NovelToon NovelToon

ARSAKHA

{Season 1} #01

Perkenalkan, nama aku Adera Lestari, tahun ini kelas 3 SMA. Sejak kecil selalu saja kemana-mana bersama sahabat yang tinggal lima langkah dari rumah ku, yah tepatnya rumah kami saling  berhadapan, selalu masuk sekolah yang sama dan ajaibnya kamu juga terus menerus berada di kelas yang sama. Tentang aku? Sang Putri tunggal dari pasangan yang ekonominya tergolong menengah keatas, papa yang merupakan seorang pengusaha sukses dan mama yang bekerja sebagai seorang desainer, kesibukan mereka membuat aku banyak menghabiskan waktu di rumah sahabat ku, sampai-sampai banyak dari teman-teman di sekolah berpikir bahwa kami ini adalah pasangan kekasih. Aku adalah gadis yang selalu mendapatkan apa yang aku inginkan tanpa harus usaha sama sekali, untuk pengetahuan aku juga beruntung karena mewarisi kecerdasan papa, yah aku selalu masuk sepuluh besar begitu juga dengan sahabat ku. (Adera)

Dan aku, nama ku Arsakha Maleek. Benar, aku lah orangnya, orang yang baru saja dibicarakan oleh gadis ceroboh barusan, aku adalah sahabatnya sejak TK. Karena selalu bersama sampai semua kebiasaan, kelebihan bahkan kelemahannya sudah aku hafal dengan jelas, dia yang takut serangga dan juga phobia ketinggian, jago matematika tapi bodoh urusan cinta, yah aku tau persis apa yang sedang ia pikirkan bahkan hanya dengan melihat raut wajahnya saja. Tentang aku? Okay, aku akan sedikit memberikan kalian informasi tentang aku…(Arsakha)

Penasaran dengan siapa sebenarnya sahabat aku? Udah tenang aja aku bakal perkenalkan dia pada kalian semua, dia Arsakha Maleek, kerap di panggil Ar, postur tubuhnya benar-benar bak pria idaman, tinggi menjulang, badan kekar, kulit putih bersih, jago bela diri, otak encer, pemain skateboard, pokoknya dia punya segudang keahlian yang kerap kali membuat aku iri padanya. tentang keluarga???? (Adera)

Aku anak tunggal, ah sama persis seperti Dera,  papanya merupakan seorang pengusaha sedang papa ku adalah seorang jaksa dan mama adalah pekerja sosial, pekerjaan keduanya menyita begitu banyak waktu mereka untuk diluar sehingga membuat kami jarang bisa kumpul bersama hal tersebutlah yang membuat aku dan Dera kerap bermain dan menghabiskan waktu bersama dan tumbuh bersama. (Arsakha)

Arsakha terlihat sibuk mengikat tali sepatunya, dia duduk di kursi yang ada di teras rumah dengan kaki yang silih berganti ia angkat agar bisa menyelesaikan pekerjaannya saat ini dengan mudah. Setelah selesai bergulat dengan tali sepatu, Arsakha langsung mengambil ransel miliknya lalu menggunakannya dan lekas menuju mobil yang sejak tadi menunggu dirinya. Sang sopir langsung membuka pintu mobil saat Arsakha tiba di dekat mobil, ia segera masuk bersamaan dengan Adera yang masuk dari pintu kiri.

“Katanya hari ini nggak bisa bareng? Kenapa tiba-tiba nongol?” Tanya Arsakha setelah sejenak memperhatikan sahabatnya yang terlihat sibuk menguncir rambutnya.

“Lagi pengen nebeng aja, ayo pak Rahmat, jalan!” Jelas Dera lalu menyandarkan punggungnya pada sandaran jok mobil lalu perlahan menutup mata dan mengatur pernafasan.

“Baik non.” Jawab Rahmat patuh dan langsung menjalankan mobilnya menuju SMA dimana Adera dan Arsakha sekolah.

Selama di dalam perjalanan keduanya hanya terdiam karena ternyata Adera telah tertidur lelap dan Arsakha sama sekali tidak ingin mengganggunya. Setelah menempuh perjalanan salama 15 menit akhirnya mobil sedan tersebut berhenti tepat di depan gerbang sekolah.

“Kita sudah sampai tuan muda, non Dera…” Jelas Rahmat.

“Terima kasih pak Rahmat.” Ucap Arsakha yang langsung beralih kearah Adera yang ternyata masih tertidur lelap.

“Sama-sama tuan muda.” Ucap Rahmat.

“Dera, bangun! Kita udah sampai, ayo buruan sebelum gerbang di tutup.” Jelas Arsakha dengan tangan yang langsung menarik lengan Adera agar segera bangun.

“Aku masih ngantuk banget, 15 lagi aja, please!” Rengek Adera tanpa membuka matanya sedikitpun.

“Dera, buruan atau aku tinggal!” Tegas Arsakha yang kali ini bahkan langsung keluar dari mobil.

Arsakha segera beralih ke sisi kiri mobil dan langsung membuka pintu mobil lalu langsung menyeret Adera keluar dari mobil, aksi Arsakha membuat Rahmat ikut keluar dari mobil.

“Nggak apa-apa pak, biar aku aja yang urus bocah ini, bapak langsung pulang aja!” Jelas Arsakha dengan tangan yang terus menggenggam erat lengan kanan Adera.

“Beneran tuan muda?” Tanya Rahmat memastikan.

“Iya beneran pak.” Jawab Arsakha pasti.

“Kalau begitu bapak pamit pulang tuan muda.” Ujar Rahmat mohon pamit dan langsung kembali ke dalam mobil dan lekas pulang.

“Dera buka mata mu! Atau aku bakal ninggalin kamu disini!” Ancam Arsakha.

“Cieeee, romantic bener!!” Goda Rendra yang baru saja tiba dengan motor kesayangannya dan langsung berhenti di dekat Adera dan Arsakha.

“Romantis? Nggak lihat apa orang lagi nanggung beban dunia!” Cetus Arsakha.

“Woiii! Dera, bangun!” Teriak Rendra menggelegar di udara membuat Adera segera membuka matanya.

“Stop bermanja-manja, buruan ke kelas ada PR yang harus aku salin dari kalian berdua, buruan gih!” Jelas Rendra yang bahkan langsung menarik tas Adera agar sang empunya naik keatas motor miliknya.

“Ciiih! Mending aku jalan kaki aja!” Tegas Adera dan segera berlari memasuki area sekolah.

“Ayyo!” Ajak Rendra sambil menatap kearah Arsakha.

“Ogah!” Tegas Arsakha yang hendak tancap gas meninggalkan Rendra.

Namun langkah kaki Arsakha langsung terhenti saat motor milik Rendra berhenti bersamaan dengan jeritan seorang gadis yang terjatuh tepat di depan motor Rendra.

“Awww!” Jerit siswi tersebut namun ia segera berusaha untuk bangun, cepat-cepat membersihkan roknya yang kotor karena terjatuh ke jalan barusan.

“Maaf, maaf aku nggak sengaja!” Pinta siswi tersebut sambil menundukkan kepalanya.

“Kamu baik-baik saja?” Tanya Rendra yang segera turun dari motornya dan Arsakha yang kembali melangkah mendekati sahabatnya.

“Hmmm, aku baik-baik saja. Lalu, hmmm, apa motor mu lecet? Apa aku harus ganti rugi?” Tanya siswa tersebut dengan kedua tangan yang perlahan memeluk erat tas miliknya yang terlihat jelas begitu lusuh.

“Zuha, yang salah adalah aku, kenapa jadi kamu yang harus ganti rugi? Harusnya aku yang bertanggung jawab karena sudah membuat mu terjatuh dan kotor.” Jelas Rendra yang begitu merasa bersalah karena ia baru saja menyadari bahwa orang yang hampir ia tabrak adalah Zuha Andiana, siswi peringkat 3 di kelasnya.

“Aku baik-baik saja, kalau begitu aku permisi…” Jelas Zuha dan segera berlari menuju ruang kelasnya.

“Apa dia si pendiam di kelas kita? Apa kamu dekat sama dia? Bukannya dia adalah siswi aneh yang di kucilkan oleh semua kelas?” Tanya Arsakha yang terlihat jelas begitu kaget saat mendengar Rendra menyebut nama siswi tersebut, karena selama ini semua siswa dan siswi memanggilnya dengan panggilan ‘CUMIA’ yang merupakan singkatan dari CUpu MIskin Aneh.

“Sudah tiga tahun sekelas terus sama dia masa iya nggak ingat sama namanya. Aku memang tidak dekat sama dia, tapi bukan berarti aku tidak tau nama dia yang sebenarnya.” Jelas Rendra.

“Ya aneh aja, baru kali ini aku mendengar ada orang yang memanggilnya dengan nama aslinya selain para guru.” Jelas Arsakha.

“Aku, nah kan bel! Ayo buruan!” Jelas Rendra saat suara bel menggema di seluruh penjuru sekolah.

“Haisssh!” Gumam Arsakha yang segera berlari menuju kelas karena di tinggal begitu saja oleh Rendra.

~~

#02

Kelas 3/7 bukan hanya terkenal sebagai kelas VIP di mana semua siswa-siswi dari keluarga yang cukup memiliki pengaruh hampir di semua bidang berkumpul, namun juga dikenal sebagai kelas inti di bidang akademik dan merupakan ruang yang di huni oleh 91% merupakan anak orang kaya, para petinggi negeri dan sisanya adalah pelajar dengan jalur prestasi atau dengan kata lain meraka adalah penerima biaya siswa, sehingga kelas ini justru digawangi oleh para siswa yang nakal, usil, bahkan banyak diantara mereka yang kerap membuat para guru tidak betah lama-lama berada di sana.

Hans adalah murid yang paling berpengaruh di kelas tersebut, pembully nomor satu seantero sekolah, jika dia sudah beraksi maka semua murid lainnya akan diam bahkan berpura-pura tidak terjadi apa-apa. Namun demikian, Hans sama sekali tidak akan berani mengusik Arsakha dan para sahabatnya.

Pagi ini suasana kelas begitu berantakan, deretan meja depan yang semuanya di huni oleh para cewek yang hobi dandan, mereka terlihat sibuk dengan dunia mereka sendiri. Lalu di barisan sudut kiri terlihat para cowok yang sedang unjuk kekuatan, terlihat Dimas yang sedang adu panco dengan Tio serta beberapa siswa yang lainnya yang menjadi penonton sejati, deretan belakang sebelah kanan adalah barisan para siswa jalur biaya siswa mereka terlihat sibuk dengan buku bacaan mereka tanpa terusik sama sekali. Di kursinya sana tepatnya pada deret kedua dari kiri bersebelahan dengan para murid penerima bantuan biaya siswa, meja urutan ke tiga dari belakang, yang tak lain merupakan meja milik Adera, dia terlihat sibuk mengeluarkan buku dari tasnya lalu perlahan meletakkannya diatas meja, Rendra yang baru saja masuk langsung bergegas ke meja miliknya yang berada tepat dibelakang Dera dan Ayu.

“Ar mana?” Tanya Adera sesaat setelah Rendra duduk di bangkunya.

“Kalian nggak bareng?” Tanya Ayu yang segera menatap kearah Rendra.

“Noh, pangeran kalian datang!” Cetus Rendra dengan mengarahkan dagunya ke pintu belakang dimana sosok Arsakha perlahan masuk.

“Hadir…!” Ujar Arsakha dengan tertawa kecil lalu segera duduk disebelah sang sahabat baik siapa lagi kalau bukan Rarendra Hardian yang merupakan anak sang politikus terkenal dan tersohor di negeri ini.

“Mana PR-nya?” Tanya Rendra yang begitu semangat dan langsung membuka buku PR miliknya.

“Ogah!” Tegas Adera dan Ayu hampir bersamaan.

“Pagi…” Sapa Aldo dan Vian yang baru saja datang dan langsung duduk di belakang Rendra dan Arsakha.

“PR kalian mana? Pinjam, buruan!” Pinta Rendra yang lebih mirip sedang membegal buku milik Vian dan Aldo.

“Makanya tuh otak jangan sibuk sama game setiap detik! Nih…!” Gumam Vian kesal namun tetap saja menyerahkan buku miliknya yang langsung membuat Rendra segera menyalin tugasnya dengan begitu buru-buru.

“Yeeeeeeeee!” Teriak Dimas yang tampak begitu puas karena bisa mengalahkan Tio.

“Yaaaah!” Keluh Mira yang terlihat begitu kecewa karena sang kekasih kalah telak dalam pertarungan.

“Taruhannya, mana? Aku menang loh!” Jelas Dimas dengan penuh kesombongan, karena memang sebelum bertanding keduanya telah membuat kesepakatan tentang taruhan yang akan mereka menangkan.

“Heiii Cumia…!” Seru Tio dengan suara lantang hingga membuat langkah Zuha yang baru saja melangkah masuk seketika terhenti karena memang hampir seisi kelas menatap kepadanya.

“Buruan, kemari! Cepat!” Titah Tio dengan tangan yang langsung menunjuk kearahnya.

“Huuuufff!” Ucap Zuha pelan dengan mengatur nafas perlahan, lalu segera melangkah mendekati Tio dan gerombolannya.

“Mulai hari ini kamu adalah budaknya Dimas, ikuti semua perintahnya, paham!” Jelas Tio.

“Loh, kenapa jadi si Cumia? Bukannya tadi Mira yang jadi taruhannya?” Gumam Dimas yang mulai emosi.

“Apa kamu sudah gila? Bagaimana mungkin aku menyerahkan kekasih ku pada mu, jangan ngaco!” Tegas Tio.

“Haaaaah, bajingan! Sial….!” Cela Dimas yang merasa di permainkan oleh Tio.

“Selamat menikmati hadiahnya.” Jelas Tio yang langsung mendorong Zuha kearah Dimas sedangkan ia segera kembali ke mejanya bersama sang kekasih tercinta.

“Awas kamu Tio!” Gumam Dimas yang terlihat begitu kesal.

“Bubar, aku bilang bubar, kembali ke meja kalian semuanya, sial…!” Lanjut Dimas dengan suara lantang.

Teriakan Dimas membuat para murid lainnya mau tidak mau segera kembali ke tempat mereka masing-masing begitu pula dengan Zuha.

“Ets! Mau kemana?” Tanya Dimas dengan tangan yang langsung menarik tas Zuha dari belakang.

“Bukannya tadi kamu yang nyuruh semuanya kembali ke meja masing-masing.” Jelas Zuha.

“Konyol! Itu tidak berlaku bagi kamu, Cumia!” Gumam Dimas dengan tangan yang langsung menarik kasar tas Zuha.

Ulah Dimas membuat tubuh Zuha terayun beberapa langkah ke belakang hingga membuat ia kehilangan keseimbangan lalu terjatuh ke lantai tepatnya di kaki meja milik Hans.

“Sial…!” Gumam Hans yang merasa terusik dengan tangan Zuha yang tanpa sengaja menyentuh sepatunya.

“Apa kamu sudah gila?” Tanya Hans dengan tatapan mematikan.

“Ups…!” Ucap Dimas yang perlahan kembali duduk di kursi miliknya seolah dia tidak melakukan apa-apa.

“Maafkan aku, aku benar-benar minta maaf!” Pinta Zuha yang seketika langsung ketakutan.

“Kamu tau berapa harga sepatu ku? Bahkan dengan menjual seluruh organ dalam mu sekalipun kamu tidak akan pernah bisa membelinya! Lalu, apa yang membuat mu begitu berani menyentuh sepatu ku!” Gumam Hans dengan teriakan keras diakhir ucapannya.

“Dia sudah keterlaluan!” Gumam Adera yang begitu kesal dengan kelakuan Hans. Ia hendak beranjak dari kursinya namun segera dicegah oleh Vian.

“Jangan ikut campur! Itu lahan mereka.” Jelas Vian.

“Tapi…” Keluh Adera.

“Biarkan saja! Duduklah kembali!” Ujar Arsakha lalu menenggelamkan wajahnya diatas kedua tangan yang sejak tadi ia letakkan diatas meja.

“Udahlah, Dera, hmmm…” Ujar Ayu yang langsung menyentuh tangan Adera membujuknya untuk segera duduk kembali.

“Aaaah, bikin kesal!” Cetus Adera dengan menghela nafas kasar namun tetap menuruti permintaan Ayu.

“Aku benar-benar nggak sengaja, tolong maafkan aku!” Pinta Zuha.

“Maaf? Aaah, maaf kata mu? Okay, aku akan memaafkan mu tapi…” Jelas Hans terhenti lalu tangannya perlahan mencengkam bagian belakang kepala Zuha.

“Tolong maafkan aku!” Lirih Zuha penuh harap.

“Akan aku maafkan, tapi…! Bersihkan sepatu ku. Buruan…” Bentak Hans.

Zuha segera merogoh sakunya mencari tissue untuk mengelap sepatu milik Hans, namun aksi Zuha langsung terhenti saat tangan Hans mendorong kepalanya kearah sepatu milik Hans.

“Gunakan jilbab mu!” Tegas Hans yang sontak membuat Zuha tercengang kaget.

“Selamat pagi semuanya…” Sapa guru yang baru saja memasuki kelas tersebut.

Kedatangan sang guru sama sekali tidak membuat para siswa duduk di kursi masing-masing, mereka sama sekali tidak peduli dan masih tetap melanjutkan apa yang sedang mereka kerjakan.

“Buruan! Sebelum perintah ku berubah menjadi pukulan.” Tegas Hans dengan tatapan yang begitu menakutkan.

“Apa kalian mengabaikan ibu? Segera kembali ke kursi kalian dan buka buku kalian semua.” Tegas sang guru dengan tatapan honor yang beranjak mengintimidasi para murid secara bergantian.

~~

#03

Zuha, apa kamu tidak mendengarkan perintah ibu?” Lanjut bu Ningsih yang kini fokus menatap kearah Zuha yang masih berjongkok di depan kaki Hans.

“Sedikit saja kamu beranjak maka kamu akan menanggung akibatnya!” Tegas Hans dengan suara tertahan.

“Huffff! Haisssh!” Gumam Adera kesal dan langsung berdiri dari kursinya.

“Apa yang sedang kamu lakukan? Duduk!” Titah Rendra.

“Sial!” Keluh Adera dengan rasa kecewa namun segera menuruti perintah dari Rendra.

“Zuha…” Ujar bu Ningsih.

“Haissshhhh!” Gumam Hans dan langsung bangkit dari kursinya lalu melangkah meninggalkan ruangan setelah lututnya dengan sengaja menyenggol tubuh Zuha hingga membuat Zuha terduduk di lantai.

“Hans…” Panggil bu Ningsih.

“Aku bolos pelajaran ibu.” Tegas Hans lalu menghilang dari balik pintu sana.

“Zuha kembali ke meja mu!” Pinta bu Ningsih.

“Baik bu…” Jawab Zuha lalu segera bangun dan lekas menuju meja miliknya yang berada di pojok belakang deretan paling ujung sana.

“Kamu baik-baik saja?” Tanya Ranum yang tidak lain adalah teman sebangkunya Zuha.

“Hmmmm.” Jawab Zuha dan segera membuka bukunya.

Jam pelajaran berlalu seperti biasanya, meski sang guru sibuk menjelaskan di papan sana, hanya beberapa persen dari para murid yang benar-benar mendengarkannya, selebihnya sibuk dengan diri mereka sendiri.

Bel berbunyi membuat seisi kelas menarik nafas lega bahkan ada beberapa yang berteriak penuh kemenangan karena akhirnya jam pulang tiba, semuanya langsung sibuk menyimpan buku dan alat tulis mereka lalu segera berlarian keluar dari kelas.

Sebuah tangan dengan kasar menarik Ranum agar bangun dari kursinya, Ranum pun segera bangun dengan membawa serta tasnya, dimenit berikutnya sosok Hans langsung mengisi kursi tersebut lalu tangannya dengan jahil menarik tas Zuha lalu melemparkannya begitu saja hingga membuat seluruh isi tas tersebut berhamburan di lantai.

“Aku akan membersihkannya.” Ucap Zuha yang segera berjongkok di dekat kaki Hans.

Perlahan tangan kanan Zuha berusaha menarik sisi ujung kanan jilbabnya lalu mengelap sepatu kiri dan sepatu kanan milik Hans.

‘Bruk’ Suara tas Zuha yang diletakkan dengan begitu kasar keatas meja tepat di hadapan Hans hingga membuat fokus Hans dan Zuha langsung teralih kearah pemilik tangan tersebut.

“Apa urusan mu sudah selesai?” Tanya Rendra dengan menatap dalam mata Hans.

“Waaaah! Kenapa? Apa kamu juga punya masalah sama si buruk rupa ini?” Tanya Hans dengan tatapan sinis.

“Apa aku boleh membawa dia?” Tanya Rendra yang masih terlihat berusaha bicara secara baik-baik dengan Hans.

“Aku lebih dulu, kamu harus tunggu sampai…” Ucapan Hans langsung di selip oleh Rendra.

“Jangan usik dia!” Tegas Rendra dengan tinju yang menghantam kuat meja hingga menimbulkan suara yang cukup keras.

“Jangan sok jadi pahlawan!” Gumam Hans yang mulai emosi dan langsung menyerang Rendra dengan tinju kekar miliknya.

“Haisssh!” Gumam Rendra dan hendak menyerang balik namun tangan Rendra langsung dihentikan oleh Arsakha yang tiba-tiba muncul entah dari arah mana.

“Apa yang terjadi?” Tanya Adera yang ikut datang bersama Arsakha.

“Jangan campuri urusan ku, bawa teman kalian dari sini!” Perintah Hans dengan mencoba menahan emosinya.

“Ayo, Ren!” Ajak Arsakha yang mencoba menarik lengan Rendra untuk ikut bersamanya.

“Zuha, ayo pergi!” Ajak Rendra dengan tangan yang mencoba menyentuh sosok Zuha yang sejak tadi hanya diam berdiri di sisi kiri Hans.

“Haissssh! Aku bilang urus urusan mu sendiri!” Tegas Hans yang hendak kembali menyerang Rendra namun langsung di tangkis cepat oleh Arsakha.

“Ren, jangan campuri urusan mereka. Ayo pergi, lagi pula dia tidak mengusik kita. Ayo!” Jelas Arsakha yang langsung menyeret paksa Rendra bersamanya.

“Ayo pergi!” Ujar Adera yang ikutan membantu Arsakha menyeret Rendra keluar dari kelas.

“Apa kamu kecewa karena mereka meninggalkan mu? Sadar diri! Sadar! di sini kamu hanya sampah, kamu mati sekalipun tidak ada yang akan peduli, dasar bodoh, miskin!” Cela Hans dengan senyuman penuh dengan ejekan dan hinaan.

Tangan Hans dengan kasar mendorong kepala Zuha hingga beberapa kali namun Zuha masih saja berdiri kokoh tanpa protes sama sekali.

“Besok beri aku uang, jika tidak maka akibatnya akan lebih parah dari hari ini.” Tegas Hans lalu pergi begitu saja.

Setelah Hans menghilang dari ruangan tersebut tubuh Zuha langsung ambruk di lantai, tatapannya kosong, wajahnya datar dan perasaan yang kacau balau, Zuha jelas terlihat sedang tidak baik-baik saja.

“Kenapa rasanya sakit banget, bahkan perlakuan Hans tidak membuat ku sekacau ini, lalu kenapa saat tau bahwa dia sama sekali tidak peduli pada ku, rasanya sesak banget, dia bahkan tidak tau nama ku, padahal hampir tiga tahun berada di kelas yang sama. Aku tau aku jauh dibandingkan dengan Dera, aku juga tidak berharap cinta ini dibalas olehnya, setidaknya dia tau nama aku saja itu sudah cukup, tapi kenyataannya dia bahkan tidak mengenali ku. Haaah, kenapa kamu harus jatuh cinta padanya sih? Kenapa tidak bisa beralih dari dia, sudah hampir tiga tahun memendam semua ini, tolong, aku mohon jangan lanjutkan lagi, jangan sakiti dirimu sendiri. Berhenti menatap kearah Arsakha, kamu hanya sampah sedangkan ia adalah seorang pangeran. Berhenti menambah masalah dalam hidup mu yang sudah penuh dengan masalah.” Gumam Zuha memarahi dirinya sendiri.

Perlahan tangannya mengambil tas miliknya lalu segera pulang.

________

"Apa kamu akan terus seperti itu?" Tanya Rendra.

Rendra bahkan melangkah mendekati Dera dan Arsakha yang hendak masuk kedalam mobil yang baru saja menjemput mereka berdua. Arsakha kembali menoleh pada Rendra sedangkan Adera pun segera bergegas mendekati kedua cowok yang terlihat jelas sedang menatap horor satu sama lain.

"Terus seperti ini? Apa maksud dari pertanyaan mu itu?" Tanya Arsakha.

"Membiarkan Hans terus berbuat sesuka hatinya, kamu masih Ar yang aku kenal sejak SMP dulu kan? Apa aku salah orang? Sejak kapan kamu menjadi manusia yang berhati dingin seperti ini?" Tanya Rendra dengan terus menatap sosok Arsakha dari ujung kepala hingga ujung kaki.

"Ren, Ar, ayo kita pulang!" Ujar Adera yang berusaha melerai keduanya, ia takut kalau perdebatan ini nantinya justru berakhir dengan adu otot.

"Inilah aku Ren, aku yang sekarang dalam wujud yang seperti ini? Dan Ar waktu itu sudah lama mati, dia tidak di sini lagi!" Tegas Arsakha.

Penjelasan Arsakha sontak membuat tinju Rendra melayang tepat mengenai wajah Arsakha hingga membuat sang empunya meringis kesakitan. Adera yang kaget sontak segera menarik Rendra agar menjauh dari Arsakha.

"Hentikan, aku mohon!" Pinta Adera dengan tatapan penuh permohonan pada Rendra.

"Tuan Muda, Tuan Rendra, sebaiknya kalian bicarakan secara baik-baik setiba di rumah nanti, ayok kita pulang!" Jelas Rahmat yang ikut melerai keduanya.

"Ayo pak kita pulang!" Ujar Arsakha yang langsung membuka pintu mobil membuat Rahmat segera masuk ke dalam mobil begitu juga dengan Adera.

"Apa karena Zuha tidak secantik Putri? Apa karena Zuha tidak semenarik maya?apa karena Zuha orang miskin makanya kamu tidak mengulurkan tangan mu seperti pada Putri dan Maya dulu? apa selama ini aku yang keliru tentang mu? Atau aku yang salah sejak dulu? Baiklah, jika kamu tidak ingin menolongnya, biar aku yang menjadi benteng untuknya." Tegas Rendra lalu segera kembali menaiki motornya dan lekas pergi meninggalkan Arsakha yang masih mematung di sana.

______

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!