NovelToon NovelToon

May I Love For Twice

First Ceremony

09.00 pagi

“Selamat pagi semua.” Sapa seorang lelaki yang berdiri dihadapan siswa-siswa World Academy sambil membawa beberapa kertas dan sebuah pulpen ditangannya.

“Pagi, Mr. Thomson.” Balas para siswa yang sudah duduk dengan rapi dimasing-masing bangku pesawat.

“Saya akan mengabsen kalian semua, tolong angkat tangan kalian saat saya menyebutkan nama kalian.” Ucap lelaki yang bernama Thomson tersebut.

Mr. Thomson mulai mengabsen satu demi satu nama-nama siswa yang ada pada kertas absen yang ia bawa.

“Alesha Sanum Malaika, dari Indonesia.”

Seorang gadis mengangkat tangannya saat namanya dipanggil oleh Mr. Thomson. Gadis dengan wajah khas melayu. Mr. Thomson melihat ke arah gadis itu lalu memberikan tanda ceklis dikertas daftar absen siswanya, kemudian ia melanjutkan untuk mengabsen kembali siswa-siswa yang lain.

“Hai, namamu Alesha bukan, perkenalkan namaku Stella dari United State.” Ucap seorang gadis yang duduk di sebelah Alesha sambil menjulurkan tangannya.

Alesha tersenyum canggung pada gadis yang bernama Stella itu. Lalu kemudian ia pun berjabat tangan dengan gadis itu.

“Kau berasal dari Indonesia, bukan? Kau sangat beruntung, setahu ku baru ada tiga orang asal Indonesia yang berhasil lolos seleksi dan mendapat sertifikat untuk masuk ke World Academy, dan kau menjadi orang keempat.” Ucap Stella. Alesha tersenyum kaku mendengar itu.

“Baik, semua sudah lengkap, kita akan berangkat setelah ini, jadi pasang sabuk pengaman kalian.” Ucap Mr. Thomson, dan setelah itu ia berlalu pergi.

“Aku sudah tidak sabar ingin segera sampai di WOSA.” Ucap Stella.

“WOSA?” Tanya Alesha.

“World School Academy, WOSA adalah singkatannya.” Jawab Stella. Alesha mengangguk paham.

“Oh, ya kau masuk ke dalam kelas apa?” Tanya Stella.

“Centaury-A.” Jawab Alesha.

“Kalau begitu kau sama denganku, aku juga Centaury-A. Kita bisa menjadi teman baik di kelas.” Ucap Stella sambil tersenyum.

Alesha balas tersenyum. Sebenarnya ia sangat canggung dengan gadis di sebelahnya itu, namun ia rasa gadis itu memiliki sifat yang asik.

Pesawat segera lepas landas menuju sebuah pulau terpencil dan terisolasi di kepulauan Pasifik.

Alesha menatap awan melalui jendela pesawat. Ia menatap awan putih yang terhampar luas. Alesha menerawang pikirannya. Ia bertanya-tanya bagaimana bisa ia lulus seleksi dan mendapatkan sertifikat Internasional yang bersifat rahasia. Ia memang baru berusia delapan belas tahun sekarang, namun ia memiliki kecerdasan di atas rata-rata. Ia baru saja lulus kuliah jurusan astronomi di Bandung, dan mendapatkan gelar mahasiswa termuda juga terbaik. Sebulan kemudian ia mendapatkan undangan untuk ikut seleksi rahasia dan ia terpilih untuk bisa bergabung dengan seratus remaja terbaik untuk melanjutkan sekolahnya di World School Academy. Sebelum dinyatakan lolos seleksi ada sekitar seribu remaja terbaik di dunia yang ikut serta dalam seleksi, namun mereka termasuk Alesha tidak diberitahu kalau seratus remaja terbaik yang lulus seleksi akan dibawa ke World School Academy dan melanjutkan sekolahnya di sana. Mereka hanya diberitahu kalau mereka lolos mereka akan diberi beasiswa di Universitas ternama dunia. Jadi World School Academy sangat amat dirahasiakan oleh dunia. Melalui seleksi yang sangat berat selama tiga bulan akhirnya Alesha bisa lolos. Ia dan remaja lain yang lolos tentunya sangat kaget saat mendengar kalau mereka akan dibawa ke WOSA. Awalnya, pikir Alesha dan yang lain adalah mereka telah dibohongi selama ini, namun setelah mendengar penjelasan dari Mr. Thomson selaku penanggung jawab dari seratus remaja terpilih, Alesha dan yang lain merasa sangatlah bahagia karna bisa masuk kesebuah sekolah yang bersifat sangat dirahasiakan oleh dunia. Orang-orang terbaiklah yang berhak ada di sana. Mereka bukan hanya akan belajar saja, namun melakukan penelitian mengenai hal-hal yang ada di dunia ini secara langsung yang bersifat rahasia juga pastinya. Dan selama berada di WOSA, Alesha harus terbiasa menggunakan bahasa internasional, yaitu bahasa Inggris sebab tidak mungkin juga orang akan memahaminya jika ia berbicara bahasa Indonesia.

Setelah berjam-jam lamanya mereka dalam pesawat, akhirnya mereka pesawat sampai juga di tempat tujuan. Semua turun dari dalam pesawat sesuai urutan absen. Alesha kagum dengan bangunan WOSA yang bergaya era abad pertengahan, klasik dan tampak seperti sebuah istana yang sangat luas. Dari halamannya, temboknya, dan bentuk bangunannya. Alesha merasa seperti ada di dunia fantasi namun dengan dipadukan dengan kecanggihan teknologi masa kini.

Semua berbaris di tengah lapangan setelah turun dari pesawat.

“Kalian bisa pergi menuju kamar kalian masing-masing. Letak asrama kalian berada di sebelah timur tidak jauh dari sini. Kalian berjalan lurus di lorong itu lalu belok ke kiri. Ikuti lorong itu dan kalian akan sampai di asrama kalian. Jam tujuh malam nanti kalian harus sudah berkumpul di aula WOSA, dan tidak ada yang boleh telat. Oh ya satu lagi, asrama wanita berada di gedung Venus dan asrama pria di gedung Jupiter.” Ucap Mr. Thomson.

Para siswa mengangguk lantas kemudian berjalan menuju sebuah lorong yang berjarak sekitar seratus meter dari lokasi mereka berkumpul di tengah lapangan.

Alesha kemudian berjalan sambil membawa koper dan tasnya.

“Alesha, tunggu aku!” Stella mendekati Alesha.

“Kau di kamar apa?” Tanya Stella.

“Aku dikamar E-4.” Jawab Alesha. “Kau di mana?” Tanya balik Alesha.

“Aku dikamar E-4 juga sama seperti mu.” Jawab Stella sambil tersenyum.

Para siswa sudah sampai di depan dua buah gedung yang terlihat seperti istana mini. Para lelaki menuju gedung Jupiter yang berada di sebelah kiri dan wanita menuju gedung Venus yang berada di sebelah kanan.

Alesha dan Stella mencari kamar mereka, dan setelah mereka menemukan kamar mereka, Alesha dan Stella segera masuk. Alesha sungguh kagum dengan kamar asramanya ini. Sangat luas. Ada lima lemari besar yang sudah berjejer di depan setiap kasur yang memiliki sprei berbahan sutra yang lembut dan wangi. Setiap kasur dan lemari sudah diletakkan kertas tebal yang sudah diberi nama. Kasur dan lemari Alesha berada didekat jendela.

Tidak lama setelah itu, ada tiga orang wanita masuk, sepertinya mereka juga yang akan menempati kamar E-4 bersama Alesha.

“Hei lihatlah!” Ucap Stella sambil membaca sebuah pesan di kertas yang tertempel di tembok. Alesha dan empat wanita lainnya segera membaca isi pesan dari kertas itu.

Setiap yang ada di kamar ini adalah tim, kami sudah mengelompokan kalian, jadi beradaptasilah. Semoga kalian bahagia bisa bergabung dengan kami, World School Academy.

*Tertanda

Mr. Thomson*

Alesha dan empat wanita lainnya saling bertatapan.

“Namaku Alesha Sanum Malaika dari Indonesia.” Alesha mencoba membuka percakapan.

“Aku Stephani Laurent dari USA, kalian bisa panggil aku Stella.” Lanjut Stella.

“Yuna Kyung dari Korea Selatan, kalian bisa panggil aku Nakyung.”

“Aku Maudy Andreata dari Kanada.”

“Aku Merina dari Thailand.”

Setelah memperkenalkan dirinya, Alesha segera beralih menuju lemarinya lantas membukanya.

Betapa terkejutnya Alesah saat mendapati lemarinya yang sudah terisi oleh seragam dengan masing-masing androk kotak kotak selutut berwarna hijau tua dan biru tua, dua buah seragam putih polos dengan lengan panjang, dua buah rompi sepinggang berwarna hijau tua dan biru tua dengan kerah dan garis kancing tengah berwarna merah, satu rompi berwarna hitam berkancing emas dan terdapat bros berbentuk lambang WOSA di kantung kanan atasnya, dua dasi berbentuk pita, dua pasang kaus kaki merah dan sepasang kaus kaki putih, dua pasang sepatu boots dan sepasang wedges dan heels. Tiga buku tulis yang lumayan besar yang berbentuk seperti kamus dengan cover buku yang sangat tebal serta terdapat lambang WOSA di bagian depan yang ketiga buku tersebut. Dan bukan hanya itu saja, lemari itu juga sudah berisi tujuh setel pakaian beserta make up. Itu semua membuat Alesah berfikir kalau sia-sia saja ia membawa banyak baju kalau di sini saja sudah disiapkan semua keperluannya.

Lemari itu sangat besar, ada tiga laci. Setiap laci berisi benda yang akan digunakan dalam proses belajar dan penelitian.

Sungguh beruntung bisa melanjutkan pendidikan di WOSA. Bagaimana tidak, semua keperluan sudah disediakan, fasilitas mewah dan sangat nyaman. Setiap kamar di lengkapi lima kasur dan lima lemari, sebuah televisi besar, dua buah AC, dua kamar mandi yang membuat siapapun betah untuk berlama-lama mandi, meja bulat yang besar untuk belajar, kulkas besar berisi makanan dan buah, disisi setiap kasur terdapat meja rias dan sebuah kaca.

“Oke, jadi dimana aku harus menyimpan baju dan barang yang sudah ku bawa ini?” tanya Nakyung sambil menatap ke arah lemarinya yang sudah terbuka.

“Lemari ini sudah penuh, dan aku pikir sia-sia saja kita membawa banyak baju dan barang kalau semua kebutuhan kita sudah terpenuhi di sini,” timpal Stella.

“Permisi..” ucap seorang wanita yang tiba-tiba masuk.

Alesha dan yang lain memandang bingung wanita itu.

“Apa aku mengganggu kalian?” tanya wanita itu.

Alesha dan yang lain menggelengkan kepala mereka.

Wanita itu tersenyum, “Namaku Laras, aku mencari gadis bernama Alesha Sanum Malaika dari Indonesia.”

Stella, Nakyung, Maudy, dan Merina refleks menatap ke arah Alesha. Alesha mengangkat tangannya.

Laras segera menghampiri Alesha lantas tersenyum, “Selamat, kau berhasil. Aku sangat senang kau ada di sini.”

“Ah, ya kalian pasti bingung harus menaruh barang bawaan kalian. Tunggu saja, sebentar lagi akan ada orang yang akan mengirim lemari kecil untuk kalian menaruh barang kalian.” Laras memancarkan aura baik melalui cara bicaranya, “Dan kau, ayo ikut denganku ke ruanganku.” Laras menarik tangan Alesha dan membawanya ke ruangannya.

Saat di perjalanan menuju ruangan Laras, ada beberapa orang yang sepertinya siswa lama di sini yang memperhatikan Alesha saat ia berjalan beriringan dengan Laras.

Alesha berjalan di atas jembatan yang panjang yang menghubungkan area asrama dan gedung sekolah. Alesha juga melihat taman yang membentang luas di bawah jembatan itu. Ada sungai kecil, dan pepohonan rindang serta rumput hijau yang bersih terawat, juga hutan kecil diujung taman.

Sungguh indah. Ini sangat sempurna.

“Ini adalah taman WOSA. Kau boleh ke sini jika kau mau,” ucap Laras

Alesha hanya terdiam mendengar ucapan Laras. Hingga akhirnya mereka sampai disebuah gedung yang sepertinya itu adalah gedung para mentor. Alesha dibawa oleh Laras menuju ruangannya yang terletak di pojok gedung dan menghadap langsung ke arah pantai. Bahkan Alesha tidak tau kalau di tempat itu ada pantai yang indah dengan pasir yang putih.

“Menakjubkan bukan sekolah di sini? Dan, ya di sini kau bukan hanya akan sekolah saja, tapi ada tugas yang harus kau jalanin bersama teman-temanmu di sini,” ucap Laras.

“Aku akan kenalkan kau dengan dua orang yang berasal dari Indonesia juga." Laras menepukkan tangannya. Tidak lama, ada dua orang lelaki masuk ke dalam ruangan Laras. “Dia Aldi, dia sudah empat tahun di sini, umurnya dua puluh lima tahun, dan yang itu Rendi, dia bergabung di sini tiga tahun lalu, umurnya dua puluh tiga tahun.” Laras memperkenalkan dua lelaki jangkung yang sama-sama berasal dari Indonesia. “Oh, ya, ini Alesha Sanum Malaika, umurnya delapan belas tahun, dia baru saja bergabung bersama kita.” Laras membawa Alesha mendekati Aldi dan Rendi.

Alesha tersenyum canggung kepada Aldi dan Rendi, dan dibalas senyuman ramah oleh dua pria itu.

“Oh iya, aku Laras Devianti, umurku dua puluh tujuh tahun, saya mentor dan anggota agent khusus disini. Saya mungkin tidak akan bisa sering bertemu denganmu karna pekerjaan saya,” Ucap Laras yang baru memperkenalkan dirinya pada Alesha.

Alesha mengangguk canggung kepada Laras.

“Tidak perlu canggung, santai saja, Al,” ledek Laras yang tau kalau Alesha sedang merasa sangat canggung.

“Kalau kau butuh bantuan kau bisa menghubungiku, tapi ya itu pun kalau aku tidak sedang ada tugas, dan kalau aku sedang ada tugas bersama agent khusus, kau bisa minta bantuan pada Aldi juga Rendi,” lanjut Laras.

Lagi dan lagi, Alesha mengangguk, canggung. Eh, entahlah, ia pikir bukan hanya ia saja yang akan bergelagat canggung apabila berkenalan dengan orang baru.

*****

Saat ini, Alesha sedang berada di taman sekolah. Sungguh taman yang indah. Alesha seperti ada di dunia dongeng yang nyata. Ia melihat-lihat sekelilingnya. Banyak juga siswa-siswa baru yang mengunjungi taman itu untuk sekedar melihat-lihat lokasi sekitaran asrama dan gedung sekolah.

“Alesha!” panggil Stella dari belakang diikuti Nakyung, Maudy, dan Merina dibelakangnya, “Hmm, kau dari mana aja?” tanya Stella.

“Hanya meliat sekitaran saja,” jawab Alesha. “Oh, ya kalian tau tidak jika di sini ada pantai yang sangat bagus sekali?” tanya Alesha dengan wajah ceria.

“Pantai?” tanya balik Nakyung.

“Iya, di belakang gedung para mentor ada pantai yang bagus sekali,” jawab Alesha dengan kagum.

“Ini academy yang sempurna,” ucap Merina, kagum.

“Ingat, kita di sini bukan hanya untuk bersekolah saja, kita di sini juga untuk bekerja disebuah organisasi khusus untuk membantu penjelajahan dan ekspedisi tentang hal-hal dan mahluk yang masih jadi sekedar teori bagi masyarakat dunia. Jadi, kita dilarang untuk menyebarkan tentang hal-hal yang ada di sini, atau jika sampe kita melakukan itu, kita bisa jadi buronan anggota intelegent dunia,” bisik Stella.

“Iya, kau benar, kita harus bungkam tentang semua yang ada di sini," tambah Maudy seraya menatap sekelilingnya.

“Kita beruntung bisa masuk ke dalam WOSA, karna kita akan diikut sertakan dalam ekspedisi rahasia dunia, dan kita akan tahu apa saja yang disembunyikan dunia," sambung Nakyung.

Alesha, Stella, Nakyung, Maudy, dan Merina akhirnya pergi menuju sudut lain di taman WOSA. Melihat-lihat sekelilingnya. Mereka juga melihat beberapa tumbuhan dan tanaman yang baru pertama kali mereka lihat. Mereka masuk kesebuah taman yang lebih besar lagi. Sangat luas, dan di tengah taman itu ada sebuah bangunan yang terbuat dari kaca yang sangat tebal. Saat mereka mencoba mendekati bangunan kaca itu, ternyata mereka tidak bisa melihat ke dalam, karna meski dindingnya terbuat dari kaca yang tebal, namun ada gas asap yang menutupi kaca itu dari dalam, sehingga orang yang berada di luar tidak bisa melihat ke dalam bangunan kaca itu.

“Aku penasaran di dalam ada apa,” ucap Maudy seraya mengetuk pelan dinding kaca itu.

“Aku juga,” sambung Nakyung.

“Pastinya sesuatu yang disembunyikan dan tidak sembarang orang tau,” sahut Stella.

“Pastinya,” tambah Alesha.

“Wah, girls! Lihat ke sana!” seru Merina dengan antusias seraya menunjuk ke arah sebuah pintu gerbang.

Kelima gadis itu berlari mendekati pintu gerbang tua dari kayu yang sepertinya tebal dan sangat berat. Terdapat beberapa ukiran unik dan akar-akar serta dedaunan menggantung digerbang itu.

“Gerbang apa ini?” tanya Alesha sembari mengusap gerbang itu.

“Kalian akan tau nanti, tapi untuk sekarang kalian dilarang mengetahui itu,” ucap seseorang dengan suara berat seperti suara lelaki.

Alesha dan yang lain berbalik dan mendapati seorang pria sedang berjalan ke arah mereka.

“Aku Mr. Jacob, mentor kalian. Aku yang akan menjadi pembimbing dan penanggung jawab tim kalian,” ucap lelaki yang bernama Jacob itu.

Ia terlihat tampan dengan tubuh tinggi tegap dan stelan celana bahan dengan balutan kemeja putih dan jas hitam.

Jacob melihat jam di tangannya, “Ayo, ikut aku. Kalian harus bertemu dengan anggota tim yang lain.” Jacob membawa kelima gadis itu menuju sebuah taman lain yang penuh dengan pohon rindang yang sejuk.

Di sebuah pohon yang tinggi dan rindang, ada lima orang lelaki yang Alesha tau wajah-wajahnya namun Alesha tidak kenal. Kelima lelaki itu adalah siswa baru juga di WOSA.

“Perkenalkan diri kalian masing-masing!” perintah Jacob.

Alesha kemudian memperkenalkan dirinya pada kelima lelaki dihadapannya, begitu pula sebaliknya dan yang lain pun saling memperkenalkan diri mereka.

“Jadi, sudah berkenalanannya?” tanya Jacob yang langsung diangguki oleh Alesha dan yang lain.

“Bagus. Aku ingin memberi tahu pada kalian. Kalian adalah tim dan nanti malam akan diumumkan secara resminya. Jadi, aku ingin nanti kalian harus bisa bekerja sama dengan baik dan tidak ada yang boleh bersikap egois!” ucap Jacob, tegas.

“Kalian dididik di sini untuk mempersiapkan dan memperdalam ilmu dan pengetahuan kalian agar dapat membantu Secret Intelegent Organtation atau SIO dalam mencari tau tentang hal-hal yang ada dunia ini. Saya tidak memiliki banyak waktu sekarang. Saya harus pergi dulu, kita akan bertemu di First Ceremony nanti malam.” Jacob segera pergi begitu saja tanpa meninggalkan basa-basi lain.

...*****...

Waktu menunjukan pukul 05.00 Sore.

“Alesha, kau akan memakai baju apa?” tanya Stella.

“Hmm, entahlah, aku bingung." Alesha baru saja selesai mandi dan akan bersiap untuk pertemuan pertama siswa angkatan baru WOSA malam ini.

“Kalian pakai baju apa?” tanya Stella pada Nakyung, Maudy, dan Merina.

“Entah, kami pun bingung,” jawab Nakyung.

“Aku akan tanya pada temanku di kamar lain.” Maudy segera mengambil ponselnya dan segera mengirimkan pesan. Setelah beberapa menit, teman Maudy memberikan balasan pesan yang Maudy kirimkan.

“Apa katanya?” tanya Alesha.

“Mereka pakai baju yang sudah disiapkan di lemari. Baju blouse polos selutut,” jawab Maudy seraya menatap teman-temannya.

“Kau yakin dia tidak salah?” tanya Merina.

“Dia bilang dia juga diberitahu mentornya,” jawab Maudy.

“Mentor? Mr. Jacob, kenapa dia tidak memberitahu kita?” Stella menyerngitkan dahi.

“Maaf aku telat memberitahu kalian,” ucap Jacob yang tiba-tiba saja membuka pintu lalu masuk ke dalam kamar. Ia pun tertegun seketika saat melihat kelima gadis itu, bukan hanya itu, ia juga mendapati tatapan bingung dari Alesha, Stella, Nakyung, Maudy, dan Merina.

Jacob mendengus dan membalikkan tubuhnya. Bagaimana tidak? Kelima gadis itu hanya menggunakan bathrobe saja. Mereka baru saja selesai mandi.

“Cepat pakai baju kalian, baju blouse polos, dan jangan lupa pakai identitas pengenal kalian. Bersiaplah, dan kalian bisa menggunakan heels yang sudah disediakan.” Jacob segera bergegas keluar kamar.

Kelima gadis itu saling menatap satu sama lain, lantas kemudian tertawa.

“Kalian lihat wajah Mr. Jacob?” tanya Nakyung disela-sela tawanya.

“Dia malu." ucap Merina seraya menahan tawanya.

“Sudah-sudah, ayo, kita harus bersiap.” Alesha bergegas menuju lemarinya.

Kelima gadis itu akhirnya bersiap-siap. Mereka berdandan dengan sangat cantik. Menggunakan Blosue polos selutut berwarna cerah. Alesha sendiri menggunakan blouse berwarna biru langit. Teman-temannya juga menggunakan blouse yang sama namun dengan warna yang berbeda.

Ditambah mereka juga menggunakan sepatu heels dengan tinggi tujuh centimeter berwarna putih tulang.

Ada satu masalah yang membuat Alesha kebingungan. Ia tidak bisa menggunakan make up. Temannya yang lain sudah selesai dengan make up mereka, sedangkan Alesha masih bingung dengan apa yang harus ia lakukan pada wajahnya? Ia lalu menatap ke arah cermin seraya memegang tongkat brush-nya.

“Alesha, kenapa?” tanya Merina.

“Aku tidak bisa memakai make up,” jawab Alesha.

Merina tertawa mendengar jawaban Alesha barusan. Ia lalu mendekati Alesha dan membantu gadis itu menggunakan make up-nya.

“Aku sangat suka dengan semua make up ini,” ucap Stella seraya memberikan sentuhan lipstik pink dibibirnya.

“Kau benar, hasilnya sangat bagus. Sayang mereka tidak mencantumkan merk-nya,” tambah Maudy.

Alesha terlihat cantik setelah Merina berhasil menghias wajahnya dengan make up yang terlihat sederhana namun pantas. Ditambah lagi dengan uraian rambut bergelombang sepunggung. Semakin saja aura manis itu keluar.

“Apa aku terlihat aneh?” tanya Alesha seraya menatap wajahnya dicermin.

“Tidak, kau terlihat cantik,” puji Stella.

“Tapi aku merasa risih dengan baju ini.” Alesha memutar bola matanya dengan malas, “Aku lebih suka dengan celana panjang dan baju biasa.”

“Hanya malam ini, Alesha,” sahut Nakyung sembari memakai sepatu heelsnya.

“Hanya malam ini, Alesha, hanya malam ini,” ucap Alesha mengulangi perkataan Nakyung pada dirinya sendiri.

Tok... Tok... Tok...

Suara pintu yang diketuk.

Kelima gadis itu saling menatap ke arah pintu lalu kemudian menatap satu sama lain.

“Aku yang akan buka,” ucap Stella. Ia segera pergi ke arah pintu diikuti keempat temannya di belakangnya.

Stella kemudian membuka pintu dan mendapati kelima lelaki yang tadi Jacob kenalkan. Ya, kelima lelaki itu adalah Mike, Lucas, Tyson, Aiden, dan Bastian. Mereka adalah rekan setimnya, dan keempat temannya yang lain.

“Mr. Jacob menyuruh kita untuk menjemput kalian,” ucap Bastian.

Kelima lelaki itu sudah rapih dengan setelan tuxedo hitam dan sepatu fantopel hitam.

“Kalian sudah siap, kan?” tanya Mike.

Stella yang berada dipaling depan pun mengangguk.

“Ayo, Mr. Jacob minta kita untuk menemuinya di taman pinggir aula utama jika kalian sudah selesai,” ucap Lucas.

Stella berbalik badan dan menatap keempat temannya.

“Kalau begitu ayo,” ucap Nakyung lalu berjalan duluan dan diikuti Alesha, Stella, Maudy, dan Merina.

Mereka pergi ke taman pinggir aula utama, tempat acara akan dimulai. Di sepanjang jalan telah di hiasi dengan lampu taman yang redup dan indah serta berwarna-warni. Ditambah suguhan bintang malam yang mulai muncul dilangit menambah kesan 'Sempurna' untuk tempat itu.

“Kita bisa lihat semua bintang dengan jelas di sini,” ucap Alesha, kagum sembari menatap ke arah langit.

“Ini sangat indah. Bisa jadi moodbosterku setiap malam," tambah Merina.

“Aku harap bisa melihat galaxi Andromeda, bulan ini bulan yang tepat untuk melihat galaxy Andromeda secara langsung,” ucap Maudy.

“Akan sulit jika kita hanya mengandalkan mata telanjang saja. Karna Andromeda hanya akan berbentuk seperti nebula saja diantara banyak bintang yang kita lihat,” sahut Nakyung.

“Apa bintang Alpha Centaury bisa terlihat dari sini?” tanya Stella.

“Tentu, itu adalah bintang terdekat kedua dari bumi setelah matahari. Tapi mungkin kau tidak bisa membedakannya dengan bintang yang lain,” jawab Merina.

Alesha dan yang lain terus berjalan menuju taman. Setelah mereka sampai di tempat tujuan, ternyata Jacob sudah menunggu di sana sambil terduduk santai dengan kaki disilangkan. Jacob sudah siap dengan setelan tuxedo coklatnya. Ia terlihat sangat menawan.

“Malam, Mr. Jacob,” sapa Aiden.

Jacob melirik dengan tatapan dingin, “Kalian terlambat,” ucapnya, singkat seraya melihat jam yang ada ditangannya.

“Terlambat untuk apa?” tanya Tyson.

“Menemuiku,” jawab Jacob malas, “Sudah, tidak usah dibahas,” lanjutnya. Jacob memperhatikan sepuluh anak remaja yang ada dihadapannya itu.

“Bagus, kalau begitu ayo kita masuk ke dalam,” ucap Jacob lalu beranjak dari duduknya dan jalan begitu saja melewati sepuluh remaja yang menatapnya bingung.

Tiba-tiba langkah Jacob terhenti, ia pun berbalik, “Kenapa diam saja? Ayo, kalian ingin aku dimarahi oleh Mr. Thomson karna kalian terlambat?" sindir Jacob. Lalu kemudian sepuluh remaja itu termasuk Alesha menuruti ucapannya dan mulai berjalan menuju aula utama tempat acara akan dilakukan.

Mereka memasuki ruang aula yang sangat besar dengan cat berwarna putih. Lampu besar menggantung di tengah ruangan. Sudah ada beberapa murid lain yang masuk ke dalam aula besar itu. Alesha duduk bersama timnya dibangku yang sudah tertera nama dari setiap anggota tim. Ada sebelas bangku yang membentuk lingkaran dengan meja bulat besar. Di atas meja sudah disiapkan berbagai macam makanan yang sepertinya lezat.

“Kalian tunggu di sini, jangan pergi ke mana-mana!” ucap Jacob lalu pergi begitu saja.

“Ada apa dengannya?” tanya Maudy, bingung.

“Entah," Stella mengangkat kedua bahunya.

Selama hampir setengah jam mereka dan para siswa lain dibuat menunggu di ruang aula yang besar. Alesha kadang memainkan taplak meja putih dengan memilin-milin kainnya. Stella mengaca, melihat penampilan wajahnya, takut ada yang kurang, Maudy mengetuk-ngetuk meja pelan dengan ujung jarinya, dan begitu pula yang lain, mereka juga sibuk dengan urusan mereka sendiri karna merasa bosan.

Tidak lama setelah itu, Mr. Thomson masuk diikuti sepuluh mentor dibelakangnya, termasuk Jacob.

Mr. Thomson berdiri di hadapan seratus remaja baru dan terbaik di dunia. Ia naik ke atas mimbar. Para mentor duduk dibelakangnya, tepatnya dikursi yang sudah disediakan.

Akhirnya, Mr. Thomson pun membuka pidatonya. Sekarang para murid hanya tinggal menunggu pidato Mr. Thomson selesai. Pikir Alesha.

Mr. Thomson membuka pidatonya dengan ucapan salam dan selamat kepada seratus remaja terbaik yang sudah terpilih. Ia juga merasa senang, karna setelah tiga tahun ia dan pihak WOSA menutup sementara sekolah itu karna ada beberapa hal penting yang harus diselesaikan. Dan sekarang adalah pertama kalinya WOSA menerima siswa baru lagi setelah tiga tahun hiatus. Ia turut senang karna pada angkatan seratus remaja terbaik sekarang tidak ada hambatan. Biasanya ada saja yang orang tua yang tidak menyetujui atau hal lain. Tapi untuk tahun ini, semua berjalan mulus.

Alesha juga senang karna ia juga mendapatkan izin dari kakeknya untuk ikut bergabung. Alesha bahagia karna ia bisa sampai dititik ini. Andai saja orang tuanya masih ada, mereka akan bangga melihat Alesha, tapi sayangnya, karna kecelakaan, Alesha harus ditinggal pergi oleh orang tuanya diumur delapan tahun.

Mr. Thomson juga menjelaskan beberapa peraturan yang harus ditaati, yaitu dilarang memberitahukan tentang WOSA melalui media apapun kepada orang lain tanpa sepengetauan pihak WOSA, dilarang menyebarkan informasi yang sudah siswa dapatkan setelah bergabung dengan WOSA, dilarang memasuki ruangan tertentu tanpa izin dari pengawas atau mentor, pembagian jadwal kelas dan seragam, dan beberapa hal-hal lain. Mr. Thomson juga sempat menjelaskan jika siswa WOSA akan dituntut untuk berpikir cepat setelah mereka dikirim ke SIO nanti.

Setelah menjelaskan beberapa peraturan, hak, dan kewajiban para siswa sebagai anggota WOSA, Mr. Thomson segera menutup pidatonya dan turun dari mimbar lalu duduk dibangku yang sudah disiapkan. Tidak lama, ada seorang MC yang akan mengumumkan pembagian tim, dan ketua, serta tugas dari setiap tim.

Pertama, MC itu menjelaskan mengapa dibentuknya sebuah tim, fungsi dari tim, dan kewajiban dari ketua tim. MC itu menjelaskan tujuan dari dibentuknya tim adalah agar memudahkan WOSA untuk menilai kinerja dari setiap siswa, lalu fungsi dari tim adalah agar memudahkan para siswa untuk beradaptasi dan membiasakan siswa untuk bisa saling membantu, karna ketika akan menyelidiki suatu kasus juga dibutuhkan kerjasama tim yang kompak dan tidak mengandalkan seorang individu saja, dan kewajiban dari ketua tim adalah untuk menjaga setiap anggota timnya agar tidak terjadi keributan serta menjadi penengah bila ada adu argumen dalam timnya, ketua tim juga menjadi penanggungjawab apabila terjadi kesalahan dalam timnya. MC juga menjelaskan tugas dari para mentor, yaitu mengawasi jalannya kerjasama tim, menjadi guru, menilai, dan membantu atau membimbing timnya. Untuk nama tim juga sudah ditentukan oleh para mentor sendiri.

“Aku akan menyebutkan nama-nama yang akan menjadi ketua beserta nama dari masing-masing tim. Tolong perhatiannya!” ucap Sang MC.

“Tim pertama adalah tim yang dimentori oleh Mr. Jacob.”

Tepuk tangan bergemuruh di dalam ruang aula.

Jacob berdiri, lantas maju ke depan, bersebelahan dengan sang MC.

“Tim kita menjadi yang pertama dalam pengumuman ketua dan nama tim,” kata Maudy seraya menatap lurus ke arah MC dan Jacob.

“Tim yang dimentori oleh Mr. Jacob bernama Luxury 1, dan akan diketuai oleh Bastian.”

Tepuk tangan kembali bergemuruh di ruang aula itu.

Sementara Bastian yang mendengar namanya tiba-tiba saja disebut pun tentunya terkejut bukan main dan kebingungan. Hey! Itu mereka belum mengambil persetujuan tentang siapa yang akan menjadi ketua tim. Dasar Mr. Jacob! Bastian mendumali mentornya itu dengan sebal dalam hati.

“Untuk ketua tim Luxury 1, harap maju ke depan.”

Bastian segera beranjak dari bangkunya dan maju kedepan dengan wajah yang masih kebingungan.

Terlihat Jacob tersenyum pada Bastian.

“Bastian jadi ketua tim? Itu bagus,” komen Aiden.

“Aku pikir dia memang cocok jadi ketua tim ini," tambah Mike sambil tersenyum.

“Aku harap dia bisa ketua tim yang amanah pada timnya,” ucap Alesha.

Di depan sana, Bastian menerima lencana ketua tim dan Jacob memakaikannya dijas tuxedo yang Bastian kenakan dibagian kanan atas. Setelah itu, Jacob mengambil sesi foto bersama Bastian sembari berjabat tangan. Wajah Bastian terlihat bingung dan tersenyum kaku saat pengambilan foto.

Alesha dan temannya yang lain tertawa samar ketika mendapati wajah aneh Bastian saat difoto bersama Jacob.

Kemudian setelah sesi foto selesai, Bastian kembali kebangkunya dan diikuti Jacob yang duduk disebelahnya. Jacob terlihat senang jika dilihat dari senyumannya.

“Selanjutnya adalah tim yang dimentori oleh Mr. Eve."

Seorang lelaki bertubuh tinggi bangun dan kemudian berdiri disebelah MC.

“Tim yang dimentori oleh Mr. Eve bernama Appolo X01, dan akan diketuai oleh Brandon.”

Seorang lelaki yang berada dikelompok lain pun berdiri dan maju ke depan. Dia adalah Brandon, ketua dari grupnya. Ia berjalan dengan senyuman yang terlihat sedikit angkuh.

“Jadi dia ketuanya?" Merina menatap kearah pria bernama Brandon itu.

Eve memberikan lencana ketua tim pada Brandon, dan setelah itu, mereka berjabat tangan seraya tersenyum ke arah kamera yang sudah siap mengambil foto. Setelah sesi mengambil foto selesai, kemudian Brandon dan mentornya, Eve segera berjalan menuju bangku tim mereka.

Dan begitu pula seterusnya untuk tim-tim lain. MC mengumumkan nama dan ketua dari setiap tim yang lain. Setelah setengah jam, akhirnya proses pembagian nama dan ketua tim selesai. Acaranya pun tidak berlangsung lama. Setelah itu, Mr. Thomson segera naik mimbar dan menutup acara. Ia juga mengizinkan para siswa yang masih ingin melihat-lihat taman atau ingin bercengkrama dengan rekan setimnya hingga jam sebelas malam, dan Mr. Thomson juga mengatakan kalau kelas pertama akan dimulai besok pagi jam delapan.

Setelah menuntaskan kalimat penutupan acara, Mr. Thomson segera pergi ke luar dari aula besar itu.

“Jadi bagaimana? Kalian setuju, kan kalau aku menunjuk Bastian sebagai ketua kalian?” tanya Jacob dengan santai sambil merebahkan tangannya dibangku.

“Apa? Jadi kau yang menunjukku untuk menjadi ketua?” tanya Bastian dengan wajah kaget.

Jacob menjawabnya dengan anggukan santai.

“Kenapa harus aku?” tanya Bastian sambil menunjuk dirinya.

“Kau tidak mau jadi ketua tim?” tanya balik Jacob seraya meminum minuman yang ada ditangannya.

Bastian terdiam. Seluruh anggota tim termasuk Alesha menatap pada Bastian.

“Mudah saja bagiku jika kau menolak untuk menjadi ketua tim, aku bisa langsung memberikan nilai paling rendah dalam rapotmu selama kau di WOSA," lanjut Jacob seraya menaruh minumannya lalu menatap Bastian.

“Baiklah, aku menerimanya,” ucap Bastian, pasrah.

Jacob tersenyum puas.

“Daging apa ini?” tanya Alesha sembari menusuk-nusuk sebuah daging bakar dengan garpunya.

“Itu pork,” jawab Maudy.

“Apa?” Alesha terkejut.

“Kenapa?” tanya Stella.

“Aku tidak makan itu," jawab Alesha.

“Kenapa memangnya?” tanya Bastian.

“Haram untukku memakan daging itu,” jawab Alesha.

Yang lain pun langsung mengangguk, dan paham.

“Kalian mau langsung ke kamar kalian atau masih mau disini?” tanya Jacob.

Alesha dan yang lain saling menatap satu sama lain dengan wajah bingung dan bertanya.

“Tanya ketua kalian,” perintah Jacob dengan santai.

Seketika Bastian langsung menatap Jacob dan anggota timnya.

“Aku terserah kalian," ucap Bastian, “Karna aku adalah ketua, aku harus memastikan anggotaku merasa nyaman,” lanjutnya seraya menatap tajam pada Jacob.

Jacob hanya tersenyum melihat tatapan Bastian yang di layangkan padanya.

“Timmu tidak bisa menentukan, jadi kau sebagai ketua harus mengambil keputusannya. Mereka akan menuruti ucapanmu,” balas Jacob dengan seringainya.

Bastian berusaha menahan emosinya dengan menutup matanya sesaat. Dasar Jacob, mentor menyebalkan! “Jika kalian ada yang ingin langsung beristirahat kalian bisa langsung ke kamar kalian, jika kalian masih ingin berada di sini atau berkeliling taman juga silahkan,” ucap Bastian dengan tenang.

Jacob yang melihat itu seketika tertawa, “Good job, Boy.” Jacob mengelus kepala Bastian.

“Oke, kalau begitu aku akan langsung ke kamar saja, aku sudah lelah,” ucap Stella dan disetujui oleh yang lain, kecuali Alesha.

“Alesha, ayo,” ajak Stella.

“Duluan saja, aku menyusul,” balas Alesha sembari melayangkan senyumnya pada Stella.

Stella mengangguk dan pergi bersama yang lain menuju kamar messnya.

“Kenapa kau tidak ikut?” tanya Jacob.

“Aku ingin melihat langit malam saja, jadi, mungkin aku akan pergi ke taman dulu untuk sekedar menikmati pemandangan malam,” jawab Alesha lalu beranjak dari bangkunya dan pergi meninggalkan Bastian dan Jacob berdua.

Jacob dan Bastian terus memperhatikan Alesha hingga ia keluar dari aula. Setelah itu, Jacob menatap Bastian.

“Apa?” tanya Bastian.

“Kau ketua, dan anggota tim menjadi tanggung jawabmu juga sekarang. Kau harus memastikan anggotamu dalam keadaan aman," ucap Jacob sembari tersenyum mengejek.

“Kau juga mentor kami, kau lebih bertanggung jawab pada kami dan anggota tim,” balas Bastian.

“Aku memang mentor kalian, ya, aku juga yang bertanggung jawab atas kalian, tapi tanggung jawab terbesar juga ada diketua tim. Tugasku yang utama adalah mengawasi dan membimbing kalian. Bahkan kau pun harus bisa memastikan diriku aman, karna aku juga anggotamu, aku juga akan menuruti perintahmu, Pak Ketua, ” balas Jacob dengan senyum liciknya.

“Terserah,” balas Bastian jengah.

Jacob tersenyum puas, “Kau masih akan tetap di sini?” tanya Jacob.

“Tidak, aku akan kembali ke kamarku," jawab Bastian.

“Dan membiarkan salah satu anggotamu sendirian malam-malam begini, terlebih dia seorang wanita, dia tidak mengenal tempat ini, bagaimana jika terjadi sesuatu yang buruk padanya?”

Pertanyaan Jacob barusan membuat Bastian mesti lebih sabar lagi menahan rasa sebal yang menggunuk dalam dirinya.

“Baik aku akan menemaninya!” balas Bastian, singkat lalu pergi meninggalkan Jacob.

Jacob yang melihat sikap Bastian yang sepeti itu hanya bisa menggelengkan kepalanya dan tersenyum.

...*****...

Alesha duduk disebuah taman dengan lampu yang terang. Ia duduk sendiri menatap ke arah langit yang penuh dengan bintang. Angin malam yang segar menerpa wajahnya. Rambutnya yang terurai pun terhembus oleh angin sejuk itu.

“Apa yang kau lakukan di sini?” tanya Alesha saat Bastian datang dan mendekatinya.

“Mr. Jacob memintaku untuk menemanimu,” jawab Bastian.

“Menemaniku? Kenapa?”

“Dia bilang kalau aku harus memastikan anggota timku aman, jadi aku harus menemanimu di sini.”

“Apa tempat ini bahaya hingga kau harus menemaniku?”

Bastian hanya mengangkat kedua bahunya.

Di sisi lain taman, Jacob berdiri di bawah pohon rindang dan menatap ke arah Bastian dan Alesha. Ia tersenyum. Namun beberapa detik kemudian, ekor matanya menangkap sesuatu lain. Ia melirik sedikit mengikuti arah ekor matanya. Ia memasang wajah waspada dan memperhatikan sekelilingnya.

Dari arah belakang, Laras menghampiri Jacob yang sedang waspada akan sekelilingnya.

Laras menepuk pundak Jacob.

“Ada apa, Jack?” tanya Laras.

Jacob terkejut dan berbalik ke arah belakang. Hufttt... ternyata Laras yang menepuknya.

“Aku merasa ada yang memata-matai tempat ini,” jawab Jacob.

“Siapa?”

“Entah.” Jacob menatap sekelilingnya dan diikuti oleh Laras.

“Ayo, kita harus pergi,” ucap Jacob.

“Lalu bagaimana dengan para siswa?”

“Aku rasa Mr. Thomson tahu ini. Mereka akan aman.” Jacob langsung menarik tangan Laras dan membawanya pergi.

“Aku masih betah disini, kau kembali saja ke kamarmu,” ucap Alesha.

“Jika aku kembali, Mr. Jacob bisa memberiku nilai rendah,” balas Bastian dengan malas.

Alesha terdiam sebentar sambil berfikir.

“Kalau begitu aku akan kembali kekamarku saja,” ucap Alesha.

Bastian menatap bingung pada Alesha.

“Malam ini dingin, aku tidak bisa terlalu lama di tempat dingin.” Alesha berbohong. Sebenarnya ia masih ingin berada di taman sambil memandang langit, tapi ia kasihan pada Bastian.

Bastian mengangguk lalu segera beranjak dari duduknya kemudian menyusul Alesha yang sudah berjalan lebih dulu.

First Class

Centaury-A Class

Alesha, Stella, dan Nakyung memasuki kelas mereka yang terdapat lima belas murid di dalamnya, yaitu sembilan pria, dan enam wanita.

Alesha kemudian duduk disalah satu bangku yang sudah terdapat namanya.

“Wow, ruang kelas yang keren,” ucap Stella, kagum melihat interior kelas yang begitu klasik seperti difilm fantasi. Dinding kelasnya juga terdapat ukiran akar pohon dan dedaunan. “Kelas ini membuatku seperti berada di istana fantasi,” tuturnya.

“Selamat pagi,” sapa seseorang yang tiba-tiba masuk ke dalam ruang kelas.

“Pagiiii..” balas para siswa.

“Hai, kenalkan, aku Sara, aku guru astronomi di sini. Kalian bisa memanggilku Mrs. Sara,” ucap guru bernama Sara itu.

Alesha yang mendengar kata "astronomi" langsung bersemangat, pasalnya ia sangat menyukai ilmu astronomi.

“Oke, pertama tolong perkenalkan nama kalian masing-masing,” ucap ramah Mrs. Sara.

Dimulai dari absen pertama, yaitu Alesha. Ia memperkenalkan dirinya kemudian dilanjutkan dengan murid yang lain.

Setelah para murid selesai memperkenalkan diri mereka, kelas pun dimulai. Kelas pertama yang berjalan sangat lancar. Para murid mendengarkan dengan seksama penjelasan yang Mrs. Sara berikan.

Di WOSA sendiri terdapat tiga pelajaran utama, yaitu astronomi, sains, fisika dan kimia. Kelas berlangsung dari jam delapan pagi sampai jam dua belas siang untuk tiga mata pelajaran utama, lalu siswa akan istirahat sampai jam setengah dua siang, kemudian setelah itu mereka akan lanjut dengan mata pelajaran lain selain tiga mata pelajaran utama, yaitu basic program komputer, basic ekonomi global, sistem permata uangan dunia, melakukan penelitian ilmiah termasuk mempelajari dasar dan cara penelitian yang akurat dan tepat, belajar strategi melawan, menghindar, dan menaklukan musuh, dan yang paling penting, teknik bela diri dari tingkat dasar hingga tahap paling tinggi dan rumit. Kelas sesi kedua dilaksanakan sampai jam empat sore, dan yang bertugas untuk menjadi guru disesi kelas kedua adalah mentor masing-masing dari setiap tim.

Alesha sedang mencatat materi yang Mrs. Sara berikan, namun tiba tiba-tiba saja ia merasa ada yang aneh. Ia melihat kesekitarnya. Seseorang baru saja terlihat dikaca dan menghilang begitu saja saat seseorang itu menyadari Alesha melihatnya. Tidak ada yang menyadari kehadiran seseorang yang terlihat dikaca tadi selain Alesha. Alesha penasaran dan terus menatap ke arah kaca yang tadi terdapat seorang misterius yang sedang memperhatikan ia dan siswa lain belajar.

“Alesha, kenapa?” tanya Mrs. Sara sambil menepuk bahu Alesha.

Alesha terkesiap lalu menatap Mrs. Sara.

“Tidak apa-apa, Mrs,” jawab Alesha sambil tersenyum.

Stella dan Nakyung menatap Alesha dengan tatapan bingung sekilas.

Kelas pun terus berlanjut hingga jam sepuluh, lalu bel istirahat pertama berbunyi.

“Oke, bel istirahat pertama. Kalian bisa makan dulu, aku juga lapar, jadi aku akan pergi sekarang. Selamat beristirahat,” ucap Mrs. Sara sambil tersenyum lalu keluar dari dalam kelas.

Para siswa lain menutup buku mereka dan berjalan keluar kelas untuk beristirahat.

Nakyung dan Stella mendekati Alesha.

“Ayo kita istirahat, aku lapar,” ucap Nakyung.

“Oh, ya, tadi kenapa Mrs. Sara menegurmu, Al?” tanya Stella.

Mendengar pertanyaan Stella, Alesha mengedarkan pandangannya ke sekeliling kelas yang sudah sepi.

“Aku melihat ada seseorang dibalik kaca itu sedang memperhatikan kita,” jawab Alesha berbisik.

“Siapa?” tanya Nakyung.

“Entah. Tapi saat ia menyadari aku menatap ke arahnya tiba-tiba ia pergi,” jawab Alesha.

“Seseorang itu terlihat mencurigakan, ia menggukan jaket dan menutupi wajahnya dengan masker dan tudung jaketnya,” lanjut Alesha.

“Mungkin dia seorang mata-mata,” ucap Nakyung santai sambil memandangi kuku jarinya.

“Mungkin. Kau bisa beritahu Mr. Jacob,” sambung Stella.

“Ayo, aku lapar, kita ke kantin,” ucap Nakyung dengan santai sambil mulai berjalan. Alesha dan Stella pun mengikutinya di belakang.

Di kantin sangat ramai. Alesha, Stella, dan Nakyung segera mengambil jatah makan mereka dan duduk dibangku yang sudah disediakan. Mereka meletakkan makanan mereka di atas meja, lalu tiba-tiba Maudy dan Merina datang dan meletakkan makanan mereka dimeja, tepat sebelah ketiga rekan setim mereka.

“Bagaimana kelas pertama kalian?” tanya Maudy.

“Cukup membosankan,” jawab Nakyung.

“Pelajaran astronomi sungguh rumit dan membuatku menjadi pusing,” lanjutnya.

“Tapi aku suka interior kelasnya. Sangat nyaman,” ucap Maudy.

Merina mengangguk setuju.

“Dinding yang indah dengan ukiran unik. Aku sangat suka itu,” ucap Merina sambil menyuapkan makanan kemulutnya.

“Bagaimana kalau kita berkeliling setelah ini?” usul Nakyung.

“Ke mana?” tanya Alesha.

“Gerbang tua itu. Aku penasaran dengan gerbang itu,” jawab Stella.

“Aku lebih penasaran dengan gedung tua yang ada di belakang,” ucap Maudy.

“Gedung tua?” tanya Alesha.

“Ya, gedungnya masih bagus. Tapi kosong tidak ditempati,” jawab Maudy santai.

“Kau benar, aku juga penasaran. Tadi kami tidak sengaja melewati gedung itu,” sambung Merina.

“Aku lebih penasaran lagi dengan seseorang yang mengintip kelas tadi,” ucap Alesha yang terlihat sedang berpikir.

“Seseorang?” Merina menyerngit.

“Mengintip kelas?” lanjut Maudy.

“Ya, aku melihat seseorang sedang mengawasiku dan yang lain saat sedang belajar tadi,” jawab Alesha, “Apa aku harus katakan ini pada Mr. Jacob?” lanjut Alesha.

“Jangan dulu, siapa tau dia seorang petugas yang sedang mengawasi kelas saat belajar,” timpal Stella.

“Mungkin, tapi aku tidak yakin,” balas Alesha.

Kelima gadis itu melanjutkan makan mereka hingga habis. Setelah itu mereka pergi dari kantin untuk sekedar jalan-jalan mengelilingi WOSA. Alesha terdiam tidak seperti ke empat temannya yang berbicara tentang taman yang mereka lewati. Alesha merasa penasaran dan ingin mengatakannya pada Jacob.

“Itu gedungnya,” tunjuk Merina pada sebuah gedung putih berlantai dua. Terlihat bersih dan tidak terbengkalai, namun sunyi.

Alesha menatap gedung itu.

“Gedungnya indah dan terawat. Tapi kenapa kosong?” tanya Nakyung.

“Itu adalah gedung laboratorium, namun sekarang sudah tidak dipakai,” jawab Jacob yang tiba-tiba datang dan menghampiri Alesha dan yang lain.

“Mr. Jacob?” ucap Stella.

“Apa yang kalian lakukan di sini?” tanya Jacob.

“Hanya melihat-lihat,” jawab Maudy.

“Kalian jangan pergi terlalu jauh dari gedung sekolah dan asrama,” ucap Jacob sembari menggiring Alesha dan yang lain pergi menjauhi gedung kosong itu.

“Apa ini terlalu jauh?” tanya Merina.

“Ya,” jawab Jacob, singkat.

Jacob membawa Alesha dan keempat temannya ke taman lain yang dekat dengan gedung aula. Di sana sudah ada Bastian, dan ke empat anggota tim lainnya.

“Kalian bisa bermain di sini hingga jam masuk kelas lagi. Tapi jangan ada yang keluar atau pergi jauh dari taman ini!” tegas Jacob.

“Kenapa?” tanya Alesha.

“Karna aku tidak mau kalian berpencar. Sulit untuk menemukan kalian karna di sini terlalu luas,” jawab Jacob.

Semua anggota tim mengangguk paham, walau kecewa karna tidak bisa pergi ke mana-mana sesuai keinginan mereka.

Mereka akhirnya berpencar mencari tempat yang menurut mereka nyaman tanpa pergi jauh dari pandangan Jacob dan Bastian.

“Awasi mereka sebentar. Aku akan pergi dulu dan akan segera kembali,” ucap Jacob pada Bastian.

Bastian menangguk paham. Ia tidak ikut bergabung dengan anggota timnya untuk hanya sekedar mengobrol. Ia ditugaskan Jacob untuk mengawasi anggota timnya. Bosan? Tentu. Tapi itu tanggung jawabnya.

“Kemana Mr. Jacob?” tanya Stella.

“Selalu begitu, pergi tiba-tiba dan datang selalu mengagetkan,” sahut Nakyung.

“Apa yang Bastian lakukan di sana sendirian?” tanya Merina.

“Mengawasi kita, tentunya,” jawab Maudy sambil memainkan rerumputan.

“Atas perintah Mr. Jacob,” sambung Nakyung.

Disisi lain Lucas, Tyson, Mike, dan Aiden sedang asik memainkan ponsel mereka tanpa ada yang membuka pembicaraan. Sangat disayangkan karna kebanyakan remaja sekarang lebih asik dengan ponsel mereka walaupun sedang berkumpul. Tyson dan Mike asik memainkan game, Lucas mendengar musik, dan Aiden mencari informasi tentang WOSA dan SIO di Google, tapi sayangnya, Aiden tidak menemukan apa-apa. Serahasia itukah WOSA dan SIO? Aiden mencoba mencari dan membaca banyak situs, termasuk Wikipedia, namun tetap nihil. WOSA dan SIO benar-benar dirahasiakan dari dunia. Mungkin lain kali jika ada waktu ia akan membuka Dark Web untuk mencari informasi tentang WOSA dan SIO.

Jacob kembali dan menghampiri Bastian.

“Bagaimana?” tanya Jacob.

“Apa?” tanya balik Bastian.

“Mereka tidak pergi ke mana-mana?”

“Tidak.”

“Bagus. Aku sudah memberitahukan padamu, jadi tetap awasi mereka!” tegas Jacob. Bastian hanya mengangguk.

“Tapi...” Bastian menatap Jacob, “Apa kau yakin tentang itu? Aku pikir itu tidak mungkin,” lanjut Bastian dengan mimik wajah tidak yakin.

“Aku juga masih belum yakin, tapi firasatku biasanya selalu benar. Jadi untuk berjaga-jaga. Kau tetap awasi saja anggotamu,” balas Jacob.

Bastian mengangguk paham.

“Kira-kira apa yang akan kita lakukan saat kita dikirim ke SIO? Aku takut tidak bisa menjalankan misiku dengan baik,” ucap Stella.

“Kau pasti bisa karna ini bukan misimu saja, kita di sini sebagai tim. Jadi, kau harus bekerja untuk tim juga,” balas Nakyung.

“Bagaimana jika aku merugikan tim?” Stella membuat Nakyung gemas.

“Jangan terlalu berfikir negatif, Stella, ini baru awal dan masih sangat awal. WOSA juga tidak akan mengirim kau dan tim ke SIO jika masih belum siap!” tegas Nakyung, jengah, “Mungkin,” lanjutnya pelan.

“Intinya kita harus berusaha dulu,” ucap Alesha.

“Sekolah di sini membuatku ingat cerita Harry Potter,” ucap Merina sambil menatap sekitaran taman.

Maudy yang sedang minum seketika terbatuk saat mendengarnya, “Iya! Itu, aku berpikir aku mengingat sesuatu saat aku pertama kali datang ke sini. Iya, itu, Harry Potter, kau benar! Aku sepeti berada di dunia Harry Potter.”

“Bisa jadi kita juga akan menemukan dunia seperti itu saat kita melakukan ekspedisi,” canda Stella.

“Bisa jadi," sambung Nakyung.

“Kalian pernah dengar tembok besar di Antartika?” tanya Alesha.

“Ya, aku pernah membaca artikel tentang itu dan para peneliti belum menemukan jawabannya," jawab Nakyung.

“Mungkin memang belum. Tapi aku yakin ada sesuatu yang ditutupi oleh para peneliti,” lanjut Alesha dengan senyuman bercanda.

“Kita akan segera mengetahui itu," ucap Nakyung, "Semoga saja."

“Bagaimana dengan Yeti di pegunungan Himalaya?” ucap Stella sambil memilin milin rambutnya.

“Sudah banyak video dan foto yang tersebar di internet, tapi masih belum ada bukti yang benar-benar akurat,” ucap Nakyung.

Merina mengangguk setuju.

Maudy segera membuka ponselnya dan mencari suatu artikel di google.

“Bagaimana dengan ini?” Maudy menunjukan gambar peri lewat ponselnya.

“Bangsa elf." Sebelag alis Nakyung terangkat.

“Legolas!” seru Alesha bersemangat saat melihat foto peri yang ada dilayar ponsel Maudy.

“Banyak sekali rahasia di dunia ini yang tidak dipublikasikan kepublik. Aku sangat ingin mencari tau tentang makhluk ini,” ucap Maudy sambil membaca artikel tentang peri lewat ponselnya itu.

“Kita akan mencarinya bersama-sama, kan nanti? Walau entah kapan.” Alesha sangat bersemangat.

“Kau sangat suka dengan mahluk mitologi ini ya?” tanya Nakyung.

“Ya. Bukan elf saja, aku yakin disudut bumi yang entah bagian mana aku tidak tau, pasti ada naga, mermaid, peri, dan mahluk semacamnya,” jawab Alesha.

Maudy menatap layar ponselnya,

“Aku berharap bisa menemukan mahluk ini. Apalagi sekarang aku sudah masuk WOSA."

...*****...

Tidak terasa bel masuk pun berbunyi. Alesha dan yang lain segera kembali ke kelas mereka masing-masing.

Kelas pun dimulai. Mrs. Sara sudah kembali dan mulai menjelaskan tentang materi yang akan ia ajarkan.

Di kantin WOSA, Jacob sedang duduk sendiri dengan minuman yang ia letakkan dimeja. Jacob dan mentor tim lain tidak mengajar tiga mata pelajaran utama di WOSA, tapi mereka lah yang akan menjadi guru untuk tim mereka masing-masing diselain tiga mata pelajaran utama. Oleh sebab itu, sepuluh mentor yang terpilih adalah orang-orang terbaik di SIO sebab dapat menguasai semua bidang pelajaran termasuk tiga pelajaran utama, dan mereka juga memiliki pengetahuan dan kecerdasan yang berbeda dengan para guru tiga mata pelajaran utama. Sementara para guru tiga mata pelajaran utama tidak ada yang menjadi mentor. Mereka dikhususkan untuk mendidik dengan baik kepada para siswa. Jadi, ada guru yang dikhususkan untuk tiga mata pelajaran utama, dan para mentor mengajarkan pelajaran lain selain tiga mata pelajaran utama.

“Hello, Jack,” sapa Eve dengan seringainya.

Jacob hanya membalas dengan tatapan dingin.

“Apa yang kau lakukan di sini?” tanya Eve dengan nada mengejek.

Jacob menghiraukannya.

“Kenapa sikapmu sangat negatif?” ledek Eve sambil duduk di samping Jacob.

Jacob merasa jengah. Ia segera bangkit lalu beranjak pergi.

“Mari kita bersaing dengan halus,” ucap Eve dengan seringainya.

Jacob sudah mengepalkan tangan menahan emosinya.

Eve lalu menghampiri Jacob.

“Pastinya kau tidak mau kalau timmu berakhir seperti yang lalu bukan?” tanya Eve dengan seringainya, “Aku akan menawarkan kerjasama denganmu bila kau mau. Timku akan senang hati menyambut kalian," bisik Eve dengan nada licik.

“Aku dan timku tidak akan pernah bekerja sama denganmu,” balas Jacob sambil menahan emosi dan menatap lurus ke depan, “Dan jangan ungkit tentang masa lalu timku,” lanjut Jacob lalu pergi meninggalkan Eve yang tersenyum licik.

“Timmu tidak akan berhasil, Jack. Akan kupastikan itu,” ucap Eve.

Jacob berjalan sambil menahan emosi. Ia masuk ke dalam ruangannya dan menonjok dinding ruangan itu.

“Tidak akan aku biarkan kejadian yang sama terjadi dua kali!” geram Jacob, “Maaf..” lanjutnya lirih.

Jacob segera beralih kemejanya dan mengambil sebuah foto dari dalam kotak.

Foto itu adalah foto timnya tiga tahun lalu.

“Aku berharap tidak pernah bekerja di sini dan mengemban tanggung jawab ini," ucap Jacob. Ia memandang dua foto lainnya. Rasa bersalah tiba-tiba menghampiri Jacob. Ia memandang sedih pada foto itu. Senyum manis anggota timnya tiga tahun yang lalu tepat sebelum mereka akan berangkat untuk sebuah penelitian di Himalaya. Wajah ceria anak asuh Jacob yang kini tinggal kenangan. Jacob merasa sangat bersalah. Ia lebih memilih untuk keluar dan masuk ke dalam penjara dari pada harus tetap berada di WOSA dan menjadi seorang mentor lagi.

Namun, ia merasa apakah ini kesempatan ke dua untuk menebus kesalahannya tiga tahun lalu? Ia tidak akan pernah memaafkan dirinya jika sampai kejadian tiga tahun lalu yang menimpa timnya terulang kembali.

Jacob menaruh kembali foto-foto itu. Ia menjadikan foto-foto itu sebagai kenangan yang akan selalu ia ingat. Semua anggota tim sudah Jacob anggap sebagai adik sendiri, sayangnya, Jacob sudah tidak bisa lagi melihat candaan dan tawa dari anggota timnya yang tiga tahun lalu telah gugur. Jacob tersenyum kecut. Sejujurnya ia tidak mau menjadi mentor lagi, namun Mr. Thomson memaksa dan meyakinkan Jacob hingga akhirnya Jacob mau menjadi mentor kembali.

...*****...

“Karna luar angkasa adalah wadah bagi semua bintang, planet, meteor, dan semua materi yang menyatu menjadi sebuah kesatuan,” ucap Mrs. Sara yang sedang menjelaskan tentang luar angkasa.

“Salah satunya lubang hitam. Coba bayangkan jika seandainya matahari meledak menjadi supernova dan setelah itu ia berubah menjadi lubang hitam. Planet dalam tata surya ini akan menjadi makanan pembuka untuknya.”

Mrs. Sara menunjukan sebuah hologram, “Kira-kira beginilah bentuk dari lubang hitam.”

“Sebenarnya lubang hitam itu tidak terlihat, namun karna lubang hitam menyedot apapun yang ada didekatnya, termasuk cahaya, maka dari itu para peneliti bisa mengetahui adanya lubang hitam dari cahaya yang berputar dengan cepat di pinggiran lubang hitam sebelum akhirnya tersedot.“

Mrs. Sara memperlihatkan simulasi sebuah cahaya yang mengelilingi lubang hitam, ”Di galaxy kita ada lubang hitam supermasif yang terletak di pusat galaxy,” ucap Mrs. Sara sambil mematikan hologramnya.

Centaury-C Class

Maudy sedang menulis materi yang gurunya berikan. Sejujurnya Maudy sangat bosan ditambah lagi dengan pelajaran astronomi. Ia tidak tertarik dengan ilmu astronomi. Setelah selesai mencatat, Maudy berdiri dan meminta izin untuk pergi ke toilet. Ia segera melangkah pergi menuju toilet hanya untuk sekedar mencuci muka dan menghilangkan rasa bosannya, bukan untuk buang air. Saat ia sedang berjalan untuk kembali ke kelasnya, ia berhenti karna merasa seperti ada seseorang yang sedang memperhatikannya. Maudy melihat sekelilingnya. Tidak ada siapa pun. Ia kembali berjalan dan seseorang tiba-tiba menepuk bahunya. Maudy terkesiap kaget. Ia berbalik untuk mengetahui siapa yang menepuk bahunya.

“Hai, kau Maudy, kan? Tim Luxury-1?” tanya seorang gadis yang menepuk bahu Maudy.

Maudy tidak mengenali gadis itu. Ia hanya mengangguk pada gadis itu.

“Aku Ressa, dari tim Appolo-X01,” ucap gadis itu sambil tersenyum.

Mereka kembali berjalan beriringan, “Salam kenal, ya,” lanjut gadis itu.

“Kau pasti bosan, ya makanya kau ke toilet tadi. Hmm, sama aku juga bosan, aku tidak menyukai pelajaran astronomi. Terlalu rumit. Menurut kau bagaimana tentang pelajaran astronomi?” tanya gadis itu.

“Biasa saja, sih, hanya saja aku juga memang tidak terlalu tertarik pada sama astronomi,” jawab Maudy.

“Hmmm, untungnya sebentar lagi pelajarannya selesai,” ucap gadis itu, “Oh, ya aku masuk duluan, ya, dah.” Gadis itu masuk ke dalam kelasnya sambil tersenyum pada Maudy.

Maudy membalasnya dengan anggukan dan senyuman juga.

Gadis bernama Ressa itu masuk ke ruang kelas Centaury-F. Total di WOSA ada enam ruang kelas dari Centaury-A sampai Centaury-F, setiap kelas beranggotakan lima belas sampai dua puluh murid.

Maudy kemudian masuk ke dalam ruang kelasnya dan duduk kembali dibangkunya.

“Tadi ada anak kelas Centaury-F menyapaku. Dia dari tim Appolo-X01, namanya Ressa,” ucap Maudy pada Merina yang duduk disebelahnya.

“Dia tau aku, tapi aku tidak tau dia,” lanjutnya.

“Lalu?” tanya Merina.

“Dia mengajak berkenalan,” jawab Maudy.

Mata pelajaran pun berlanjut hingga jam dua belas siang. Setelah itu, bel berbunyi, tanda berakhirnya mata pelajaran astronomi. Para murid kembali beristirahat. Maudy dan Merina, mereka kembali ke kamar asrama mereka.

Begitu pula dengan Alesha, Nakyung, dan Stella.

”Aku ingin tidur bangunkan aku saat bel masuk nanti," ucap Nakyung lalu mulai tertidur.

“Aku juga,” ucap Stella lalu berbaring di atas kasurnya.

“Aku juga,” tambah Merina.

“Kau jangan tidur ya, Al, bangunkan kita saat bel masuk nanti,” ucap Maudy sambil memasang earphone ditelinganya dan ikut tertidur bersama yang lain.

Alesha terdiam bingung. Bagaimana bisa teman-temannya tertidur begitu saja? Alesha juga jadi ingin ikut tidur.

...*****...

Di ruangannya, Jacob mengambil sebuah buku diary dan kemudian memeluk buku diary itu sambil tersenyum.

“Jack..” Seseorang membuka pintu dan masuk ke dalam ruangan Jacob.

Dia adalah Laras. Jacob menoleh ke arah Laras dan kemudian meletakan kembali buku diary itu dimeja.

“Jack, bisa kau bantu aku?” tanya Laras dengan wajah panik.

“Bantu apa?” tanya balik Jacob.

“Ayo ikut aku.” Laras segera berbalik dan pergi lalu diikuti oleh Jacob.

Laras membawa Jacob ke ruangannya,

“Sistem komputerku tiba-tiba rusak. Aku takut semua data hilang,” ucap Laras sambil menunjukan laptopnya yang menyala namun tidak berfungsi.

Jacob mengambil alih laptop Laras dan mencoba untuk membetulkannya.

“Apa yang terjadi?” tanya Laras khawatir.

“Laptop mu tidak rusak, tapi ada yang mencoba untuk meretas sistemnya,” jawab Jacob.

“Apa kau bisa mengatasinya?” Laras semakin panik.

“Akan kucoba,” jawab Jacob.

Jacob mencoba untuk mengembalikan sistem laptop Laras seperti semula karna ada banyak data yang tersimpan dilaptop itu. Yang dikhawatirkan adalah seseorang yang meretasnya akan mengambil semua data yang ada lalu menghapusnya dari laptop Laras. Selama hampir se-jam Jacob berusaha untuk membetulkan laptop Laras, akhirnya ia berhasil juga tanpa ada data yang hilang.

Jacob langsung mengatasinya dengan baik dan cepat. Hacker yang mencoba untuk meretas sistem laptop Laras dan mengambil datanya gagal dalam melaksanakan tugasnya karna terlebih dahulu diketahui oleh Jacob dan Jacob juga segera bertindak cepat lalu merusak kembali sistem perangkat yang digunakan oleh hacker itu. Jacob juga menambahkan sistem keamanan baru dilaptop Laras.

“Sudah. Aku sudah mengembalikan sistem laptopmu seperti semula dan tidak ada data yang terhapus, aku juga sudah menambahkan proteksi khusus agar tidak ada lagi yang akan bisa meretas laptopmu, dan aku juga sudah menghancurkan sistem perangkat yang hacker itu gunakan untuk meretas laptopmu," ucap Jacob.

Laras tersenyum bahagia, “Kau memang selalu bisa diandalkan, Jack, terima kasih,” ucap Laras dengan senyum manisnya.

“Hacker yang mencoba meretas sistem laptopmu masih terlalu amatir,” balas Jacob dengan nada mengejek, “Baiklah kalau sudah aku akan kembali ke ruanganku.”

Laras mengangguk. Jacob segera pergi dan kembali ke ruangannya.

Saat sedang berjalan untuk kembali ke ruangannya, Jacob bertemu dengan Bastian dan Lucas.

“Hai, Mr. Jacob,” sapa Bastian.

Jacob balik tersenyum pada Bastian dan Lucas.

“Di mana anggotamu yang lain?” tanya Jacob.

“Entah, mungkin mereka berada di kantin atau kamar mereka,” hawab Bastian.

Jacob mengangguk.

“Yasudah, kalau begitu kami akan pergi dulu ya ke kantin," ucap Bastian lalu pergi meninggakan Jacob.

Namun sebelum itu, Jacob menahan tangan Bastian terlebih dahulu.

“Terus lakukan apa yang aku perintahkan!” titah Jacob sambil berbisik ditelinga Bastian.

Bastian mengangguk lalu Jacob melepaskan tangan Bastian. Setelah itu, Jacob berjalan terlebih dulu meninggalkan Bastian dan Lucas.

“Apa yang dia katakan?” tanya Lucas.

Bastian tersenyum kikuk, "Dia memintaku untuk menemuinya nanti sebelum pelajaran selanjutnya dimulai.” Bastian berbohong.

“Ooo...Ayo aku lapar, kita ke kantin sekarang.” Lucas menarik tangan Bastian untuk lanjut berjalan menuju kantin sekolah karna sebenarnya, ia sudah menahan lapar dari tadi.

Di kantin, Bastian dan Lucas bertemu dengan Mike, Aiden, dan Tyson. Mereka makan bersama di kantin sambil mengobrol.

“Dari tadi aku melihat anggota lain berkumpul bersama, di mana yang lain?” tanya Tyson pada Bastian.

“Aku tidak melihat mereka di mana pun. Mungkin di kamar mereka," jawab Bastian.

“Aku belum hapal nama-nama mereka, kita baru saja bertemu dan masih perlu beradaptasi satu sama lain,” ucap Aiden.

“Kau benar, mungkin anggota lain berkumpul untuk saling mengenal satu sama lain,” sambung Mike.

“Bagaimana pendapatmu, Pak Ketua?” tanya Lucas sambil melahap makanannya.

Mike, Tyson, dan Aiden menatap Bastian.

Bastian yang sedang melahap makanannya menatap balik mereka.

“Apa?” tanya balik Bastian.

“Tim lain berkumpul untuk saling mengenal, sedangkan tim kita tidak semuanya saling mengenal,” jawab Lucas, “Lalu bagaimana tanggapanmu?” lanjutnya

“Kalian belum saling mengenal?” tanya balik Bastian sambil menatap ke empat anggota timnya.

“Kami sudah tau, lalu bagaimana dengan gadis-gadis itu? Aku belum mengenal mereka, nama mereka pun aku lupa,” ucap Aiden.

“Kalau begitu aku akan memanggil mereka ke sini untuk berkenalan lagi dengan kalian,” ucap Bastian singkat.

“Kau ingat nama mereka?” tanya Lucas.

“Aku ingat semua nama anggota timku," jawab Bastian dengan jengah.

“Heii, kalian! Kemarilah!” seru seseorang.

Bastian dan yang lain saing menatap satu sama lain.

“Kau ketua tim Luxury-1! Kemarilah!”

Bastian menengok keasal suara itu.

Brandon memanggil Bastian. Ada apa?

Bastian segera berjalan dan menghampiri Brandon. “Kenapa?” tanyanya.

“Tak apa, aku hanya ingin berkenalan denganmu,” jawab Brandon sambil tersenyum.

Kenapa dengan Brandon? Bastian merasa aneh.

“Kau sudah mengenalku, aku Brandon ketua tim Appolo-X01," ucap Brandon dengan nada sedikit sombong.

Bastian merasa tidak enak seketika dengan gaya bicara Brandon, “Dan mentor timku adalah Mr. Eve. Kau tau kalau Mr. Eve adalah mentor terbaik di sini karna ia pernah membawa kesuksesan besar untuk WOSA dan SIO bersama tim sebelumnya,” lanjut Brandon.

Jadi, Brandon hanya ingin bersombong? Eve juga sukses bersama tim sebelumnya bukan timnya yang sekarang.

“Dan setahuku kalau mentor timmu, Mr. Jacob pernah membuat kesalahan besar,” ucap Brandon yang membuat Bastian menatapnya dengan tatapan bingung.

“Kau dan timmu tidak tau itu?” tanya Brandon.

Bastian menggelengkan kepalanya.

“Jadi, mereka merahasiakannya?" Brandon terkekeh.

“Rahasia apa?” tanya Bastian.

“Entah aku juga tidak tau, aku hanya tau kalau Mr. Jacob pernah membuat kesalahan. Kau bisa tanyakan itu pada Mr. Jacob langsung,” jawab Brandon.

“Brandon!” Panggil seseorang.

“Apa, Re?” tanya Brandon.

“Mr. Eve memanggilmu, dia menunggumu di ruangannya,” jawab seseorang itu.

“Baik aku akan ke sana,“ balas Brandon.

“Oh, ya, Bas, kenalkan ini Revan anggota timku.” Brandon memperkenalkan seseorang yang beranama Revan itu pada Bastian.

Bastian tersenyum pada Revan.

“Bastian.” Bastian berjabat tangan dengan Revan.

“Aku Revan.”

“Bas, kalau begitu aku pergi dulu ya, Mr. Eve memanggilku,” ucap Brandon dengan tatapan meremehkan lalu pergi begitu saja bersama Revan.

Bastian sungguh tidak suka dengan cara bicara Brandon yang terkesan sombong.

Bastian berbalik dan berjalan kembali ke anggota timnya yang masih menyantap makanan mereka.

“Kenapa kau?” tanya Mike yang melihat wajah setengah kesal Bastian.

“Aku tidak menyukainya. Dia sombong menurutku," jawab Bastian.

“Apa yang dia katakan?” tanya Lucas.

Bastian berniat untuk memberitahukan ucapan Brandon tentang Jacob, tapi ia mengurungkan niatnya itu.

“Pamer kalau dia seorang ketua tim dan dimentori oleh mentor terbaik di sini," jawab Bastian, malas.

“Dia berpikir tim dia tim terbaik karna dimentori oleh mentor terbaik. Memangnya Mr. Jacob mentor yang kurang baik?” tanya Aiden dan membuat Bastian menatapnya.

“Aku pikir semua mentor di sini adalah orang terbaik di SIO. SIO juga tidak mungkin mengirimkan sembarang orang untuk melatih kita semua, termasuk tim tahun lalu juga!" seru Tyson.

...*****...

Jam 01.25 Siang.

Terdengar suara seorang wanita melalui pengeras suara yang ada setiap sudut WOSA yang mengumuman untuk para siswa agar menemui mentor mereka di tempat yang sudah disebutkan oleh wanita itu.

Karna untuk pelajaran kedua ini, para siswa akan diajari langsung oleh mentor mereka, dan para siswa juga tidak belajar di dalam kelas, melainkan di tempat yang dipilih oleh mentor mereka masing-masing.

Jacob sudah menunngu timnya di hutan buatan di belakang aula utama. Tidak lama Bastian dan yang lain datang dan menghampiri Jacob, kecuali Alesah, Stella, Nakyung, Maudy, dan Merina.

“Dimana yang lain?” tanya Jacob.

“Kami tidak melihat mereka sejak bel istirahat,” jawab Bastian.

“Kalian tunngu di sini, jangan pergi ke mana-mana sampai aku kembali," ucap Jacob lalu pergi.

Jacob mencoba mengecek Alesha dan empat temannya itu disetiap taman di WOSA, namun Jacob tidak menemukan mereka. Kemudian, Jacob berjalan menuju kamar asrama yang ditempati oleh Alesha dan teman setimnya. Saat Jacob sudah sampai di depan sebuah kamar, Jacob membuka pintu kamar itu, dan ternyata Jacob cukup dibuat terkejut karna mendapati Alesha, Stella, Nakyung, Maudy, dan Merina sedang tertidur.

Tringg...Tringg...Tringg...

Suara Alarm ponsel milik Alesha.

Alesha terbangun dan mengambil ponsel miliknya lalu mematikan suara alarmnya. Dengan wajah khas orang bangun tidur, Alesha melirik kesekelilingnya dan mendapati Jacob sedang berdiri diambang pintu dengan ekspresi yang menurutnya aneh.

“Apa yang kau lakukan di sini, Mr. Jacob?” tanya Alesha dengan wajah bingung seperti tidak tau kalau ia dan yang lain sudah telat masuk jam pelajaran selanjutnya.

Jacob tidak menjawab dan hanya menatap dingin pada Alesha.

Alesha merasa ada yang aneh.

Tunggu jam berapa ini?

Tadi ia tertidur bersama teman-temannya lalu memasang alarm pada jam setengah dua siang dan alarmnya sudah berbunyi tadi, tapi teman-temannya yang lain belum juga bangun dan masih terlelap. Kemudian Alesha mengambil ponselnya dan mengecek jam berapa sekarang ini. Saat Alesha mengaktifkan ponselnya dan melihat jam yang sudah menunjukan jam setengah dua siang lewat semenit. Alesha terkejut dan langsung menatap kearah Jacob sambil tersenyum namun dengan raut wajah bersalah.

“Maaf..” ucap Alesha.

Brak....

Jacob menggebrak pintu dengan sangat keras hingga Stella, Nakyung, Maudy, dan Merina terbangun. Alesha yang mendengar itu langsung terlonjak kaget dan menunduk. Ia sangat takut. Ternyata Jacob sangat menyeramkan saat marah. Alesha menunduk dengan tubuh yang sedikit bergetar dan mencoba menahan air matanya.

“Alesha, jangan beris...” ucap Maudy terpotong setelah melihat Jacob yang sedang menahan emosi diambang pintu. Maudy dan yang lain seketika kaget dan terdiam saat mendapati kehadian Jacob.

“Keluar!” perintah Jacob, dingin.

Stella dan yang lain langsung menuruti perintah Jacob dan berjalan keluar, lalu Alesha berjalan paling terakhir.

“Ke hutan buatan di belakang aula utama,” ucap Jacob yang berjalan paling belakang.

Alesha masih menunduk takut.

Di hutan di belakang aula utama, Bastian dan yag lain sudah menunggu cukup lama dan merasa sedikit bosan.

“Lama sekali,” ucap Mike.

“Itu mereka!” Sahut Tyson saat melihat Jacob dan anggota tim yang lain sampai.

Alesha segera bergabung dengan anggota timnya. Sungguh Alesha masih mencoba menahan untuk tidak menangis dan tetap menunduk.

“Khusus untuk lima anggota yang baru saja bergabung, kalian bisa berdiri di sana,” ucap Jacob sambil menunjuk ke arah tempat yang panas, “Kalian akan dijemur di sana dan jangan saling berdekatan. Cepat ke sana karna aku akan memulai pelajaran,” lanjutnya.

Alesha, Stella, Nakyung, Maudy, dan Merina saling menatap beberapa saat, lalu setelah itu, mereka segera pergi ke tempat yang ditunjukan oleh Jacob.

Bastian, Mike, Lucas, Aiden, dan Tyson menyerngit bingung. Apa yang terjadi? Pikir mereka.

“Itu adalah hukuman untuk yang tidak tepat waktu,” ucap Jacob.

“Apa yang terjadi?” tanya Bastian yang mendekati Jacob.

“Mereka sedang tertidur saat aku datang ke kamar mereka,” jawab Jacob.

Bastian dan yang lain pun langsung menahan tawa mereka setelah mendengar ucapan dari sang mentor itu.

“Pantas aku tidak melihat mereka saat istirahat,” ucap Bastian.

Jacob segera memulai pelajaran yang akan ia ajarkan. Sedangkan Alesa, dia tidak bisa membuka mata sepenuhnya karna sinar matahari yang sangat terik, begitu pun dengan yang lain. Kulit mereka terasa terbakar dan mengering.

Alesha berusaha untuk menahan emosinya. Kenapa Jacob tega sekali menghukum ia dan teman-temannya seperti ini? Matahari sedang sangat terik, dan Jacob bisa menghukum dengan cara lain. Alesha juga menyesal kenapa tadi ia ikut tertidur. Hari pertama yang buruk, bagaimana selanjutnya? Belum lagi ada anggota tim lain yang lewat dan melihat Alesha dan teman-temannya sedang dijemur seperti ikan. Sangat memalukan dan pasti akan menjadi bahan pembicaraan untuk tukang gosip. Alesha memutar bola matanya dengan jengah.

Meski sudah setengah jam sudah berlalu, Jacob masih belum usai juga menghukum Alesha dan teman-temannya untuk berdiri di bawah sinar matahari yang semakin panas.

Sungguh kejam.

Alesha pun mendapati Jacob berjalan kearahnya. Apa hukumannya sudah selesai?

“Panas?” tanya Jacob.

Alesha menunduk dan menahan emosinya karna pertanyaan konyol dari mentor menyebalkan itu. Tentu saja panas, sangat panas!

“Kau menangis tadi?” tanya Jacob lagi sembari menunduk untuk menatap Alesha.

Seandainya boleh, Alesha ingin sekali memaki-maki Jacob. Alesha menatap Jacob dengan wajah datar.

“Aku tau kau menahan air matamu tadi," bisik Jacob sambil tersenyum.

Sungguh senyum yang menawan.

Namun Alesha hanya menatap datar pada Jacob lalu memalingkan pandangannya ke tempat lain.

“Maaf, tapi tadi aku hanya bercanda.” Jacob menahan tawanya.

Alesha balik menatap pada Jacob dengan tatapan bingung namun tajam.

“Sungguh, aku tidak semarah yang kalian lihat tadi. Aku hanya bercanda,” lanjut Jacob.

“Tidak lucu,” balas Alesha datar.

“Kau marah?” tanya Jacob.

Alesha tidak menjawab dan memalingkan pandangannya dari tatapan Jacob.

“Hey..” panggil Jacob.

Alesha menghela napasnya, “Aku hanya kepanasan,” jawabnya datar.

“Tapi aku sungguh hanya bercanda tadi, jika aku benar-benar marah aku bisa menghukum kalian lebih dari ini.”

Jacob menyunggingkan senyumnya lagi setelah berucap itu? Dia pikir ucapannya itu bercanda? Ya, mungkin untuknya IYA, tapi untuk Alesha, dan yang lain, mereka dibuat takut setengah mati, dan sekarang harus menanggung hukuman dengan berdiri dibawah terik matahari!

Kini Alesha semakin berpikir kalau mentornya itu memang kejam.

Tetapi Jacob, ia malah tertawa melihat Alesha yang mencoba menutupi ekspresi kesalnya dengan wajah yang datar.

Bastian dan anggota yang lain menatap bingung pada Jacob yang sedang tertawa, sedang Alesha terlihat berwajah datar.

Ada apa? Pikir kelima remaja lelaki itu.

“Lanjutkan belajar kalian!” perintah Jacob pada Bastian, Mike, Lucas, Tyson, dan Aiden.

Jacob kembali menatap ekspresi wajah Alesha yang membuatnya ingin tertawa lagi.

Alesha benar-benar marah saat ini. Dia tidak perduli Jacob adalah mentornya atau bukan ia benar-benar marah, dan ia mencoba untuk tetap pada ekspresi wajah yang sedatar mungkin.

Jacob menggelengkan kepalanya sambil tersenyum, lalu setelah itu ia pun mengusap puncak kepala Alesha.

Deg!

Alesha tertegun, dan bingung.

Jacob segera pergi dan menghampiri keempat gadi yang lain yang sama-sama sedang dijemur.

Wajah Alesha mendadak memerah karna malu. Ia menunduk. Alesha merasa Jacob benar-benar mengujinya.

Kemudian satu jam pun berlalu, Jacob masih belum mengakhiri hukuman untuk Alesha dan teman-temannya. Jacob masih sibuk menunjukan praktik melihat bakteri yang ada ditumbuhan menggunakan mikroskop.

Matahari bertambah semakin panas dan Alesha merasa mual pada perutnya, kepalanya serasa berputar, dan pandangannya menjadi kabur. Wajahnya sangat pucat dan ia juga berkeringat dingin.

“Alesha, kau tidak apa-apa?” tanya Stella yang menghampiri Alesha saat melihat wajah Alesha yang pucat pasi.

Namun belum sempat Alesha menjawab, tubuhnya tiba-tiba saja ambruk.

“Alesha! Mr. Jacob, tolong!” pekik Stella yang membuat Jacob dan yang lain menatap ke arahnya.

Jacob yang melihat tubuh Alesha ambruk langsung berlari menghampiri gadis itu.

Jacob menyandarkan Alesha pada tubuhnya.

“Alesha, bangun!” Jacob menepuk pipi Alesha yang dingin. Panik dan takut, itulah yang Jacob rasakan sekarang.

“Alesha kumohon bangunglah,” ucap Jacob, panik.

Jacob menggendong tubuh Alesha dan membawa Alesha ke ruang perawatan.

“Ambilkan air dan cari Mrs. Sara! Cepat!” perintah Jacob.

Bastian dan Mike segera pergi sambil berlari.

Di tengah perjalanan menuju ruang perawatan, Laras melihat Jacob sedang menggendong Alesha yang pingsan. Laras panik dan menghampiri Maudy.

“Apa yang terjadi?” tanya Laras.

Maudy terkejut saat Laras tiba-tiba ada disebelahnya.

“Alesha pingsan," jawab Maudy.

“Apa, kenapa bisa?” tanya Laras kaget.

“Ia kepanasan,” hawab Maudy.

Setelah sampai di ruang perawatan, Jacob membaringkan Alesah di atas kasur yang sudah disediakan. Jacob sangat panik dan takut.

“Jacob!” panggil Laras.

“Nanti saja tanyanya, apa yang harus aku lakukan sekarang?” tanya Jacob panik.

“Minggir, aku yang akan tangani ini.” Laras membuka rompi yang Alesha pakai, jadi saat ini Alesha hanya menggunakan seragam kemeja putihnya saja.

“Tangannya dingin,” ucap Nakyung.

“Olesi ini.” Laras memberikan sebuah wadah yang berisi krim panas yang biasa orang Indonesia pakai untuk orang yang sedang sakit.

“Wajahnya pucat. Ini kesalahanku,” ucap Jacob dengan lemas.

“Diamlah! Jangan berkata seperti itu!” bentak Laras.

Jacob merasa sangat bersalah.

“Mr. Jacob, ini airnya!” seru Bastian sambil membawa dua botol air mineral.

“Bagus, tolong pegang sebentar,” Ucap Laras.

Laras mengoleskan krim panas itu keleher dan ujung hidung Alesha.

“Ada apa?” tanya Mrs. Sara yang datang bersama Mike.

“Dia pingsan karna kepanasan,” jawab Stella.

Mrs. Sara mengambil alat ukur tekanan darah lalu memasangkannya pada Alesha.

“Tekanan darahnya. Dia tidak bisa terlalu lama berdiam di bawah terik matahari,” ucap Mrs. Sara. Lalu Mrs. Sara mengambil sebuah obat dari dalam lemari dan memberikan pada Bastian untuk diminum oleh Alesha.

“Ini, beri dia ini saat bangun nanti. Maaf aku tidak bisa terlalu lama di sini, ada hal lain yang harus segera ku kerjakan, intinya dia harus banyak makan makanan yang bisa menaikan tekanan darahnya, seperti daging, ikan, buah,” Ucap Mrs. Sara.

“Terima kasih Mrs. Sara,” ucap Stella.

Mrs. Sara mengangguk lalu pergi.

Laras mengelus rambut Alesha, “Dia tidak apa-apa, Jack, tenanglah,” ucap Laras.

“Kau bisa kembali mengajar, aku yang akan menemaninya di sini,” lanjut Laras.

“Tidak!" bantah Jacob.

“Jika kau di sini bagaimana dengan mereka? Mr. Thomson bisa marah jika tau kalau angota timmu tidak ada yang belajar!" tegas Laras.

Jacob berpikir sebentar, “Kalian kembalilah belajar dan untuk yang tadi aku hukum, kalian bisa istirahat sepuluh menit tanpa pergi ke mana pun dan Bastian akan memberitahu kalian tentang materi dan praktik yang tadi sudah aku ajarkan. Bastian akan mengawasi kalian!” perintah Jacob.

Bastian mengangguk lalu membawa anggota timnya untuk kembali ke hutan buatan di belakang aula utama untuk melanjutkan pelajaran.

Jacob menatap Alesha dengan tatapan sedih dan bersalah. Ia jadi mengingat suatu kejadian yang membuatnya trauma.

“Alesha tidak apa-apa, dia hanya pingsan,” ucap Laras.

“Aku takut," balas Jacob.

“Jack, aku tau kau trauma, tapi tolong coba tenanglah sedikit. Alesha baik-baik saja.” Laras mencoba menenangkan Jacob.

“Aku tidak akan membiarkan kejadian itu terjadi dua kali,” ucap Jacob.

Laras menghela nafasnya, ”Jack, itu sudah tiga tahun lalu, dan itu..”

“Kesalahanku. Aku yang salah,” ootong Jacob.

“Jack, yang lalu biarlah berlalu. Itu akan menjadi acuan untukmu untuk bisa menjadi lebih baik lagi kedepannya,” ucap Laras.

“Bagaimana bisa menjadi acuan untuk lebih baik jika hal itu selalu membuatku merasa bertambah buruk. Aku kehilangan mereka," balas Jacob.

“Jack, percayalah, kau bisa dan kau tau yang terbaik, jangan buat dirimu semakin bodoh. Mr.Thomson memintamu kembali karna ia tau kau berbeda. Aku yakin dengan timmu yang sekarang ini kau bisa menjadi lebih baik.” Laras merasa sedih melihat teman seperjuangannya itu. “Sudah, Alesha akan baik-baik saja, kau bisa kembali mengajar dan biar aku yang akan menjaga Alesha, lagi pula aku sedang ada waktu senggang."

“Tidak. Aku harus minta maaf pada Alesha, aku terlalu berlebihan menghukum ia dan yang lain,” bantah Jacob.

“Tapi, Jack..”

“Aku tidak akan mengulangi kesalahan kedua, Laras, tidak akan.”

Keheningan terjadi selama beberapa menit. Laras terus mengolesi Alesha krim panas miliknya, dan Jacob. Ia terus saja melihat ke arah Alesha dengan tatapan penuh rasa bersalah.

Hingga hampir setengah jam berlalu, akhirnya Alesha sadar. Laras segera mengantar Alesha ke kamarnya, dan Jacob juga sudah meminta maaf pada Alesha karna ia terlalu berlebihan dalam memberikan hukuman. Jacob segera kembali untuk menemui timnya dan lanjut mengajar pelajaran. Kini, Alesha berdua ditemani oleh Laras di kamar asramanya.

“Ini ada buah, makan saja, Alesha," ucap Laras sambil menyodorkan buah apel segar yang diambil dari kulkas.

“Terima kasih," balas Alesha.

Laras membalasnya dengan senyuman manis.

“Bagaimana? Sudah enak, kan?” tanya Laras.

Alesha mengangguk. Laras tersenyum sambil menatap Alesha. Ia mengelus rambut Alesha.

“Berapa usiamu?” tanya Laras.

“Delapan belas tahun," jawab Alesha.

Laras tersenyum, “Aku, Jacob, dan para mentor di sini juga dulu seperti kalian. WOSA mengundang kami untuk ikut seleksi ketat. Setelah ikut seleksi ketat selama dua bulan, ada seratus remaja terbaik yang terpilih dan aku salah satu dari remaja terbaik itu. Usiaku saat itu masih enam belas tahun dan aku melanjutkan pendidikan di sini selama tiga tahunan, setelah itu aku dan yang lain dikirim ke SIO dan mentandatangani kontrak kerja bersama SIO. Sebelumnya aku juga seorang mentor pengawas anak-anak baru seperti Jacob. SIO meminta kami untuk mementori anak-anak baru di WOSA saat umur kami dua puluh tahun. Namun, WOSA meminta SIO agar aku tidak jadi mentor pengawas lagi. Jadi, aku dipindah tugaskan," cerita Laras, ”Ada kemungkinan besar nanti kalian juga akan seperti kami, setelah menyelesaikan pendidikan di sini kalian akan bekerja di SIO," lanjutnya

“Apa semua remaja yang masuk WOSA harus bekerja di SIO setelah menyelesaikan pendidikan?” tanya Alesha.

“Aku rasa iya. Tujuan SIO mendirikan WOSA adalah untuk mencari pegawai yang benar-benar siap, karna tidak semua orang bisa masuk organisasi rahasia dunia. Jadi, sebelum bekerja di SIO mereka akan dilatih di WOSA terlebih dahulu. SIO juga memiliki banyak cabang yang tersebar diseluruh dunia,” jawab Laras.

“Apa enak bekerja di SIO?” tanya Alesha sambil memakan buah apelnya.

“Ya, enak tidak enak. Enaknya karna semua pegawai sudah mendapatkan jaminan kehidupan selama pegawai itu tidak membocorkan berita apapun kepada publik, dan tidak enaknya adalah kami harus bisa membantu SIO dalam melakukan berbagai ekspedisi untuk mengungkap berbagai macam rahasia yang belum diketahui oleh dunia. Jadi, kami akan langsung terjun ke tempat di mana ekspedisi itu dijalankan dan mencari petunjuk di sana. Aku sudah melakukan ekspedisi seperti itu sebanyak empat kali. Satu kali saat aku masih menjadi murid di WOSA, dan tiga kali saat aku menjadi mentor pengawas. Kalian juga nanti akan melakukan sebuah ekspedisi seperti itu disemester terakhir kalian, dan kalian akan diawasi oleh para mentor. Tapi aku ingin sekali melakukan ekspedisi seperti itu lagi, sangat seru dan penuh dengan tantangan,” jawab Laras.

Bel tanda pelajaran sudah selesai tiba-tiba berbunyi.

Para murid kembali ke kamar asrama mereka. Saat Stella dan tiga temannya yang lain masuk ke dalam kamar asrama mereka, mereka mendapati Alesha yang sedang tertidur.

“Aku akan langsung mandi saja, badanku terasa lengket karna Mr. Jacob,” ucap Stella dan langsung masuk ke dalam kamar mandi.

Tok.. Tok... Tok...

“Siapa?” tanya Nakyung.

“Entah. Aku akan membuka pintunya,” balas Merina.

Merina beralih untuk membuka pintu, “Mr. Jacob, ada apa?” tanya Merina.

“Di mana Alesha?” tanya balik Jacob.

“Tidur," jawab Merina.

Jacob terlihat berpikir sejenak.

“Kalau dia sudah bangun, suruh dia untuk menemuiku,” ucap Jacob lalu pergi begitu saja sebelum Merina membalas ‘Ya’.

Merina memgerutkan keningnya sambil melihat Jacob yang terus berjalan dengan cepat. Ia mengedikkan bahunya lalu berbalik masuk ke dalam kamar messnya.

“Kenapa?” tanya Maudy.

“Mr. Jacob menyuruh Alesha untuk menemuinya saat sudah bangun nanti," jawab Merina dengan santai.

Starry Night And The First Scary

Alesha sudah bangun sejak tadi, dan Merina juga sudah memberitahu Alesha kalau ia disuruh untuk menemui Jacob.

“Di mana aku harus menemui Mr. Jacob?” tanya Alesha.

“Entah, dia hanya memintamu untuk menemuinya tanpa mengatakan di mana kau harus menemuinya,” jawab Merina sambil memakan popcorn dan menonton tv.

“Coba saja kau temui di ruangannya," ucap Maudy.

Alesha mengangguk lalu segera bergegas pergi menuju ruangan Jacob.

Malam itu sangat dingin. Alesha melihat beberapa murid yang sedang duduk sendiri atau berkumpul disekitaran taman, ada yang menyalakan api unggun sambil bernyanyi. Alesha tersenyum melihat ke arah langit yang penuh dengan bintang. Sangat jarang bisa melihat bintang yang begitu banyak dan indah di rumahnya di Indonesia.

Tidak lama kemudian, Alesha memasuki gedung para mentor. Tetapi, tiba-tiba saja ada seseorang yang memberhentikan Alesha dari arah belakang.

Ternyata seorang security.

“Apa yang kau lakukan di sini?” tanya security itu.

“Mr. Jacob memintaku untuk menemuinya,” jawab Alesha. Security itu mengangguk. Alesha tersenyum lalu segera berbalik dan berjalan menuju ruang Jacob.

Alesha tidak tahu yang mana ruangan Jacob, untungnya disetiap pintu sudah diletakkan nama bagi pemilik ruangan. Alesha pun terus menyusuri koridor gedung mentor yang cukup panjang. Alesha berputar-putar cukup lama dan anehnya ia tidak kunjung menemukan ruangan mentornya itu.

“Hey," panggil seseorang dari belakang.

Alesha terkejut sedikit, lalu Ia berbalik dan mendapati Jacob yang sudah berada dibelakangnya.

“Mr. Jacob?” Alesha berjalan mendekati Jacob. “Aku tidak tahu ruanganmu,” ucapnya.

“Tidak apa, ayo,” balas Jacob lalu berjalan mendahului Alesha.

Alesha mengikuti Jacob dengan berjalan di belakangnya.

“Ini ruanganku.” Jacob membukakan pintu sebuah ruangan.

Tatapan Alesha kini tertuju pada papan nama yang ada di pintu tersebut.

“Mr. Ridle?” Alesha mengerutkan keningnya sambil membaca papan nama di pintu ruangan mentornya itu.

“Nama belakangku." Jacob mengedikkan kedua bahunya.

Alesha mendengus, “Aku sudah melewati pintu ini.”

Jacob terkekeh, “Aku juga tadi melihatmu lewat di depan ruanganku.”

“Apa?” Alesha menatap Jacob dengan kesal.

“Sungguh,” balas Jacob sambil tersenyum.

Alesha memutar bola matanya dengan jengah.

“Oke, tadi Merina memberitahuku kalau kau menyuruhku untuk menemuimu. Ada apa?” tanya Alesha.

Jacob menatap pada gadis yang ada dihadapannya itu.

Sedangkan Alesha, refleks sebelah alisnya langsung terangkat saat mendapati tatapan dari mentornya.

“Ayo ikut aku.” Jacob meletakkan buku yang tadi ia bawa di atas mejanya.

Jacob membawa Alesha berjalan ke sebuah taman yang cukup sepi, hanya ada beberapa murid saja yang sedang asik bersantai sambil menikmati malam. Jacob pun meminta Alesha untuk menunggu sebentar di taman itu karna ia berniat untuk pergi ke kantin sekolah yang masih buka hingga jam sepuluh malam. Sekembalinya Jacob dari kantin, ia membawakan dua gelas coklat hangat dan kue kering.

“Ambil ini.” Jacob menyodorkan gelas berisi coklat hangat itu pada Alesha.

Lengan Alesha terangkat untuk mengambil gelas berisi coklat hangat yang Jacob berikan. Kemudian, Jacob menaruh kue kering dan coklat hangatnya di tengah-tengah bangku, diantara ia, dan Alesha.

“Kau suka bintang?” tanya Jacob.

Alesha menatap Jacob, “Ya, mereka sangat indah.” Alesha tersenyum sambil menatap ke arah langit.

"Ini, pakai jaketku." Tiba-tiba saja Jacob memberikan jaket yang ia kenakan pada Alesha.

Mendapati hal itu, kening Alesha berkerut seketika. Ia bingung, kenapa Jacob memberinya jaket?

“Kau hanya menggukana piyama, cuaca malam ini cukup dingin dan tanganmu juga dingin. Pakai ini," ucap Jacob yang paham akan ekspresi wajah Alesha saat ini.

Dengan ragu Alesha mengambil jaket yang Jacob berikan lalu memakainya.

“Terima kasih, Mr. Jacob.” Alesha tertunduk malu.

Jacob mengangguk kecil seraya tersenyum.

“Ada apa?” tanya Alesha.

“Kenapa?” tanya balik Jacob.

“Kau memanggilku, ada apa?” jelas Alesha.

Jacob mengukir senyum pada wajahnya, “Tidak ada apa-apa.”

Alesha mengerutkan keningnya sambil menatap aneh pada Jacob.

“Aku hanya ingin memperbaiki hubungan denganmu,” lanjut Jacob.

“Aku tidak mengerti maksudnya.” Alesha terlihat bingung dengan ucapan Jacob.

Jacob mengalihkan tatapannya pada Alesha, kemudian ia menghembuskan napasnya, “Aku hanya ingin meminta maaf padamu,” jelas Jacob.

“Tapi kau sudah meminta maaf padaku," ucap Alesha.

“Aku pikir itu belum cukup, jadi aku hanya ingin memperbaiki hubungan denganmu.” Jacob meminum coklat hangatnya.

Alesha benar-benar tidak paham maksud Jacob.

“Sudahlah kalau kau tidak mengerti,” ucap Jacob, malas.

Tapi Alesha merasa semakin penasaran.

“Aku sudah berbuat salah padamu, dan kau adalah anggota timku, aku tidak mau hubungan kita menjadi buruk karna aku sudah berbuat salah padamu,” ucap Jacob dengan sedikit gelagapan karna ditatap oleh Alesha.

Alesha yang mendengar itu seketika tertawa lepas hingga perutnya terasa sakit, dan bukan hanya itu, ia juga melihat wajah Jacob yang sedikit memerah.

“Apa aku tidak salah dengar?” tanya Alesha disela-sela tawanya.

Jacob kebingungan saat melihat Alsha yang tertawa begitu puas.

“Apa kau sudah minta maaf pada Stella, Maudy, Merina, dan Nakyung?” tanya Alesha.

“Sudah," jawab Jacob singkat.

“Lalu kenapa kau tidak ajak mereka ke sini juga?” Alesha kembali tertawa. Ada beberapa murid yang sedang lewat di taman itu, dan menatap kepada Alesha dengan ekspresi bingung.

“Apa kau sadar yang lain melihat kearahmu dari tadi?” tanya Jacob. “Berhentilah tertawa,” lanjut Jacob dengan nada dingin.

“Tidak, mereka mungkin bingung kenapa aku bisa tertawa selepas ini, tapi aku lebih bingung lagi karna kau memintaku untuk menemuimu hanya karna kau ingin meminta maaf padaku walau tadi kau sudah meminta maaf, padahal aku saja sudah tidak mempermasalahkan tentang kejadian tadi siang,” ucap Alesha sambil tertawa.

“Apa salahnya?” tanya Jacob.

“Ayo lah, apa kau selalu sepeti ini jika memiliki salah pada seseorang?” Alesha mulai berhenti tertawa.

“Tidak, kecuali aku benar-benar merasa bersalah maka aku akan perbaiki kesalahanku itu sebisa mungkin," jawab Jacob.

“Jadi kau merasa sangat bersalah karna sudah menghukumku dan membuatku pingsan?” Alesha menatap Jacob sambil tersenyum geli.

Jacob menatap balik Alesha. “Ya.”

Alesha terkekeh, “Kau lucu.” Ia kembali tertawa.

Jacob jadi ikut tersenyum saat melihat tawa Alesha.

“Sudah, kau jangan banyak tertawa atau nanti kau akan batuk dan cepat minum coklat hangatnya agar tubuhmu tetap hangat, karna jika kau batuk apalagi dengan cuaca yang dingin sepeti ini asmamu akan kambuh,” ucap Jacob.

Alesha yang tadinya sedang tertawa seketika berhenti dan menatap Jacob.

“Bagaimana kau tau?” Alesha menatap Jacob dengan intens.

“Aku mengetahui semua tentangmu, dan juga anggota yang lain. Jadi tidak usah banyak tanya lagi," Jawab Jacob.

Alesha mengalihkan pandangannya lalu mengambil cangkir berisi coklat hangat yang akan segera ia minum, “Tidak, kau tidak tau tentangku, mungkin kau hanya tau lewat biodata diriku, tapi tidak semua hal tentang diriku kau ketahui,” balas Alesha lalu meminum coklat hangatnya.

“Sungguh? Lalu bagaimana dengan Adam? Lelaki yang kau sukai dari sejak kau sekolah SD hingga kuliah,” tanya Jacob dengan santai.

Alesha tertegun. Bagaimana Jacob bisa tau sampai sejauh itu?

“Sudahlah, data yang kami dapat sudah sangat lengkap, bukan hanya biodata saja, tapi semua hal tentang dirimu, kami sudah tau semuanya. Dari sejak kau SD hingga berada di sini. Bukan kau saja semua murid WOSA, kami tau semua tentang kalian jadi jangan coba-coba untuk berbohong.” Jacob tersenyum licik.

“Kalian memata-matai kami sejak kami kecil?” Alesha menyipitkan matanya.

“Sudahlah, Alesha tidak ada gunanya membicarakan ini, kau tidak akan mengerti juga, kami memiliki sistem khusus,” ucap Jacob.

“Kalau begitu kau juga tau tentang orang tuaku?” tanya Alesha sambil memegang kalung yang terpasang dilehernya. Kalung dengan liontin emas putih berbentuk bulan dan bintang peninggalan orang tuanya.

Jacob menatap kalung yang Alesha gunakan.

“Ayahku meminta aku untuk menjadi gadis sholihah seperti ibuku, namun aku masih belum bisa menuruti permintaan ayahku, dan ibuku ingin aku menjadi gadis yang cerdas dengan banyak pengetahuan dan wawasan seperti ayahku, dan aku masih belum bisa menuruti permintaannya juga. Aku masih mencari jati diriku, dan setelah itu aku bisa menjadi apa yang orang tuaku minta. Kalung ini, sebuah Al-Quran, dan kamus bahasa inggris adalah hadiah ulang tahunku yang ke lima dari orang tuaku, aku akan selalu menjaga benda-benda itu," ucap Alesha dengan sedih. Matanya sudah berkaca-kaca, namun Alesha bisa menahan agar air matanya tidak keluar.

Jacob tersenyum kecil lalu memegang pundak Alesha, ”Aku akan membantumu untuk menjadi apa yang orang tuamu inginkan.”

Alesha menatap Jacob dengan raut wajah sedih, “Aku merindukan mereka.” Ia menjadi murung, “Aku rindu saat mereka mengajari ku cara mengaji, aku rindu saat mereka membantuku belajar dan menceritakan banyak hal tentang dunia ini. Aku sangat sedih saat mereka meninggal. Aku baru berusia delapan tahun, dan sejak itu aku merasa kalau diriku berubah, saat orang tua ku meninggal, itu memberikan efek negatif pada diriku, aku depresi dan aku menyadari itu sekarang.” Alesha menutup matanya, menahan air matanya. ”Tapi aku akan menjadi apa yang mereka inginkan, aku tidak akan membuat mereka kecewa.”

Jacob merasa sedih melihat Alesha saat ini sedang merindukan orang tuanya. Jacob tau bagaimana rasanya. Jacob juga kehilangan orang tuanya saat ia berumur lima tahun.

“Aku yakin kau bisa, berusaha saja, kau akan mendapatkan apa yang kau inginkan,” ucap Jacob sambil memegang tangan Alesha.

Alesha menatap langit, “Umi, Bapak, kalian lagi apa? Alesha kangen.” Air mata Alesha menetes begitu saja, “Kapan kita kumpul lagi kaya dulu? Alesha sayang kalian.” Alesha menangkup wajahnya dengan telapak tangannya lalu menangis.

Jacob bingung, ia ingin memeluk Alesha, namun ragu. Sampai akhir Jacob memutuskan untuk mengantar Alesha kembali ke kamar asrama gadis itu saat Alesha sudah merasa tenang setelah menangis tadi.

Alesha masih sedikit murung. Jadi, Jacob yang mengetuk pintu kamar dan Stella yang ternyata membuka pintu kamar asrama itu. Alesha masuk ke dalam tanpa basa basi atau berkata apapun lagi. Ia langsung segera berbaring di kasur empuknya, tidak lupa ia mengembalikan jaket yang Jacob pinjamkan padanya lebih dulu tadi.

Stella dan yang lain bingung saat melihat Alesha yang murung dan langsung tertidur di atas kasurnya.

“Biarkan dia tidur, dia butuh ketenangan dan jangan ganggu dia," ucap Jacob lalu pergi. Stella dan yang lain mengangguk.

“Apa yang terjadi?” tanya Nakyung.

Teman-temannya hanya menggeleng tidak tahu.

Jacob kembali ke ruangannya dan masuk ke kamar yang tidak begitu besar namun cukup nyaman. Jacob berbaring di atas kasurnya. Ia masih memikirkan Alesha yang tadi menangis karna merindukan orang tuanya. Jacob tau rasanya ditinggal pergi selamanya oleh orang yang sangat disayangi.

Angin malam berhembus melalui celah yang ada dijendelanya. Angin yang cukup besar hingga membuat Jacob mengantuk. Perlahan, Jacob menutup matanya lalu tertidur.

Tepat tengah malam, Alesha terbangun dari tidurnya. Ia menatap keluar jendela sambil menatap langit malam yang indah. Lampu kamar juga sudah mati. Keheningan menghampiri Alesha. Hanya ada lampu redup yang kelap kelip dengan lambat di taman. Alesha menyenderkan dagunya di sisi jendela. Ia sedang merenung dan menikmati malam. Ternyata malam tidak gelap, apalagi saat tepat tengah malam. Tanpa lampu, malam terlihat lebih indah dan terang dengan cahaya bulan dan kelap-kelip bintang dikejauhan. Polusi cahaya membuat malam menjadi sangat berbeda ternyata.

Alesha tersenyum kecil dengan menikmati kedamaian yang sesaat menghampirinya. Pandangannya menyusuri setiap sudut WOSA yang bisa ia lihat dari jendela kamar.

“Andai aku bisa melihat taman surga dari sini, apa aku bisa melihat kalian juga?” Alesha merindukan orang tuanya sambil berbicara ke arah langit.

Alesha kembali merentangakan tubuhnya di atas kasur dan mulai terlelap. Secara perlahan alam mimpi mulai mengelilinginya lagi.

***

Para murid WOSA sudah masuk ke kelas mereka masing-masing dan kembali belajar. Pelajaran dimulai seperti biasanya.

“Mr. Jacob?” tanya Bastian saat Jacob tiba-tiba saja masuk ke kelasnya.

“Pagi, aku Jacob, salah satu mentor di sini, Mrs. Laras tidak bisa hadir dan tidak dapat mengajar kalian saat ini karna ia sedang ada tugas, dan aku diminta untuk menggantikannya,” ucap Jacob.

Bastian mengangkat sebelah alisnya.

“Ada masalah, Bastian?” tanya Jacob.

Bastian tersentak lalu menggelengkan kepalanya. “Tidak, Mr.”

Berbeda dengan kelas Centaury-A. Alesha dan yang lain sedang mencatat materi. Lagi-lagi Alesha melihat seseorang tidak dikenal sedang mengintip dibalik jendela. Alesha tidak langsung mengarahkan wajahnya pada orang tidak dikenal itu, takut-takut kalau orang itu akan menyadarinya dan pergi begitu saja. Alesha melihat orang tidak dikenal itu melalui ekor matanya secara diam-diam.

Nakyung tiba-tiba berdiri dan meminta izin untuk ke toilet dan membuat orang yang tidak dikenal itu pergi. Alesha mendengus. Alesha segera bangkit dari bangkunya dan meminta izin untuk ke toilet juga menyusul Nakyung.

“Nakyung, tunggu!” panggil Alesha dari belakang.

“Alesha? Apa yang kau lakukan?” tanya Nakyung.

Alesha tersenyum, “Meminta izin ke toilet.”

Setelah sampai, Nakyung langsung masuk ke dalam sebuah toilet, namun tidak dengan Alesha, karna ia tidak ingin buang air, entah kenapa ia penasaran dan ingin mencari tahu saja siapa orang tidak dikenal yang sejak kemarin memata-matai kelasnya.

Setelah beberapa menit, Nakyung keluar dari dalam toilet.

“Kau sudah? Ayo kita kembali,” ucap Nakyung.

“Duluan saja, aku masih ada urusan,” balas Alesha.

Nakyung menyipitkan matanya. “Apa?” tanya Nakyung.

Alesha terdiam tidak menjawab, ia hanya menatap sekelilingnya.

“Katakan saja, kita tim bukan?” lanjut Nakyung.

“Ada yang memata-matai kelas kita sejak kemarin, dan aku penasaran, aku ingin mencari tahu orang itu,” jawab Alesha.

“Kita harus mengatakan ini pada Mr. Jacob,” usul Nakyung sambil berjalan melewati Alesha.

Alesha menahan tangan Nakyung. “Tidak! Jangan sekarang!”

“Kenapa?” tanya Nakyung.

Tiba-tiba saja ada seorang murid yang memasuki toilet. Alesha dan Nakyung segera pergi meninggalkan toilet itu.

“Kita....” ucap Nakyung terpotong.

“Merina?” Alesha melihat Merina sedang mengendap-endap pergi kesuatu tempat.

“Apa?” tanya Nakyung sambil mengikuti arah mata Alesha. “Merina? Mau ke mana dia?” Nakyung terkejut saat melihat Merina yang pergi diam-diam.

“Ayo, kita ikuti.” Alesha segera pergi mengikuti Merina secara diam-diam di belakang, disusul Nakyung yang berjalan di belakang Alesha.

Merina berjalan ke gedung laboratorium tua yang sudah tidak dipakai. Ia membuka pintu gerbang gedung yang tidak terkunci itu dengan hati-hati lalu menutupnya kembali.

“Apa yang Merina lakukan?” bisik Nakyung.

“Aku tidak tahu, ayo kita ikuti dia, jangan sampai ada yang melihat ini,” jawab Alesha.

Alesha dan Nakyung mendekati gerbang itu dan melihat kesekelilingnya untuk memastikan tidak ada yang melihat mereka. Alesha membuka gerbang itu dengan sangat hati-hati. Ia dan Nakyung masuk secara mengendap-endap.

“Aku takut!” seru Nakyung sambil menatap gedung besar didepannya.

“Ayo...” Alesha menarik tangan Nakyung.

***

Bel tanda jam pelajaran berakhir pun berbunyi. Tidak terasa hari sudah siang lagi. Para murid kembali ke kamar asrama mereka dan ada juga yang langsung ke kantin.

Bastian sedang membereskan bukunya, namun tiba-tiba saja Stella dan Maudy datang ke kelasnya. Jacob yang masih ada di kelas pun bingung menatap Stella dan Maudy yang tiba-tiba datang dengan wajah bingung dan takut.

Stella dan Maudy mendekati Bastian, “Bas, Nakyung, Merina, dan Alesha belum kembali sejak jam pelajaran pertama tadi,” ucap Maudy dengan raut wajah khawatir.

“Apa?” Jacob menghampiri Stella, Maudy, dan Bastian. “Ke mana mereka?” tanya Jacob.

“Aku tidak tau,” jawab Maudy.

“Bastian kumpulkan anggota timmu, bawa mereka keruanganku!” perintah Jacob.

Bastian mengangguk. “Kalian ikut aku!” lanjut Jacob pada Stella dan Maudy.

Jacob segera bergegas menuju ruangannya bersama Stella dan Maudy. Saat menuju ruangannya, Mr. Thomson memanggil Jacob.

“Jacob, Mrs. Jinnie dan Mrs. Ambar bilang kalau beberapa anggota timmu meminta izin ke toilet dan belum kembali hingga jam pelajaran berakhir. Apa itu benar?” tanya Mr. Thomson.

Jacob bingung harus menjawab apa. Bastian dan anggota tim yang lain datang menghampiri mereka.

“Mr. Thomson aku pikir lebih baik kita tidak membicarakan ini di sini,” usul Jacob.

“Baiklah.” Mr. Thomson dan yang lain segera bergegas menuju ruangan Jacob.

“Apa yang sebenarnya terjadi?” tanya Mr. Thomson.

“Aku tidak tahu, aku baru akan membahasnya bersama mereka,” jawab Jacob.

“Alesha, Nakyung, dan Merina, mereka belum kembali sejak jam pelajaran pertama. Mereka meminta izin untuk pergi ke toilet, namun belum kembali,” ucap Stella.

Mr. Thomson menatap Jacob.

Yang ditatap langsung paham.

“Kemarin Alesha bilang kalau ia melihat seseorang sedang mengawasi kelas kami secara diam-diam lewat jendela kelas,” ucap Stella.

“Jacob, ini tidak akan beres," ucap Mr. Thomson sambil menatap Jacob.

“Nak, pergi dan cari Mrs. Laras. Suruh ia untuk mengumumkan kalau pembelajaran hari ini tidak akan dilanjutkan. Suruh semua murid untuk kembali ke asrama mereka dan tidak ada yang boleh keluar, dan temui kami di ruang aula utama,” lanjut Mr. Thomson pada Bastian.

Bastian mengangguk lalu pergi.

Jacob sudah menduga apa yang terjadi. Ia sangat khawatir sekarang.

Seluruh mentor akhirnya dikumpulkan di ruang aula utama. Mr. Thomson memerintahkan para mentor agar berada di gedung asrama untuk berjaga dan mengawasi tim mereka. Sementara itu, Mr. Thomson sendiri akan membentuk tim khusus untuk menyelidiki kasus ini.

“Pulau ini sangat luas. Aku takut mereka membawa beberapa anggota timmu ke hutan belakang,” ucap Mr. Thomson.

“Katakan apa yang harus ku lakukan, aku tidak akan membiarkan mereka melakukan hal-hal buruk pada anggota timku,” ucap Jacob.

“Tidak, Jacob kita jangan gegabah. Kita harus menyusun rencana terlebih dahulu,” balas Mr. Thomson.

“Kita tidak mempunyai banyak waktu, beberapa anggota timku dalam bahaya, aku tidak akan membiarkan kejadian yang sama terulang lagi, Mr. Thomson!” ucap Jacob sambil menahan kesal.

Mr. Thomson menatap Jacob. Ia tau apa yang Jacob pikirkan dan takutkan. Ia menatap Jacob dengan raut wajah yang menunjukan keprihatinan.

“Aku juga tidak akan membiarkan itu Jacob. Aku sudah memberitahukan tentang ini kepada SIO, kita tunggu keputusan dari SIO,” ucap Mr. Thomson.

“Inilah sebab kenapa aku tidak ingin menjadi mentor dan bekerja di sini lagi!” Jacob menonjok pelan meja yang ada didepannya.

“Jacob, jangan berkata sepeti itu,” ucap Mr. Thomson.

“Aku sudah menolaknya, namun kalian memaksaku dan meyakinkan aku untuk kembali, aku pikir jika aku kembali aku bisa memperbaiki kesalahanku yang lama, tapi tidak. Aku gagal lagi!” Jacob mengepalkan tangannya.

“SIO memintamu untuk kembali bukan tanpa alasan, Jacob. SIO sudah tau kemampuanmu, dan mereka tidak akan melepas kan kau begitu saja.” Mr. Thomson mendekat pada Jacob dan meraih pundaknya.

“Kenapa kalian tidak mencari orang lain! Kenapa?” bentak Jacob.

“Kau adalah salah satu agent intelegent terbaik di SIO. SIO masih membutuhkan kau, Jack,” bisik Mr. Thomson.

“Aku tidak perduli! SIO hanya mementingkan berbagai project besar mereka tanpa mementingkan nyawa yang bisa mereka korbankan demi project mereka!” balas Jacob pelan namun penuh penekanan.

“Tapi SIO melakukan ini untuk dunia juga, untuk sains, dan semua yang sudah menjadi korban adalah pahlawan sains karna sudah membantu dalam menemukan berbagai macam hal yang tersembunyi yang ada di dunia ini.” balas Mr. Thomson. “Jangan salahkan dirimu dan SIO dalam hal ini.”

“Jadi, apa yang harus kita lakukan sekarang?” tanya Jacob datar.

“Menunggu perintah dari SIO. Aku yakin SIO juga tidak akan gegabah dalam hal ini,” jawab Mr. Thomson, “Tenangkan dirimu.”

Jacob mencoba menenangkan dirinya. Bastian dan anggota tim nya juga tidak bisa melakukan apapun, karna Mr. Thomson sudah bilang kalau mereka tidak boleh melakukan tindakan apapun tanpa ada perintah dari SIO.

Di tempat lain, para murid kebingungan kenapa mereka diperintahkan untuk kembali ke kamar mess masing-masing dan para mentor berjaga di depan gedung mess.

“Apa yang terjadi, Mr. Eve?” tanya Brandon.

“Mr. Thomson sedang mengurus sebuah urusan,” jawab Eve.

“Urusan apa?” tanya Brandon lagi.

“Yang pasti bukan urusanmu,” jawab Eve sambil melotot pada Brandon.

***

“Sebenarnya siapa yang kalian bicarakan dan takutkan, Mr. Jacob?” tanya Bastian.

“Mereka adalah orang-orang yang selama ini berusaha untuk mencuri berbagai sempel dari beberapa badan intelegent dunia, termasuk SIO. Mereka menggunakan sempel itu untuk diperjual belikan secara ilegal, dan masih banyak lagi ulah mereka," jawab Jacob.

Bastian mengerutkan keningnya, “Kenapa kalian tidak menangkapnya lalu memenjarakan mereka?”

“Mereka bukan orang bodoh yang bisa dengan mudah kami tangkap dan dimasukkan ke dalam penjara begitu saja, Bas.” Jacob mengepalkan tangannya.

Bastian terdiam setelah mendengar jawaban Jacob.

Jacob menatap jam tangannya. Sudah hampir jam lima mereka masih menunggu keputusan dari SIO, namun SIO masih belum mengizinkan siapapun untuk mengambil tindakan karna itu akan membahayakan WOSA.

Jacob hampir frustasi, begitu pula Bastian dan anggota tim nya.

“Mr. Jacob! Mr. Jacob!” panggil Merina yang tiba-tiba saja datang dengan napas yang terengah-engah dan lemas. Jacob yang melihat Merina datang langsung terkejut dan mendekati Merina.

“Kalian harus membantu Alesha dan Nakyung, mereka membawanya,” ucap Merina, lirih. Darah mengalir di dahi Merina, wajah Merina juga terlihat pucat dan sangat lemas.

“Mr. Jacob, mereka membawa Nakyung dan Alesha ke hutan. Mereka menculik Alesha dan Nakyung,” setelah mengucapkan itu, Merina tiba-tiba pingsan. Tubuhnya sedikit bergetar.

“Merina, bangun! Bangun!” Jacob menepuk pipi Merina, “Merina!” Jacob langung menggendong tubuh gadis itu dan membawanya ke ruang perawatan.

Jacob sangat khawatir dan takut dengan kondisi Merina yang sekarang ini. Hatinya tidak bisa tenang. Kenapa lagi dan lagi harus timnya yang terlibat dengan kelompok orang jahat itu?

“Mr. Thomson, SIO sudah bisa melacak keberadaan mereka, SIO akan membawa beberapa orang khusus untuk membebaskan dua murid WOSA yang telah diculik, dan kau beserta Jacob diminta untuk menunggu orang-orang khusus dari SIO di pantai sebelah Utara WOSA,” ucap Eve.

“Bastian, suruh anggota timmu untuk tidak meninggalkan gedung asrama ini, dan jaga Merina di sini!” perintah Jacob.

Bastian mengangguk.

***

Di tempat lain, tepatnya di tengah hutan luas yang berada di pulau tempat WOSA berada. Seorang lelaki bersama anak buahnya sedang merapikan tenda-tenda dan barang bawaan milik mereka.

“Kenapa kalian membawa gadis-gadis itu?” tanya seorang lelaki yang sedang duduk dibangkunya dengan sombong, “Aku menyuruh kalian untuk memata-matai, bukan menculik dua gadis itu.”

“Kami tidak bermaksud untuk menculik mereka, Tuan, tapi mereka menyusup ke gedung laboratorium dan bertemu dengan kita, jadi lebih baik kita membawa dua gadis itu ke sini. Bisa sebagai tawanan," jawab lelaki lain yang sedang berdiri.

“Tapi gadis yang satu lagi berhasil kabur,” sahut seseorang dari belakang, “Kita menjadi buronan SIO lagi untuk yang ke---“ Orang itu berpikir sejenak, “Entahlah aku lupa.”

“Kau sudah siapkan kapal di pantai Selatan?” tanya lelaki yang sedang duduk itu.

“Sudah,” jawab lelaki yang sedari tadi berdiri.

“Bagus, kita berangkat malam ini jam tujuh. Sebenarnya aku tidak begitu membutuhkan dua gadis itu, namun mereka bisa menjadi tawanan kita.” Lelaki yang sedang duduk itu segera bangkit dan keluar dari ruangan dengan membawa gelas berisi alkohol.

Di tempat lain, Alesha dan Nakyung, mereka ditempatkan di sebuah ruangan dari tenda yang cukup besar di tengah hutan dengan tangan yang diikat.

“Alesha, kita harus keluar dari sini, kita tidak bisa terus mengharapkan bantuan dari WOSA," ucap Nakyung.

“Aku juga sedang berpikir bagaimana cara keluar dari tempat ini.” Alesha melihat kesekelilingnya berharap ada sesuatu yang bisa ia gunakan untuk melepaskan tali yang mengikat tangannya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!