Sudah lama Gatot bercerita bahwa dia mengetahui ada gudang uang ghoib di sekitar Jalan Raya (Pantura) Kelurahan Margadana, Kota Tegal.
Meskipun sudah tahu lama. Namun Gatot masih menunggu waktu yang tepat. Sebab gudang uang ghoib itu dijaga super ketat. Para penjaga adalah pasukan bertombak trisula yang sangat tajam.
Gatot sudah beberapa kali mencoba mendekati gudang itu. Tetapi selalu gagal. Karena selain gudang itu digembok dengan rantai yang cukup besar. Penjaganya selalu waspada.
Sudah dua kali Gatot mendekati gudang itu. Namun selalu saja dia berhasil dihalau para penjaga yang sepertinya tak pernah tidur.
Saat Gatot tengah merenung mencari cara mencuri uang ghoib itu. Diam-diam adik iparnya Sopari mendekati dan duduk disebelahnya.
"Kamu ngagetin aja Ri..!" Ujar Gatot menoleh ke Sopari.
"Maaf Mas...mengganggu. Ada apa gerangan Mas.!? Kok seperti melamun..!" Ujar Sopari.
"Begini Ri...kamu mungkin udah dibilangin Mbakyumu, bahwa aku tengah memburu harta karun..!" Ujar Gatot mulai menyampaikan apa yang dipikirkannya kepada Sopari.
"Iya Mas...tetapi Mbak Yu ceriteranya sangat terbatas. Mungkin Mas Gatot bisa menceritakannya kepada saya secara lengkap..!"
"Ya Ri...aku sedang mengincar gudang uang ghaib..!" Ujar Gatot mulai cerita soal gudang uang ghoib di Jalan Raya Margadana.
Namanya gudang uang ghaib tentu saja tidak bisa dilihat dengan mata telanjang.
Dalam padangan awam apa yang dimaksud dengan gudang uang ghaib adalah sebuah pekarangan kosong disebelah kuburan tua Desa Margadana.
Dilihat dengan mata biasa tidak akan terlihat. "Tetapi jika kamu menguasai ilmu sepertiku. Maka kamu akan mampu terlihat. Karena itu sebaiknya kamu ikuti saja kataku..ya Ri..!?" Ujar Gatot.
Sopari mengangguk mengiyakan. Untuk itu gatot sudah menyiapkan keranjang besar yang sekelilingnya dibebat dengan kain kafan putih.
Kain kafan putih itu lantas dikasih minyak misik. Dan dalam keranjang dikasih bunga tujuh macam.
"Ini untuk tempat uang. Jika nanti kita berhasil nyuri uang ghoib..!" Ujar Gatot sembari menunjukan kepada Sopari keranjang bakal tempat uang jarahan.
"Minyak misik dan bunga tujuh macam itu kumaksudkan agar uang hasil jarahan tidak kembali lenyap..!" Terang Gatot mengenai minyak misik dan bunga tujuh macam itu.
Sopari masih saja melongo. Dia memang tidak paham ilmu ghaib. Apalagi tentang gudang ghaib juga uang ghaib.
"Jadi kapan rencana Mas Gatot akan ngambil uang ghoib tersebut..!?" Tanya Sopari ingin tahu.
"Jika tidak hujan ntar malam aku akan tinjau lokasi. Kamu ikut boleh Ri..! Jangan kuatir ntar kukasih bagian..!" Ujar Gatot penuh keyakinan.
Mendengar ajakan Gatot tentu Sopari sangat senang. Itu hal yang luar biasa, sebuah petualangan ghaib di jaman super modern.
"Kalau saya ikut apa yang harus saya persiapkan Mas..!?" Tanya Sopari.
"Niat dan mental Ri..!" Ujar Gatot. Sopari menyatakan siap lahir bathin.
"Ya ntar malam kita berangkat dari rumah jam sembilanan Ri. Bawa sarung. Soalnya udaranya sedang dingin..!" titah Gatot.
Bagi Sopari soal ceritera berburu harta karun sudah sering dengar. Namun menjadi pelaku. Mungkin baru sekarang. Jika nanti malam benar-benar diajak Gatot. Maka meski baru pukul 19.00 WIB Sopari sudah nyamperi Gatot.
"Kita bawa sepeda masing-masing ya Ri. Jangan pakai motor. Supaya tidak menarik perhatian..!" Ujar Gatot.
Mendengar keterangan Gatot Sopari segera ngambil sepedanya. Sementara Gatot menyiapkan perlengkapan lain.
"Ntar setelah pergi, tolong pintunya jangan dikunci. Kalau bisa kamu jangan tidur dulu ya..!?" Pesan Gatot kepada isterinya.
Tepat pukul 21.00 WIB, Gatot dan Sopari meluncur ke lokasi. Hanya seperempat jam. Sudah nyampe lokasi.
Gatot menunjuk ke arah gudang uang. Sementara Sopari hanya melihat pekarangan kosong dan kuburan tua.
"Itu tuh gudangnya Ri..!" Tunjuk Gatot. Sopari cuma melihat kosong.
"Kok tidak ada apa-apa ya.!?" Ujar Sopari dengan suara pelan. Nampaknya Gatot dapat merasakan apa yang dikatakan sopari.
"Ya kamu tidak melihat, nah itu ada truk kontainer berhenti didepan gudang..!" Seru Gatot Sopari penasaran dan dia hanya bisa ucek-ucek mata. Sopari tidak bisa melihat apa-apa.
"Aduh Ri...kok para pengawal bersenjata trisula menghadap kesini. Mereka seperti curiga kepada kita Ri..!" Ujar Gatot dengan nada gemetar ketakutan.
Mau tidak mau. Meskipun tidak bisa melihat.Tak bisa menyaksikan keadaan sebenarnya Sopari ikut merinding juga.
"Terus bagaimana Mas..!?" Tanya Sopari kepada Gatot.
"Kita tunggu situasi, kalau mereka memang kemari, ya kita lari pulang..!" Jawab Gatot.
Menurut Gatot diantara para pengawal itu ada yang mengenalnya.
"Dialah yang pernah dua kali mengusirku saat dekati gudang uang..!" Jelas Gatot.
"Itu tuh pengawal yang seperti orang bule yang dua kali mengusirku Ri..!" Apa yang dikatakan Gatot, Sopari sangat paham. Tetapi tetap saja tidak melihat.
"Aduh Ri gawat...tuh tiga orang pengawal kesini dengan senjata terhunus...tuh yang seperti orang negro mau melemparkan tombaknya kemari...eiiittt..!!!" Tiba-tiba Gatot berkelit gaya silat Cimande.
"Untung meleset Ri...ayo kabur...kamu duluan cepet Ri..!!!" Ujar Gatot lagi. Mendengar seruan Gatot, Sopari lari terbirit-birit. Dia genjot sepeda sekencang-kencangnya pulang.
Setelah berhasil mengelak dari serangan tombak trisula. Gatot segera naik dan genjot sepeda sekencang-kencangnya pulang.
Sopari sampe di rumab langsung temui Yu Dar, isteri Gatot.
"Yu siap..siap Mas Gatot segera pulang..!" Ujar Sopari. Baru saja Sopari ngomong, Gatot sudah sampe.
"Tutup semua pintu. Jangan ada lobang yang terbuka..!" Ujar Gatot. Yu Dar dan Sopari segera menutup pintu. Bahkan lobang-lobang rumah pun semua ditutup.
"Kenapa Mas..!?" Tanya Sopari kepada Gatot yang ketakutan segera cerita. Bahwa setelah serangan tombak berhasil dihindari Gatot.
Para pengawal itu terus mengejar Gatot. Tidak hanya tiga orang tapi puluhan orang.
"Dan sekarang sudah mengepung rumah ini..!" Ujar Gatot dengan suara ketakutan.
" Terus bagaimana Mas..!?" Tanya Sopari.
"Tenang...mereka tidak mungkin masuk ke dalam. Sebab telah kupagar ghoib..!" Tambah Gatot.
Tetapi saat Gatot coba mengintip keluar tiba ada yang memukal dadanya lewat lobang kunci sehingga Gatot terjengkang.
Yu Dar dan Sopari segera memapah Gatot. "Kenapa tadi Mas..!?" Tanya Sopari.
"Mereka ternyata bisa memukulku lewat lobang kunci...sekarang mereka kirim pasukan ulat Ri...tuh mereka mulai menyerbu kesini lewat lobang kunci dan sela-sela..!" Ujar Gatot sembari tangannya menunjuk kesela-sela atau lubang-lubang kecil yang ada.
Dalam keadaan terjepit seperti itu, Gatot jadi ingat kepada Mbah Ragasela. Mbah Ragasela adalah sosok dahyang yang mengusai Desa Sumurpanggang.
Gatot segera membaca mantera memanggil Mbah Ragasela.
"Ada apa cucuku kau memanggilku..!?" Ujar Mbah Ragasela kepada Gatot. Gatot langsung menjawab.
Bahwa Gatot terpaksa memanggil Mbah Ragasela karena dalam keadaan gawat darurat.
Setelah Gatot menceritakan dari A sampe Z semua yang terjadi. Mbah Ragasela memerintahkan Gatot menyiapkan garam dapur.
Garam dapur terus dibacain mantera dan ditaburkan kesekeliling rumah serta ditaburkan ke pelataran.
Setelah ditaburi garam para pengepung akhirnya bubar. Ulat-ulat pun mendadak hilang.
"Gatot...!" Ujar Mbah Ragasela. "Mulai hari ini. Hentikan perburuan uang ghaib. Itu perbuatan yang kurang baik..!" Tegas Mbah Ragasela.
Menurut Mbah Ragasela supaya Gatot jangan banyak berkhayal. Carilah uang yang wajar saja. Jangan memburu apalagi mau mencuri uang ghaib.
Untung kali ini nyawanya bisa tertolong. Lain kali bisa saja nyawanya melayang.
Setelah memberi wejangan panjang lebar kepada Gatot. Mbah Ragasela segera menghilang.
"Mbah Ragasela minta kita hentikan perburuan harta karun ini Ri. Jadi ayo, kita lupakan itu semua..!" Ujar Gatot dan dia pamit mau istirahat. Sopari pun pamit tidur.
----
Dahyang : makhluk halus penunggu suatu daerah
Hidup sebagai pegawai golongan dua dengan seorang isteri dan empat orang anak sungguh sangat berat. Apalagi anak-anak sudah mulai remaja tentu bukan sesuatu yang mudah.
Inilah yang dialami Arun. Apalagi isteri Arun tidak kerja, tentu sangatlah berat.
Inilah yang membuat Arun menemui seorang pertapa di kaki Gunung Cireme, Cirebon, Jawa Barat.
Dihadapan pertapa tersebut Arun mengungkapkan niatnya. Bahwa dia ingin menjadi kaya raya. Bagaimanakah caranya?
Pertapa itu mengatakan, jika Arun pengin kaya dia musti puasa patigeni tiga hari tiga malam. Dan selama patigeni. Arun harus membaca mantera yang diajarkan pertapa tadi.
"Cucuku...kamu harus patigeni tiga hari mulai Selasa Kliwon dan berakhir pada Kamis Pahing..!" Ujar sang pertapa kepada Arun.
"Kamu paham maksud puasa patigeni..!?" Tanya pertapa kepada Arun.
"Belum Eyang...mohon Eyang beri petunjuk..!" Ujar Arun.
Kemudian kakek pertama yang bernama Eyang Cokromanggilingan mengajarkan apa yang dimaksud puasa patigeni.
Puasa pati geni adalah puasa tidak makan tidak minum selama tiga hari. Juga tidak boleh kena cahaya matahari atau lampu.
Patigeni masih boleh tidur tetapi dibatasi. Jika malem tidak boleh tidur dan musti membaca mantera.
"Setelah kujelaskan apakah kamu masih berminat..!?" Tanya pertapa atau Eyang Cokromanggilingan kepada Arun.
"Ya Mbah...saya sudah bertekad...lebih baik mati daripada hidup susah..!" Tekad Arun.
"Kalau begitu kamu tinggal pilih mau puasa di gua situ...atau digubug sana..!" Ujar sang pertapa, sembari menunjuk gua yang ada di dinding bukit dan gubuk sederhana yang sengaja dibangun untuk bertapa dan meditasi.
Karena pertimbangan untuk menghindari gangguan binatang buas seperti ular dan mungkin harimau.
Maklum ini kaki gunung Cirema. Alamnya masih liar. Masih hutan dan Eyang Cokromanggilingan ini memang sengaja mengasingkan diri disini.
Bagi Eyang soal pilihan Arun mau bertapa dimana saja tidak masalah. Yang terpenting asal benar-benar dijalani puasanya itu.
"Jadi kamu pilih tinggal di gubug itu ya..!? Tidak masalah asal kamu benar-benar melakukannya.!" Ujar Eyang. Arun mengangguk.
"Nah kamu bisa memulai besok ya Cucuku..!?" Jelas Eyang.
"Siap Eyang..!" Arun benar-benar telah bertekad bulat. Bahkan dia sudah minta ijin cuti ke kantornya. Bahkan andaikan karena laku ini Arun harus kehilangan pekerjaan dia menyatakan siap.
Malam pertama Arun patigeni tidak ada gangguan. Kecuali suara lolongan anjing hutan yang menakutkan.
Dan bunyi krosak-krosak seperti tikus hutan atau suara musang yang sedang mencari mangsa.
Arun tetap berada di dalam gubuk. Dia keluar kecuali untuk buang air. Meskipun siang hari tetap Arun di dalam gubug.
Malam kedua. Suasana semakin senyap. Berbeda dengan malam pertama. Di malam kedua nampak bayang-bayang putih melayang dari pohon ke pohon.
Tentu saja Arun tidak melihatnya. Karena dia berada di dalam gubug.
Baru pada malam ketiga Arun didatangi makhluk hitam berbulu. Makhluk mirip manusia tidak banyak bicara. Hanya dengan bahasa isyarat makhluk ini menyuruh Arun pergi dari situ.
Baru pagi harinya Arun mendatangi Eyang menceriterakan temuannya itu.
"Itulah yang saya dapatkan Eyang...selama patigeni tiga hari di gubug itu..!" Papar Arun kepada Eyang Cokromanggilingan.
"Ohw begitu ya...!? Itu artinya puasamu telah diterima. Dan kamu sudah boleh pulang rumah sekarang..!" Ujar Eyang.
Mendengar penjelasan Eyang Arun segera bergegas. Semua perlengkapannya dikemasi dan dia pamit pulang. Sebelum Arun pergi Eyang berbicara kepada Arun.
"Mungkin dalam beberapa hari ke depan akan ada tamu ke rumahmu. Tamu itu membawa apa yang kamu ingini...!" Ujar Eyang.
Arun segera meninggalkan kaki gunung Cireme dan pulang ke Pekalongan ke daerah asalnya.
Beberapa hari kemudian sepulangmya Arun dari kaki Gunung Cireme. Anak lelaki pertamanya yang bernama Reno tiba-tiba jatuh sakit, badannya panas tinggi dan sering ngigau.
Reno sudah diperiksa ke Puskesmas diberi obat turun panas. Tetapi panas dan sakitnya tidak kunjung reda.
Secara bersamaan Arun kedatangan tamu membawa truk. Dan tamu itu langsung ketemu sama Arun.
"Maaf Mas...apa benar sampean Mas Arun..!?" Tanya tamu itu.
Tanpa basa-basi Arun mengiyakan. "Emang ada Pak? " Tanya Arun kepada tamu tersebut.
"Saya diperintah Bos untuk mengantarkan uang untuk Mas Arun. Uang itu ada di truk. Saya bawa kemari ya Mas..!?" Arun mengiyakan.
Segera tamu itu dengan dibantu sopir dan kenek menurunkan uang dibawa masuk ke kamar Arun.
Sebelumnya Arun memang sudah menyediakan kamar khusus untuk uang.
Uang kiriman dari Bos entah siapa ternyata satu kamar penuh.
Dan anehnya, selama proses, dari truk berhenti sampe menurunkan dan membawa uang ke rumah Arun. Para tetangga Arun tidak ada yang melihat. Tidak ada yang tahu.
Sementara itu bersamaan tibanya uang yang jumlahnya entah berapa miliar. Penyakit Reno semakin parah.
Bahkan dia sempat koma. Arun segera lari ke Ustadz Hamzah seorang ustadz yang dikenal memiliki ilmu ma'rifat.
"Mas tolonglah saya...!" Ujar Arun sesampainya di rumah Hamzah.
"Sabar...emang kenapa!?" Tanya Hamzah.
"Anakku sakit parah tolong obati Mas...!" Pinta Arun.
"Emang sakit apa? Sudah kamu periksa ke Puskesmas..!?" Tanya Hamzah lagi.
"Sudah Mas. Sudah ke dokter juga. Tapi malah tambah parah..!" Jelas Arun.
"Aku masuk ke dalam dulu...namanya siapa? Lahirnya hari apa? Cepat mau kulihat..!" Hamzah menunggu jawaban Arun.
Lantas masuk ke kamar. Arun menjelaskan nama anaknya Reno. Lahir Kamis Pahing.
"Setelah kuterawang ada yang tidak beres denganmu Arun...kamu ngambil pesugihan ya..!?" Tanya Ustadz Hamzah tajam setajam silet. Arun tidak bisa berkutik terhadap pertanyaan Hamzah.
Akhirnya dia mengaku terus terang bahwa benar dia mencari pesugihan ke kaki Gunung Cireme Cirebon. Bahkan dia sudah menerima kiriman uang sangat banyak.
"Nah itulah. Kamu memang gendeng. Itu taruhannya nyawa anakmu Run...untung kamu cepat kemari. Kembalikan uang itu. Dan jangan pakai uang sepeserpun atau nyawa anakmu melayang..!" Ujar Hamzah tegas dan keras.
Arun terlongong bingung. Karena dia tidak tahu kemana harus mengembalikan uang tersebut. Sedang nama dan alamat Bos yang ngirimi uang pun dia tidak tahu.
Hamzah paham tentang kebingungan Arun. "Sudah kamu sekarang juga jangan tunda-tunda datangi orang yang pernah kamu mintai tolong di kaki Gunung Cireme.
Jika disana kamu temui ternak entah àyam entah kambing kerbau atau sapi. Kamu ambil saja ternak itu. Kemudian katakan tuh silahkan ambil uangnya...aku lebih butuh ayam atau kambing..!" Jelas Hamzah.
Begitu mendapat penjelasan dari Ustadz Hamzah, ustadz yang sangat disegani di Pekalongan. Arun langsung ganti pakaian pergi ke Cirebon.
Sasarannya adalah tempat pertapaan Eyang Cokromanggilingan di kaki Gunung Ceremai.
Karena berangkat dari Pekalongan sudah pukul 16.00 WIB sampai di tempat Eyang Cokromanggilingan sudah malam.
Sampai di tempat tujuan Arun langsung menuju bagian dapur. Di dapur dia melihat ada dua ekor kambing yang terikat tali.
Salah seekor kambing tiba-tiba berbicara.
"Pak aku disini tidak betah. Aku mau pulang,.!" Kata kambing itu.
Tentu saja membuat Arun terkejut setengah mati. Lebih kaget lagi ternyata suara kambing itu mirip suara Reno anaknya yang sedang sakit keras di rumah.
Saat Arun masih termangu keheranan. Tiba-tiba bahunya ditepuk dari belakang. Arun kaget dan reflek nengok ke belakang.
"Kamu kaget ya....!? Dan kamu tertegun melihat pemandangan semacam ini ya...!?" Ujar Eyang Cokromanggilingan yang tiba-tiba berdiri di belakangnya.
"Terus terang saya shock.. saya tidak membayangkan kaya gini Eyang..!" Ujar Arun sembari mengusap air matanya yang meleleh.
"Dari semula kuceriterakan...apa akibat dan konsekuensi dari pesugihan. Aku sudah mengingatkan tapi kamu tetap nekad. Lantas maumu apa..!?" Ujar Eyang Cokro kalem.
Setelah mengusap air matanya Arun menjawab.
"Eyang sekarang saya tidak butuh uang. Tidak butuh harta. Butuhnya kambing ini saja saya mau bawa pulang..!" Ujar Arun mantap.
"Terus uang sekamar yang ada di rumahmu akan kamu apakan..!?" Jawab Eyang.
"Silahkan ambil dan saya tidak membutuhkannya. Saya hanya butuh kambing ini untuk saya bawa pulang..!" Tegas Arun. Eyang cukup tidak marah. Dia malah tersenyum.
"Makanya jadi orang itu jangan grusa-grusu. Dan nikmati saja apa yang Tuhan berikan. Jangan suka mengambil yang bukan hakmu. Ambil kambing itu dan pulanglah..!" Ujar Eyang sembari meninggalkan Arun yang tengah melepaskan tali yang mengikat kambing di balok kayu.
"Terima kasih Eyang..!" Usai mengucapkan terima kasih Arun dengan menuntun kambing meninggalkan tempat menyeramkan itu.
Sesampainya di jalanan umum. Di tempat ramai. Mendadak kambing yang dia tuntun lenyap. Hilang. Tetapi Arun meskipun terkejut tidak mencarinya. Sebab baik Ustadz Hamzah maupun Eyang Cokro sudah memberitahu. Bahwa kambing itu akan lenyap bila ada orang lain.
Arun tidak peduli. Sekarang yang terpikir dalam hatinya dia harus cepat sampe rumah.
Dan meskipun dari terminal bus Cirebon sudah pukul 02.00 WIB dinihari. Arun tetap melanjutkan pulang ke Pekalongan.
Sesampainya di rumah dia langsung ke kamar Reno. Ternyata anak itu sudah sembuh. Sehat seperti bangun dari tidur.
Setelah itu Arun lari ke kamar penyimpanan uang. Ternyata uang itu pun lenyap tak berbekas.
"Uang lenyap tidak masalah asal anak selamat..!" Ujar Arun sembari mengepalkan tinju.
--
--
Samhudi lebih akrab dipanggil Sam adalah seorang kontraktor yang lumayan sukses. Karena itu ia serìng dapat proyek.
Meskipun bukan orang pertama. Ngesub pun sudah bagus. Sebab proyek yang sekarang Sam ngesub lumayan besar. Keseluruhan proyek nilainya sepuluh miliar.
Sam jadi sub kontraktor dapat proyek satu miliar. Itu sudah lumayan daripada tidak dapat.
Ini terjadi karena perusahaan kontraktor milik Sam kelasnya masih rendah atau kecil. Sehingga kalau ada proyek besar Sam cuma bisa jadi sub kontraktor.
Kali ini Sam bekerjasama dengan kontraktor besar asal Surabaya. Bos kontraktor asal Surabaya itu bernama Bob.
Entah Bob siapa, tetapi orang-orang terlanjur mengenalnya sebagai Bob.
Awalnya tidak masalah. Bob sepintas terlihat supel. Itu yang membuat Sam sangat percaya.
Maka begitu dikasih proyek Sam langsung mengerjakannya. Saat proyek rampung sepertiga. Pembayaran termin berjalan lancar. Tidak masalah Tagihan Sam pada Bob berjalan lancar.
Namun sampai pada termin ketiga Bob selalu menghindar. Ditelpon Sam tidak pernah diangkat. Didatangi kantornya di Surabaya anak buahnya selalu mengatakan Bob sedang keluar kota.
Karena jengkel terpaksa miinta bantuan Prapto seorang debt colector yang bertubuh kekar dan sangar.
"Mas Prapto..saya bisa minta tolong kepada sampean untuk ikut nagih hutang ke Surabaya...!" Ujar Sam kepada Prapto.
"Siap..!!! Jika perlu nagih ke neraka pun saya siap..!" Jawab Prapto kepada Sam.
Nama Prapto memang cukup beken di Pemalang. Dia selalu bertubuh kekar wajah sangar. Dia juga dikenal sebagai jawara kickboxing.
Karena itu ia sangat tepat jadi debt colector. Dan itu sebabnya Sam minta bantuan untuk menagih termin.
Besarnya tagihan lumayan besar. Sekitar enam ratus juta rupiah. Meskipun Prapto sangat pede. Karena agar tagihan berhasil dia menyarankan Sam agar minta bantuan dan ngajak serta Abah Tohir, seorang paranormal kondang sahabat Prapto
"Ya saya setuju Mas...segera àkan saya hubungi Abah Tohir..!" Ujar Sam. Rumah Abah Tohir di daerah Randudongkal. Yakni Pemalang ke Selatan sekitar dua puluh lima kilometer.
"Besok saya ke Randudongkal. Jika Mas Prapto tidak sibuk. Bareng ke Abah Tohir malah bagus..!" Ujar Sam dan Prapto mengangguk setuju.
"Boleh Mas...saya besok senggang Mas..!" Jawab Prapto.
"Okey...besok jam 06.00 pagi. Saya samperi sampean ya..!?" Tegas Sam.
"Ya-ul...siap Bos..!" Jawab Prapto.
Pagi hari sekitar pukul 05.00 WIB Sam sudah ngecek minyak rem, olie dan ban mobil. Ya karena sekitar pukul 06.00 WIB harus jalan ke Randudongkal.
Jika Abah Tohir bersedia rencananya hari itu juga Sam dan Prapto bersama Abah Tohir akan langsung cabut ke Surabaya.
Sam temui Prapto tepat pukul 06.00 WIB dan mereka langsung tancap gas menuju Randudongkal.
Empat puluh menit kemudian mereka sampe ke rumah Abah Tohir.
"Assalamualaikum...!" Ujar Sam disambut langsung Abah Tohir.
"Maaf sampean siapa darimana?" Tanya Abah Tohir kepada Sam dan Prapto.
"Saya Samhudi Bah..tetapi orang kerap memanggil saya Sam. Ini Mas Prapto teman Bah. Kami datang dari Pemalang..!" Jelas Sam.
"Ohw ya mari masuk ke dalam..!" Ajak Abah Tohir kepada keduanya. Dua karib itu masuk. Setelah dipersilahkan duduk. Barulah Abah Tohir menanyai keperluan mereka.
Sam tanpa ragu menceriterakan kronologi kasus tersebut.
"Jadi Pak Bob hutang pembayaran proyek kepada saya senilai enam ratus juta Bah. Karena Pak Bob orang licik. Saya mohon bantuan Abah juga Mas Prapto..!" Ungkap Sam.
Singkat cerita Abah Tohir bersedia karena Sam juga menjanjikan imbalan menggiurkan.
Sam bersama Prapto dan Abah Tohir segera berangkat ke Surabaya. Sebab harus kejar-kejaran dengan waktu mumpung Bob baru saja menerima pembayaran termin dari Direktorat Jendral Hubla Kementerian Perhubungan.
Yah proyek yang dikerjakan perusahaan kontraktor milik Bob adalah proyek pelabuhan dari Dirjen Hubla. Termasuk yang dikerjakan Sam.
"Lagi ada uang saja ditagih sulit apalagi tidak ada. Karena itu kita harus kerja ekstra cepat..!" Ujar Sam kepada kedua temannya itu.
Sampe di kantor Bob disana sudah berjejer orang-orang berwajah sangar. Tetapi Prapto memang bisa diandalkan. Dia dengan tidak megenal takut menanyakan keberadaan Bob.
"Maaf Bang...apa Pak Bob ada!?" Tanya Prapto kepada centeng yang berbahasa dialek Madura.
"Kalian siapa nyari Bos heh..!?" Jawab lelaki sangar itu kepada Prapto dengan nada setengah membentak.
Prapto tidak keder. Dengan tegas Prapto mengatakan dia dan kawan-kawan hendak nagih hutang kepada Bob.
"Apakah kami boleh masuk ke dalam untuk mencari Pak Bob !?" Ujar Prapto tetap tenang.
"Tidak boleh...dan kami yang melarang kalian masuk..!!!" Tegas lelaki Madura itu. Prapto mau marah tetapi tangannya segera ditarik Sam.
"Sabar Mas...kita gunakan cara lain..!" Ujar Sam menenangkan Prapto. Dan Sam akhirnya yang mengambil alih diplomasi itu.
"Jika kami dilarang masuk kami akan berkemah disini sambil nunggu munculnya Pak Bob..!!!" Ujar Sam. Si Madura itu diam tak bereaksi.
Omongan ternyata tidak cuma gertakan. Tetapi dia membuktikannya dengan tenda atau kemah depan kantor Bob.
Setelah tiga hari berkemah munculah Bob. Melihat Bob tanpa ragu Sam segera menghampirinya.
"Selamat siang Pak Bob..!" Ujar Sam kepada Bob. Dan Bob tanpa basa-basi langsung mengatakan.
"Aku tak akan membayarmu....karena kerjaanmu buruk..!" Kilah Bob.
"Saya kira penilaian Pak Bob keliru. Kerjaan saya standard kok sesuai dengan bestek.
Jika tidak pasti sudah ditegur pengawas lapangan..!" Bantah Sam.
Namun jawaban Sam kembali dibantah Bob dengan ketus.
"Pokoknya tidak akan kubayar. Sebab kamu bekerja asal-asalan..!" Tegas Bob.
Semua perdebatan itu disaksikan Abah Tohir dan Prapto. Mereka bertiga geram. Ingin rasanya memukul lelaki gendut berhidung pesek dihadapan mereka. Tetapi mereka masih mencoba menahan diri.
"Jadi Bapak tetap gak mau bayar ya..!?" Sam mempertegas pernyataan Bob.
"Ya tetap tidak kubayar. Kalau kamu gak terima aku ladeni..!" Tantang Bob.
Mendengar omongan Bob dan melihat Sam yang sudah sangat emosi. Abah Tohir segera memberi isyarat agar mereka ngikutinya.
Setelah agak jauh Abah Tohir ngomong kepada Sam.
"Dah, orang ini memang licik dan nakal...dah kita kerjain saja dia...!" Ujar Abah Tohir.
"Maksud Abah..!?" Tanya Sam.
"Kita santet dia...asal kamu ikhlaskan uang yang ada padanya ya..!" Ujar Abah Tohir kepada Sam. Sam mengangguk.
"Jika begitu..ayoh kita pulang ke Pemalang dan lakukan ritual di Bantarbolang nanti ya..!?"Ujar Abah Tohir. Dan kembali Sam mengangguk setuju.
Akhirnya Sam, Prapto dan Abah Tohir pulang ke Pemalang tanpa hasil. Beberapa hari kemudian mereka bertiga melakukan ritual di komplek makam keramat Bantarbolang Pemalang.
Tujuan ritual itu adalah agar Bob segera menerima ganjaran akibat perbuatannya yang ingkar janji.
Sepekan sejak ritual santet dilakukan. Sam mendengar kabar jika mobil Bob menabrak pohon asem. Dan Bob disebutkan tewas ditempat. Mendengar berita itu Sam lega.
--
--
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!