"Ma, besok ada acara tour dari kantor. Kia ikut ya ma?" pinta gadis muda itu.
"Boleh, asal Syarifah ikut." ucap Fatimah ibunya Kiara.
"Males" bisik Kiara dengan kesal.
"Ko' gitu?, Biar ada yang jaga kamu disana."
"Ma.., bisa nggak sih, sehari saja tanpa Syarifah." Wajahnya di tekuk, dia malas mau kemana-mana harus ada Syarifah, Kiara merasa orang tua nya lebih menyayangi Syarifah ketimbang dirinya.
"Kasihan Syarifah sayang, dirumah sendirian. Besok Mama dan Papa mau keluar kota. Bibi juga tidak bisa kalau nginap." tutur Mama Fatimah
"Tapi, Ma?"
"Sudah.., Syarifah pasti bisa menjagamu, Kia."
"Mm, baiklah" jawabnya sedikit kesal.
Gadis itu malas jika membahas tentang Syarifah, dia benci dengan gadis itu.
Syarifah anak angkat Mama Fatimah dan Papa Husin, tanpa persetujuan Kiara, kedua Orang tuanya membawa gadis itu masuk kedalam rumah dan menjadikan Kakak angkat untuk Kiara.
Gadis pendiam, bermata hijau. Wajahnya teduh. Hijab panjangnya menambah keindahan pada wanita itu. Tetapi, bagi Kiara, Syarifah wanita sok cantik, sok lugu, munafik dan suka cari muka.
Gadis itu membenci Syarifah, dia benci karena orang tua nya sangat lembut kepada Syarifah.
Awalnya biasa saja, hanya benci kasih sayang orang tuanya terbagi. Tetapi, dia semakin benci karena Malik melirik Syarifah.
Menurut mereka Syarifah sangat cantik, tapi, menurut Kiara dia hanya suka cari muka dan sok lugu.
Malik lelaki yang sudah lama di idam-idamkan seorang Kiara ternyata terang-terangan memintanya menjadi Mak comblang.
Sebenarnya, sejak Syarifah dirumah, Kiara sudah melarang ketiga temannya itu datang kerumah, dia tidak mau Malik suka dengan Syarifah. Ternyata tanpa sepengetahuan Kiara, Malik ke rumahnya mengantar titipan dari orang tuanya, akhirnya Malik berjumpa dengan Syarifah, saat wanita itu membuka pintu.
Dari pertemuan itu, Malik sering kirim salam dan meminta Kiara jadi Mak comblang nya. Tetapi, Kiara tidak akan pernah menjodohkannya apalagi menyampaikan salam dari Malik.
***
"Syarifah, besok Mama dan Papa keluar kota, kamu sama Kiara ya Nak" ujar Mama Fatimah
"Iya ma."
"Lagi ngapain?" tanya mama heran, Syarifah terlihat sibuk di dapur.
"Ini ma, masak makanan kesukaan Kiara, mie goreng seafood." sembari menunjukkan masakan buatannya.
"Kayaknya enak, wangi banget" sambil mengambil sendok dan piring. Lalu, mengisi piring seraya mencicipinya.
"Bagaimana Ma, apa yang kurang" sambil menunggu Mama Fatimah mengunyah.
"Enak banget sayang. Mama bawa sedikit untuk Papa ya." sambil mengisi kembali piring ditangannya.
"Iya Ma, ambil saja. Tadi Syarifah masak banyak 'ko." ujarnya sambil tersenyum.
"Mm, wangi.., masak apa sih" tanya Kiara yang tiba-tiba nongol.
"Ini kakak Syarifah masak spesial untuk Kiara." sahut Mama Fatimah.
"Ooh" balasnya tidak seantusias tadi.
"Ayo, cobalah Nak, enak banget. Tadi Mama sudah mencicipinya." sambil mendekatkan piring ke hadapan Kiara.
"Enggak Ma, Kiara kenyang." menjauhkan piring dari hadapannya.
"Cobalah Nak, cicipi sedikit saja. Kakak tadi sudah masak spesial untuk Kiara, hargai Kak Syarifah, Nak" sambil mendekatkan piring kembali.
"Mm, baiklah. Jika mama memaksa."
Kiara mencicipi sedikit, ternyata enak, kembali gadis itu menyuapkan ke mulutnya hingga makanan itu habis.
"Ini lapar apa doyan" goda Mama Fatimah.
"Eh, Ma, enggak terasa soalnya" ujar Kiara menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Bilang saja enak." ledek Mama
"Ih, Mama" kesal, Kiara berlari memasuki kamarnya.
Mama dan Syarifah tersenyum melihat tingkah Kiara.
"Maafkan anak Mama ya sayang, walaupun sudah besar, Kiara masih kekanak-kanakan." ujar Mama Fatimah.
"Tidak apa-apa ma, Syarifah ngerti ko', mungkin Kiara cemburu saat kasih sayang Mama dan Papa terbagi." tutur gadis bermata hijau itu.
"Jangan bilang begitu sayang, Syarifah sudah menjadi bagian dari keluarga Husin, kalau bukan karena kamu , mungkin Papa dan Mama tidak akan disini." ucap Mama Fatimah.
"Ma.., jangan bilang begitu, itu sudah takdir Allah. Mama dan papa selamat itu semua karena Allah bukan karena Syarifah." Wanita itu tersenyum lembut, wajahnya yang teduh membuat orang lain yang melihatnya merasa nyaman.
"Iya sayang, Mama ingin sekali Syarifah membimbing Kiara, menjadi gadis baik, menutup rambutnya dan menjadi wanita solehah." ungkap Mama
"Semoga Allah menjadikan keinginan Mama menjadi kenyataan." Ucap Syarifah tulus
"Aamiin." balas Mama tulus.
Kiara yang hendak ke dapur, tanpa sengaja mendengar pembicaraan Mama dan Syarifah. Hatinya semakin panas, dan semakin memupuk benci.
Kiara kemudian berbalik, mengurungkan niatnya. Gadis itu kembali masuk kedalam kamar serta mengunci pintu kamarnya.
***
"Tok tok tok"
"Assalamu'alaikum" terdengar salam dari luar
"Wa'alaikum salam," buru-buru Syarifah berjalan dari dapur, ketika hendak membuka pintu, Kiara tiba-tiba datang dan menyuruhnya kembali ke dapur.
"Hai, masuk-masuk." Kiara membuka pintu sembari mempersilahkan tamunya masuk.
Malik, Rosi, Maura, teman sekantor Kiara. Mereka berkunjung untuk kegiatan besok. Mereka tampak asyik berbincang sesekali terdengar tawa canda.
Syarifah datang membawa minuman serta cemilan, Dia tersenyum pada teman-teman Kiara, sambil menuangkan minuman ke dalam gelas.
"Silahkan diminum" ucap Syarifah.
Tatapan Malik tidak lepas dari wanita berwajah teduh itu dan membalas senyum Syarifah, " terimakasih" ucapnya.
Syarifah mengangguk kemudian, beranjak dari ruang tamu.
"Ingin sekali rasanya punya teman" batin wanita itu.
Sementara Kiara tidak suka dengan keramahan Syarifah. bisik-bisik dari temannya membuat ia semakin kesal.
"Kiara, panggilan Syarifah dong." pinta Malik
" Untuk apa sih." sahut Kiara
"Ya untuk cerita, biar rame." balas Malik lagi.
"Enggak usah, dia itu banyak kerjaan, dia kan cuma pembantu." kesal Kiara.
"Kok gitu sih, Kia. dia itu kan saudaramu." sahut Rosi menimpali.
"Kalian sewot banget, dia itu banyak kerjaan, dia juga bukan saudari aku." suaranya sedikit meninggi.
"Mm, sudah, sudah. Kenapa jadi pada ribut. Kamu lagi Malik, Kiara kan, enggak suka, kenapa kamu memaksa." ujar Maura.
"Kita disini membicarakan acara tour besok, gimana jadi apa kagak?" ucap Maura lagi.
"Jadilah, Bokap dan Nyokap udah kasih izin, walaupun harus ikut si Syarifah." sahutnya dengan nada kesal.
Malik tersenyum mendengar Syarifah ikut,
"Jadi, kita kemana nih."
"Pak manager bilang kita ke ujung pulau S." jawab Rosi.
"Ada destinasi wisata disana, dekat perkampungan penduduk. Kemungkinan besar kita nginap di salah satu rumah warga." tutur Maura.
"Dan satu lagi, kita mesti pake ini." sembari menunjuk kepalanya.
"Ribet amat" ujar Kiara.
"Enggak kok, Kiara kan' belum biasa atau belum pernah kali ya" Maura tersenyum.
"Iya deh, entar aku coba pake gituan. di rumah kan ada Hajjah." balasnya, membuat mereka tertawa.
"Eh, ngomong-ngomong itu, siapa sih namanya." tunjuk Maura ke arah dapur
"Syarifah" sahut Malik
"Mm, iya Syarifah. Dia itu cantik banget, iya kan, Matanya itu lho, Apa dia keturunan Turki atau orang turki gitu?" tanya Maura kagum.
"Bisa enggak sih, kalian jangan muji-muji Syarifah melulu, bosan tau enggak." ucap Kiara kesal.
"Iya, maaf." balas Maura.
"Kami pulang ya Kia, besok kita jemput kemari." ujar Malik.
Ketiga rekan Kiara pamit pulang, menyisakan Kiara sendiri dengan kejengkelan nya.
"Kamu sih, Maura. Muji Syarifah sampai segitunya. Kiara pasti cemburu." ujar Rosi.
"Eh, kok aku, Kan, emang si Syarifah itu cantik kan, enggak mungkin di bilang jelek padahal asli nya cantik." balas Maura tidak mau kalah.
"Mm, memang Kiara yang sensitif." Malik menimpali.
"Kamu juga Malik, si Kiara itu suka sama kamu, kenapa malah lihatin Syarifah terus. kalau aku jadi Kiara sih, pasti juga eneg." Rosi merungut kesal.
"Jangan salahkan aku dong!" suara Malik sedikit meninggi.
"Sudah, sudah. Kenapa jadi kalian berantem sih." Maura melerai keduanya.
Mobil melaju hingga sampai di rumah masing-masing. Usai mengantar kedua sahabatnya, Malik beristirahat sembari membayangkan wajah Syarifah, gadis ber netra hijau, senyumnya mampu membius seorang Malik, idaman semua wanita.
Malik dengan wajah tampan, Jambang tipis, tubuh atletis, jika tersenyum terlihat lesung pipi sebelah kanan.
***
Keesokan hari nya, hari yang dinanti tiba. Mereka berkemas untuk berangkat tour ke ujung pulau S. Jika di tempuh dengan mobil akan memakan waktu yang lama. maka dari itu, perusahaan menyewa sebuah pesawat untuk mereka.
"Tin tin" klakson mobil Malik berbunyi.
Pemuda itu sudah menjemput Maura dan Rosi. kini, mereka sudah di depan rumah Kiara.
Terlihat Kiara melenggang tanpa membawa apapun, sedangkan Syarifah mengikutinya dari belakang, membawa dua buah koper dan beberapa kantong plastik di selipkan di ketiaknya.
Malik turun dari mobil, sedikit berlari mendekati Syarifah, pemuda itu membantu membawa kan kedua koper ditangan Syarifah. "terimakasih" ucap Syarifah sambil tersenyum.
Malik membalas dengan senyuman, kemudian, mereka berjalan menuju mobil.
Maura dan Rosi kasihan dengan Syarifah, namun, mereka tidak bisa membantu, takut Kiara marah.
Mobil kembali melaju hingga sampai di bandara. Malik meninggalkan mobilnya dan akan di jemput oleh supir sang ayah.
"Kiara, bawa sendiri kopermu, kasihan Syarifah." ujar malik
Dengan kesal Kiara menarik kopernya dari tangan syarifah. lalu, berjalan meninggalkan Malik dan Syarifah. Sementara, Rosi dan Maura sudah di depan bergabung dengan rekan mereka yang lain.
Pesawat sudah lepas landas, Maura Rosi dan Lidia teman kantor duduk berbaris, sedangkan Malik, Kiara dan Celin teman kantor yang di tarik Kiara agar duduk disampingnya.
Syarifah berdiri, matanya memindai tempat sekelilingnya, Mencari tempat duduk yang kosong. Syarifah tersenyum ketika melihat ada Kursi kosong, kemudian, dia berjalan dan duduk di sebelah pria berkaca mata hitam.
Syarifah menyapa sembari tersenyum, namun pria itu hanya diam menatap ke arah nya. Syarifah tampak kikuk, saat senyumnya tidak dibalas,
"Mungkin pria ini buta" batin Syarifah. Lalu, duduk santai di samping Pria itu.
Sementara, Malik bingung tidak melihat wanita idamannya.
"Kiara, Syarifah mana?" tanya Malik
"Tau" jawab Kiara cuek.
"Kia, kasihan Syarifah, disini dia pasti merasa terasing." tutur pemuda itu lagi.
"Iya, iya. Itu dia di depan." balasnya kesal.
"Astaga, ngapain dia disana." sambil menepuk jidatnya.
"Ngapain tadi Syarifah enggak duduk di sampingmu, Kia?" Malik terlihat kesal dengan Kiara.
"Jangan salahkan aku dong!, dia yang pergi ke depan. Sudahlah Malik, kita masih satu pesawat, wanita sok suci itu tidak bakalan hilang." ketusnya.
"Masalahnya itu tempat duduk siapa?, kamu tau kan, yang disebelah Syarifah itu siapa? Atau memang Kamu sengaja." Malik semakin geram dengan Kiara.
"Kalau iya, emang kenapa?" ucap Kiara sembari meneteskan air matanya.
"Kamu jahat Kia." bisik Malik pelan.
"Iya aku jahat, apa kamu enggak jahat?, Aku temenan sama kamu, tetapi, kamu malah menjauh" Kiara terisak membuat Ceril bingung.
"Kalian kenapa berantem?" tanya Ceril.
"Kami enggak berantem kok" sambil menghapus air matanya.
Syarifah mencoba berkomunikasi dengan pria disamping nya.
"Apa Bapak bisa mendengar saya?" tanya Syarifah sedikit mengencangkan suaranya. Namun, pria disampingnya tidak menjawab bahkan tidak menoleh.
"Apa dikira gue budeg." batin Firdaus, pemilik perusahaan Wijaya grup.
"Kasihan, sudah buta, budeg lagi. Semoga Allah menyembuhkan penyakitmu. Aamiin." ucap Syarifah sembari mengusap wajahnya setelah berdo'a.
"Astaga, wanita ini. Apa dia tidak mengenalku, malah di kata budeg, buta." kesalnya dalam hati.
Beberapa menit kemudian, Syarifah mengambil minuman dan memberikannya pada pria itu.
"Oh iya, aku lupa. Bapak 'kan enggak bisa mendengar." bisiknya.
Syarifah mencolek lengan pemuda itu, sehingga Firdaus menoleh, lalu, Syarifah mendekatkan minuman ke bibir Firdaus.
"Minum yang banyak Pak" tutur Syarifah sambil mengelap bibir pemuda itu. Syarifah tersenyum.
" Semoga bapak bisa menerima ujian ini ya, walau bapak tidak mendengar dan melihatku, aku tetap meminta kepada Allah." ucapnya tulus.
"Astaga, ini cewek terbuat dari apa sih, masyaAllah cantik banget, matanya, hidungnya, senyumnya, astagfirullah, maafkan aku Tuhan jangan buat aku buta beneran." Firdaus membatin.
Pesawat sudah landing di kota tujuan, selanjutnya mereka naik bus ke pelosok desa.
Ketika turun dari pesawat, ada hal yang menjadi pusat perhatian seluruh karyawan. Bagaimana tidak, seorang Owner perusahaan harus di papah saat turun dari pesawat dan yang membuat makin menggemaskan, Firdaus malah keterusan peran buta nya.
"Pak, bapak bisa jalan sendiri?" tanya Syarifah tetapi, setelah itu dia menepuk jidatnya.
"Oh, iya Bapak 'kan tuli., terlalu lengkap penderitaannya, lebih baik Bapak punya asisten." ujar Syarifah sambil memapah Firdaus keluar dari pesawat.
Sebenarnya dia sangat jengkel dengan wanita ini, tetapi, dia sudah terlanjur akting, malu jika ketahuan bohong.
Semua mata memandang, Syarifah cuek saja, dia tidak perduli tatapan orang.
"Syarifah!" panggil Malik
"Kamu lagi-" ucapan Malik menggantung
"Hmm" Firdaus mendehem
"Apa Malik, mana Kiara?" tanya Syarifah
"Ooh tidak, kenapa kamu memapah laki-laki ini?" Malik kembali bertanya, sengaja ia menekan suaranya.
"Dia buta dan tuli Malik, kasihan dia." tutur Syarifah.
"Kurang ajar" batinnya sedikit geram.
"Ooh, buta dan tuli. Kasihan juga ya. Apa kamu tidak takut kalau dia hanya pura-pura?" tanya Malik
"Hus, jangan bicara sembarangan. mana koper ku?" Syarifah tidak ingin berburuk sangka.
"Ini, aku yang bawa." jawab Malik.
"Ayo Syarifah, entar ketinggalan lho." Malik melangkah sambil menyeret kedua koper. Sedangkan Syarifah masih sibuk memapah si Tuan pura-pura buta itu.
"Iya, ayo Pak." ajak Syarifah.
"Sudahlah, terpaksa ikut naik bus, daripada ketahuan hanya pura-pura, tambah malu." batinnya.
Di dalam bus, mereka kompak bernyanyi. Tertawa dan bersenang-senang.
"Mau lagu apa, ada yang request?" ujar Sandi sebagai gitaris.
"Terlanjur basah ya sudah mandi sekali." teriak Malik, Firdaus melirik dari kaca matanya, dia tau Malik pasti menyindirnya.
Bus sampai di desa kecil nan asri, rombongan turun, dan melangkah ke penginapan yang sudah di lobi. Rumah masyarakat setempat menjadi tempat penginapan mereka.
Rumah bibi Naima menjadi tempat menginap untuk perempuan. Sementara tempat laki-laki di rumah paman Johar, duda beranak dua , salah satu anaknya bernama Ewin sahabat dari Firdaus.
"Assalamu'alaikum, Ewin bersama rombongan perempuan berada di rumah bibi Naima.
"Wa'alaikum salam" Bibi Naima tersenyum sembari mempersilahkan masuk.
"Kenal kan ini Bibi Naima, kalian boleh menginap disini tetapi, harus tetap menjaga etika dan sikap ya." ujar Ewin.
"Siap" jawab mereka serentak.
"Baiklah, saya tinggal dulu ya." ucap Ewin sembari pamit pada Bibi Naima.
"Kalian bisa menginap disini tetapi harus jaga sikap dan adab, disini bukan seperti di kota. Aturan adat di junjung tinggi disini. Jadi, jangan berbuat yang mengundang kebencian dan bala di desa ini. Kalian paham!" Ucap Bibi Naima.
"Paham, Bi!" ujar para wanita itu serentak.
"Baiklah, kalian boleh ke kamar masing-masing. Satu kamar di tempati dua orang, silahkan istirahat." Ucapnya lalu, pergi meninggalkan gadis-gadis itu.
Perempuan yang ikut tour terhitung lima belas orang, sedangkan laki-laki nya ada tujuh belas orang, sebagian di Desa Lestari, sebagian lagi di Desa Serasi.
Di samping mengadakan tour, mereka juga melakukan penelitian obat-obatan tradisional untuk kepentingan perusahaan Wijaya grup. Perusahaan yang bergerak di bidang obat-obatan, kosmetik dan juga parfum.
Sekali setahun mereka akan mengadakan tour, untuk mencari bahan-bahan tradisional di pelosok-pelosok negeri ini.
***
Maura dan Rosi satu kamar, Kiara dan Celin satu kamar, putri dan Mutia satu kamar,
Syarifah dan Heni teman satu kamar.
Kiara sengaja menunjuk Celin, demi menghindari bersama Syarifah.
"Kia, kata Mama, kita harus sama-sama." ujar Syarifah
"Mama kan, tidak disini. tidak usah bawa-bawa Mama," bentak Kiara.
"Sudah lah Syarifah, Kamu bisa sama aku, enggak apa-apa kok." balas Heni
"Iya, makasih ya. Aku hanya menjalankan amanah dari Mama Fatimah." kata Syarifah lagi.
"Kiara nya enggak mau, biarin ajalah dia." sahut Heni lagi.
"Iya Heni" Syarifah tertunduk sedih.
"Ayo masuk, sebentar lagi ada perkumpulan, kita istirahat sebentar." ajak Heni. Mereka masuk ke kamar masing-masing dan istirahat sejenak.
Sore pun tiba, para pemuda itu berkumpul di lapangan desa. Desa yang kental dengan adat istiadat, hukum-hukum adat, kejahatan sangat minim di desa-desa yang hukum adatnya kuat.
Sore itu Syarifah beserta yang lainnya berkumpul, begitu juga para tetua desa. Wajah Syarifah yang teduh membuat Rahmad tidak lepas dari wanita bermata hijau itu.
Melihat tatapan putranya, Tetua adat tersenyum melihat ke arah wanita berkerudung panjang itu. Seolah tau di perhatikan, Syarifah menunduk, menghindari tatapan kedua pria berbeda usia itu.
Setelah berkumpul dan membicarakan tujuan mereka ke Desa. Ketua adat menyambut dengan senang hati. Pria paruh baya itu menyambut tamu nya dengan hidangan-hidangan yang enak.
***
Malam beranjak naik, semua warga terlelap di pembaringan masing-masing, begitu juga dengan Mahira, wanita beranak dua itu terlelap, dan tidak sengaja meraba ranjangnya,
Mahira terbangun, melihat sekelilingnya, mencari keberadaan suami nya.
"Kemana Bang Yusuf " batinnya.
Mahira duduk di pinggir ranjang, tidak biasanya suaminya pergi di tengah malam begini.
Dia mencari ke dapur, bahkan ke sumur belakang rumah nya. Tetapi, suami nya tidak berada disana.
Mahira memegang gagang pintu, pintu rumahnya langsung terbuka. Suami nya pergi di tengah malam, tetapi, untuk apa.
"Kemana Bang Yusuf malam-malam begini?" bisiknya was-was.
Mahira berjalan mengikuti bekas sendal di jalanan becek, pertanda baru saja hujan turun membasahi Desa lestari.
Kaki nya lincah berjalan, melewati kerikil-kerikil kecil dan tanah yang licin, senter kecil di genggamannya menjadi penerang satu-satunya.
Dia terus melangkah hingga sampai ke kediaman Bibi Naima. Sesak nafas Mahira setelah mengetahui suami nya ke rumah Bibi yang menjadi tempat penginapan wanita-wanita kota itu.
Mahira menyisir bekas pijakan itu, terus membawa langkahnya ke belakang rumah Bibi naima, terdapat gubuk kecil tidak berdinding sebagai tempat duduk memandang ke arah air terjun didepannya.
Darah Mahira berdesir, kakinya lunglai seketika, di depan mata, suaminya bercumbu dengan perempuan kota,
Mahira kenal dengan wanita itu, ia sempat melihatnya saat pertemuan tadi sore, bahkan Ia kagum dengan kecantikan wanita itu.
Air mata semakin menetes, Yusuf memeluk dan mencium wanita itu, memeluk erat seakan tidak ingin melepaskannya.
Mahira tergugu melihat perbuatan dua makhluk dihadapannya, seketika duni nya hancur.
Mahira memutar tubuhnya, tidak sanggup melihat adegan yang mengotori matanya, kakinya gemetar seakan tidak mampu melangkah,
Pelan-pelan Mahira pulang, membawa luka didalam dada. Tidak perduli kakinya berdarah terkena ranting-ranting pohon, dia tidak sadar jika dia pergi tidak memakai alas apapun.
Mahira berlari, tubuhnya seperti melayang hingga ia sampai ke dalam kamarnya, menghempaskan tubuh dan menangis di atas bantalnya,
Mahira menggigit tangan sekuat mungkin, menahan rasa sakit di hati nya, dia tidak lagi merasakan sakit dan darah yang menetes dari luka gigitan itu.
Ibu Janu heran melihat putrinya berada di luar di tengah malam,
"Dari mana Mahira?" bisik nya.
Ibu Janu berjalan, mendekat ke rumah putri kesayangannya. Dia masuk kedalam rumah, kaget melihat lantai rumah kotor berlumpur.
"Tok tok tok" pintu kamar di ketuk, namun pintu terbuka, tidak terkunci sama sekali.
Wanita paruh baya itu masuk, melihat putrinya diatas ranjang, darah mengalir dari tangannya membuat Bu Janu panik.
"Darah! Apa yang kau lakukan putriku?" Bu Janu menangis, memeluk putrinya.
"Bu, Yusuf" Mahira kembali menangis, cumbuan Yusuf menari-nari di pelupuk matanya.
"Iya, kenapa Yusuf?" tanya Ibu nya Mahira.
"Yusuf berkhianat Bu" ujar Mahira, tangisannya semakin kencang.
"Apa maksudmu, Mahira? Katakan dengan jelas." ucap wanita paruh baya itu.
"Ibu bisa melihatnya sendiri, mereka ada di belakang rumah Bibi Naima. Mereka melakukan dosa." tangis Mahira semakin pilu.
Bergegas Bu Janu mengambil senter kecil di meja nakas Mahira, wanita paruh baya itu berjalan seorang diri ditengah malam buta.
Betapa ia sangat terkejut, melihat menantunya bercumbu dengan wanita lain.
Bu Janu pulang dengan gemuruh di dalam dada nya, sumpah serapah terucap dari mulutnya.
"Mahira, sayangku." Wanita itu menangis memeluk putrinya.
"Yusuf sudah berzina, perempuan itu ternyata begundal, dia wanita memalukan, sudah mencoreng hijab yang dipakainya" ujar Bu Janu.
Wanita paruh baya itu menenangkan hati putrinya, memeluk dan berjanji akan memberikan keadilan.
"Bu, aku tidak mau berpisah dari Bang Yusuf, lihat Irham dan Ilham, kedua putra kami Bu, aku tidak mau mereka tidak punya ayah." tutur Mahira.
"Iya, ibu tau. Ibu akan meminta penjelasan dari Yusuf." jawab Bu Janu.
Azan subuh berkumandang, Yusuf baru sampai di rumahnya, dia membuka sendal dan mencucinya di sumur belakang rumah.
Pria bertubuh tegap itu pelan-pelan membuka pintu rumah lalu, masuk kedalam kamar, dia terkejut melihat Ibu mertuanya di dalam kamar.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!