NovelToon NovelToon

Aku Bukan Pembunuh

part 1

Malam itu ketika semua Orang sudah terlelap. Ibu Sinta terbangun, Dia tiba-tiba merasakan perutnya sakit.

"Mas ... bangun ... Mas. Perut aku sakit sepertinya akan segera melahirkan."

" Aduh, ada apa Sin?" pak Bram bangun,tetapi masih setengah sadar."

" Perut aku sakit Mas. Ayo kita kerumah Sakit, Aku akan segera melahirkan."

" Ngapain repot-repot ke Rumah Sakit? melahirkan di rumah aja, kan bisa."

"Tapi Mas. Sebaiknya di Rumah Sakit saja, Aku takut nantinya terjadi sesuatu yang tidak di inginkan."

" Sinta! Jangan ngeyel. Di rumah saja toh ini juga bukan pertama kalinya kamu melahirkan. Asti tidak akan susah lagi."

" Mas ..."

" Jangan Membantah! Aku sudah menghubungi Dokter, sebentar lagi sampai."

Ibu Sinta hanya terdiam.Jika suami nya sudah berbicara seperti itu maka tidak bisa di bantah.

" Dokternya mana Mas? Aku sudah tak tahan lagi"

" Tunggu sebentar lagi," ucap pak Bram.

Tak berselang lama Dokter dan asistennya akhirnya tiba.

Ting tong ... terdengar suara bel rumah berbunyi. Bibi Sri seorang pembantu disitu langsung membuka pintu.

Melihat siapa yang datang. Bi Sri langsung mengantarnya ke kamar ibu Sinta.

"Dokter cepat. Aku sudah tak tahan lagi," ucap Bu Sinta yang sudah berbaring.

" Baik Ibu, ini sudah pembukaan lengkap. Dan untuk Bapak silahkan tunggu diluar."

Bram keluar dari kamar, ternyata di luar sudah ada Mex yang mengkhawatirkan ibunya.

"Ayah. Bagai mana keadaan ibu?"

"Ibu kamu baik-baik saja. Sebentar lagi adikmu akan lahir."

"Benarkah?"

"Iya, kita tunggu saja di sini."

" Ayo Bu ... dorong ... kepalanya sudah kelihatan"

" hu hu hu ... aaaakh"

" Dorong sekali lagi Bu, ayo 1 ... 2 ... 3"

" Aaaaaaaakh!"

Ooeee ... ooeee. Terdengar tangisan khas bayi Baru lahir.

" segera bersihkan Bayi ini," ucap sang Dokter kepada asistennya.

"Ibu Sinta, Ibu," Dokter menepuk-nepuk wajah ibu sinta yang sudah tak sadarkan diri.

" Astaga Ibu Sinta mengalami pendarahan," ucap asisten dokter.

" Cepat letakan Bayi itu di kasur sebelah sana, dan bantu saya,"

Dokter dan asistennya sudah bekerja keras menghentikan pendarahan itu tapi tak berhasil.

klek ....

Pintu kamar terbuka.

"Dokter bagai mana keadaan istri dan anak saya?"

" Anak Anda sehat. Dia perempuan."

" Lalu istri saya?"

" Maafkan kami pak, kami sudah bekerja keras menolong Ibu Sinta ."

"Maksud Dokter? tolong di perjelas."

" Ibu Sinta mengalami pendarahan setelah melahirkan dan tawa beliau tidak dapat tertolong."

"A-apa? Istri saya? tidak mungkin." pak Bram langsung berlari kearah Ibu Sinta, yang sudah terbujur kaku."

" Sinta bangun! bangun jangan tinggalkan kami! hiks ... Hiks."

"Ibu!" Mex juga berlari menghampiri sang ibu.

Sekencang-kencangnya mereka menangis tapi tak membuat Ibu Sinta bangun.

" Pak sebaiknya segera siapkan pemakaman utuk Ibu Sinta," ucap Dokter itu.

Pak Bram tidak menjawab. Beliau terus menangis bersama putranya, di samping jenazah Ibu Sinta.

"pak Bram ... Bayi anda."

Tangisan Pak Bram terhenti mendengar kata Bayi. " Bayi? Aku tidak punya Bayi pembunuh!"

" Pak! Bagaimana pun itu bayi anda. Jadi tolong tenangkan pikiran anda. Saya Masi banyak urusan Permisi."

Dokter dan asistennya meninggalkan kediaman Bram Wijaya.

Bayi itu di urus oleh BI Sri, karena Tuanya sibuk mengurus pemakaman Istrinya Ibu Sinta.

....

Setelah pemakaman utuk selesai.

"Tuan, Ini Bayi anda," Bi Sri menyerahkan Bai perempuan itu kepada majikannya.

" Jauhkan Bayi itu dariku! Dia pembunuh!" teriak pak Bram.

" Tapi Tuan ... "

" Dengar Bi. Mulai sekarang Bayi itu Bibi yang urus. Aku tidak mau mengurus bayi yang telah membunuh istriku."

Deg ....

" B-bagaimana saya mengurusnya Tuan?"

" Terserah Bibi. Urus saja di rumah ini asal jangan pernah dia muncul di hadapanku."

"Baiklah Tuan," walau berat tapi Bi Sri tidak mempunyai pilihan lain selain merawat Bayi perempuan yang cantik itu.

" Didalam kartu ini ada uang, gunakanlah untuk kebutuhan bayi pembawa sial itu. Tiap bulan aku akan transfer uang 1 juta untuk kebutuhannya."

"Terimakasih Tuan," mau tidak mau Bi Sri, menerima kartu ATM itu.

Walaupun pak Bram benci dengan bayi itu, tapi Beliau masih membiarkan bayi itu di rawat di rumahnya.

....

" Kasihan sekali kamu Non" ucap Bi Sri kepada bayi itu.

"Oh iya Non, kan Nona kecil belum punya nama, bagaimana kalau nama Nona ... Ivana."

Pak Bram sangat benci dengan bayi itu, sampai-sampai beliau tidak memberikan nama. Jadi Bi Sri yang memberikan nama kepada nya..

Ooeee ... ooeee. bayi Ivana terus menangis Mala itu tidak tahu apa yang terjadi.

" Bi Sri. diamkan pembunuh itu! telingaku sakit mendengarnya," ucap pak Bram.

" Iya nih Bi. Aku mau tidur tapi pembawa sial itu selalu berisik," kini Max yang membuka suara. Anak 8 tahun itu berbicara layaknya orang dewasa.

" Maaf Tuan, Den. Nona kecil rewel, badanya panas."

Tapi Tuan Bram tidak pernah peduli.Selalu saja cuek, dengan keadaan Ivana. Dari kecil Ivna tubuh tanpa kasih sayang Ayahnya dan Mex.

*

*

*

20 tahun kemudian.

Ivana bertubuh menjadi gadis cantik. Akan tetapi dia bertumbuh menjadi pribadi yang sangat tertutup. Wajah datar tidak pernah senyum, berbicara seadanya, dan bersikap dingin terhadap orang lain.

Bugh ....

"kalau jalan itu pakai mata!" teriak Mex.

"Maaf kak, Aku tidak sengaja ... "lirih Ivana.

" Hee pembawa sial. Aku bukan Kakakmu! Aku tak memiliki adik pembunuh sepertimu," Mex menunjuk wajah Ivana.

"Mex. Ada apa? Pagi-pagi udah ribut?" ucap pak Bram.

" Ini Ayah, Anak pembunuh sengaja menabrak ku"

Bugh ....

Ivana jatuh tersungkur,akibat di dorong oleh Ayahnya.

"Pembunuh! Kenapa kamu mencari masalah kepada putraku?"

"Ayah Aku- " ucapan Ivana terpotong karena Ayahnya menyangga ucapnya.

"Jangan panggil aku Ayah! Aku tak memiliki putri pembunuh dan pembawa sial."

Ivana hanya diam. Dia tidak berani menatap kedua orang dihadapannya.

"Ayo Mex , kita turun sarapan. Kita tidak ada waktu mengurus pembawa sial ini."

" Minggir kamu! Jangan menghalangi jalan kami," ucap Mex kepada Ivana yang masih duduk di lantai.

Ivana menggeser tubuhnya, menjauh sedikit dari jalan mereka.

Mex dan Ayahnya turun untuk sarapan.

Ivana melangkahkan kaki mengikuti Ayahnya dan Mex tapi dia hanya sampai pada anak tangga pertama.

Sudah menjadi rutinitas setiap pagi, Ivana duduk di anak tangga melihat dari atas Ayahnya dan Mex sedang sarapan.

"Andai saja Aku bisa duduk sarapan diantara mereka, pasti aku anak yang paling bahagia. Tapi sayang semua itu tak akan bisa ku gapai mereka terlalu jauh," ucap Ivana dalam hati sambil meneteskan air mata.

"Bi Sri. kami sudah selesai sarapan, silahkan bereskan sia makanan di meja ini. kami segera berangkat ke perusahaan....ucap ayah.

"Baik Tuan."

" Oh ya Bi. Satu lagi pagi ini jangan berani memberi makan Anak pembunuh itu, Dia sudah mencari masalah kepada putraku,"

Mex hanya tersenyum miring ke arah Ivana.

part 2

Setelah kepergian Ayahnya dan Mex. Ivana bersiap berangkat ke tempat kerjanya.

Setelah lulus SMA. Ivana tidak melanjutkan pendidikan, Dia memilih bekerja karena ayahnya tidak mau lagi membuang-buang uang untuknya. jadi Dia harus bekerja untuk bisa membiayai kehidupanku sendiri.

"Bibi Aku berangkat."

"Baiklah Non hati-hati dijalan jangan ngebut!" teriak Bibi.

"Iya Bi," Ivana Mengeluarkan motor buntut miliknya yang Dia beli dari hasil kerja kerasnya.

"Hmmm, malang sekali nasib Non ivana. Punya ayah dan Kaka yang memiliki segalanya tapi dia berjuang untuk menghidupi diri sendiri," ucap Bi Sri dalam hati.

....

Ivana tiba di restoran tempatnya bekerja.

"Selamat pagi"

"Pagi Ivana, tumben kamu telat? biasnya kamu duluan sampai," ucap Mita sahabat Ivana.

"Biasa dapat macet di jalan."

" Ngomong-ngomong yang lain,pada kema?"

"Mereka izin sma Bos. Katanya ada urusan. Penting, jadi hari ini hanya kita ber 5 aja yang kerja itu pun kita masih kekurangan tenaga."

"Kok Barengan gitu?

" Iya juga sih. Tapi sudahlah lebih baik kamu cepat ganti baju."

" kamu gak lihat aku sudah selesai ganti baju?"

" Hehehe, gak lihat aku."

Restoran tempat Mereka bekerja, tidak terlalu mewah dan besar. Tapi banyak pelanggan yang datang karena masakan di Restoran itu sangat enak.

"Ivana boleh bantuin aku?"

" Mau ngapain Mit?"

" Ini loh, Aku mau anterin pesanan di meja nomor 3 tapi itu yang di meja 4 tidak ada yang anterin. Tolong yah kamu, kan sudah selesai memasaknya.

" Iya deh, iya bawel," Ivana pun berjalan mengantar makanan di meja nomor 4.

Deg ....

"Ayah?" ucap Ivana lirih.

Namun sosok yang dihadapnya tak menghiraukan Ivana.

"Ayah?" ucap teman Pak Bram , Karan sempat mendengar ucapan Ivana.

" Maaf tuan, saya hanya teringat ayah saya karena wajah Tuan, yang ada di hadapan anda mirip ayah saya," ucap Ivana kepada teman Ayahnya.

" Ohhh," hanya kata itu terdengar.

" Silahkan Menikmati Tuan," Ivana langsung meninggalkan meja Nomor 4.

"Mati Aku. Pasti ayah marah besar," Ivana khawatir pasti ayahnya akan marah besar. karena kaget Dia tidak sengaja memanggil Ayahnya itu dan terdengar oleh teman ayahnya.

Selama bekerja hati Ivana tidak tenang. Dia takut pulang nanti ayahnya pasti marah besar .

"Ngapain bengong? Kamu mau kerja sampai malam di sini?" Mita menegur Ivana karena dia perhatikan sejak tadi Ivana hanya Bengong.

"Eehh udah waktunya pulang,"

" Kamu ada masalah apa? Dari tadi bengong Mulu."

" Ngak ada kok. Yuk pulang," Ivana tidak mau sahabatnya mengetahui masalahnya."

Mereka akhirnya pulang ke rumah masing-masing.

....

Ting Tong.

Ting Tong, bel rumah berbunyi..

Mendengar bel rumah berbunyi, Ivana segerah membuka pintu ternyata Ayah pulang cepat hari ini.

"Ayah sudah pulang?" Ivana penuh antusias menyambut Ayahnya pulang kerja.

"Aku ambilkan minum yaa, " ucap Ivana lagi.

"Menyingkir dari hadapanku anak sialan! ,kamu menghalangi jalanku! bentak sang ayah.

Mendengar bentakan itu, Ivana menyingkir dari hadapan Ayahnya.Dia tak berani lagi berkata-kata.

"Sampai kapan ayah? sampai kapan kalian terus membenciku?" Ivana hanya bisa berkata dalam hati, rasa sesak di hati seri g menghampiri karena selalu di abaikan.

Tak berselang lama, Max juga pulang.Ivana masih saja berdiri di depan pintu.

'Ngapain berdiri disitu? mengotori pandanganku saja pergi sana! Teriak Mex.

Teriakan Mex, membuat Ivana kaget dan takut Dia pun pergi dari hadapan sang kaka menuju ke arah dapur.

Ivana ingin menangis sekencang-kencangnya tapi Dia bukan anak kecil lagi. Ivana selalu saja seperti pengemis perhatian.

ayah dan Mex sudah di depan meja makan mereka menunggu makanan yang sedang di hidangkan Bi Sri. Mereka melihat keberadaan ku di belakang tapi tidak sekalipun menegur atau sebatas menanyakan kabar...

Ivana tersenyum kecut. "Ck. kamu begitu berharap sekali ingin di sapa Ivana. Sampai kapanpun hati mereka tidak akan pernah berubah. kamu itu hanyalah pembunuh! hati mereka sudah berakar kebencian kepadamu!" ucap Ivana kepada dirinya sendiri..

"Bibi ... katakan kepada anak pembawa sial itu, datang menemui ku setelah saya selesai makan," ucap pak Bram.

"Baik tuan"

"Satu lagi Bi. Katakan kepada Anak sialan itu pergi dari sana mataku sangat sakit melihatnya."

"Iya Den," Bibi hanya menurut kata payah dan Mex tak sekalipun berani membantah.

Tanpa Bibi mengatakan kepa Ivana apa yang pak Bram katakan, Dia mengambil makanannya.. dan keluar melalui pintu belakang. Dia duduk bersila makan di balik pintu. Ia terus memaksa makanan masuk kedalam mulut, suapan demi suapan telah masuk.

Kali ini Dia Mencoba menahan air mata agar tak jatuh. Tapi Dia tak bisa menahannya, air mata itu jatuh begitu saja di atas makakanan nya. Tetapi terus saja Dia masukan makanan kedalam mulutnya hingga makannya habis tak tersisa.

Ivana terus menangis tanpa suara. Rasa sakit itu sudah sejak kecil Ia rasakan, tak ada yang dapat memahaminya. Dia merasa selalu sendiri walau masih memiliki Ayah dan Mex.

Ivana hapus jejak air mata yang jatuh. Dia berdiri setelah diperkirakan Ayahnya dan Mex sudah selesai makan malam, Dia kembali masuk kedalam rumah.

"Non, Tuan ingin ..."

"Iya Bi. Aku sudah tahu, Aku kan kesana," belum sempat Bi Sri melanjutkan perkataanya Ivana sudah memotongnya.

Tok ...

Tok...

"Masuk!" terdengar suara dari dalam sana.

klek.

Baru saja Ivana membuka pintu.

"Cepat masuk! aku tak punya banyak waktu," ucap pak Bram.

Dengan berat, Ivana melangkahkan kakinya menuju meja kerja sang Ayah, Dia menarik sedikit kursi hendak duduk.

"tidak perlu duduk! berdiri saja! jangan kau kotori Tempat duduk itu! " bentak pak Bram, karena tak suka Ivana menyentuh barang-barang miliknya.

"Karena kamu sudah sadar diri, mau bekerja dan tidak malas-malasan dirumah aku tidak akan memper panjang masalah di restoran tadi."

Ivana hanya diam. Dia tidak berani memandang sang Ayah.

"ini jatah bulanan kamu! Karna kamu sudah bekerja jdi hanya segitu saja," Pak Bram melemparkan tiga lembar uang berwarna merah kera Ivana.

"Bulan ini hanya segitu jangan boros! Aku bukan mesin pencetak uang!" ucap pak Bram.

" I-Iya," hanya kata itu yang keluar dari mulut Ivana.

Ivana berjongkok memungut uang 300.000 yang Ayahnya lemparkan kepadanya tadi , Setelah memungut uang itu Dia bangkit.

"Ayah teri -"

"Dan satu lagi. Aku lihat kamu sudah mandiri dan dewasa, jadi tak ada alasan lagi untuk kamu tinggal disini."

"Ma-maksud ayah?"

" Apa kamu tidak mengerti? Aku sudah muak melihatmu hanya menumpang di Rumah ini. Jadi sebaiknya secepatnya cari tempat tinggal dan pergi dari sini!"

" Ayah ..."

Tidak usah basa basi!!;segera pergi dari ruangan ini.. aku tidak mau terkontaminasi bakteri pembunuh sepertimu!!

Deg ....

part 3

Ivana tidak bisa tidur. Dia terus memikirkan perkataan dari ayahnya tadi.

"Aku sudah muak melihat kamu, hanya menumpang di rumah ini, " ucapan sang ayah terus terngiang dalam dalam kepalanya

"Apa tidak ada lagi tempat bagiku dirumah ini? apa tidak ada sedikit saja rasa sayang untukku? apa aku yang salah telah terlahir di dunia ini? Hiks ... hiks ... hiks ...Mereka sungguh tak menginginkanku, "

" Jika dengan kepergianku membuat ayah dan Mex bahagia, baiklah Aku akan menuruti keinginan ayah. Aku akan pergi dari kehidupan Mereka, dan mulai sekarang tidak ada lagi air mataku yang terjatuh untuk mereka! " tegas Ivana pada dirinya sendiri.

Malam itu juga, Ivana mengemasi barang-barang miliknya. Ivana memasukan barang yang penting dan beberapa helai baju saja, di dalam tas ransel miliknya.

" Semua yang aku butuhkan sudah masuk ke dalam tas. Sebaiknya aku tidur sejenak sebentar lagi pagi, dan Aku harus keluar dari rumah ini."

....

"Bibi, aku pamit mau berangkat kerja."

Ivana menghampiri dan memeluk Bibi Sri, untuk yang terakhir kalinya.

" Loh Non, ini masih sangat pagi sekali."

Ivana melepaskan pelukannya kepada Bi Sri. " Hari ini pekerjaan banyak sekali jadi harus cepat datang."

" Gitu ya Non," Bi Sri hanya menggunakan kepalanya.

" yaudah Bi, Aku berangkat dulu."

" Tunggu sebentar Non. Bibi sudah siapkan bekal untuk dibawa," Bi Sri mengambil bekal dan memberikannya kepada Ivana.

" Terimaksih Bi. Ivana berangkat dulu."

" Hati-hati Non."

ketika Ivana sudah di halaman rumah, Dia kembali memandang rumah tempat Ia tumbuh besar tanpa kasih sayang.

" Maafkan aku Bi, Akku sangat menyayangi Bibi, tapi tak ada lagi tempat bagiku dirumah ini. Semoga dengan Aku pergi dari sini ayah dan Mex Bahagia."

Ivana pun menjauh dan meninggalkan rumah itu dengan mengendarai motor butut miliknya.

" Apa sarapan sudah siap Bi?" pak Bram sudah duduk di depan meja makan."

"Sudah Tuan, saya siapkan dulu."

" Anak pembunuh itu kemana Bi? " Mex penasaran sedari tadi tidak melihat keberadaan Ivana, biasanya dia melihat ivana duduk di sudut anak tangga memandang mereka yang sedang makan.

"Nona Ivana sudah berangkat kerja Den."

Emosi pak Bram, mulai terpancing karena Mex menanyakan Ivana.

"Ngapain kamu tanyakan anak pembawa sial itu?" pak Bram merasa geram kepada Mex.

" Aku hanya penasaran saja Yah."

" Sebaiknya cepat habiskan sarapanmu itu, dan kita berangkat."

" Kenapa Ayah emosian? Aku, kan hanya bertanya."

Ayah dan anak, itu kemudian makan tanpa ada sepatah katapun keluar.Mereka makan dalam keheningan.

....

Ternyata Ivana tidak langsung ke restoran tempat dia bekerja. Dia mampir di rumah Mita sahabatnya.

" Ivana. kamu kenapa ngak langsung ke Resto aja? malah singgah di sini."

" kenapa? gak boleh?"

" yang katakan gak boleh itu siapa? Aku hanya penasaran ajah biasanya kamu gak mau mampir."

Mita memang tidak tahu bahwa Ivana anak orang kaya. Selama ini dia berfikir Ivana adalah anak yatim-piatu, dia juga tidak tahu semua permasalahan Ivana, karena Ivana orangnya tertutup tidak mau berbagi.

"Mit, hari ini aku ke Resto hanya ingin memberi surat pengunduran diri kepada Bos."

"Maksud kamu? kok tiba-tiba? Iv ada apa ?" Mita kaget Ivana ingin mengundurkan diri dari resto.

" Gak ada apa-apa Mit. Aku hanya ingin berkunjung ke kampung halamanku saja."

" Tapi tidak harus mengundurkan diri juga, kan bisa minta cuti."

" Keputusan ku sudah bulat Mit. Kemungkinan besar aku tidak akan kembali lagi di sini."

" Aku ikut kamu yaa, sekalian aku ingin refreshing."

" TIDAK BOLEH!!! ibu kamu lagi sakit siapa yang jagain kalau kamu ikut aku?"

" Iya juga sih," Mita membenarkan ucapan Ivana.

Mereka berdua berangkat Resto bersama-sama.

Setelah Ivana menyerahkan surat pengunduran diri, Dia Akhirnya meninggalkan kota tersebut.

Di sepanjang perjalanan Ivana terus melamun, Ia tidak tahu mau pergi ke mana tidak punya tujuan sama sekali. Tiba-tiba dari arah berlawanan ada sebuah mobil yang melaju kencang menabrak Ivana.

BRAK ...

Ivana yang tertabrak terseret agak jauh dari motor miliknya.

" Mang Udin!!!" teriak wanita sudah berumur 50 tahun. dari dalam mobil.

" M- maaf Nyonya saya tidak sengaja, Saya sungguh tidak hati-hati," supir wanita sangat ketakutan.

" Sebaiknya cepat turun tolongin Dia!"

Merekapun turun dari mobil menghampiri Ivana yang sudah tak sadarkan diri.

" Angkat dia kita bawa kerumah sakit." ucap Nenek itu.

Sementara di perjalanan, Ivana sadar.

"Aduh ..." Ivana meringis kesakitan tangan dan kakinya sedikit lecet

" Kamu sudah sadar? "

" I-iya Nek, saya mau di bawa di mana?" tanya Ivana panik.

" Tenang cantik, Nenek mau bawa kamu kerumah sakit."

" tidak perlu repot-repot Nek, Saya baik-baik saja."

" Baik-baik bagai mana? tangan dan kakimu lecet!"

" Sungguh tidak apa-apa Nek, ini sebentar lagi sembuh jika di obati."

Ivana tak ingin merepotkan orang lain. Dia sadar bahwa dia juga yang salah karena melamun saat mengendarai motor.

"Tapi cantik ..."

" Tidak apa-apa, saya juga salah mengendarai motor tidak hati-hati."

"kalau begitu, Kita kerumah Saya saja untuk mengobati lukamu itu."

" Nek ..."

" Tidak ada penolakan! Nenek hanya ingin bertanggung jawab."

Akhirnya ivana tidak menolak lagi, Dia ikut ke rumah Nenek tua itu.

Setibanya di rumah Nenek itu, dia turun dari mobil memandang rumah mewah yang di hadapannya. Ivana sudah tidak kaget melihat yang seperti itu karena dia juga terlahir dari keluarga yang berada.

luka Ivana sudah di obati. Nenek itu terus memperhatikan Ivana .

"Cantik nama kamu siapa?" tanya Nenek dengan lembut.

" Nama saya Ivana Nek."

"Nama yang cantik seperti orang nya," puji Nenek.

" Biasa saja Nek," Ivana terlihat sangat malu di puji seperti itu.

" kalau Nenek, panggil saja Nenek Puspa ... Ivana apa Nenek boleh bertanya?"

Ivana hanya menggunakan kepalanya mengiyakan.

" Nenek perhatikan sepertinya kamu sedang Adah masalah apa boleh Nenek tahu? siapa tau nenek bisa bantu."

Akhirnya Ivana menceritakan semua tentang kehidupannya dari masa kecil. Dia merasa nyaman kepada orang yang baru ditemuinya itu.

" jadi seperti itu Nek."

" Kasihan sekali kamu Cantik, Tapi harus kamu tahu kamu bukanlah seorang Pembunuh. Kematian dan kehidupan seseorang sudah ditakdirkan oleh Tuhan, jadi ibumu meninggal bukan karna kamu yang membunuhnya, tapi itu sudah takdir."

Entah mengapa hati Ivana menghangat mendengar perkataan Nenek itu.

" Terima kasih Nek, hanya anda yang peduli dengan orang asing seperti saya."

" Jangan Berkata seperti itu Cantik, Nenek juga punya seorang cucu laki-laki, tapi Dia ikut kedua orang tuanya ke negara XX mereka menetap disana. Dan kamu tidak perlu berlarut-larut menyalahkan diri sendiri atas meninggalnya Ibu mu."

" Hmmm. Baik Nek."

" Sekarang tujuan kamu mau kemana?"

" Entahlah Aku belum tahu Nek," Ivana bingung tidak tahu harus kemana.

" Begini saja Cantik. kamu tinggal bersama Nenek di sini! Nenek hanya sendir di rumah ini dan merasa kesepian, Apakah kamu mau?"

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!