NovelToon NovelToon

Takdir Cinta Twins D

Bab 1

Di sebuah ruangan perusahaan, terlihat dua gadis yang sedang duduk saling berhadapan. Satu diantara mereka menatap lawannya dengan tajam, seolah menunjukkan ketidaksukaan. Sedangkan satu lainnya justru menatap dengan mata yang mengerjab lucu, dengan tangan yang menagkup di depan dada

"Ayolah Fa, kali ini saja. Aku janji, setelah ini aku tidak akan meminta bantuanmu lagi terkait hal ini" pinta Aliya

"Aku sudah katakan bahwa aku tidak mau. Lagipula, kau juga pernah mengatakan itu waktu aku menolongmu saat itu. Kau mengatakan bahwa itu adalah permintaanmu yang terakhir, tapi nyatanya, kau selalu datang menemuiku dan meminta tolong dengan hal yang serupa" jawab Afifa

"Kali ini aku serius, aku sedang lelah sekarang, dan aku tidak bisa menghadiri acara itu. Lagipula pemilik acara tidak akan mungkin curiga, mereka pasti tidak menyadari jika yang datang itu bukan aku, melainkan kau"

"No, Al. Aku tidak suka dengan dunia hiburanmu itu. Lagipula, jika kau merasa tidak sanggup, kenapa kau harus menerima job dengan jadwal padat. Kau ini menyusahkan sekali" gerutu Afifa "Lagipula, aku juga sedang banyak pekerjaan, kau tidak lihat berkas berkas ini, ini semua harus aku kerjakan secepatnya, karena minggu depan, aku harus menyerahkan berkas berkas ini kepada Ayah. Jadi maaf sekali, karena aku benar benar tidak bisa membantumu"

"Kalau begitu kita bertukar posisi saja. Kau yang mengisi job manggung-ku, dan aku yang akan menggantikanmu memimpin perusahaan, bagaimana?" usul Aliya

"Tidak, sekali tidak tetap tidak. Lagipula aku tidak mungkin membiarkan perusahaanku hancur di tanganmu. Memangnya kau lupa, terakhir saat kita bertukar posisi, kau hampir merugikan perusahaanku, dan kau hampir saja membuat perusahaanku ini bangkrut"

Ya, ini bukan pertama kalinya Aliya meminta bertukar posisi. Aliya selalu meminta tolong dirinya untuk bertukar posisi dengan alasan lelah, padahal sejak awal jadwal untuk manggung itu seharusnya sudah di perhitungkan. Tapi Aliya justru selalu menerima apa saja job yang di tawarkan, hingga akhirnya membuat gadis itu kewalahan sendiri dengan jadwalnya.

"Lagipula aku yakin kau bukan hanya meminta bertukar posisi karena alasan lelah, kau pasti menyembunyikan sesuatu 'kan?" selidik Afifa

"Apa? Tidak ada, aku tidak menyembunyikan apapun. Aku hanya lelah saja" sangkal Aliya

"Kau yakin?"

"Tentu"

Afifa mengangguk setelah mendengar jawaban Aliya. Walaupun sebenarnya dirinya masih belum sepenuhnya percaya jika apa yang Aliya katakan benar. Karena belajar dari yang sudah sudah, Aliya akan meminta bantuannya bukan hanya karena lelah, tapi karena awak media yang terus mengejarnya untuk wawancara mengenai skandal skandal yang telah ia perbuat. Afifa tidak ingin terlalu ambil pusing, ia kembali duduk di kursi kerjanya dan mulai kembali fokus pada berkas di hadapannya

"Fa, kau akan membantuku 'kan? Ayolah. Bukankah kita ini saudara?" rengek Aliya

"Tidak, aku sudah mengatakannya tadi"

"Ish, kau ini. Sudahlah, sia sia aku ke kantormu ini. Aku pulang" seru Aliya sembari berjalan keluar dengan menghentak hentakkan kakinya karena kesal

Sedangkan Afifa hanya menatap kepergian Kakak kembarnya itu dengan bahu yang terangkat acuh. Ia sudah tidak ingin membantu Aliya, sebab beberapa bulan yang lalu ia sudah melakukan itu. Ia menggantikan Aliya untuk mengisi acara off-air di salah satu hotel yang sudah di janjikan.

Awalnya, Afifa masih bisa bernyanyi dengan normal dan biasa saja, para penonton yang hadir 'pun aman terkendali. Namun semakin acara beranjak malam, para penonton sudah tidak lagi beraturan, mereka sudah berani naik ke panggung dan memberi uang pada dirinya sembari berjoget seperti cacing kepanasan. Afifa yang tidak terbiasa dengan hal itu, meminta untuk acaranya di berhentikan, dan ia lebih memilih membayar denda karena dirinya tidak menyelesaikan acara sesuai dengan perjanjian

"Kenapa aku harus memiliki kembaran sepertinya" gerutu Afifa

Bab 2

Suasana makan malam di kediaman Dirgantara berjalan dengan damai seperti biasa. Namun yang membedakannya adalah, setelah makan malam, Tuan Daffa mengajak seluruh anggota keluarganya menuju ruang keluarga, dan berbincang. Terlihat Tuan Daffa, Nyonya Sekar, Aliya, Afifa, dan Bara telah duduk di tempat masing masing

"Ayah sengaja mengumpulkan kalian semua di sini karena ayah ingin menyampaikan sesuatu yang sangat penting" suara Tuan Daffa mulai terdengar serius

"Ayah ingin membicarakan apa?" tanya Afifa

Tuan Daffa melirik anggota keluarganya satu persatu, lalu pandangannya jatuh pada Aliya, sang putri pertama yang tengah fokus bermain ponsel "Ayah ingin menyampaikan bahwa Ayah akan menjodohkan salah satu diantara kalian dengan anak dari rekan bisnis Ayah"

"Sudah pasti bukan aku 'kan Yah? Karena kalaupun Ayah berniat menjodohkanku, maka aku akan menolak dengan keras, karena aku tidak mungkin meninggalkan kekasihku hanya untuk menerima wanita lain" ujar Bara waspada

Tuan Daffa menatap putra bungsunya cukup lama. Membuat Bara yang di tatap meneguk ludahnya kasar. Jujur ia takut jika apa yang ia takutkan terjadi. Ia takut jika Ayahnya akan menukar lebahagiaannya dengan perjodohan demi keuntungan perusahaan. Walaupun itu tidak mungkin, mengingat Ayahnya yang selalu membebaskan mereka semua dengan berbagai pilihan. Namun apa salahnya waspada bukan

"Siapa yang akan Ayah jodohkan?" kembali suara Afifa yang terdengar, sedangkan Aliya hanya menyimak interaksi antara Ayah dan dua saudaranya itu

"Aliya" ucap Tuan Daffa

"What?" Aliya berjingkat kaget saat mendengar namanya di sebut. Ia melirik Bunda dan dua saudaranya bergantian, kemudian tatapannya berlabuh pada sang Ayah "Yah, Ayah pasti bercanda 'kan? Ayah tidak mungkin menjodohkanku 'Kan?" tanya Aliya takut

"Kenapa Ayah harus bercanda?" tanya Tuan Daffa

"Karena Ayah ingin mencairkan suasana, iya 'kan?"

"Sayangnya tidak, Sayang. Ayah serius" tegas Tuan Daffa

"Tapi kenpa Ayah, Aliya masih muda, belum saatnya untuk menikah" ucap Aliya

"Di umurmu yang sudah dua puluh lima tahun, skandal yang kau buat sudah banyak sekali. Ayah hanya mengantisipasi skandal skandal lain yang mungkin akan kau lakukan lagi. Kau tahu, Ayah sudah cukup bosan melihat orang orang itu yang selalu datang ke rumah kita" tunjuk Tuan Daffa pada para awak media yang masih setia berdiri di luar gerbang rumahnya

"Tapi tidak dengan menikah Yah, masih banyak cara lain. Atau begini saja, Aliya akan tinggal di apartemen saja, agar rumah ini tidak lagi di datangi wartawan, Ayah bisa hidup tenang dan damai di rumah ini. Bagaimana?" tawar Aliya

"Keputusan Ayah sudah bulat Sayang, dan itu tidak bisa di ganggu gugat" Tuan Daffa bangkit dari duduknya, dan memilih pergi dari sana

Aliya menatap sang Bunda dengan mata berkaca kaca. Ini adalah cara terakhir yang bisa ia lakukan untuk membatalkan perjodohan yang Ayahnya rencanakan. Ia akan mendekati bundanya dengan air mata buaya, dan meminta sang Bunda untuk membujuk Ayahnya agar membatalkan perjodohan untuknya. Secara perlahan, Aliya mulai berpindah duduk di samping sang bunda.

"Bun... Aliya belum ingin menikah" rengek Aliya, bahkan air mata buaya sudah mulai membasahi kedua pipinya

"Tapi kau harus menikah sayang, ini sudah keputusan Ayahmu" Ibu tiga anak itu mengelus pucuk kepala putrinya dengan begitu sayang. Ia lantas mengambil ujung hijab yang ia kenakan untuk menghapus air mata di pipi sang putri "Sudahlah, ini adalah jalan terbaik untukmu. Ayah tidak mungkin sembarangan dalam memilih laki laki yang akan mendampingi putrinya. Jadi kau terima saja ya Sayang"

"Tapi Bun..."

"Bunda..."

Bunda Sekar yang mendengar panggilan suaminya, dengan segera melepas rengkuhan Aliya. Ia tersenyum lembut sembari menggenggam tangan Aliya, sebelum akhirnya ia pergi dan menemui suaminya. Sedangkan Afifa dan Bara menyemburkan tawa mereka begitu saja saat melihat sang bunda pergi

"Kak, Kak, air mata palsumu itu tidak berguna ternyata" ledek bara

"Diam anak kecil"

Aliya segera pergi menuju kamarnya. Meninggalkan Afifa dan Bara yang masih tampak tertawa senang. Afifa menghapus sudut matanya yang sedikit basah oleh air mata, karena terlalu puas tertawa. Setelah itu, ia ikut masuk ke kamarnya, meninggalkan Bara yang kini berada di ruang keluarga seorang diri

"Huh, nasib si bontot" keluh bara, ia ikut bangkit dan menuju kamarnya

Bab 3

"Al..." Afifa membuka perlahan pintu kamar sang kembaran. Ia lantas masuk, dan melihat Aliya yang tengah menelungkupkan tubuhnya di kasur "Al, kau baik baik saja?" tanya Afifa

Aliya membalik tubuhnya menjadi terlentang. Ia melihat Afifa yang sudah duduk sisi ranjangnya "Ada apa? Kau ingin menertawakanku lagi?"

"Tidak, aku hanya ingin mengunjungi kamarmu saja" jawab Afifa

Aliya bangkit dari kasurnya, dan duduk berdampingan bersama Afifa. Ia menghela napas kasar, saat teringat dengan ucapan sang Ayah. Dalam kamus hidup Aliya, ia sama sekali belum mencantumkan kata menikah, tapi mengapa Ayahnya justru meminta dirinya untuk menikah muda

"Fa, kalau aku menikah, itu artinya kita akan berpisah. Apakah kau sedih?" tanya Aliya

"Tidak"

"Fa..."

Aliya merengut kesal mendengar jawaban Afifa. Bagaimana mungkin kembarannya itu tidak sedih berpisah dengannya. Padahal, dirinya merasa sedih jika harus menikah dan meninggalkan rumah serta keluarganya

"Yakin kau tidak akan sedih?" tanya Aliya

"Sangat. Lagipula, kenapa aku harus sedih, bukankah bagus jika kau menikah, itu artinya kau tidak akan lagi menyusahkanku"

"Hei, kau ini tidak sopan pada Kakakmu sendiri"

"Kita hanya lahir beda dua menit jika kau lupa. Jadi status Kakak dan Adik hanya sebagai sebuah formalitas saja. Lagipula, anak tertua sebenarnya itu adalah aku, tapi karena aku kesal denganmu, jadilah aku menendang kau keluar lebih dulu dari perut Bunda"

"Mana ada seperti itu. Kau itu tetap lebih muda, kau adikku, ingat itu"

"Iya iya, si paling tua" ucap Afifa menekankan kalimatnya

"Kau..."

"Kak" panggilan bara dari balik pintu kamar membuat kedua kembaran itu menghentikan pembicaraan mereka

"Ada apa?" teriak Aliya

"Ayah bilang, besok malam calon tunanganmu akan kemari, jadi bersiap siaplah"

"What? Secepat itu?" monolog Aliya dengan cemas "Fa, bagaimana ini" tanya Aliya pada Afifa

"Mana aku tahu. Sudahlah, kau bersiap saja untuk nanti malam. Aku ke kamar dulu, bye"

*

Pagi menjelang, Afifa sudah tampak siap dengan tampilan rapi. Sebuah celana bahan, dengan blazer menjadi pilihan Afifa untuk pakaian yang ia kenakan hari ini. Rambut panjang yang di gerai indah, menambah kesan anggun di wajahnya

"Pagi Bun..." sapa Afifa

"Pagi Sayang, ayo sarapan"

"Tidak Bun, aku sarapan di kantor saja" tolak Afifa

"Tapi Bunda sudah memasak makanan di rumah, kenapa harus sarapan di kantor? Tunggu, biar bunda buatkan bekal saja untukmu" Bunda Sekar langsung gerak cepat menyiapkan bekal untuk Afifa. Sedangkan Afifa, dengan terpaksa harus menunggu sang Bunda yang tengah menyiapkan bekal untuknya

"Pagi Bun..."

Terdengar suara Bara dan Aliya yang menyapa bersamaan. Keduanya melihat apa yang Bunda Sekar lakukan, hingga membuat keduanya mendengus. Pasalnya, saat ini sang Bunda tidak menjawab sapaan keduanya karena tengah asik menyiapkan bekal untuk si anak kesayangan

"Bunda..." Bara merengek kepada sang Bunda, hingga membuat Bunda sekar tersadar akan keseriusannya

"Hai Sayang, maaf Bunda tidak menyadari keberadaanmu"

"Iyalah, 'kan Bunda sedang menyiapkan makanan untuk anak gadis kesayangan Bunda" sungut Bara

"Kenapa? Ingin jadi kesayangan juga? Makanya jadi gadis" usil Aliya yang justru membela sang kembaran

"Bun, lihatlah Kakak Kakak durjana-ku ini. Masa bujang tampan kesayangan Bunda di katai seperti itu" adu Bara

"Dih, merengek seperti anak kecil saja" ledek Aliya

"Sudah sudah, kalian ini" Bunda menyerahkan bekal yang sudah siap kepada Afifa "Hati hati di jalan Sayang"

"Iya Bun, pamit ya. Assalamu'alaikum"

"Wa'alaikum Salam"

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!