NovelToon NovelToon

GADIS PEMETIK KOPI

KORBAN SALAH LIRIK

Lestari memandangi dirinya di depan cermin. Air mata penuh haru meleleh di pipinya. Seragam hijau muda lengan panjang dengan hijab senada yang dikenakan membuat dirinya nampak anggun mempesona. Selangkah lagi dirinya akan sah menjadi anggota Persit. Tinggal ijab kabul di KUA yang rencananya akan dilaksanakan esok hari. Air matanya semakin deras diiringi isak tangis. Dirinya seakan masih tak percaya jika Teguh benar-benar akan menikahinya secara resmi sebagai seorang istri prajurit yang terhormat.

Lestari dan Teguh baru selesai menghadap Komandan Satuan Pendidikan Kopassus untuk mengajukan permohonan ijin nikah. Wejangan dan nasehat bijak Danpusdikpassus tempat suaminya bertugas membesarkan hatinya untuk siap menjadi istri sah seorang prajurit. Namun masa-masa kelam yang telah ia lalui membuat dirinya selalu merasa rendah diri.

Betapa tidak 3 tahun yang lalu dirinya masih seorang gadis yang baru duduk di kelas 2 SMA. Kematian ayahnya ditengah konflik bersenjata yang terjadi membuat Lestari dan Ibunda harus mencari nafkah sendiri. Mereka bekerja sebagai pemetik kopi di kebun orang dengan upah yang dihitung per kaleng. Cukup untuk memenuhi kebutuhan makan dan sekolahnya.

Hari itu Lestari bersiap berangkat sekolah, mematut diri depan cermin. Wajah melayu imutnya dengan mata bulat kecoklatan dan hidung mancung membuat ia banyak ditaksir para pemuda. Termasuk oleh para prajurit yang sedang melaksanakan Satgas Operasi untuk mengamankan wilayah dari para pemberontak.

“Mbok, aku pamit sekolah ya” Lestari menghampiri ibunya yang sedang meniup api di dapur menanak nasi dalam kukusan

“Loh kok sekolah toh Ndo, kata Fitri sekolah libur. Coba tanya dulu ke Fitri sana.” Ibunya berkata

“Lestari belum tau Mbok, sebentar aku tanya ya Mbok.” jawab Lestari

Fitri adalah sepupu yang juga kawan satu kelas Lestari, anak dari kakak ibunya. Rumah mereka bersebelahan.

“Fitriii, Fitriii...” teriak Lestari sambil berjalan ke rumah Fitri

“Iya Lestari.. Apa toh. Ko teriak teriak?” Fitri membalas teriakan Lestari

“Katanya sekolah libur, apa iya?” tanya Lestari

“Iya, kemarin sore Bapakku dikasih tau Pak Harun Kepala Sekolah kita. Selama Darurat Militer kita ga usah sekolah. Soal nilai sama raport udah diurus Bapak Ibu guru. Begitu kata Pak Harun ke kepada Bapak waktu kumpulan di Pos TNI Pondok Baru” Fitri menjelaskan

“Oh begitu, makasih ya Fit, kalau begitu aku mau ikut si Mbok ngutip kopi saja di kebun Wa Sainah.” Jawab Lestari

Sebagian besar penduduk Aceh Tengah merupakan para transmigran suku Jawa yang membudidayakan kopi dan terkenal sebagai daerah penghasil kopi kualitas ekspor.

“Mbo, aku ikut ke kebun ya. Sekolah libur, engga tau sampai kapan.” Lestari berkata kepada ibunya

“Apa engga nunggu di rumah aja Ndo. Kebun Wa Sainah jauh di Lampahan. Kesana naik chevroletnya Lik Mardi, nanti pegal duduk di belakang, jalannya juga jelek. Lagian perasaan Mbok ga enak, takutnya ada apa-apa.” Jawab ibunya

“Ga apa-apa Mbok, biasanya kopi Wa Sainah kan lebat buahnya. Siapa tau aku bisa dapat 3 kaleng hari ini. Bisa nabung buat lebaran nanti.” Ujar Lestari

Saat diumumkan darurat militer oleh Presiden Republik Indonesia, kontak tembak terjadi hampir di seluruh wilayah Aceh, kecuali di Aceh Tengah yang sebagian besar masyarakatnya adalah suku Jawa dan Gayo. Kehidupan perekonomian masih berjalan seperti biasa. Hanya semakin banyak pasukan militer yang mendirikan pos baik TNI maupun Brimob.

Pickup Chevrolet Lik Mardi datang menjemput, diatas bak sudah ada 7 ibu-ibu dengan perbekalannya.

“Ayo Sulasmi, sini naik.” Kata Wa Sainah pemilik kebun kopi sambil menjulurkan tangannya meraih tangan ibu Lestari

Setelah berhasil naik, Sulasmi menarik tangan gadisnya, Lestari.

“Aduh Mbok Sulasmi ini, punya anak gadis satu-satunya ko sering diajak ke kebun. Nanti kalau kulitnya lecet gimana?” kata Mbok Sasmini kepada Sulasmi sementara mobil melaju perlahan karena jalan yang berbatu

“Iya nanti kalau dikejar celeng di kebun gimana?” kata Mbok Yuni menambahkan

“Aku, kalau anakku mau diajak ke kebun, aku cium pantatnya.” Kata Mbok Jumiati sambil tertawa. “Orang tiap hari kerjanya dandan melulu.” Mbok Jumiati menambahkan sambil memperagakan orang yang sedang bercermin dan memakai bedak sambil bibirnya mencibir kesamping hingga membuat semua orang tergelak tertawa karena lucu.

Lestari hanya tersenyum sumringah karena dipuji. Sementara ibunya Mbok Sulasmi hanya tertawa.

“Ya gimana lagi, orang anaknya mau.” Ujar Mbok Sulasmi

Setibanya di kebun kopi milik Wa Sainah, Lestari beserta Ibunya dan ibu-ibu yang lain segera menyerbu pohon kopi dengan buahnya yang merah merona. Dalam sekejap saja, Lestari sudah mengumpulkan satu kaleng. Satu kaleng upahnya empat puluh lima ribu rupiah. Satu kaleng kopi beratnya kira - kira 13 kilogram lebih sedikit. Ketika Lestari sedang memetik kopi setelah menyimpan hasil petikannya yang satu kaleng ke Chevrolet, tiba-tiba di kejauhan terdengar rentetan tembakan. Para pemetik kopi segera berlari ke mobil chevrolet.

“Ayo ayo naik semua” kata Wa Sainah “Besok lagi aja ngutip kopinya, udah ga aman ini” ujar Lik Mardi

Anto, anak Lik Mardi segera menaikan kopi yang sudah dipetik ke mobil. Lalu menghitung penumpangnya. “Loh Lestari kemana Mbok?” tanya Anto ke Mbok Sulasmi

Sulasmi tengak tengok sambil teriak “Lestariaaa... ayo pulang!” teriaknya

Nampak Lestari berlari-lari ke arah mobil Chevrolet.

“Tunggu Mbok, sebentar!” Lestari berlari panik setelah tahu tinggal dirinya yang belum naik ke mobil

Anto mengambil karung yang berisi kopi dan membantu Lestari naik ke mobil.

“Ayo Pak jalan. Sudah lengkap.” Anto berkata kepada Lik Mardi

Mobil segera melaju kencang menuju arah pulang.

Ketika memasuki pertigaan jalan raya, serombongan anggota Brimob yang berjumlah 4 orang menyetop mobil mereka.

“Turun turun turun”. Teriak salah satunya dengan kasar

“Kalian GAM ya, inong bale hah?” bentak salah satunya

Lik Mardi dan Anto ditarik keluar oleh dua orang lalu dipukuli.

“Kamu GAM ya, yang nembak kami ya.” Kata salah seorang yang berperawakan tinggi besar sambil menampar Anto berkali kali

“Bukan Komandan, kami baru pulang dari kebun, kami orang trans.” Lik Mardi berkata sambil menahan sakit

Ibu ibu sudah menangis ketakutan diatas pickup.

“Turun turun” dor dor dor teriak salah satu Brimob sambil menembakan AK 56 nya ke udara

Ibu ibu semuanya turun termasuk Lestari yang terus memeluk Ibunya.

Anggota Brimob itu lalu naik ke atas pickup dengan wajah merah mengacak-acak karung berisi kopi.

Merasa yang dicarinya tidak ada, lalu dia menarik Lestari dari pelukan ibunya.

“Jangan!” teriak Mbok Sulasmi mempertahankan genggamannya pada Lestari. Lestari mendekap ibunya dengan erat

Plak plak plak anggota Brimob itu menampar Mbok Sulasmi berkali-kali. Mbok Sulasmi mengaduh dan menutupi pipinya. Lestari menangis kencang sejadi-jadinya melihat ibunya ditampar. Anggota Brimob itu lalu menyeret Lestari ke Kedai kosong di pinggir jalan.

Plak plak Lestari ditampar berkali kali sampai pusing dan terjatuh. Anggota Brimob itu melepas rompi hitamnya dan sekilas terlihat namanya Rudi. Rudi menyingkapkan rok Lestari lalu menarik ****** ******** sampai robek. Lestari berteriak teriak dengan kencang.

Tiba-tiba datang dua kendaraan taktis Brimob, lalu satu regu turun tepat di depan kedai dimana Lestari sedang disiksa oleh Rudi

“Hey goblok. Monyet kamu! Mau ngapain kamu?” seorang anggota Brimob tinggi besar menghampiri Rudi yang sudah membuka ikat pinggangnya lalu plak plak plak Rudi dihajar berkali-kali. Senjata AK 56 nya yang diletakan dekat pintu dilempar oleh anggota Brimob ke arah temannya lalu ditangkap dengan sigap oleh temannya.

“Siap Komandan, salah Komandan.” Rudi berkata sambil terus ditendang oleh komandannya yang rupanya adalah AKP Nelson Komandan Pos Brimob Lampahan yang datang ke TKP karena mendengar suara tembakan.

“Kamu baru sehari bergabung di Pos sudah bikin malu. Kamu lempar tai ke muka saya.” Teriak AKP Nelson tepat didepan wajah Rudi

“Mereka ini masyarakat yang membantu kita. Memasak untuk kita. Mencucikan baju kita. Malah kalian hajar. Biadab kalian, biadab. Pantas kalian dibuang dari Pos Bireun kesini. Rupanya kalian gak punya otak. Kalian lebih dari binatang. Tidak ada kalian main-main dengan saya. Pelanggaran, proses, pulangkan!” AKP Nelson berteriak penuh emosi

“Yoga, amankan orang-orang ini. Bawa ke Polres. Tahan disana. Masukan sel.” Perintah AKP Nelson kepada anggotanya

“Siap Komandan.” Yoga menjawab sambil memborgol tangan Rudi. Ketiga kawan Rudi pun ikut di borgol dan dilucuti senjatanya oleh anggota yang lain.

Lestari menangis sesenggukan di pojok kedai. Dia merasa sangat takut. Dirinya sudah dilecehkan dan hampir saja diperkosa.

Mbok Sulasmi berlari memeluk Lestari yang ketakutan. Dia menangis sejadi-jadinya melihat pakaian anak gadisnya yang koyak. AKP Nelson yang menyaksikan peristiwa itu ikut meneteskan air mata. Perasaannya bercampur antara marah, sedih dan malu akan kelakuan anak buahnya.

“Mari Pak, saya bantu. Maaf ya Pak, anggota baru masuk pos sini itu. Kelakuannya bikin malu.” Ujar Yoga sambil memapah Lik Mardi menuju ke kendaraan taktis bersama Lestari dan Mbok Sulasmi.

Sementara Anto harus digotong naik ke bak chevrolet karena pingsan bersama ibu-ibu dan sebagian anggota Brimob. Sementara anggota Brimob yang di borgol dijadikan satu dalam kendaraan taktis yang lain.

Sepanjang perjalanan, Wa Sainah, Mbok Jumiati, Mbok Yuni, Mbok Sasmini dan lainnya menangis tak henti. Para anggota Brimob yang menyaksikan tertunduk, antara malu, marah dan sedih atas kelakuan kawan-kawan mereka. Padahal selama ini, Brimob dikenal sangat baik oleh masyarakat. Bahkan untuk makan Pos Satgas Brimob Lampahan disediakan oleh warga secara bergotong royong. Warga berharap dengan kehadiran Satgas baik Brimob maupun TNI, wilayahnya aman dari gangguan para gerombolan yang sebelum datangnya pos Brimob selalu merampas uang dan beras dengan dalih pajak nanggroe.

AKP Nelson membawa rombongan pemetik kopi ke Rumah Sakit di Takengon. Anggotanya sungguh keterlaluan. Bertindak biadab diluar prosedur. Lik Mardi dan Anto harus dirawat inap, AKP Nelson menjemput keluarga Lik Mardi untuk menunggu mereka berdua dirawat. Dia juga menempatkan 2 orang anggotanya ikut serta menjaga dan meyakinkan bahwa mereka berdua mendapat perawatan yang terbaik.

AKP Nelson mengantarkan Mbok Sulasmi dan ibu-ibu lain beserta Lestari ke rumahnya masing-masing dan memberi bingkisan sebagai tanda permintaan maaf. AKP Nelson juga berkoordinasi dengan Pos Satgas setempat dan Kepala Kampung serta para tokoh masyarakat perihal kejadian ini dan memohon agar jangan sampai menimbulkan gejolak di wilayah Aceh Tengah yang saat itu cenderung masih kondusif.

PERTEMUAN MENYAKITKAN DI HARI BAHAGIA

“Cintaku, kenapa menangis?” Teguh berbisik sambil memeluk membuyarkan lamunan Lestari

Tangis Lestari semakin pecah dan ia membalas pelukan Teguh.

“Terimakasih ya Mas. Sudah bersedia menikahiku.” Ucap Lestari sambil terisak

“Iya, terimakasih juga sudah menerima lamaranku. Ayo salin, Furqon dan aku sudah siap. Semua yang mau dibawa sudah aku masukan ke tas.” Ujar Teguh

Furqon adalah anak bawaan Lestari yang baru berusia 2 tahun 10 bulan. Lestari tidak pernah yakin siapa ayah Furqon sesungguhnya. Selama ini dia membesarkan Furqon seorang diri. Setelah memakaikan jaket ke Furqon, mereka bertiga menaiki Honda Tiger 2000 menuju ke rumah Teguh di Dago Bandung. Disana Mbok Sulasmi ibunda Lestari sudah menunggu bersama keluarga Teguh.

Lestari memeluk erat pinggang Teguh yang gagah dengan PDL Komando darah mengalir. Teguh seorang pelatih Komando di Batujajar. Hawa panas ditengah kemacetan Cimahi dan Pasteur tidak dirasa oleh Lestari, udara terasa sejuk berhembus di wajah. Teguh meliuk -liuk memacu sepeda motornya perlahan diantara kendaraan yang mengantri karena macet. Furqon memaksa ingin duduk di depan. Tiba di depan toko Swalayan, Teguh membelokan sepeda motornya ke tempat parkir.

“Ayo kita beli minum dulu. Tadi lupa ga bawa minum. Furqon udah haus ya.” Ajak Teguh

Furqon tertawa tawa digendong Teguh di toko swalayan. Memilih susu, coklat dan makanan ringan yang disuka. Lestari tersenyum bahagia sambil menggamit lengan kiri Teguh.

“Mah cucu mah cucu” Furqon menunjuk nunjuk ke rak susu kemasan

“Mana sayang, yang ini?” Teguh mengambil satu kotak susu

“Utan utan, ntu ntu.” Furqon menunjuk-nunjuk rak bagian atas. Teguh dengan lembut mendekatkan Furqon ke rak susu.

“Iya sayang, ambil sendiri ya.” Ujar Teguh lembut. Sementara Lestari tersenyum memperhatikan sambil memilih makanan ringan dan air mineral. Teguh terlihat sangat menyayangi Furqon. Teguh tidak pernah berpikir kalau Furqon adalah anak tiri bukan darah dagingnya. Teguh menganggap Furqon adalah darah dagingnya sendiri. Selesai membayar mereka duduk di meja yang disediakan diluar sambil tertawa-tawa bercanda bahagia. Setiap yang memperhatikan, pasti iri melihat kemesraan mereka.

“Eh cucu nenek yang lucu sudah datang. Bagaimana lancar menghadapnya?” Tanya Bu Maryam ibunda Teguh sambil meraih Furqon yg duduk di depan lalu menggendongnya sambil dicium-cium. Furqon tertawa cekikikan digoda neneknya, calon nenek lebih tepatnya

“Alhamdulillah, lancar Mam. Semuanya sudah paham.” Teguh yang menjawab, sementara Lestari masih malu-malu menunduk di hadapan calon mertuanya

“Alhamdulillah, ayo sayang sini Nak Lestari, istirahat dulu, pegal ya naik motor panas-panasan, tambah macet lagi?” Tanya Bu Maryam

“Tidak juga Bu. Mas Teguh pandai mengemudikan motornya, jadi kami tak terjebak macet, tadi juga sempat berhenti istirahat.” Jawab Lestari. Dulu Lestari terbiasa naik sepeda motor menuju kebun di Cemparam yang jalannya berbatu dan berlumpur selama berjam-jam apabila hendak memetik kopi di daerah sana. Biasanya satu minggu menginap di kebun sampai kopi habis, lalu kembali pulang ke kampung melewati jalan terjal. Karena itu, perjalanan hampir satu jam naik sepeda motor di tengah kemacetan dan panasnya kota Bandung di siang hari melalui jalan beraspal bukan suatu siksaan baginya.

Suasana rumah Teguh sangat meriah dan sibuk menyambut pesta pernikahan mereka. Tim WO menata halaman dan rumah agar representatif untuk acara pernikahan. Teguh merasa tidak perlu menyewa gedung karena halaman rumahnya luas di pinggir jalan utama dan yang diundang adalah para tetangga, rekan kerja ayahnya dan rekan serta atasannya di Satdik.

Teguh dan Lestari bersanding menggunakan pakaian adat sunda. Dengan kebaya putih, nampak Lestari sangat cantik. Sementara Teguh, terlihat biasa saja. Wajahnya memang tidak terlalu tampan. Banyak tamu mengagumi kecantikan Lestari.

“Meni geulis nya panganten teh” bisik Ibu ibu ke tamu di sebelahnya. (arti : Cantik sekali ya pengantinnya)

“Enya, bisaan milihna. Padahal si A Teguh mah teu kasep kasep amat da.” Balas si Ibu yang satunya (arti : Iya, pandai memilihnya. Padahal Kak Teguh wajahnya tidak begitu tampan).

Lestari anak satu-satunya Mbok Sulasmi dan karena tidak ada laki-laki yang bisa menjadi wali nikah ikut ke Bandung, maka kepala kantor KUA Coblong menunjuk salah satu pegawai KUA untuk menjadi wali hakim dari Lestari.

“ Saudara Teguh Prabowo bin Wirya Atmaja Saya nikahkan dan saya kawinkan Anda dengan  Lestari Handayani binti Sulaiman yang walinya telah mewakilkan kepada saya untuk menikahkannya dengan Anda  dengan mas kawin emas 25 gram dibayar tunai.” Petugas KUA mengucapkan kalimat ijab perkawinan

 “Saya terima nikah dan kawinnya Lestari Handayani binti Sulaiman dengan mas kawin emas 25 gram dibayar tunai.” Dengan tegas dan mantap Teguh menjawab dengan kalimat kabul sesuai syariat Islam.

“Bagaimana para saksi,.. sah?” tanya Wali Hakim

“saahhhh” serentak dua orang saksi menjawab diikuti seluruh para hadirin

Lestari tersenyum sambil menitikkan air mata, lalu mencium tangan Teguh dan Wali Hakim. Setelahnya Lestari sujud di pangkuan Mbok Sulasmi. Mbok Sulasmi menangis memeluk anaknya.

Kegiatan dilanjutkan dengan prosesi sangkur pora. Lestari tampak anggun dengan kebaya hijau berhijab dan Teguh tampak gagah dengan PDU I baret merahnya. Acara berlangsung dengan khidmat. Dansatdik memimpin acara prosesi. Mbok Sulasmi menangis terharu menyaksikan pernikahan putrinya, seandainya suaminya bisa menyaksikan tentu akan sangat bahagia.

Hari itu semua gembira, Lestari dan Teguh duduk di pelaminan. Furqon lari kesana kesini membawa mainan dijaga oleh kakeknya. Para tamu tak hentinya datang memberi ucapan selamat. Rasa bangga tersirat di wajah Mbok Sulasmi. Lestari putrinya sekarang benar-benar menjadi istri dari seorang prajurit Komando.

Sekira jam 1 siang rombongan dari Polda Jabar yang merupakan rekan kerja ayah Teguh datang menghadiri resepsi. Ketika satu persatu tamu memberi ucapan selamat, Lestari kaget ketika yang dia salami salah satunya adalah Prayogo. Betapa tidak Prayogo adalah salah satu Polisi yang dulu pernah menyekap dan melecehkannya. Begitu pula dengan Prayogo, wajahnya berubah menjadi tegang dan pucat. Mereka berdua tidak pernah menyangka akan bertemu lagi. Teguh memperhatikan ekspresi mereka berdua, saat Prayogo menyalami, Teguh menatap tajam Prayogo dan membisikan sesuatu. Prayogo mengangguk ngangguk lalu membalas bisikan ke telinga Teguh. Meskipun berdekatan, Lestari tidak bisa mendengar karena kerasnya alunan musik di panggung.

Malam harinya, selesai resepsi, Komisaris Besar Atmaja ayah dari Teguh mengantar kedua pengantin ke Hotel Papandayan.

“Kalian nikmati bulan madu disini selama 3 hari, hari Selasa Ayah jemput. Semua tagihan Ayah yang nanggung. Furqon dan Bu Sulasmi tinggal sama Ayah dan Mamah. Kami mau ajak Bu Sulasmi dan Furqon keliling tempat wisata. Ini koper berisi amplop dari tamu undangan kalian bawa, biar kalian ada kegiatan. Ngitung duit, selain kikuk kikuk. Hehehe” Kombes Atmaja memberi arahan dengan rinci seperti ke anggotanya disertai canda

“Iya Bapak, Terimakasih” jawab Lestari sambil mencium tangan mertuanya

“Eh ko Bapak sih? Panggil Ayah dong cantik.” Ujar Kombes Atmaja

Lestari tersipu malu

“Iya Ayah, kami pamit” jawab Lestari

“Nah gitu dong sayang, Ayahku kan Ayahmu juga.” Teguh berkata sambil tersenyum menyerahkan koper ke pelayan hotel.

“Ingat ya, walaupun cuti kawin 12 hari, kalian Cuma 3 hari disini. Kalau kelamaan takut kalian betah, nanti dompet Ayah jebol.” Ujar Kombes Atmaja sambil melambaikan tangan

Kombes Atmaja amat memanjakan Teguh yang merupakan anak satu-satunya. Dia sebetulnya menginginkan Teguh menjadi anggota Polri seperti dirinya, namun anaknya lebih minat menjadi Bintara TNI AD. Kopassus lebih gagah ujar Teguh.

Teguh menggandeng bahu Lestari sepanjang jalan menuju kamar. Setelah memasuki kamar, Teguh memberikan tips kepada pelayan.

“Karena hari ini hari bahagia bagi kami berdua, ini kuberikan satu amplop untukmu. Aku tidak tahu berapa isinya. Sedikit atau banyak, itu rezeki kamu ya.” Teguh berkata kepada pelayan

“Siap Tuan, Terimakasih” jawab pelayan sambil menunduk dan menyilangkan tangan kanan di dada.

Diluar kamar Asep sang pelayan membuka amplop, dan wajahnya gembira

“Alhamdulillah ya Allah, 500ribu. Bisa nebus gadean anting si Mamah.” Asep bergumam

Teguh mengunci pintu, lalu mengajak Lestari berendam di air hangat. Malam itu Lestari mencurahkan hati dan tubuhnya untuk melayani Teguh sepenuhnya. Mereka bercumbu sepanjang malam. Berkali-kali tubuh Lestari bergetar hebat karena kepiawaian Teguh memainkan irama dan gerak permainan. Teguh yang bujangan mengalahkan dirinya yang sudah berkali-kali merasakan kehangatan lelaki.

KORBAN RAYUAN MILITER

Lestari duduk di pangkuan Teguh di balkon sambil menikmati pemandangan malam kota Bandung.

“Mas, sampai saat ini aku belum mengerti mengapa dirimu bersedia menikahiku. Padahal Mas tau, aku ini perempuan kotor yang punya anak tanpa ayah?” tanya Lestari kepada Teguh

“Ssssttt, jangan panggil Mas, panggil Papa atuh. Kan kita udah Mamah Papahan.” Jawab Teguh sambil tersenyum

“Jangan bilang kalau kamu perempuan kotor, kamu wanita terhormat seperti wanita lainnya. Adapun kamu pernah terjerumus ke lembah nista itu sudah garis hidup yang harus kita jalani. Begitukan kata Dansatdik juga, waktu kita menghadap. Qodo dan Qodar, Jodo, pati, bagja, cilaka ti Gusti nu Maha Suci.” ujar Teguh

“Ngerti engga, jodo pati bagja cilaka?” tanya Teguh

“Engga, teu naon naon.” Jawab Lestari sambil tertawa kecil, baru itu saja bahasa sunda yang bisa dia ucapkan. Teu naon naon, tidak apa-apa.

“Hahaha” Teguh tertawa “Jodoh, kematian, kebahagian, musibah semuanya sudah ditakdirkan Allah. Kita tinggal menjalaninya saja.” Teguh berpanjang lebar

“Aku tau engkau pernah menikah siri dengan anggota pos tentara lalu diserahterimakan ke anggota tentara lainnya. Aku juga tau kalau engkau pernah disekap untuk melayani tamu karena dipaksa anggota Polisi. Aku sudah mendengar hampir semua tentangmu sayangku. Aku sudah berpikir dan menimbang, bukan hanya karena engkau cantik saja aku mau menikahimu. Aku lebih yakin kalau ini takdir kehidupan kita di dunia, aku sudah tau sebagian besar tentangmu, sisanya engkau boleh cerita kalau mau berbagi. Jangan engkau jadikan beban pikiran, masa lalu adalah tetap masa lalu, aku tetap ikhlas menikahimu sayangku. Dan aku berjanji akan membahagiakanmu, jangan lagi ada kesedihan menimpa dirimu.” Ujar Teguh sambil mencium Lestari. Mereka bercumbu di balkon lalu Teguh menggendong Lestari ke dalam. Dan di malam kedua terjadi lebih hebat dari malam pertama. Sudah tidak ada kecanggungan lagi diantara mereka berdua. Keduanya berlomba saling membahagiakan.

Asep sang pelayan berdiri depan pintu kamar hendak mengantarkan bandrek dan colenak yang tadi dipesan Teguh, tapi tidak jadi mengetuk karena sayup sayup terdengar lenguhan mereka berdua.

“Ah nanti saja diantarnya, kalau nelpon lagi. Ga enak ganggu.” Ujar Asep yang sepertinya sudah terbiasa menghadapi pengantin baru. Biasanya ada juga yang marah kalau diganggu walaupun mereka yang pesan sesuatu.

Lestari memandangi Teguh yang tertidur pulas sambil menitikkan air mata, betapa menyedihkan hidupnya dulu. Satu persatu bayangan kelam teringat jelas. Ia ingin melupakan semuanya, namun tak kuasa.

 Setelah percobaan perk*saan oleh Rudi. AKP Nelson membawa mereka semua ke RS Takengon. Setelah mendapat perawatan, AKP Nelson dan anggota mengantar mereka ke rumah masing-masing. Setiap hari selama satu bulan, AKP Nelson dan anggotanya selalu berkunjung ke rumah Mbok Sulasmi sambil membawa sembako. Begitu pula para tentara dari Pasukan Jawa Barat yang bertugas disitu. Kadang datang pula Bu Dokter dari Puskesmas memeriksa kondisi Lestari dan Ibunya.

Perlahan trauma itu mulai hilang, Lestari dan ibunya dapat kembali tertawa ceria. Cuma mereka tak pernah lagi mau ke kebun untuk memetik kopi. Untuk makan sehari-hari, Lestari dan Ibunya mencuci baju seragam dan memasak untuk anggota pos tentara. Diantara salah satu anggota tentara, tersebutlah Arifin yang memberi perhatian lebih kepada Lestari. Arifin sering memberi Lestari uang jajan juga membelikan pakaian untuk Lestari dan Ibunya. Mulanya biasa saja, lama kelamaan, timbul perasaan suka. Arifin memberanikan diri menyatakan cintanya kepada Lestari dan Lestari bersedia menerima Arifin sebagai kekasihnya karena Arifin selama ini bersikap baik pada dia dan ibunya.

“De, boleh engga abang ngomong sesuatu yang penting, tapi Ade harus janji jangan marah ke abang ya.” Ucap Arifin suatu hari di halaman belakang rumah ketika Lestari sedang menjahit kancing bajunya yang lepas.

“Abang memangnya mau ngomong apa?” tanya Lestari

“Abang sayang sekali ke kamu de, abang serius. Mau kan ade jadi pacar abang? Jangan ditolak ya, abang bisa bunuh diri kalau sampai cinta abang ditolak. Abang janji akan membahagiakan ade dan Mbok.” Rayu Arifin

Lestari tidak menjawab, pipinya memerah karena baru kali ini ada pria yg menyatakan cinta padanya. Apalagi Arifin seorang Tentara yang saat itu merupakan idola para gadis di kampungnya.

Lestari tersenyum sambil mengangguk. Dia merasa bangga, ada pemuda yang jatuh cinta pada dirinya.

Arifin pun tersenyum bahagia. Hari itu mereka resmi berpacaran. Arifin mendekat hendak menggenggam tangan Lestari, tapi Lestari menepisnya.

“Maaf Bang, kita belum muhrim.” Ujar Lestari yang merupakan gadis taat beragama

“ Kan kita sudah jadi pacar.” Ujar Arifin

“Iya Bang, tapi belum halal kalau kita belum menikah” kata Lestari

“Baiklah ade, abang akan melapor ke Danpos. Supaya bisa menikah dengan ade.” Kata Arifin yang mungkin sudah ngebet

Lestari tidak menanggapinya serius, baru saja diterima cintanya, masa mau langsung melamarnya. Lestari meneruskan menjahit kancing baju dan Arifin pun berpamitan.

Rupanya Arifin serius dengan ucapannya, keesokan harinya Arifin ditemani Letnan Darmawan dan Kepala Kampung menemui Mbok Sulasmi mengungkapkan keinginannya untuk menikahi Lestari.

“Assalamualaikum” Tok tok tok terdengar suara Kepala Kampung Pak Legimin  diluar mengetuk pintu.

“Mbok, ini aku Legimin.” Pak Legimin kembali mengetuk pintu

“Waalaikum salam. Iya Kang, sebentar.” Mbok Sulasmi menjawab dari dalam kamar, saat itu ia sedang beristirahat tiduran di kamar sambil dipijit kakinya oleh Lestari, mereka berdua baru selesai mencuci beberapa seragam PDL milik anggota Pos tentara.

“Mari masuk Kang, loh tumben Pak Danpos diantar, biasanya juga sendiri kesini?” tanya Mbok Sulasmi

“Ini Mbok, saya ada perlu penting sama Mbok. Mengenai anggota saya ini, Arifin.” Jawab Letnan Darmawan

“Silahkan duduk. Kang, Pak Danpos, Mas Arifin mau saya buatkan minum apa? Teh atau kopi?” tanya Mbok Sulasmi

“Engga usah repot-repot Mbok.” Ujar Pak Legimin. “Biar ga susah, air putih saja, lebih menyehatkan.” Ucap Letnan Darmawan

Lestari yang sedari tadi mendengarkan di kamar, segera ke dapur mengambil 4 gelas air putih diatas nampan, lalu mengantarnya ke ruang depan. Bukan juga ruang tamu, cuma itu satu-satunya ruangan di rumah selain kamar dan dapur.

“Silahkan Pak.” Ucap Lestari dengan senyumnya yang manis.

Letnan Darmawan terpana melihat senyum Lestari, seandainya masih bujangan, dia akan melamar Lestari untuk dirinya sendiri, bukan untuk anggotanya.

“Nah kebetulan ada Nak Lestari, sekalian sini duduk sama Mboknya.” Berkata Pak Legimin kepada Lestari

Lestari pun duduk di samping Mbok Sulasmi di bangku kayu panjang buatan almarhum ayahnya. Berhadapan dengan Kepala Kampung, Danpos dan Arifin.

“Ayo diminum Kang, Pak, Mas” ucap Mbok Sulasmi “Ada apa ya? Ko aku jadi was was Kang?” ucap Mbok Sulasmi kepada Pak Legimin

“Begini Mbok langsung saja ya, Pak Danpos dan Mas Arifin tadi malam datang ke rumahku menyampaikan niat baik. Mas Arifin ada keinginan untuk melamar Nak Lestari. Cuma beda sama kita yang disini, karena orang tua Mas Arifin ini jauh di Palembang, makanya kami, aku selaku Kepala Kampung sama Pak Danpos mewakili orang tuanya Mas Arifin mau mengajukan lamaran ke Mbok. Sekarang bagaimana jawaban dari Mbok?” Pak Legimin menjelaskan maksud kedatangannya kepada Mbok Sulasmi

Lestari sedikit kaget mendengarnya, karena ternyata Arifin serius dengan kata-katanya kemarin.

“Ko mendadak sekali ya Kang. Aku sama Lestari minta waktu buat rundingan dulu sama keluargaku. Namanya menikah kan mesti ada rencana, persiapan. Disini ada Bang Fadil wawaknya Lestari, ada Bang Daswin, ada Kak Rohanah, ada Pakciknya di Takengon, mohon waktunya dulu. Kalau aku sih asal anak anaknya pada mau, ya setuju setuju saja. Begitu ya Kang, Pak Danpos.” Mbok Sulasmi menuturkan “Mohon maklum Pak Danpos, Mas Arifin, kalau disini ya memang harus rundingan dulu.” Mbok Sulasmi menambahkan

“Kami paham Mbok. Mohon dimaafkan juga mendadak. Karena Arifin baru menyampaikan kemarin sore dan katanya sudah bilang ke Lestari.” Kata Letnan Darmawan

“Iya Mbok, kami paham. Untuk selanjutnya kami tunggu kabar dari Mbok, kapan Mbok bisa menerima kami lagi setelah musyawarah sama keluarga.” Ucap Pak Legimin sang Kepala Kampung

“Tapi betulkan Lestarinya mau? Atau Cuma akal-akalan Arifin aja nih?” tanya Letnan Darmawan ke Lestari sambil tertawa

Lestari hanya tersenyum malu-malu. Wajahnya memerah, memegang lengan ibunya.

“Dilamar wong ganteng sing gagah yo mau ya Ndo.” Pak Legimin tertawa melihat Lestari tersipu malu

Kalau nanti lamarannya diterima karena sedang Satgas, Letnan Darmawan menyampaikan bahwa pernikahan seorang prajurit harus mendapat ijin dari Komandan Batalyon terlebih dahulu. Dan karena 2 bulan lagi rencana mereka mau pulang ke home base dan dirotasi oleh Batalyon lain, Komandan Batalyon menyampaikan bahwa pengajuan nikah akan dilaksanakan di home base bersama dengan prajurit lainnya yang berencana akan meminang gadis Aceh.

Akhirnya mereka pun pamit. Mbok Sulasmi dan Lestari mengantar sampai ke depan rumah. Arifin dan Lestari saling curi pandang. Hati Lestari berbunga-bunga karena ada tentara yang mau melamarnya.

“Lestari selamat ya, kamu dilamar abang tentara.” Ucap Fitri kepada Lestari ketika ibunda Lestari Mbok Sulasmi sowan ke ayah Ani, Bang Fadillah menceritakan tentang kedatangan Kepala Kampung, Danpos dan Arifin ke rumahnya.

“Ah kamu Ani. Kan belum tentu juga jadi.” Ujar Lestari

“Eh mau aja. Seragamnya istri tentara kan bagus. Hijau muda. Jadi kaya istri pejabat kamu nanti.” Fitri berkata sambil bercanda

“Ah kamu Ani. Aku senang sih, tapi kan belum tau juga. Apakah keluarga kita setuju. Soalnya aku juga belum begitu kenal sama Bang Arifin. Taunya kan kalau dia ke rumah aja untuk antar dan ambil cucian sama minta makan.” Lestari berkata secara rasional

“Iya juga ya Mit. Kita engga tau apa betul di Jawa sana dia ga punya istri atau pacar.” Kata Fitri “Tapi Kak Rosmini betul loh, katanya dia sudah tinggal di asrama di Jawa sana.”

“Ya aku berdoa yang terbaik saja, aku ingin membahagiakan Mbok. Setidaknya ada yang menafkahi kami berdua.” Lestari berkata dengan nada sedih. Sejak ditinggal ayahnya yang meninggal karena sakit, dia dan ibunya mencari nafkah sendiri. Kadang saudara-saudara dari ayah dan ibunya membantu, tapi tidak mungkin hidup dari bantuan orang lain terus menerus. Hasil memetik kopi pun tidak bisa diandalkan sepanjang tahun karena kopi ada musimnya.

 

 

 

 

 

 

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!