...~Happy Reading~...
“Assalamualaikum .... Abi ... Umma, Khalifa pulang!”
Sorang gadis yang masih mengenakan sebuah seragam sekolah nya kini tengah berjalan menelusuri isi rumah untuk mencari kedua orang tuanya. Namun nihil, lelah ia mencari tidak menemukan siapapun. Bahkan, para pekerja yang biasanya selalu stand bye di rumah, kini juga tidak ada satu pun.
“Pada kemana sih? Tumben banget?” gadis itu bergumam sambil menaiki tangga satu persatu.
Dan, baru saja ia hendak membuka handle pintu kamar, tiba tiba ia sudah mendengar beberapa suara yang begitu riuh dari lantai bawah. Sepertinya sang ibu kini sudah kembali dari luar, pikir nya.
“Umma, ada apa?” tanya nya dari lantai dua sambil berpegangan pada tralis tangga karena sudah lelah untuk turun.
“Astagfirullah, Sayang kamu sudah pulang?” Wajah wanita yang sudah mulai terlihat menua itu terlihat begitu panik dan sedih, membuat gadis itu mengerutkan dahi nya.
“Baru aja Khalifah pulang, Umma darimana? Mbok sama Mbak juga pada gak ada, kenapa sepi sekali, Umma?” tanya nya lagi akan tetapi kini sambil menuruni tangga untuk menghampiri sang ibu.
“Umma dan yang lain nya ada di Ndalem.”
“Tumben? Apakah akan ada acara?” tanya Khalifa lagi. Gadis itu segera mencium punggung tangan ibu nya sekilas lalu kembali menatap wajah itu lagi.
“Astagfirullah, Umma belum kasih tahu. Ning Kirana sudah tidak ada, jadi kami—“
“Tunggu dulu!” Khalifa memotong perkataan ibu nya, “M—maksud Umma? Ning Kirana istrinya Gus Hilal? Dia—“ Gadis itu seketika langsung menutup mulut nya dengan kedua tangan nya.
“Iya Sayang. Umma baru mendengar kabar beberapa jam lalu dari Nyai Nila. Maka dari itu, Umma minta tolong ke mba dan mbok untuk bantu bantu ke Ndalem, karena sebentar lagi mungkin mereka akan segera datang.” Jelas umma Chila panjang lebar.
“Innalilahi wainnalilahi rojiun.”
“Sayang, kamu buruan mandi dan ganti baju gih, ikut Umma untuk ke Ndalem ya Sayang?”
“T—tapi Umma, tamu bulanan Khalifa masih ada. Khalifa tidak bisa ikut ke sana.” Gumam nya lirih, percayalah kini tubuh nya sudah bergetar. Bukan karena takut, hanya saja, ia masih tak percaya jika ia akan mendapatkan kabar duka seperti ini.
“Baiklah kalau begitu, kamu di rumah saja. Umma harus kembali ke sana lagi, kamu gapapa ya Sayang di rumah sendiri?” Khalifa menganggukkan kepala nya, menatap kepergian sang ibu yang kembali ke Ndalem untuk mengurus segala sesuatu di sana.
Tentu saja umma Chila yang akan mengurus semuanya, karena Nyai Nila kini masih berada di rumah sakit bersama Kiyai Abdul dan mungkin baru beberapa saat lagi mereka akan tiba di sana.
Menaiki tangga lagi dengan sangat perlahan, Khalifa kembali membayangkan beberapa waktu yang lalu, kapan terakhir kalinya ia bertemu dengan sosok ning Kirana. Wanita cantik yang begitu lembut dan baik hati, yang wajah nya selalu memancarkan cahaya yang begitu teduh, hingga membuat Khalifa sering kali merasa iri karena kecantikan dan juga kedewasaan nya.
Umur memang tidak ada yang bisa menebak, tapi sungguh Khalifa tidak menyangka jika umur wanita itu hanya akan sampai di sana. Ia teringat beberapa bulan yang lalu ia sempat bertemu dan mengobrol sebentar dengan wanita tersebut.
Dan dapat Khalifa simpulkan, bahwa ning Kirana di matanya memanglah sangat sempurna, dan itulah yang membuat nya merasa tidak pantas dan menguatkan hati untuk mundur dalam mencintai gus Hilal.
‘Ya Allah Skenario Mu memang sangatlah sulit untuk di tebak. Tapi untuk kali ini saja, hamba berharap semoga Nasha baik baik saja,’ gumam nya di dalam hati sebelum akhirnya ia memasuki kamar untuk segera berganti pakaian.
...~To be continue... ...
...~Happy Reading~...
Oeeekkkkk
Oeeekkkk
Oeeekkk
Suara tangisan bayi yang begitu melengking berhasil menghiasi suasana duka di dalam Pondok pesantren Al- Baitul Jannah. Sejak kedatangan nya bersama mobil ambulance yang membawa jasad sang ibu, anak bayi itu terus menangis dengan begitu kencang tanpa henti, hingga membuat beberapa orang yang menjaga nya sedikit kewalahan.
Seperti yang di ketahui, sejak lahir baby Arumi Nasha sangat jarang menangis. Bahkan hanya sebentar dan begitu lirih, akan tetapi di saat saat terakhir sang ibu menghembuskan nafas terakhir nya, saat itu juga tangisan bayi itu langsung pecah. Hingga membuat beberapa perawat dan juga dokter sedikit terkejut.
Memang sebenarnya, hari ini sudah di prediksikan oleh dokter bahwa baby Arumi sudah di perbolehkan pulang karena kondisi nya yang sudah semakin membaik setelah di rawat di dalam inkubator kurang lebih hampir dua bulan lamanya.
Akan tetapi, di saat keadaan bayi itu sudah baik baik saja dan siap untuk menghirup dunia luar. Saat itu juga Tuhan begitu tega untuk mengambil nyawa sang ibu, yang membuat bayi itu seolah mengerti dan menangisi kepergian ibu nya.
“Biarkan sama Ummi dulu,” Umi Nila meminta cucu nya yang akan ia gendong, akan tetapi segera di tolak halus oleh sang empu nya, “Nak, kamu temani Kirana. Biar Nasha sama Ummi,”
“Iya bener Hilal. Biarkan anak kamu di jaga oleh Ummi,” saut Mila yang tak lain adalah kakak ipar dari Hilal.
“Percayalah Hilal, apa yang terjadi di dunia ini tidak ada yang kebetulan. Insyaallah, Tuhan sudah merencanakan skenario yang jauh lebih baik dari yang sedang kamu alami saat ini. Kuat, Mas yakin kamu kuat!” sambung Arman sambil menepuk bahu adik bungsu nya.
Laki laki yang masih menggendong seorang bayi yang tengah menangis meronta itu hanya bisa terdiam dengan rasa sesak yang begitu menjalar dalam benak nya. Rasanya memang sangat lah sesak, hingga membuat nya sangat sulit untuk bernafas lega.
Satu tahun lebih dirinya berjuang, berusaha membantu mengeluarkan sang istri dari jurang rasa trauma nya. Ia tidak pernah pantang menyerah dan selalu yakin, bahwa kelak akan ada pelangi indah yang menghiasi rumah tangga nya. Hari dimana sang istri bisa di nyatakan sembuh dan bebas dari rasa trauma yang selama ini menyakiti nya dan membuat nya terpuruk.
Tapi ...
Mengapa harapan tak pernah sesuai dengan kenyataan. Setelah Tuhan memberikan rasa yang begitu tulus untuk ia berikan kepada Kirana, kini justru Tuhan dengan begitu tega mengambil sang istri darinya. Bahkan, setelah ia di berikan kepercayaan untuk menjadi seorang ayah.
Lantas, sekarang bagaimana dirinya akan menjadi orang tua, dikala sang istri sudah tidak ada. Mengapa Tuhan begitu tega padanya, membiarkan nya seorang diri setelah apa yang ia berikan selama ini.
Niat tulusnya, kini terganti rasa bersalah dan penyesalan yang begitu dalam. Meskipun laki laki itu tidak menangis, tapi keluarga nya tahu bahwa hati Hilal pasti sangat sakit dan hancur.
Terlihat bagaimana wajah nya yang biasanya terlihat teduh dan lembut, kini sangat merah dan dingin bahkan terkesan sangat datar dengan mata yang berkaca kaca menahan tangisan.
“Tapi tdiak secepat ini Mas!” Dan pada akhirnya ia membuka suara setelah terdiam cukup lama, “Bagaimana nasib anak kami? Bagaimana dengan Arumi? Dia masih sangat kecil, tapi ibunya—“
“Istighfar Hilal. Jangan seperti itu! Semua yang kita miliki itu hanyalah sebuah titipan, yang mana sewaktu waktu, kapan saja akan di ambil oleh Sang Pemilik yang sesungguh nya. Astagfirullah al adzim, ikhlas Nak, kamu harus bisa mengikhlaskan Kirana, agar dia juga bisa tenang di sana.” Ucap abah Abdul panjang lebar sambil menepuk bahu anak bungsu nya.
...~To be continue.......
...~Happy Reading~...
Khalifa yang baru saja menyelesaikan acara mandi nya, sedikit mengerutkn dahi kala mendengar suara tangisan bayi yang tak henti sejak tadi. Karena penasaran, ia pun membuka pintu balkon nya dan mengintip sedikit ke arah bangunan rumah yang ada di sebelah nya.
Keadaan di luar masih cukup ramai, meskipun beberapa pelayat sebagian sudah pulang karena jenazah yang sudah di makamkan. Akan tetapi, beberapa tamu kiyai Abdul masih berjaga di sana untuk berbela sungkawa.
Kembali lagi dengan suara bayi yang Khalifa yakini itu adalah Arumi. Benar, ia sudah mengetahui nama dari bayi mungil yang begitu menggemaskan itu, karena belum lama dirinya mengantarkan kakak nya untuk berkunjung ke rumah sakit dan mendengar jawaban dari gus Hilal saat di tanya oleh kakak ipar nya, Arga.
‘Kasihan sekali dia, pasti dia sangat sedih. Dan aku tidak bisa membayangkan jika aku yang ada di posisi bayi mungil itu,’ Khalifa menatap kosong pada salah satu jendela yang terbuka dimana jendela itu adalah jendela kamar tempat sang bayi berada.
‘Aku yang sudah tujuh belas tahun masih suka manja sama Umma, tapi dia ... ‘ Rasanya begitu sesak, membayangkan bagaimana nanti ke depan nya untuk baby Arumi menjalani kehidupan nya tanpa seorang ibu.
Seperti yang di ketahui, Khalifa sebagai anak bungsu atau terakhir, yang mana dirinya masih sangat manja dan susah untuk jauh dengan orang tuanya. Sedangkan Arumi, sejak bayi ia sudah di tinggalkan oleh sang ibu, lantas bagaimana bayi kecil itu nanti nya untuk manja atau mengenal ibu nya, pikir nya.
...🕊🕊🕊...
Malam harinya, Khalifa memutuskan untuk ikut ke Ndalem untuk membantu beberapa pekerja yang menyiapkan jamuan guna tahlilan kepergian ning Kirana. Meskipun ia tidak bisa mengikuti nya, di karenakan tamu bulanan. Tapi, Khalifa masih bisa membantu di belakang, pikir nya.
Namun, siapa sangka, baru saja ia hendak menyentuh salah satu piring untuk di isi oleh makanan. Tiba tiba nama nya sudah di panggil membuat nya langsung menoleh dan menatap sang empu nya.
“Khalifa, bisa tolong mba sebentar gak?” tanya seorang wanita bergamis coklat muda yang kini tengah berdiri tak jauh dari nya.
“Iya Ning Hasna, ada apa ya?” Gadis itu bangkit perlahan karena masih merasakan nyeri di area perut bagian bawah nya untuk menghampiri Hasna yang tak lain adalah kakak kedua dari gus Hilal.
“Ayo!” Khalifa sedikit terkejut, saat dengan tiba tiba tangan nya di tarik begitu saja oleh Hasna untuk menaiki sebuah tangga.
Sambil menggigit bibir bawah nya, Khalifa berusaha menahan mati matian rasa sakit yang ia rasakan. Hingga tiba saatnya ia sampai di depan sebuah kamar dan segera di ajak masuk oleh mba Hasna. Khalifa mengerjapkan matanya berulang, saat menatap sekeliling ruangan kamar yang bernuansa abu tua itu dengan perasaan sedikit ambigu.
Entah apa yang ia rasakan saat memasuki kamar tersebut, jantung nya berdetak dengan sangat cepat, bahkan ia sampai sulit untuk menjabarkan nya seorang diri. Namun, suara tangisan bayi kembali terdengar membuat lamunan nya seketika langsung buyar dalam sekejab.
“Khalifa, tolong bantu jagain Arumi sebentar ya. Perut saya sakit banget harus ke Toilet, Umi lagi sibuk nemenin tante Santi. Tolong ya Khalifa, sebentar saja!” ucap ning Hasna sebelum akhirnya wanita itu berlari menuju toilet sambil memegang perut nya.
Jujur, saat ini perut nya sendiri juga terasa masih sakit, tapi bukan untuk buang air besar, melainkan karena tamu bulanan nya. Apalagi saat ning Hasna menarik nya untuk menaiki tangga dengan langkah terburu buru, membuat nya kini semakin meringis.
Belum sempat Khalifa protes atau menjawab permintaan ning Hasna, wanita itu sudah lebih dulu pergi. Dan kini, tatapan mata Khalifa menatap sayu serta bingung pada seorang bayi yang sedang menangis cukup kencang di atas tempat tidur yang berukuran queen size tersebut.
‘Baby Arumi, mau lomba nangis aja gak?’ gumam Khalifa ingin menjerit sambil menatap bayi itu dengan intens.
...~To be continue.......
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!