"Siapa yang telah menghamili mu, Bian?."
Terdengar sebuah pertanyaan yang keluar dari seorang ibu pada putrinya yang berasal dari dalam kamar. Meski suara Belinda sangat melengking tapi Bianca tetap tidak bisa menjawab pertanyaan Mommy nya.
Lagi-lagi Bianca hanya menggeleng lemah sambil terisak dengan kepala yang tertunduk.
"Tidak mungkin kamu tidak tahu, Bian!." Kesabaran Belinda sudah habis, tapi dia pun tidak bisa membuat anak gadisnya bicara.
Belinda meninggalkan Bian, dia juga perlu menenangkan diri sebelum mengambil langkah selanjutnya untuk Bianca dan juga dirinya.
Sakit, hancur, merasa gagal telah mendidik dan membesarkan anak yang ikut dengan dirinya setelah berpisah dari Gustaf. Apa yang akan dipikirkan oleh mantan suaminya itu?.
Bianca masih bisa mengelabui semua orang yang ada di dalam lingkungan sekolah sampai usia kandungnya empat bulan saja. Dikarenakan bayi kembar yang sedang tumbuh di dalam rahimnya.
Jadi perut Bian cepat sekali membesarnya, sehingga Belinda harus mendatangi pihak sekolah. Membawa surat keterangan dari dokter yang menerangkan kalau Bianca sakit dan meminta keringanan bagi Bianca untuk belajar dari rumah.
Belinda bisa bernafas lega saat dalam perjalanan pulang ke rumah ketika pihak sekolah mengabulkan permohonannya. Sekarang tugasnya hanya tinggal mengurus kehamilan Bianca supaya tidak tercium oleh siapa pun.
Selama belajar dari rumah, nilai-nilai Bianca tetap stabil dan menjadi murid terbaik. Hingga waktunya bagi Bianca untuk melahirkan bayi kembarnya. Belinda sudah mempersiapkan semua persalinan Bianca di dalam rumahnya. Supaya tidak ada orang luar yang curiga sedikit pun terhadap Bian.
Bayi kembar itu satu pasang, cantik dan tampan. Belinda tersenyum senang di dalam rasa sakitnya sebagai seorang ibu. Bianca menyematkan nama Daniel dan Daniella untuk kedua buah hatinya.
"Untuk sementara waktu, Roseline akan membawa Niel dan Ella ikut ke Paris."
"Ke Paris, Mom?. Jauh sekali."
"Itu yang terbaik saat ini Bian. Supaya kamu bisa tetap fokus sekolah dan melanjutkan beasiswa mu. Setelah itu kamu bisa mengambil mereka lagi."
Bianca menatap kedua bayi yang sedang dalam gendongannya. Mereka akan segara berpisah, karena Roseline sudah berada di Jakarta dan sudah bersiap akan terbang ke Paris.
Satu bulan sebelum keberangkatan Roseline dan kedua bayi kembar Bianca. Bianca selalu memompa ASI nya untuk persediaan kedua buah hatinya di kota Paris sana. Setidaknya kedua bayi itu merasakan susu yang berasal dari ibu yang telah melahirkan mereka.
Bianca selalu menegarkan hatinya kalau perpisahan ini hanya sebentar saja, tidak akan sampai dua tahun saat dirinya keluar dari sekolah.
Tidak ada satu detik pun Bian lewatkan tanpa bersama kedua bayi kembarnya. Mulai dari menyusui, tidur bersama, memandikan, mengajaknya berbicara, bercanda dan tertawa. Meski kedua bayi itu belum bisa merespon apa yang dikatakan oleh Mommy muda mereka. Namun Bianca tetap melakukannya.
Waktu kebersamaan mereka semakin singkat dan sangat berharga setiap detiknya. Karena sekarang sudah tiba pada waktunya mereka harus berpisah. Roseline membawa pergi separuh hidup Bianca yang terletak pada Daniel dan Daniella.
Bianca hanya mampu menangis dalam pelukan Belinda ketika mobil Roseline sudah pergi membawa kedua bayinya.
"Minggu depan kamu sudah bisa kembali sekolah, lupakan dulu tentang mereka. Nanti juga kalau sudah waktunya kalian bertemu." Belinda meninggalkan Bianca yang masih menangis.
Sekuat dan setegar apa pun Bianca, tapi saat menyaksikan mereka yang disayang pergi tanpa bisa melawan. Air mata dan kesedihan itu datang bersamaan mengetuk mata dan hatinya.
Bianca sudah kembali ke sekolah, banyak yang merindukan sosok wanita periang itu. Namun setelah beberapa bulan tidak masuk sekolah, tentunya teman-teman sekolah Bianca banyak yang merasakan perubahan sikap Bianca.
"Sekarang kamu lebih sering banyak melamun, Bian. Ada apa?." Miss Garnetta selaku wali kelas Bianca merasa khawatir, ditakutkannya ada hubungannya dengan kesehatan Bianca.
Bianca menggelengkan kepalanya lemah, tidak mungkin Bianca menceritakan permasalahan hidupnya pada Miss Garnetta. Yang tentunya akan berpengaruh pada sekolahnya.
"Di kelas tiga ini kamu harus lebih fokus dalam belajar karena akan menentukan kelulusan mu nanti. Jadi Miss minta kalau ada masalah lebih baik dibicarakan supaya ada solusinya."
"Iya, Miss Garnetta. Maaf, saya akan lebih fokus lagi. Mungkin itu karena efek saya kelamaan belajar dari rumah." Bianca mengelabui Miss Garnetta dengan senyum manis yang menghiasi wajah oval Bianca.
"Bagus kalau kamu tidak apa-apa. Sekarang kembali ke kelas, Miss mau memberikan tugas."
"Baik Miss." Bianca segera keluar dengan membantu Miss Garnetta membawa beberapa buku paket yang akan dipakainya untuk belajar.
Waktu berjalan semakin cepat setiap harinya sampai tidak terasa bayi kembar Bianca sudah terlihat subur-subur, sehat-sehat sehingga sangat menggemaskan.
Setiap harinya Roseline mengiriminya foto-foto Daniel dan Daniella dengan berbagi pose yang sangat lucu-lucu. Yang berhasil membuat Bianca tersenyum dan menangis dalam waktu yang bersamaan. Hal itu semakin memacu semangat Bianca untuk segera menyelesaikan sekolahnya
Akhirnya Bianca sudah dapat menyelesaikan sekolahnya dengan keluar sebagai siswi terbaik. Bahkan Bianca mendapatkan tawaran beasiswa untuk kuliah sampai selesai tanpa biaya apa pun.
Tapi hal itu masih menjadi pertimbangan bagi Bianca, karena bukan hal itu yang diinginkannya. Saat ini Bianca hanya ingin memeluk kedua bayi kembarnya saja.
"Kamu mau kemana, Bian?." Belinda melihat putrinya sedang mengepak beberapa pakaian.
"Kenapa Mommy bertanya?, tentu saja aku ingin menemui kedua anak ku, Mom."
Belinda menahan tangan Bianca yang hendak menutup kopernya.
"Dengarkan Mommy baik-baik, Bian. Ada yang harus kamu tahu mengenai ini."
"Ada apa, Mom?. Jangan membuatku takut!."
Bianca merasa dadanya tiba-tiba saja bergemuruh. Entah apa yang dirinya takutkan dari tatapan Mommy nya.
"Sekarang kamu belum bisa menemui Niel dan Ella.Karena..."
Belinda memegangi dadanya yang terasa sangat sesak, hingga kesulitan untuk bernafas. Bianca segera membawa sang Mommy ke rumah sakit terdekat untuk mendapatkan pertolongan.
Bianca hanya duduk, diam termenung di bangku yang ada di taman kecil rumah sakit tersebut. Hati Bianca sudah sakit saat mendengar belum bisa untuk menemui kedua anaknya.
Apalagi ini satu kenyataan yang sangat sangat melukai hatinya sebagai seorang ibu. Di mana Roseline mengakui bayi kembar miliknya adalah bayinya sendiri. Sebab Roseline sudah divonis dokter tidak akan pernah bisa memilik anak.
Kehadiran kedua bayi kembar miliknya untuk mengharmoniskan hubungan Roseline dengan keluarga suaminya yang terus saja menuntut seorang penerus.
Belinda sudah menerima uang yang sangat banyak dari putri pertamanya yang ikut dengan Gustaf. Uang itu Belinda gunakan untuk berobat dirinya sendiri tanpa diketahui oleh Bianca.
"Mommy sangat merindukan kalian." Air mata Bianca semakin mengalir deras saat disadarinya sudah tiga bulan ini dirinya tidak mendapatkan kiriman foto-foto mengenai kedua bayinya.
Beberapa tahun telah berlalu, Belinda sudah semakin tua dan sakit-sakitan. Yang mengurus dan menemaninya hanya Bianca, tanpa tahu luka hati Bianca yang disebabkan oleh dirinya.
Bianca memendam semuanya seorang diri tanpa ada yang bisa diajaknya bicara sampai beberapa tahun lalu. Tapi kini, satu tahun terakhir Bianca memiliki seseorang yang disebutnya sebagai kekasih yang setia menemani dan selalu ada untuk Bianca dalam hal apa pun.
Dewa Hartanto, kekasih Bianca yang sudah tahu semua cerita masa lalunya termasuk Daniel dan Daniella. Pria itu merasa iba terhadap gadis muda yang bekerja sebagai assisten pribadinya itu.
"Hotel kita akan kedatangan tamu kehormatan, orang itu salah satu orang yang paling berpengaruh dalam dunia bisnis untuk semua sektor. Jadi semuanya harus dipastikan tidak ada masalah apa pun." Dewa menyerahkan profil seorang pria yang wajahnya tetap tampan, namun rambutnya sudah di dominasi warna putih seperti milik Mommy nya.
Meski Bianca mengenali pria itu, tapi Bianca tetap menjadi Bianca yang seolah tidak mengenal pria tersebut. Itu akan jauh lebih baik bagi dirinya yang tidak pernah mendapatkan kasih sayang sedikit pun dari pria itu. Bahkan bisa dibilang, kalau dirinya sudah tidak menganggap orang itu ada di dalam hidupnya.
"Sendiri atau bersama rombongan?."
"Bersama anak, cucu dan menantunya."
Deg
Hampir saja layar berukuran sedang itu terjatuh dari tangan Bianca setelah mendengar apa yang dikatakan kekasih sekaligus atasannya.
Dewa memberitahu Bianca tentang semuanya hanya secara garis besarnya saja.
"Daniel, Daniella." Batin Bianca sambil meremas kuat ujung blazer yang dikenakannya. Seperti apa wajah mereka saat ini?. Bagaimana sekarang bentuk tubuh kedua bayi kembarnya yang dulu subur-subur?. Apa dirinya akan dapat mengenali kedua anak kembarnya?. Apa Daniel dan Daniella akan dapat merasakan kasih sayang dan kerinduannya yang terpendam selama bertahun-tahun lamanya.
"Bian, ada apa?. Apa kurang jelas apa yang aku katakan?." Dewa menyentuh lembut pundak Bian.
Dewa yang sejak tadi menceritakan tamu kehormatannya tidak didengar dengan baik oleh Bianca. Justru Bianca memiliki pikirannya sendiri yang tertuju pada anak-anaknya.
"Tidak, Dewa. Semuanya sudah sangat jelas." Hanya satu orang yang belum diketahui oleh Bianca secara baik, yaitu Haidar Allan yang menjadi suami kakaknya.
Dan itu bisa dicari Bianca melalui internet. Biasanya tidak susah untuk menemukan informasi mengenai orang-orang kaya yang berpengaruh di dalam dunia bisnis.
Bianca sudah pulang membawa mobilnya sendiri, karena Dewa harus mengecek ulang setiap kamar hotel yang akan digunakan oleh tamu agungnya. Sebab Dewa sendiri seseorang yang sangat perfeksionis dalam urusan apa pun, apalagi ini pekerja yang akan banyak mendatangkan cuan bagi perusahaan.
"Nyonya Belinda sudah mandi dan makan, minum obat juga sudah. Kalau Neng Bian mau makan, masih ada di meja makan lauknya." Bibi Tuti melaporkan pekerjaannya pada Bianca sebelum pulang ke rumahnya.
Untung saja rumah Bibi Tuti ada di belakang perumahan yang sekarang ditinggali Bian. Jadi tidak terlalu masalah kalau Bibi Tuti pulang malam. Karena Bian pasti akan memesankan ojek untuk mengantar Bibi Tuti sampai rumahnya.
"Iya Bi, terima kasih banyak sudah menemani dan merawat Mommy saat aku kerja."
Bianca merasa terbantu sekali dengan adanya Bibi Tuti dalam hidupnya, seolah Bibi Tuti menjadi ibu kedua bagi Bian di rumah itu.
"Sama-sama Neng Bian."
Bianca mengantar Bibi Tuti sampai depan, kemudian masuk lagi ke dalam rumah setelah ojek membawa Bibi Tuti pergi dari rumahnya.
Bianca masuk ke dalam kamar Belinda, setiap malamnya Bianca akan tidur di sana. Ingin menemani sang Mommy yang sudah jarang sekali berbicara padanya.
Malam ini terasa sangat lama sekali, padahal Bianca sudah sangat menantikan esok hari. Di mana untuk pertama kalinya Bianca akan bertemu dengan kedua bayi kembarnya.
"Kamu gelisah sekali, ada apa?."
Bian memiringkan tubuhnya hingga menghadap Mommy nya.
"Mommy percaya tidak, kalau besok aku akan bertemu dengan Niel dan juga Ella?."
Senyum hangat yang selalu bisa Belinda lihat dan rasakan setiap kali Bianca membicarakan Neil dan Ella. Cucunya yang sekarang sudah berpindah tangan meski pada anak pertamanya.
"Benar kah?, di mana?." Belinda menggerakkan jari-jarinya untuk mengusap air mata Bianca yang keluar dari sudut matanya.
Bianca mengangguk sembari mengecup telapak tangan sang Mommy.
"Di perusahaan tempat aku bekerja." Lanjut Bianca balik menyeka air mata Mommy nya.
"Mommy minta maaf karena sudah mengambil keputusan besar tentang mu tanpa bertanya terlebih dahulu pada mu."
Dengan cepat Bianca menggeleng lalu membawa tangan sang Mommy lalu diletakkannya di atas kepala Bianca.
"Bian sudah memaafkan Mommy dan sekarang Mommy harus selalu mendoakan Bian."
Dengan air mata yang terus mengalir, Belinda menganggukkan kepalanya sambil berusaha tersenyum pada putri yang sudah disakitinya.
Hari yang dinanti telah tiba, sebelum berangkat bekerja Bianca selalu menyempatkan diri untuk berpamitan dan memohon doa restu Mommy nya.
Terlebih hari ini akan menjadi momen yang paling bersejarah dalam hidupnya. Bianca mengendarai mobilnya untuk bisa sampai di hotel tempatnya bekerja.
Persiapan yang sudah sangat sempurna dilakukan oleh pihak hotel dan Bianca yakin tamu yang sudah ditunggu itu tidak akan merasakan apa yang namanya kecewa.
"Bian, katanya Pak Dewa mereka sudah dalam perjalanan." Kata Yuli yang mengekori Bianca.
"Semua orang sudah standby di tempatnya masing-masing?."
"Sudah, Bian."
"Baiklah, kau atur di sini, aku akan ke office ada yang harus aku ambil."
"Jangan lama-lama!." Yuli sedikit berbisik dengan penuh perintah ketika melihat Dewa yang baru datang bersama keluarganya.
Tamu yang mereka tunggu pun tiba juga di lobby hotel. Dewa dan keluarga berserta jajaran staf terbaiknya menyambut kedatangan mereka.
"Selamat datang Tuan Gustaf Alvaro, Tuan Haidar Allan dan Nyonya Roseline Allan." Sambut Dewa pada ketiga orang tersebut dengan mengajak mereka bersalaman. Namun sayang, tangan Dewa hanya disambut baik oleh Haidar. Sedangkan Gustaf dan Roseline mengabaikannya.
Meski begitu Dewa sudah cukup senang dan tetap memberikan pelayanan terbaiknya pada mereka.
Haidar meninggalkan mertua dan istrinya kala melihat Nanny nya mengajar anak kembarnya yang berlari menuju ke arah pintu lift yang terbuka.
"Tuan Haidar, maafkan saya..."
"Kau tunggu di sini dan jangan katakan apa pun pada Roseline." Haidar mengajar kedua anaknya melalui tangga darurat setelah melihat lantai yang dituju anak-anaknya.
"Apa yang sedang mereka cari?." Batin Haidar semakin melebarkan langkahnya sambil melepaskan kancing jas dan melonggarkan ikatan dasinya.
Dengan keringat yang bercucuran, Haidar sampai juga di lantai yang dituju dan langsung mencari keberadaan kedua anaknya. Senyum Haidar terbit saat melihat orang yang dicarinya berada tidak jauh dari dirinya.
"Daniel!, Dani!."
"Siapa kau?."
Bianca menatap pria yang berdiri didepannya. Haidar Allan, suami dari kakaknya sekaligus tamu agung yang seharusnya belum sampai.
"Saya Bianca Anjani, salah satu staf yang bekerja di hotel ini." Bianca memperkenalkan dirinya pada Haidar dengan senyum yang sangat ramah.
"Haidar Allan, Daddy dari kedua anak kembar yang sekarang berdiri mengapitmu." Tunjuk Haidar pada kedua anaknya.
"Daddy enggak seru ah!." Seru anak perempuan yang menghentakkan kakinya tapi tetap sangat cantik dan lucu dengan rambut yang dikuncir kuda.
"Kita mau main petak umpat sama Daddy. Apa di tempat ini Daddy juga akan bisa menemukan kami?." Sambung si anak laki-laki yang bersiap berlari namun Bianca berhasil menahan tubuh kecil dengan rambut yang dibiarkan sedikit panjang sebahu.
Deg
Begini rasanya memeluk putranya setelah sekian lamanya, tubuh Bianca terasa lunglai dan akan melorot ke atas lantai jika saja tidak melihat pria itu mendekat kearahnya.
"Terima kasih, Nona Bianca. Mereka selalu berbuat sesuka hati tanpa memikirkan orang lain,selalu ingin mencari tantangan di tempat baru." Langsung saja Haidar menggendong tubuh Daniel kemudian di tangan yang lain ada Daniella. Di mana kedua anaknya yang saat ini sudah genap berusia lima tahun.
Haidar berhenti sejenak, mencium aroma wangi yang tidak asing untuk indra penciumannya dan tidak mungkin bisa dilupakan oleh dirinya.
"Mungkin ini hanya sebuah kebetulan semata." Batin Haidar sambil menatap wanita yang berdiri tidak jauh dari posisinya.
"Sama-sama Tuan Haidar."
Haidar berpamitan pada Bianca karena sudah harus ke kamar hotel. Pasti mereka sudah ditunggu oleh banyak orang.
Dan benar saja, di kamar hotel Roseline sedang memarahi Nanny yang selama ini menjaga kedua anaknya.
"Kerja begitu saja tidak becus, dasar bodoh!. Aku akan mengembalikan mu pada yayasan." Rasanya tangan Roseline sudah gatal ingin memberi pelajaran pada Nanny tersebut kalau saja Haidar dan kedua anaknya tidak datang.
"Mommy aku sudah pulang!." Dengan santainya Daniella duduk manis di sebelah sang Nanny yang sedang duduk tertunduk.
"Mana ada yang kuat dan betah kalau anak-anaknya bandel begitu. Apalagi sama Emaknya Mak Lampir." Tapi sayang hanya mampu dikatakan sang Nanny di dalam hati saja.
"Nanny tidak salah, Mommy. Itu kemauan kami berdua, kami bosan tidak melakukan apa-apa. Jadi aku dan Daniel tadinya mau main..."
"Sudah sayang, semuanya sudah baik-baik saja. Jadi sekarang biarkan Nanny nya istirahat bersama anak-anak." Potong Haidar menengahi keadaan yang memanas itu, supaya Daniella tidak berbicara yang dapat memicu kemarahan Roseline.
"Cepatlah bawa mereka ke kamarnya." Dengan manja Roseline meminta pada suaminya untuk mengantarkan mereka bertiga.
Seperti biasa Haidar hanya mengangguk sambil membawa kedua anaknya masuk ke dalam kamar yang bersebelahan dengan kamar mereka.
"Kalau ada apa-apa segera hubungi aku, jangan Roseline."
"Baik Tuan Haidar."
Haidar keluar dari kamar setelah mengecup kedua anaknya dan mengucapkan selamat malam.
"Tuan Haidar sangat tidak beruntung memiliki istri kaya Mak Lampir." Gumam Nanny sambil mengunci pintu dan langsung menemui kedua anak asuhnya.
Haidar berpapasan dengan Bianca yang baru saja akan pulang. Haidar dan Bianca sama-sama langsung memasang senyum ramah.
"Nona Bianca, bisa memberitahu ku di mana ruangan Pak Dewa?." Haidar langsung membaik tubuhnya dan menatap Bianca.
Bianca menghentikan langkahnya setelah melewati tubuh Haidar untuk beberapa centi.
Dengan senyum yang kembali menghiasi wajah cantiknya, Bianca memberikan arah rute pada Haidar. Tapi rupanya pria itu lebih memilih meminta untuk diantarkan.
"Kalau boleh, mungkin Nona Bianca bisa mengantarku keruangan Pak Dewa?."
"Mari!." Ajak Bianca yang sudah berjalan di depan Haidar.
Kembali Haidar dapat mencium aroma wangi yang menguar dari tubuh Bianca.
"Apa mungkin dia wanita itu?." Lagi-lagi Haidar membatin namun kali ini tatapannya tidak lepas pasa Bianca yang ada berjalan didepannya.
Setelah mereka selesai berganti pakaian, keduanya berbaring di tempat tidur yang berbeda. Namun mereka belum ingin tidur karena ada yang harus mereka bicarakan.
"Sebenarnya apa yang sedang kalian berdua rencanakan?. Nanny hadir diantara dua bocah yang sedang menatap satu lembar foto.
"Sssstttt..." Daniella menempelkan telunjuk pada bibirnya.
"Itu siapa?." Tanya Nanny dengan setengah berbisik sambil menatap keduanya.
"Seorang penjahat." Jawab Daniel dengan sorot mata penuh kebencian.
"Iya, kata Mommy. Wanita ini suka membuang bayi dan kami ingin menyelamatkan bayi-bayi itu." Jelas Daniella.
"Benarkah?."
Kedua anak asuhnya mengangguk bersamaan.
Nanny menatap lekat wanita yang ada di dalam foto tersebut dan memang baru pertama kali dilihat oleh dirinya. Guna memastikan lagi apa yang dikatakan oleh kedua anak asuhnya. Tapi jika dilihat sekilas, wajah polos dalam foto itu tidak mungkin seperti yang dikatakan oleh Nyonyanya pada Daniel dan Daniella.
Dania ikut terlibat dalam obrolan penting yang terjadi antara Haidar dan Dewa sampai pukul 11 malam. Untung saja Bibi Tuti bisa menginap malam ini dirumahnya.
Selesai obrolan penting mereka, ketiganya keluar dari ruangan kerja Dewa. Dewa dan Bianca yang terlebih dulu berpamitan pada Haidar, sehingga Haidar mencoba menebak hubungan mereka.
"Apa kalian sepasang kekasih?."
Dewa tersenyum sambil merangkul pinggang Bianca dengan cukup posesif.
"Tebakan Tuan Haidar sangat tepat sekali. Bahkan sebentar lagi kami akan menikah."
"Oh, selamat kalau begitu. Semoga semua acara kalian berjalan lancar sampai hari kalian tiba." Dengan tulus Haidar mengatakan itu pada kedua orang yang sedang menjalin kasih tersebut.
"Terima kasih Tuan Haidar." Dewa melepaskan tangannya dari pinggang Bianca dan berjabat tangan dengan Haidar, begitu juga dengan Bianca.
Haidar menatap keduanya yang baru saja berlalu dari hadapannya. Lalu Haidar mengikuti mereka sampai lobby karena Haidar mencari sesuatu yang bisa diminumnya. Dan pilihannya pada wine yang beralkohol rendah karena memang dirinya tidak terlalu bisa banyak minum.
Lamunannya terbang pada kejadian beberapa tahun silam saat perjalanan bisnisnya ke Bali. Di bawah pengaruh obat perangsang yang diberikan lawan bisnisnya, Haidar meniduri gadis yang masih bersegel. Namun sayang, Haidar tidak bisa melihat wajah tersebut karena keadaan kamar yang gelap gulita. Hanya aroma wangi tubuhnya yang masih teringat jelas di dalam indra penciumannya.
Sekian lama Haidar tidak menemukan pemilik aroma wangi yang sampai sekarang dicarinya, guna memastikan kehidupan wanita itu setelah dirinya mengambil mahkotanya. Apa dirinya meningalkan kehidupan lain pada gadis itu atau tidak?.
Kini Haidar dapat mencium aroma wangi itu ada apa Bianca, wanita yang sudah memiliki kekasih dan akan segera menikah.
Apa memang benar wanita itu adalah Bianca?. Pertanyaan itu kembali membawa lamunan Haidar pada sosok Bianca yang baru tadi pagi ditemuinya.
"Aku harus segera memastikannya sendiri sebelum pernikahan mereka berlangsung."
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!