuman lain kalau kamu tetep berusaha nego sama aku. Gimana, hm?" Aldo menatap Atena dengan dalam.
Mengetahui tidak akan berhasil jika membujuk Aldo dan akan semakin memperparah hukumannya, akhirnya Atena mengangguk menyetujui itu. Toh, sama saja menggunakan handphone Aldo atau miliknya juga. Paling kekasihnya itu hanya ingin memantau pesan dari siapa saja yang masuk ke handphone miliknya.
Aldo tersenyum lebar hingga membuat kedua matanya menyipit, kemudian tangannya mengacak-acak rambut Atena.
"Ish, kusut tahu!" kesal Atena mengerucutkan bibirnya. Sang pelaku hanya tertawa melihat reaksi kekasihnya.
Namun tawa Aldo harus terhenti ketika mendengar suara notifikasi dari handphone Atena. Tangannya langsung mengambil kasar handphone milik Atena, membuka notifikasi yang masuk. Seketika raut wajah Aldo berubah menjadi datar, matanya melirik tajam ke arah Atena.
Atena setengah panik melihat lirikan tajam Aldo. "Kamu kenapa sayang?" tanya Atena dengan gugup.
Aldo tersenyum miring kemudian wajahnya berubah dingin seketika. "lanjut makan. Bahas nanti aja," jawabnya datar dan dengan nada dingin, membuat Atena terdiam.
Sepertinya setelah makan selesai Atena tidak akan baik-baik saja.
Sudah seminggu Aldo bersikap dingin dan juga acuh kepada Atena. Pria itu masih perhatian tetapi sifatnya tidak selembut biasanya. Atena jujur saja merasa kebingungan menghadapi sikap Aldo yang suka tiba-tiba berubah seperti ini. Dan Atena yakin jika perubahan sikap Aldo itu perkara notifikasi seminggu yang lalu ketika mereka di meja makan.
Memikirkan kejadian seminggu lalu membuat Atena menghela napas. Jujur saja Atena sendiri tidak tahu notifikasi apa, atau bahkan pesan dari siapa. Kontak di handphone miliknya hanya teman terdekat saja dan itupun perempuan. Kontak laki-laki di handphone miliknya hanya Aldo saja. Jadi, notifikasi dari siapa yang membuat Aldo berubah menjadi dingin dan acuh.
Atena menghela napasnya kasar. Menyandarkan tubuh di sofa yang ada di apartemen Aldo. Selama seminggu ini dia tinggal bersama Aldo. Meskipun laki-laki itu bersikap dingin kepadanya tetapi menahan Atena dan tidak mengizinkan keluar apartemen kecuali untuk kuliah.
"Kenapa, sih, Mas Aldo!?" Atena mengacak-acak rambutnya kasar. "Minimal kasih tahu kesalahan aku kalau emang buat salah. Ini malah tiba-tiba diem gak ngomong, terus malah sikapnya dingin banget lagi!" ujar Atena marah-marah sendirian.
Mata Atena melirik jam tangan yang sedang digunakan olehnya. Sekarang sudah menunjukkan pukul sembilan malam, biasanya Aldo selalu pulang lebih awal jika ada Atena di apartemen laki-laki itu. Tetapi, melihat waktu semakin larut dan Aldo tidak sama sekali menunjukkan batang hidungnya membuat Atena gelisah. Apakah separah itu kesalahan Atena, hingga membuat laki-laki itu enggan bertemu dengannya.
Dan Atena tersadar akan satu hal, selama seminggu Atena di apartemen Aldo, pria itu selalu pulang ketika dirinya sudah tidur dan pergi lagi ketika Atena belum bangun.
Memikirkan hubungannya yang renggang dan sikap Aldo yang berubah membuat mata Atena memanas. Apalagi pikiran Atena sudah kemana-mana, ia malah berfikir kalau Aldo sudah tidak mencintainya lagi. Mengingat sikap Aldo yang berubah akhir-akhir ini.
Atena sudah bergantung kepada Aldo. Hidup Atena hanya berporos kepada Aldo. Laki-laki itu yang selalu ada untuk hidupnya. Merasakan perubahan sikap Aldo membuat Atena merasa kehilangan separuh dari jiwa pria itu.
"Mas Aldo kenapa jadi gini? Aku salah apa?" lirih Atena. Kakinya iya tekuk, kemudian kepalanya ia tenggelamkan dilipatan kakinya yang menekuk.
Bahunya bergetar karena menahan tangisan. Atena takut ditinggalkan oleh Aldo, Atena takut dirinya dibuang karena membuat pria itu marah. Tetapi Atena sendiri tidak tahu apa yang membuat pria itu marah.
Tiba-tiba suara pintu apartemen terbuka membuat Atena mendongakkan kepalanya. Tidak jauh dari tempatnya duduk, seorang pria berdiri dengan napas terengah-engah. Menatap Atena dengan tatapan sayunya. Terlihat napasnya tersengal-sengal dan dengan bahu bergetar.
Terlihat kedua tangan Aldo mengepal, kemudian memejamkan matanya cukup lama. Bahkan hembusan napasnya terdengar begitu kasar di telinga Atena.
Kaki Aldo melangkah seakan-akan mendekat kepada Atena yang sedang menatap pria itu dengan mata sayunya, berharap pria itu akan merengkuhnya dan mengucapkan apa kesalahannya sehingga membuat sikap pria itu berubah.
Harapan Atena pupus, ternyata Aldo hanya melewati dirinya begitu saja. Tanpa tatapan sayang, penuh cinta, dan juga penuh damba seperti yang biasa pria itu berikan kepadanya.
Atena meraup udara sebanyak-banyaknya, merasakan sesak di dadanya karena kenyataan bahwa Aldo datang ke apartemen bukan untuk dirinya. Suara tangisan Atena terpendam karena perempuan itu menggigit bibirnya kencang, menahan agar tangisannya tidak terdengar Aldo.
Cukup lama Aldo berada di ruangannya, membuat Atena penasaran apa yang dilakukan pria. Dengan cepat ia menghapus air matanya yang tidak mau berhenti, kemudian kakinya melangkah menuju ruang kerja Aldo. Karena Atena yakin, bahwa Aldo berada di sana. Jika pria itu pulang bukan untuk bertemu dengannya, maka pria itu pulang untuk mengambil berkas yang sepertinya tertinggal di ruang kerja.
Badan Atena terlihat lemah dan juga tak bertenaga. Bagaimana mau berenergi, jika setiap hari ia hanya meminum segelas susu saja tanpa makan. Meskipun sudah banyak makanan yang tersedia, tetapi nafsu makannya hilang begitu saja.
Sejujurnya Atena ragu untuk menghampiri Aldo. Tetapi ia juga tidak tahan terus-terusan diam saja ketika Aldo mulai menjauhinya.
"Mas Aldo aku masuk, ya?" Tanpa menunggu jawaban, Atena langsung masuk ke dalam ruang kerja Aldo.
"Mas," panggil Atena lirih membuat Aldo menoleh.
Aldo tengah duduk di sofa yang berada di ruang kerjanya tanoa melakukan apapun. Pria itu hanya diam sembari memijat kepalanya.
Tetapi pergerakan Atena yang akan mendekat kepadanya, membuat Aldo segera bangkit dan menuju mejanya untuk mengambil berkas. Berusaha tidak memperdulikan Atena yang sedari tadi memandanginya dengan penuh harap dan juga wajahnya yang terlihat pucat
"Mau kemana?" tanya Atena dengan suara lembutnya, dan hampir saja membuat pertahanan Aldo runtuh.
Aldo memejamkan matanya, mengetatkan rahangnya. "Kantor. Saya pulang cuman ambil berkas," jawabnya terlampau dingin apalagi menggunakan bahasa formal yang membuat Atena semakin merasa jauh dengan laki-laki dihadapannya ini.
"Minggir!" ucap Aldo dengan wajah datar dan juga dinginnya.
Atena menggeleng lemah dengan air mata yang sudah bercucuran. Hatinya merasa remuk ketika melihat sikap Aldo yang benar-benar berubah. "Gak mau! Aku mau sama mas Aldo! Aku kangen sama mas Aldo!" ujar Atena sembari menangis, kemudian memeluk Aldo dengan erat.
Aldo masih bergeming dan tak membalas pelukan Atena. Ia benar-benar sebisa mungkin tidak goyah karena melihat sang kekasih yang menangis di pelukannya.
"Saya bilang minggir!"
Atena mendongak sembari menggeleng lemah. "Gak mau! Mas Aldo harus jelasin dulu kenapa berubah dan gak peduli lagi sama aku!" ujar Atena dengan mata sembabnya dan hidung yang memerah.
"Penting bagi kamu?" Atena mengangguk dengan semangat.
Aldo menghela napasnya kasar, menyeringai seakan mengejek Atena yang jatuh dibawahnya. "Bukankah kalau saya berubah dan tidak lagi memperhatikan kamu bisa menjadi kesempatan untuk kamu bebas?" tanya Aldo dengan nada dinginnya. "Kamu bebas bermain dengan teman-teman kamu, bisa bertemu laki-laki mana saja tanpa takut saya marah? Dan yang paling penting adalah kamu bisa bebas bersama dengan selingkuhan kamu!" ujar Aldo dengan mata menajam.
Atena yang masih memeluk Aldo semakin mengeratkan pelukannya. Menggeleng cepat dengan air mata yang semakin deras. "Gak mau!" ucap Atena dengan tegas.
Aldo tersenyum miring, "tidak mau pisah dengan selingkuhan kamu!?" tanya Aldo meninggikan suaranya.
"Gak mau mas Aldo berubah, gak mau mas Aldo gak perhatian sama aku lagi," ujar Atena dengan sesegukan. "Aku gak selingkuh! Aku gak punya selingkuhan!" ujar Atena berusaha meyakinkan Aldo.
"Oh, ya? Terus laki-laki yang mengirim pesan kepada kamu, itu siapa, hm?"
"Aku gak tahu, aku gak pernah save kontak laki-laki manapun kecuali kamu," jawab Atena menyembunyikan wajahnya di dada bidang Aldo.
Aldo tersenyum miring. Sejujurnya dia tahu jika Atena tidak berselingkuh, tetapi dirinya hanya mengetes apakah Atena sanggup hidup tanpa dirinya. Dan ternyata perempuan itu sungguh bergantung kepada dirinya, membuat Aldo bahagia bukan main.
Tetapi, saat ini bukan saatnya luluh. Ia harus memainkan perannya yang seakan-akan tak berharga dimata Atena, agar perempuan itu merasa bersalah san meminta maaf kepadanya.
Selama ini dia berusaha menjauh dari Atena supaya emosinya terkendali. Aldo takut ketika mengingat kembali pesan dari laki-laki lain yang ditujukan kepada Atena bisa memicu amarahnya dan dirinya hilang kendali dihadapan kekasihnya itu.
Aldo melepaskan pelukan Atena secara perlahan, menatap perempuan yang amat dia cintai dengan lamat. "Kamu boleh pergi kalau merasa terkekang jika bersama saya." Aldo menampilkan wajah lesuhnya apalagi sorot matanya yang seakan-akan terluka.
"Mungkin jika kamu jauh dari saya akan lebih baik. Carilah kebahagiaan bersama laki-laki lain, jika itu bisa membuat kamu tersenyum dan bahagia," ujar Aldo langsung mendapatkan gelengan dari Atena.
"GAK MAU MAS ALDO!" teriak Atena dengan histeris. "MAS UDAH GAK CINTA SAMA AKU!? UDAH GAK SAYANG!? SAMPAI-SAMPAI MAS ALDO NYURUH AKU PERGI!?" teriak Atena dengan napas memburu.
Aldo menggeleng lemah, "saya merasa kamu tidak bahagia bersama saya. Hanya ada air mata, dan juga saya hanya mengekang kamu. Mencintai tidak selamanya harus saling memiliki," jawab Aldo yang sedang memainkan perannya. Mana rela ia melepaskan Atena kepada laki-laki diluar sana.
"Gak mau, aku cuman mau sama mas Aldo," jawab Atena menangis kencang.
"Saya merasa tidak pantas!" jawab Aldo dwngan tegas.
Atena menggeleng lemah, "cuman mas Aldo yang pantes buat aku, gak ada laki-laki lain. Cuman mas Aldo yang bisa buat aku bahagia," jawab Atena dengan yakin.
Di dalam hatinya Aldo menjerit kesenangan, tetapi sebisa mungkin ia mengontrol wajahnya agar tetap terlihat datar dan sedih.
"Saya yang tidak pantas Atena!"
"Enggak mas! Aku mohon jangan suruh aku pergi, jangan suruh aku buat jauh dari mas Aldo. Jangan suruh aku nyari kebahagiaan diluar sana, karena kebahagiaan aku cuman mas Aldo." Atena menghela napasnya panjang, "aku tahu mas Aldo begini karena marah karena aku masih nakal dan gak mau nurut sama mas Aldo, kan? Tapi, aku mohon maafin aku, aku bakal lakuin apapun buat dapet maaf dari mas Aldo," ucap Atena dengan sungguh-sungguh.
"Really?" Atena mengganggu tanpa ragu.
Aldo menyeringai menatap sang kekasih, tetapi tiba-tiba wajahnya berubah kembali datar dan terlihat guratan kesedihan. "Apa yang kamu harapkan? Saya egois dan selalu mengekangmu. Silahkan pergi dan bereskan semua barang-barang milikmu," ujar Aldo tanpa ekspresi dan melenggang pergi dari ruang kerjanya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!