NovelToon NovelToon

Cahaya Cinta Arion

BAB 1

"Rion, bangun nak ini sudah siang!"

Arion membuka matanya di pagi hari itu. Dia masih sangat mengantuk setelah semalam pulang larut malam karena sudah beberapa hari ini dia mulai bekerja paruh waktu di sebuah kafe.

"Iya, Nek. Ini sudah bangun." Arion duduk dan mengumpulkan nyawanya terlebih dahulu sebelum turun dari ranjang kerasnya. Dia menarik napas dalam lalu menghembuskannya. Akhir-akhir ini kepalanya sering terasa pusing. Mungkin dia belum terbiasa bekerja hingga larut malam.

Arion sekarang sudah kelas dua belas, dia seorang anak yatim piatu yang hanya tinggal dengan neneknya. Nenek Sita sudah tua dan sakit-sakitan, sehingga dia harus turut membantu bekerja untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya.

Kemudian Arion beranjak dari ranjangnya dan mengambil handuknya lalu dia bergegas ke kamar mandi untuk membasuh dirinya dengan cepat. Setelah memakai seragam serta sepatunya, dia memeriksa bukunya. Lalu dia keluar dari kamar dan menuju dapur dengan membawa tasnya.

"Rion, sarapan dulu. Kalau capek jangan bekerja lagi. Kamu jadi sering bangun kesiangan." Nenek Sita mengambil sepiring nasi goreng untuk Arion.

"Nenek, aku gak papa. Aku harus kerja biar bisa bantu nenek. Nenek tidak perlu ambil cucian lagi, biar aku saja yang kerja." Kemudian Arion segera menyantap sarapannya dengan cepat hingga hampir tersedak.

"Rion, pelan-pelan."

Arion hanya menganggukkan kepalanya lalu dia minum segelas air mineral hingga habis. "Aku sudah telat, Nek. Berangkat dulu." Setelah mencium tangan neneknya, Arion memakai tasnya dan keluar dari rumah. Dia memakai helmnya lalu segera mengendarai motor bututnya. Beberapa saat kemudian dia segera melaju menuju sekolahnya.

Karena waktu sudah mengejarnya, Arion semakin menambah laju motornya. Saat dia akan menyeberang jalan di depan sekolahnya, dia tidak melihat ada mobil yang sudah dekat dengannya hingga membuatnya jatuh ke sisi kanan.

"Rion, lo gak papa kan? Sorry sopir gue gak lihat." Seorang gadis yang berseragam putih abu-abu keluar dari mobil dan membantu Arion berdiri.

Detak jantung Arion semakin cepat saat gadis itu menyentuh tangannya. Gadis cantik dengan rambut panjang terurai itu bernama Cahaya. Sudah lama Arion menaruh hati padanya tapi dia sadar diri, dia tidak pantas berada di dekat Cahaya yang sempurna dan anak pengusaha itu.

"Gue gak papa. Gue yang nyeberang gak lihat dulu." Kemudian Arion menuntun motornya masuk ke dalam gerbang sekolah.

"Untung gerbangnya belum ditutup." Arion melepas helmnya lalu turun dari motornya. Dia melihat sikunya yang terluka dan mengeluarkan darah.

"Rion, siku lo luka." Cahaya memang sengaja mengikuti Arion. Dia mengambil botol minumnya lalu menyiram siku Arion, setelah itu dia bersihkan dengan sapu tangannya tapi darah itu tak juga berhenti mengalir. "Jangan-jangan lukanya dalam, kok darahnya gak berhenti mengalir. Kita ke UKS aja."

"Biar gue sendiri. Lo masuk ke dalam kelas saja soalnya pelajaran pertama Pak Rudi, nanti lo kena hukum kalau terlambat."

"Tapi gue harus tanggung jawab." Cahaya masih kekeh.

"Aya, gue gak papa."

Kemudian Cahaya menarik tangan Arion hingga membuat Arion mau tidak mau mengikutinya. Mereka berdua kini berada di dalam UKS. Dia segera membersihkan luka Arion dengan cairan rivanol tapi meskipun dibersihkan berulang kali darah itu masih saja merembes.

"Rion, kok darah lo gak berhenti."

"Udah, gak papa. Langsung tutup saja pakai kasa. Kadang juga gitu."

Seketika Cahaya menatap Arion. "Lo gak pernah check up kesehatan? Setahu gue kalau luka dan darahnya sulit berhenti itu berarti ada kelainan di sel darah lo."

Arion hanya tertawa. "Gue gak papa, ngapain check up kesehatan. Nanti juga sembuh kok." Karena Cahaya hanya terdiam, Arion berusaha menutup lukanya sendiri tapi sulit.

"Biar gue aja." Cahaya menutup luka itu dengan kain kasa lalu memberinya plester. "Udah, semoga lukanya cepat sembuh." Cahaya meniup luka Arion sesaat.

Arion terdiam menatap Cahaya. Andai saja dia bisa mengungkapkan semua perasaannya pada Cahaya pasti dia akan bahagia. "Makasih, Aya."

"Kenapa makasih sama gue, kan gue yang nabrak lo." Cahaya melepas tangan Arion lalu membereskan peralatan yang dia gunakan.

"Gue yang gak lihat jalan karena buru-buru. Kita ke kelas sekarang, kayaknya Pak Rudi udah ke kelas."

Kemudian mereka berdua segera berjalan cepat menuju kelas. Koridor kelas sudah sepi, semua siswa sudah memulai pelajaran di dalam kelas.

Arion dan Cahaya menghentikan langkahnya sesaat di depan pintu saat Pak Rudi sudah menerangkan pelajaran di depan kelas.

"Kalian berdua kenapa terlambat?" tanya Pak Rudi.

Arion akan menjawab tapi Cahaya memotongnya.

"Arion terjatuh karena mobil saya yang menabraknya jadi saya mengobati luka Arion dulu," jelas Cahaya.

Pak Rudi melihat luka di siku Arion yang terlihat memerah karena darahnya merembes. "Lukanya lebar? Kalau lebar kamu klinik saja."

Arion menggelengkan kepalanya. "Hanya luka kecil, tidak apa-apa," kata Arion.

"Ya sudah kalian duduk saja."

Kemudian mereka duduk di bangku masing-masing.

Bayu, sahabat Arion yang duduk di sebelahnya melihat luka di siku Arion. "Lo selalu gini ya kalau luka. Lo periksa gih, jangan-jangan ada apa-apa di tubuh lo."

"Gue gak papa. Nanti juga lama-lama sembuh." Arion mengeluarkan bukunya, tapi dia juga kepikiran dengan omongan Cahaya dan juga Bayu. Apa memang telah terjadi sesuatu ditubuhnya?

Diam-diam dia membuka ponselnya dan mencari ciri-ciri yang dirasakan tubuhnya. Dia terkejut saat membaca banyak artikel yang menunjukkan sebuah penyakit yang cukup serius itu.

Gak mungkin! Pasti google hanya mengada-ada. Masa iya gue sakit leukimia.

Arion kembali memasukkan ponselnya ke dalam saku. Dia berusaha fokus dengan pelajaran hari itu, tapi setelah membaca artikel itu hatinya benar-benar tidak tenang. Dia kembali menatap sikunya yang semakin terasa basah karena rembesan darahnya.

Gimana kalau gue beneran kena kanker. Gue gak bisa lagi bantu nenek, gue pasti hanya akan menambah beban nenek.

Arion benar-benar tidak bisa fokus dengan pelajaran. Kepalanya semakin terasa pusing. Pandangannya semakin kabur. Arion memijat pelipisnya sesaat tapi tak juga berhasil mengusir rasa pusingnya, bahkan tubuhnya kini terasa sangat lemas.

"Rion, lo kenapa? Kalau sakit, lo ke UKS aja," kata Bayu yang melihat wajah Arion semakin memucat.

Ya, sepertinya Arion memang butuh istirahat sejenak di UKS. Dia berdiri dan akan meminta izin tapi baru melangkahkan kakinya, tubuhnya limbung dan dia jatuh ke lantai.

"Rion!"

💞💞💞

Awal mula sakitnya Arion nih. Dimulai dari SMA, jadi sebenarnya sebelum pindah ke sekolah Shena, Arion sudah kelas 12 ya. Jangan pada bingung nanti aku ceritain sampai pindah ke sekolah Shena.

Mau tahu juga kan kalau Arion bucin kayak gimana? Apa bisa mengalahkan Sky?

Jangan lupa jadikan Favorit ya. Tinggalkan komentar di setiap BAB biar othor semangat.. 😘

BAB 2

Arion kini membuka kedua matanya. Kepalanya masih terasa pusing dan berat. Dia kini berada di klinik di dekat sekolahnya.

"Apa yang kamu rasakan? Pusing? Tekanan darah kamu sangat rendah," tanya dokter yang memeriksa kondisi Arion.

Arion hanya menganggukkan kepalanya kemudian dia duduk.

"Apa sebelumnya kalau luka darah kamu sulit berhenti?"

"Iya, akhir-akhir ini. Saya juga tidak tahu kenapa. Padahal lukanya juga tidak terlalu lebar tapi darahnya terus merembes."

"Sudah saya bersihkan dan saya beri obat. Darahnya sudah berhenti mengalir. Saya sarankan kamu periksa ke rumah sakit, sebelum kondisi kamu semakin parah. Sepertinya kamu ada kelainan sel darah."

Arion hanya menganggukkan kepalanya. Lalu dia turun dari brankar.

"Kamu mau kemana?"

"Saya mau kembali ke sekolah."

"Lebih baik kamu pulang saja. Saya panggilkan teman dan guru yang mengantar kamu ya."

Arion menggelengkan kepalanya. "Saya tidak apa-apa. Saya hanya kecapekan saja karena sepulang sekolah langsung kerja."

"Kamu harus banyak istirahat. Saya resepkan obat nanti ditebus di apotik."

Arion hanya mengangguk. Bagaimana dia menebus obat? Sekarang saja uangnya hanya cukup untuk membeli bensin. "Terima kasih, Dok."

Setelah itu Arion keluar dari klinik. Dia menghampiri Bayu dan juga Pak Rudi yang duduk di kursi tunggu.

"Rion, Bapak antar pulang. Kamu bisa istirahat di rumah."

Arion menggelengkan kepalanya. Dia memang sangat keras kepala. "Saya tidak apa-apa, Pak. Saya akan melanjutkan pelajaran hari ini. Nanti juga ada ulangan."

"Beneran kamu tidak apa-apa? Ya sudah, kamu istirahat di UKS dulu sambil menunggu jam istirahat."

Arion menganggukkan kepalanya lalu dia berjalan bersama Bayu.

"Lo beneran gak papa? Wajah lo pucat banget. Kalau mau pulang gue anterin," tawar Bayu lagi karena tidak biasanya Arion pucat dan lemas seperti ini.

"Gue gak papa. Gue mau istirahat dulu di UKS. Nanti setelah istirahat, gue masuk kelas dan ikut ulangan." Arion mendahului langkah Bayu masuk ke dalam sekolah. Dia berjalan menuju UKS lalu duduk di atas brankar.

Arion masih saja memijat pelipisnya, lalu dia bersandar sambil menatap langit-langit UKS. "Gue gak boleh sakit. Gue harus bisa cari uang. Sebentar lagi gue juga mau kuliah. Gue gak boleh jadi beban nenek."

Arion mengambil resep yang diberikan Dokter lalu dia meremasnya. Beberapa saat kemudian, dia tertidur dengan posisi setengah duduk.

Setelah bel istirahat berbunyi, Cahaya menghampiri Arion di UKS. Dia membawa roti dan minuman isotonik untuk Arion.

"Kenapa tidur sambil duduk gini?" Cahaya duduk di dekat brankar sambil memandang Arion. Dia melihat rematan kertas di dekat tangan Arion.

Cahaya membuka kertas itu dan membacanya. "Ini kan resep dari Dokter. Pasti Arion tidak ada niat untuk menebusnya," gumam Cahaya sambil meluruskan kertas resep itu lalu melipatnya dan memasukkan ke dalam sakunya. Kemudian dia kembali menatap Arion. Tangannya kini menahan kepala Arion yang hampir terjatuh.

Arion membuka kedua matanya. Dia terkejut melihat Cahaya yang berada di dekatnya. "Aya!" Kemudian Arion menegakkan dirinya. "Belum jam masuk kan?" tanya Arion sambil melihat jam dinding.

"Baru saja istirahat." Kemudian Cahaya membuka botol minuman isotonik yang dia bawa dan diberikan pada Arion. "Lo minum dulu. Gue juga bawakan roti buat lo."

"Thanks, tapi gue gak papa. Lo gak perlu terlalu khawatir sama gue." Arion tak juga mengambil botol itu dari tangan Cahaya.

"Gak papa. Lo minum ya." Cahaya justru mendekatkan botol itu ke bibir Arion agar Arion mau meminumnya.

Akhirnya Arion meminumnya hingga habis setengah botol. Setelah itu, Cahaya membuka roti untuk Arion dan menyuapinya.

"Aya, biar gue sendiri." Arion mengambil alih roti itu. Dia tidak mau semakin berharap pada Cahaya, ditambah detak jantungnya selalu tidak stabil ketika berada di dekat Cahaya.

"Dihabisin biar gak lemas lagi. Ngomong-ngomong lo kerja part time dimana?" tanya Cahaya.

"Di kafe happy."

"Wah, kafe yang mewah itu. Oke, kapan-kapan gue ke sana ya."

"Ya, terserah lo. Kafe itu terbuka untuk umum. Gue di sana kerja, gak bisa nemenin lo kalau mau ke kafe, jadi mending lo bawa teman aja kalau ke kafe."

Cahaya tersenyum sambil memukul kecil lengan Arion. "Siapa yang minta ditemenin lo."

Di ambang pintu ada Bayu yang melihat kedekatan mereka berdua. Aya, hati lo memang hanya untuk Arion. Tidak akan ada kesempatan buat gue deketin lo. Kemudian Bayu memutar langkahnya dan kembali ke kelas.

"Ya udah, gue mau ke kelas." Arion turun dari brankar lalu keluar dari UKS. Dia berjalan bersama Cahaya menuju kelas.

"Kenapa lo pucet gini? Kayak mayat hidup aja lo." tanya Nindi sahabat Cahaya. Dia kini berjalan di samping Cahaya.

"Iya, tumben lo sakit. Kirain badan lo gak bisa sakit. Kapan ngumpul di tempat balapan sama Bayu?" tanya Tirta yang berjalan di samping Arion.

"Gak tahulah, gue gak boleh sama nenek. Lagian motor itu juga punya Bayu. Motor gue gak ada spesifikasi buat balapan."

"Gak papa pakai motor Bayu yang penting lo punya skill balapan. Apalagi kalau anak Langit yang taruhan. Bisa dapat hadiah gede lo."

"Ya lihat aja nanti."

"Jangan!" sahut Cahaya. "Lo jangan ikut balapan kayak gitu. Bahaya!"

Seketika Tirta menyikut tangan Arion. "Rion, pertanda. Peka dikit jadi cowok."

Arion hanya terdiam dan masuk ke dalam kelas mendahului Cahaya.

"Aya, udah tahu cowok gak peka, kenapa lo deketin aja," kata Nindi yang memang selalu berkata apa adanya.

"Ya, gue penasaran banget sama Rion."

Nindi menarik tangan Cahaya dan mengajaknya bicara berdua. "Gimana kalau lo dulu yang nyatain perasaan lo?"

"Hah? Gue? Nggak ah." Cahaya kini duduk di samping kelas. "Gue gak bisa."

"Aduh, zaman sekarang udah ada kesetaraan gender. Udahlah gak papa, lo bilang sama Rion. Kalau nunggu Rion sampai lebaran monyet dia juga gak akan ungkapin perasaannya. Kayaknya Rion itu insecure sama lo."

Cahaya hanya terdiam. Dia menatap bunga yang berada di pinggiran taman. "Masalahnya gue udah dijodohin."

"What to the hell." Seketika Nindi duduk di samping Cahaya. "Zaman apa ini main jodoh-jodohin. Emang sama siapa lo dijodohin?"

Cahaya mengangkat kedua bahunya. "Gue juga gak tahu. Gue sempat dengar Papa ngomongin masalah perjodohan itu sama Mama. Lo tahu kan, kalau Papa itu keras banget. Gue takut, gue gak bisa melawan Papa dan akhirnya gue harus melupakan perasaan gue sama Arion."

Nindi mengusap bahu Cahaya untuk meyakinkannya. "Gak usah dipikirin masalah itu. Lagian masih belum pasti kan? Lo aja masih sekolah masak iya mikirin perjodohan. Terlalu dini buat mikirin jodoh. Cus lah, daripada gue yang nembak Rion. Lumayan dapat cowok ganteng tinggal dipermak dikit makin perfect." Nindi tertawa diujung kalimatnya.

"Ih, lo tuh!" Cahaya mencubit kecil lengan Nindi. Lalu dia berpikir, haruskah dia mengungkapkan perasaannya pada Arion?

💞💞💞

Like dan komen ya...

BAB 3

Setelah menebus obat Arion, Cahaya menghampiri Arion ke kafe tempat Arion bekerja. Dia kini duduk di salah satu kursi dan melihat Arion yang berjalan kesana-kemari mengantar pesanan.

Kemudian Cahaya melihat menu di kafe itu lalu memesan minuman hangat dan kentang goreng pada waitress. Beberapa saat kemudian Arion mengantar pesanannya ke mejanya.

"Aya." Arion terkejut melihat Cahaya yang duduk seorang diri di kursi itu.

Cahaya tersenyum menatap Arion. "Gue tunggu ya."

"Buat apa? Tapi gue pulang masih satu jam lagi."

"Nggak papa."

Setelah meletakkan pesanan Cahaya di atas meja. Arion kembali bekerja karena masih ada beberapa pesanan yang harus dia antar ke meja pembeli.

Cahaya terus mengamati Arion, entahlah mengapa dia bisa jatuh cinta pada Arion sampai seperti ini. Banyak cowok kaya dan tampan di sekolahnya, tapi pilihannya tetap jatuh pada Arion.

Sedangkan Arion yang sedari tadi tahu jika dia sedang dilihat Cahaya menjadi salah tingkah. Lagi-lagi detak jantungnya berdebar tak karuan. Andai saja dia setara dengan Cahaya, pasti dia akan mengungkapkan perasaannya pada Cahaya. Tidak seperti sekarang, dia selalu merasa insecure setiap kali dekat Cahaya.

Sampai kafe tutup dan Arion membersihkan Kafe, Cahaya masih menunggu Arion di depan kafe. Hingga akhirnya pekerjaan Arion selesai lalu dia keluar dan menemui Cahaya.

"Ada perlu apa? Ini udah jam sepuluh malam. Nanti lo dimarahin kalau gak pulang-pulang," kata Arion.

Cahaya membuka tasnya lalu memberikan obat yang sudah dia tebus di apotek. "Obat lo, minum sesuai petunjuk ya." Cahaya menyodorkan sekantong plastik kecil yang berisi obat itu.

Arion hanya menatapnya. Dia baru teringat jika resep obat yang dia genggam tadi siang menghilang. Jadi resep itu diambil, Aya.

"Aya, lo gak perlu tebus resep itu."

Cahaya membuka tas Arion dan memasukkan obat itu ke dalam tasnya. "Lo kena anemia juga. Bahaya kalau lo biarin."

Arion terdiam dan menatap Cahaya. Mendapat perhatian dari Cahaya seperti ini membuat Arion semakin jatuh cinta padanya.

Cahaya kini juga menatapnya. Hembusan angin malam itu membuat cinta mereka seolah ingin menyatu.

Menyadari hal itu, buru-buru Arion mengalihkan pandangannya. Dia kini duduk miring di atas motornya. "Lo pulang sama siapa?"

Kemudian Cahaya ikut duduk di samping Arion. "Ya, biar gue pesan grab saja."

"Biar gue antar." Arion melepas jaketnya lalu dipakaikan ke punggung Cahaya.

"Rion, gue udah pakai lengan panjang."

"Gak papa. Udah larut malam. Udaranya semakin dingin. Gue juga pakai kemeja lengan panjang. Lo pakai saja."

Cahaya memakai jaket Arion lalu tidak ada pembicaraan di antara mereka. Mereka berdua hanya menatap langit malam hari itu yang bertabur bintang dan sangat indah.

"Rasi bintang Orion terlihat jelas malam ini."

Arion hanya tersenyum miring. "Orion sang pemburu yang kuat dan hebat, sangat berbanding terbalik dengan gue."

Cahaya mengalihkan pandangannya dan menatap Arion. "Kenapa lo merasa seperti itu? Lo harus percaya dengan diri lo sendiri."

"Tapi inilah hidup gue. Hidup gue yang jauh dari kata sempurna. Untuk biaya sekolah saja gue harus bekerja di kafe." Arion kini membalas tatapan Cahaya.

"Justru karena itu, lo itu hebat, lo itu kuat. Di saat gue dan anak lainnya yang seumuran lo istirahat di rumah, lo masih sibuk kerja dan bisa mandiri memenuhi hidup lo sendiri."

Arion kembali meluruskan pandangannya. "Kenapa lo selalu perhatian sama gue? Gue udah berusaha menghindar dari lo, karena gue takut..." Arion menghentikan perkataannya sesaat. "Gue takut semakin berharap sama lo."

"Kalau harapan lo berbalas gimana?"

Arion tersenyum kecil. "Tapi gue takut gak bisa berjuang buat lo. Sebelum semua semakin dalam, lebih baik gue mundur, karena perbedaan kita sangat jauh. Mungkin saat kita sekolah, perbedaan kita tidak terlihat tapi jika nanti kita sudah lulus, perbedaan itu pasti akan terlihat."

"Semua manusia itu sama. Lo gak akan pernah tahu bagaimana takdir kita selanjutnya. Bisa saja suatu saat nanti posisi kita bertukar."

Arion semakin tertawa. "Gimana gue bisa kaya kayak lo, sedangkan gue aja gak ada garis keturunan pengusaha."

"Semua itu bisa saja terjadi. Kita gak tahu bagaimana takdir kehidupan kita selanjutnya. Tapi yang jelas gue..." Cahaya menghentikan kalimatnya sesaat. Dia memainkan jemarinya sendiri. "Gue udah lama jatuh cinta sama lo."

Seketika Arion menatap Cahaya. Dia tidak menyangka Cahaya berani mengungkapkan perasaannya.

"Aya, gue gak punya apa-apa."

"Apa lo punya cinta, gue cuma butuh itu."

Arion semakin menatap Cahaya. Mendengar kalimat Cahaya, hatinya terasa hangat dan sudah meleleh. Dia beranikan diri untuk menggenggam tangan Cahaya. "Kalau cinta, gue punya, bahkan gak ada limitnya. Tapi yang namanya manusia tidak akan bahagia hanya dengan cinta. Itu faktanya."

"Jadi, lo gak akan balas cinta gue?"

"Gue pasti akan membalasnya."

Cahaya semakin tersenyum menatap Arion.

"Gue antar pulang ya. Udah malam banget." Arion melepas tangannya tapi masih saja ditahan oleh Cahaya.

"Terus kita gimana?"

"Jadi aku kamu." Arion tersenyum kecil lalu dia meluruskan badannya dan memakai helm.

Debaran di dada Cahaya semakin kencang. Aku kamu? Itu berarti kita udah jadian. Eh, gitu kan maksudnya?

"Aya, ayo!"

Akhirnya Cahaya naik di boncengan Arion. Beberapa saat kemudian motor Arion melaju menuju rumah Cahaya. Satu tangan Arion menarik tangan Cahaya agar berpegangan di pinggangnya.

Cahaya semakin tersenyum, tidak hanya satu tangan tapi kedua tangannya kini berpegangan di pinggang Arion. Mereka nikmati dinginnya malam hari itu berdua.

Meskipun Arion melajukan motornya dengan pelan, tapi masih saja terasa cepat saat sampai di depan rumah Cahaya. Arion kini menghentikan motornya di depan rumah Cahaya yang mewah dan luas berlantai dua itu. Pagar yang tinggi itu setengah terbuka dan ada Papa Cahaya yang melipat kedua tangannya sambil menatap tajam Arion.

"Aya, kamu darimana sampai larut malam seperti ini? Anak gadis tidak boleh keluyuran malam, apalagi sama pria tidak jelas seperti dia." Fatur menarik putrinya agar menjauh dari Arion.

"Maaf Om, Aya..."

"Jangan sekali-kali kamu mengajak keluar anak saya!" Fatur memotong kalimat Arion.

"Papa, bukan Rion yang mengajak Aya keluar. Tapi Aya sendiri yang menemui Rion."

"Kamu tidak perlu membela dia, kamu sekarang masuk!" Fatur menarik tangan putrinya agar masuk ke dalam rumah.

Cahaya masih sesekali menoleh Arion sambil berjalan mengikuti langkah kaki Ayahnya.

Arion memutar motornya lalu melajukan kembali motornya.

"Bodoh! Kenapa gue ajak Aya jadian? Tapi gue juga gak mungkin buat Aya kecewa. Aya udah mengungkapkan perasaannya, gak mungkin gue tolak, dan barusan gue semakin sadar kalau gue dan Aya bagaikan langit dan bumi. Perbedaannya jauh banget. Apa suatu saat nanti gue bisa sukses dan bisa setara dengan Aya agar gue bisa membahagiakan Aya? Karena yang dibutuhkan dalam hidup ini bukan hanya cinta tapi juga materi."

💞💞💞

Like dan komen ya....

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!