Kehidupan perdesaan begitu asri dan masih awam dari perkotaan, di sanalah seorang gadis cantik tinggal dan melangsungkan kehidupannya. Kehidupan yang begitu tenang dan damai apalagi jika sedang berada di daerah persawahan yang Hijau, semilir angin yang berhembus menerpa wajah cantiknya yang begitu anggun.
Dirinya juga di juluki sebagai kumbang desa, selain cantik dia juga gadis yang pintar dan lincah. Banyak para lelaki tampan yang menaruh hati padanya, namun dengan lembut kanaya menolak.
Tidak pernah terbesit dalam hatinya untuk menjalin kasih dengan siapapun sebelum waktunya tiba. Kanaya masih ingin menimba ilmu di kota, harapannya sangat besar untuk membuat desanya maju.
Saat ini dirinya masih menduduki bangku SMA dan tinggal beberapa tahun lagi dia akan melanjutkan pendidikannya di bangku kuliah. Kanaya sangat berharap agar kedua orang tuanya mengizinkan dia untuk berkuliah di luar kota. Namun mustahil karena kedua orang tuanya pasti tidak akan pernah mengizinkannya.
Kanaya masih berlari kecil melewati hamparan sawah yang masih berembun, para petani masih belum berdatangan. Kanaya berhenti sejenak di salah satu pondok yang ada di pertengahan sawah. Dia ingin mengabadikan kegiatan paginya dan akan dia post di sosial media.
Cekrek. . .
Dengan senyum yang begitu manis kanaya berpose dengan baik, para petani mulai berdatangan kanaya pun bersiap untuk pulang.
"Pagi neng naya." sapa salah satu dari mereka.
"Pagi ibuk." Jawabnya dengan ramah.
"Makin gelis aja si eneng, habis ngapain neng."
"Habis olahraga buk." Naya menghentikan langkahnya agar bisa mengobrol dengan sopan.
"Gak Sekolah neng."
"Ini naya mau pulang buk, kalau gitu naya pamit ya ibuk ibuk." Naya segera berlari kecil dan meninggalkan are persawahan.
Ibuk ibuk yang masih menyabuti bibit padi asik membicarakan kanaya, mereka sangat suka jika mengajaknya untuk mengobrol. Kanaya anak yang baik dan mudah bergaul dengan siapa saja, sikap ya juga sopan dan kata katanya tidak pernah membuat orang sakit hati.
"Andai kanaya bukan anak pak kades udah saya kamar buat anak saya." Ucap buk Siti.
"Iya, dia anak yang baik dan sopan. Memang kenapa kalau dia anak pak kades buk Siti."
"Kita bukan orang sederajat buk imah, takutnya di tolak nantik sakit hati."
"Pak kades sama buk kades orang baik loh buk, makanya neng naya juga baik sama kayak orang tuanya." Ujar buk lastri yang tidak sengaja mendengar obrolan mereka.
"Mending cari yang lain aja buk, neng naya bukan tandingan anak kita. Saya dengar dia juga akan berkuliah setelah lulus nantik."
"Iya neng naya anaknya pintar, dia enak bisa berkuliah tidak seperti anak saya. Biaya kuliah Mahal saya gak mampu, udah bisa tamat Sma aja saya udah syukur." buk imah tampak lesu.
"Kenapa kita asik membicarakan neng naya, ayuk kita kumpulin bibitnya dulu."
"Iya ayuk atuh."
Sampai di rumah kanaya segera membersihkan dirinya karena jam sudah mennunjukkan waktunya dia berangkat kesekolah. Dengan hanya mengoleskan sedikit lip balm di bibirnya, sudah membuat kanaya terlihat begitu segar dan cantik.
Sekolah juga melarang para siswi untuk memakai make up namun dari keseluruhan masih belum ada yang mematuhinya.
"Naya kamu Sekolah tidak nak." Teriak ibunya kanaya yang berasal dari lantai bawah.
"Iya buk naya ambil tas dulu." Balasnya dari dalam kamar.
Ibu yunda tersenyum melihat anak gadisnya yang sedang menuruni tangga. Kanaya terlihat begitu imut dan menggemaskan di matanya.
"Kenapa buk."
"Ibu hanya senang melihatmu, ayok sarapan dulu nduk." Kanaya tersenyum dan mengambil sarapannya.
Ibu yunda juga menemani anaknya sarapan, kanaya juga banyak bercerita tentang kegiatan paginya.
"Bapak kemana buk."
"Bapakmu sudah berangkat duluan karena ada keperluan."
"Oh kanaya pakek motor sendiri aja ya buk."
"Iya boleh asal jangan kebut kebutan ya." Kanaya menjawab dengan Anggukan.
Usai sarapan kanaya segera berangkat kesekolah untung jarak rumahnya kesekolah tidak terlalu jauh. Kanaya bisa santai di jalan tanpa harus mengejar waktu.
"Naayaaaa." Ketiga sahabatnya menghampiri naya.
"Aduh kayak udah setahun gak ketemu aja." Oceh naya sedikit kesal karena rambutnya jadi berantakan.
"Hehe maaf. Lagian lama amat nyampeknya habis ngapain aja sih kamu."
"Biasa aku jogging dulu."
Keempat gadis tersebut memasuki kelas mereka karena bel telah berbunyi. Pelajaran berlangsung seperti biasanya dan kini jam pulang telah tiba.
"Naya nantik kerumah aku ya, si neneng ngajak ngerujak."
"Boleh boleh kebetulan udah lama ngak ngerujak hehe." Kanaya tampak senang dan langsung mengiyakan.
Dengan mengendarai motor matic kesayangannya kanaya selalu pulang melewati kantor kuramil yang ada di desanya. Karena hanya itu jalan satu satunya yang bisa dia tempuh, namun kanaya tidak pernah singgah ataupun sekedar menyapa mereka.
"Wush glen oyy liat noh cewek cantik yang kamu taksir Lewat lagi." Tunjuk sadewo.
"Oh iya cantik banget sih tu anak, tapi sayang masih pakek seragam." Glen tampak lesu.
"Yaelah jadi kamu maunya yang gimana, itu masih mengkal masak mau nyarik yang expire." Glen menyentil kepala sadewo.
"Mengkal. Emang anak orang kamu kirain buah dasar kamu."
"Itu perawan seger loh glen, kalau kamu gak Minat biar saya aja yang dekatin ya." Goda sadewo menaik turunkan alisnya.
"Enggak jangan macam-macam kamu wo." Glen beranjak dari duduknya dan mengambil motornya.
"Eh glen mau kemana, saya ikut." Sadewo mengejar glen yang hampir keluar dari pintu pagar.
Glen sengaja keluar hanya sekedar muter muter ingin mencari tau nama gadis yang biasa dia liat. Semenjak di pindah tugaskan ke desa ini glen belum pernah berkeliling sama sekali.
Dia hanya menghabiskan waktunya di dalam komplek dengan mambuat berbagai macam bonsai hasil kreasi tangannya. Membuat bonsai adalah salah satu hobinya, glen juga masih sangat muda dan sangatlah tampan.
Umurnya masih 28 dia juga adalah seorang abdi negara. Sejauh ini dirinya masih belum memiliki seorang kekasih, penuhnya kegiatan yang dia punya sampai membuatnya enggak untuk mencari seorang pacar.
Baru sekarang ini dirinya mempunyai waktu lenggang dan begitu melihat kanaya jantungnya mulai tidak aman dan pikirannya mulai tak karuan. Glen selalu memikirkan gadis cantik tersebut yang telah berhasil mengobrak abrik isi pikirannya.
Bibirnya tak berhenti tersenyum jika dia mengingat betapa manisnya gadis incarannya. Glen berniat akan mencari tau tentang gadis pujaannya yang baru beberapa hari ini telah mengusik hatinya.
Glen dan sadewo memilih untuk berhenti di warteg sebentar untuk mengisi isi perut.
"Makan dulu glen biar aman kelilingnya." Sadewo mengajak glen untuk masuk ke dalam.
"Mau makan apa Aden Aden ganteng." Ujar ibuk pemilik warung.
"Porsi lengkap buk." Glen langsung melotot mendengar pesanan sadewo.
"Bisa habis itu, kenyang apa kesurupan kamu."
"Hehe saya tidak sarapan tadi pagi." Glen hanya geleng-geleng kepala melihat kelakuan sohibnya yang satu ini.
Simak terus ya🥰🥰
Sehabis makan Glen dan Sadewo masih menikmati kopi terlebih dulu sebelum kembali berkeliling. Mereka juga tidak sadar jika sedari tadi banyak gadis yang mencuri curi pandang ke arah mereka. Glen asik dengan ponselnya sampai tidak sadar dengan keadaan sekitar.
"Eh ada neng Naya mau belik apa neng."
"Emm gorengannya masih ada buk." Tanya Naya lembut.
Sadewo terkesima melihat wajah natural Naya secara dekat seperti sekarang, bahkan dia sampai lupa untuk memberi tau Glen. Kawannya masih sibuk dengan ponselnya Glen tidak nggeh sama sekali dengan keberadaan Naya di sana.
"Masih neng mau berapa."
"Sepuluh aja ya buk." Ujar Naya tersenyum, dia juga tersenyum kepada Sadewo yang masih memperhatikan nya.
"Ini neng." Kanaya mengambil pesanannya dan kembali menaiki motornya untuk pulang.
"Cantik bener tu gadis." Ucap Sadewo tanpa sadar.
"Itu namanya neng Kanaya, dia bunga desa di sini anak pak kades juga." Jelas ibuk warung.
"Glen hei asik sama ponsel Mulu, padahal tadi dia ada kesini aduh kamu asik sendiri." Glen mengeryit heran.
"Siapa wo."
"Kanaya cewek incaranmu itu." Glen langsung melotot dan menabok lengannya Sadewo .
"Tau dari mana kamu nama dia." Tanya Glen tak suka.
"Sensi amat, ibuk warung noh yang kasih tau."
"Cabut wo buruan." Dengan tergesa gesa mereka menghabiskan kopi dan meninggalkan warteg tersebut.
Glen membawa motornya dengan begitu cepat namun Kanaya juga masih tidak terlihat, dengan kesal dia menghentikan motornya dan mereka duduk di bawah pohon.
"Bilang apa aja buk warteg tadi."
"Gadis itu bunga desa di sini, anak pak kades jugak." Glen tersenyum simpul.
"Kenapa senyum begitu, mau nekad kerumah pak kades kamu. " Dengan semangat empat lima Glen kembali menaiki motornya dan langsung menuju rumah pak kades.
"Wo tau rumah pak kades gak."
"Tanya aja di warung depan."
"permisi pak, apa rumah kades masih jauh." Tanya Glen hati hati.
"Waduh udah lewat, rumahnya di persimpangan sana mas."
"Terimakasih pak."
"Iya sama sama atuh."
Warga di sana menatap kagum kepada Glen yang terlihat sangat sopan dan begitu berwibawa apalagi dia juga memakai seragam TNI nya.
"Kasep betul mereka berdua, tapi yang satunya lagi saya baru liat."
"Iya kang, mungkin baru pindah."
"Yang satu lagi Babin kampung sebelah."
"Iya namanya Sadewo."
"Yasudah saya permisi dulu mau lanjut ke ladang."
"Iya kang silahkan."
Dengan berbagai macam upaya Glen dan Sadewo akhirnya sampai di rumah pak kades, tidak ada alasan untuk mereka tidak boleh berkunjung. Karena selain ingin bersilaturahmi Glen juga mempunyai maksud tersendiri.
Tok tok tok. .
"Assalamualaikum." Glen memberi salam dengan sopan.
Sadewo hanya geleng-geleng kepala melihat kelakuan Glen yang tidak mudah menyerah, pintu terbuka dari dalam. Glen dan Sadewo langsung terpana melihat siapa yang membukakan pintu untuk mereka.
"Waalaikumsalam, carik siapa pak." Tanya Kanaya dengan sopan.
"Emm apa betul ini rumah pak kades."
"Iya betul, ada perlu apa biar saya panggilkan bapak."
"Kita hanya bersilaturahmi kebetulan saya baru di desa ini, apa kita boleh masuk." Kanaya menepuk keningnya dan tertawa geli.
"Iya silahkan maaf saya lupa hehe. Duduk aja dulu pak biar saya panggilkan bapak dulu."
"Iya terimakasih." Glen sangat pandai dalam menyembunyikan perasaannya.
Walaupun jatungnya terasa ingin meledak, namun akal sehatnya masih bisa dia kontrol dengan baik. Kanaya juga tidak begitu perduli dengan mereka dia hanya melayani mereka sebagai tamu dari bapaknya.
Tidak pernah terbesit dalam pikirannya untuk mengagumi mereka seperti gadis gadis desa lainnya. Siapapun yang bertamu kerumahnya selalu ia sambut dengan baik dan ramah.
Pak kades tersenyum melihat kehadiran Sadewo dan Glen, dia langsung bergabung dengan mereka dan menyuruh Kanaya untuk membuatkan kopi untuk mereka bertiga.
"Sudah lama."
"Tidak pak baru saja." Jawab Glen.
"Apa ada hal yang ingin di bicarakan."
"Begini pak, teman saya ini bernama Glen dia baru saja di pindahkan ke desa Minggu yang lalu." Sadewo yang menjawab.
"Perkenalkan pak saya Glen Fredly."
"Iya iya, apa nak Glen dan nak Dewo betah di desa ini."
"Untuk saat ini Alhamdulillah kita betah kok pak, semoga bisa saling membantu ya pak. Saya juga baru dan belum seberapa tau seluk beluk desa ini."
Obrolan mereka terhenti saat Naya menghampiri mereka untuk membawakan kopi dan juga beberapa cemilan. Dengan sebisa mungkin Glen mengontrol hatinya agar tidak terbawa suasana.
"Silahkan pak di minum kopinya." Ujar Kanaya dengan tersenyum.
"Terima kasih." Balas Glen dengan tersenyum yang sama.
Kanaya pun kembali ke dapur untuk melanjutkan tugasnya yang sedang membuatkan beberapa cake yang akan mengisi toplesnya yang kosong. Karena tidak jadi kerumah temannya untuk ngerujak akhirnya Kanaya mengisi kekosongan waktunya untuk membuatkan cake.
Ibunya sedang tidak enak badan dan masih beristirahat di kamarnya, Kanaya kembali mengisi cake ke dalam oven. Namun pikirannya melayang ke wajah tampan Glen yang baru saja di temuinya, Hati kecilnya bergetar tak karuan.
Ada rasa yang tidak biasa yang dia rasakan saat ini, Kanaya tidak bisa menafsirkannya karena pengalamannya tentang cinta sangatlah minim.
"Jantung aku kenapa ya, aduh kenapa aku jadi keingat pak loreng tadi. Sadar Naya kamu masih kecil mereka udah tuwir jangan Ngadi Ngadi." Kanaya berusaha meyakinkan pikirannya.
"Sedang apa kamu nak."
"Eh ibuk. Ini Naya lagi buatin cake ibu kenapa bangun."
"Ibuk pengen minum wedang jahe, rasanya ibu meriang. Kamu buatin ya nak ibuk tunggu di kamar."
"Iya buk, Naya buatin sekarang."
Setelah mengantarkan minuman milik ibunya, Naya kembali mengisi toplesnya dan berniat masuk ke kamar. Bisa dia rasakan jika salah satu dari tentara tersebut sedang ada yang memperhatikan nya.
Kanaya jadi risih dan tidak nyaman apalagi saat ini dia begitu kucel karena belum mandi. Dia tidak perduli dan kembali masuk ke kamarnya untuk segera mandi dan beristirahat.
"Kalau begitu kita pamit pak kades, terima kasih untuk waktunya." Ucap Glen.
"Iya sama-sama, ingat jangan sungkan untuk kerumah semoga kalian betah ya di desa kami."
Glen dan Sadewo menaiki motor mereka dan meninggalkan perkarangan rumah pak kades, Glen begitu senang dan berbunga-bunga, ternyata gadis incarannya adalah seorang anak dari kades di desa ini.
Dia jadi lebih banyak mempunyai kesempatan untuk berkunjung, dan melihat gadis tersebut. Ternyata semesta masih mendukungnya Glen sangat bahagia dan gembira, Sadewo yang melihat kelakuan Glen jadi kesal sendiri.
"Senang sih boleh Bawak motornya yang bener, saya masih pengen hidup dan masih ingin mencari pasangan hidup." Kesal Sadewo.
"Hehehe gak tau orang lagi kasmaran aja kamu wo."
Setiap tempat tentu mempunyai ciri khas dan kebiasaan masing-masing, seperti pada Minggu pagi ini. Seluruh warga sedang bergotong royong bersama untuk membersihkan desa mereka. Pagi yang masih begitu sejuk tidak membuat mereka kedinginan ataupun mengeluh dan bermalas-malasan di atas tempat tidur.
Orang orang di desa ini sangat menyukai kebersihan dan kedamaian, desa yang masih begitu asri selalu mereka jaga dengan baik. Bukan hanya orang tua saja anak remaja juga ikut meramaikan kegiatan pagi itu, termasuk yang perempuan.
Hanya saja anak gadis ditugaskan untuk membuat segala cemilan dan juga menyajikan minuman segar untuk warga. Glen benar benar salut melihat kekompakan warga di sini semuanya begitu semangat dan aktif menyelesaikan tugas mereka.
"Wo ini kegiatan rutin mingguan ya." Glen masih penasaran.
"Iya, jadi warga di sini setiap Minggu pasti melakukan kerja bakti."
"Pantesan selokan aja pada bersih sungai juga jernih. Betah kayaknya saya di sini apalagi ada ehem ehem hehe."
"Jangan kebanyakan ngayal ayok kita ikutan jugak, gak malu sama yg udah ubanan." Glen hanya nyengir dan mengikuti langkah Sadewo.
Kanaya dan bersama teman temannya yang lain juga sibuk membuatkan berbagai macam hidangan. Tentunya dengan porsi yang banyak karena seluruh warga turut hadir, mereka dengan suka cita menanti Minggu pagi.
Karena selain bekerja mereka juga bisa mendapatkan hidangan gratis dari kepala desa. Banyak hidangan yang tersaji untuk mereka nikmati, kebiasaan orang-orang di desa memang sangat sederhana.
"Naya kamu liat deh pak loreng yang sebelah situ, ganteng banget Masha Allah ciptaan tuhan satu ini." Ujar Neneng saat melihat Glen.
"Lah lalu ciptaan tuhan yang lain gak ganteng." Ledek Naya.
"Bukan gitu ih, tapi itu beda loh. Di desa kita belum ada yang tampangnya begitu ya kan."
"Alah si Neneng bukannya kerja malah cuci mata, liat siapa sih neng." Tanya bila.
"Bil kebetulan nongol, noh yang dekat pohon asam ganteng kan."
"Wah parah neng. Ganteng banget baru liat aku Naya bilang Ama pak kades suruh mintak nomornya." Kanaya memplototi kawannya dengan kesal."
Dasar mata cabe cabean Neneng minumnya udah selesai belum, bentar lagi waktunya warga rehat."
"Nay kamu gak kecantol. Ganteng beneran ini masak iya kamu gak tertarik."
"Ya ampun kalian pada bicara apa sih, udah ya jangan obrolin yang gak penting dulu mending kerjain ini dulu oke."
"Iyaiya yaelah nay gak asik kamu."
"Wush, liat noh pada ngeliatin kita. Kasian juga mereka masih megang tugas masing-masing." Neneng dan bila hanya nyengir melihat gadis lain yang menatap kesal kepada mereka.
"Hehhe maaf semuanya biasa lagi iseng aja." Neneng dan bila saling senggol dan menyalahkan.
Kanaya hanya geleng-geleng kepala melihat aksi kedua temannya yang tidak tau tempat, sebenarnya kanaya juga membenarkan perkataan teman temannya hanya saja dia begitu pandai menyembunyikannya.
"Uhhh lelah juga ternyata, segar minumannya pasti buatin gadis gadis di sana." Mendengar ucapan Sadewo Glen langsung mencari keberadaan Kanaya.
"Kira kira anak pak kades ada gak ya."
"Itu yang di pojokan lagi makan puding."
"Oiya, adem rasanya cantiknya natural ya gak." Glen tersenyum melihat kehadiran Kanaya.
"Wah pak loreng liatin kita Naya, aduh mimpi apa semalam." Neneng jadi sibuk sendiri.
"Aduh jangan gitu neng entar puding ku jadi tumpah." Neneng jadi salah tingkah sendiri melihat kehadiran Glen dan Sadewo.
"Maaf nay, lagian senyumnya bikin aku meleleh bila kemana ya."
"Gak tau." Kanaya masih menikmati pudingnya sambil bermain ponsel.
"Ekhem permisi." Glen dan Sadewo menoleh kesamping.
Sejenak bila terpaku melihat ketampanan Glen yang berhasil membuatnya terdiam dan terpesona.
"Iya ada ya." Tanya Sadewo.
"Emm eh ini maaf pak, ini ada sedikit cemilan sama minuman." Ujar bila dengan gugup.
"Terimakasih." Balas Sadewo.
Bila sedikit kecewa karena bukan Glen yang menerima pemberiannya. Dengan lesu dia pun kembali menemui teman temannya padahal tidak mudah untuk melakukan senekad tadi. Hanya saja bila kekeh karena ingin melihat Glen secara dekat agar rasa penasaran nya jadi berkurang.
"Bener bener kamu ya bil, di cariin ternyata malah caper ke pak loreng." Amuk Neneng dengan kesal.
"Apa sih neng aku di suruh sama buk Imah loh."
"Alesan kamu mah, jangan Bawak Bawak buk Imah eh ganteng kan yang satu itu."
"Dingin." Kening Neneng jadi berkerut.
"Loh kan lagi panas kok tiba-tiba dingin." Bila memutar malas bola matanya, sedangkan Kanaya sudah menahan tawa sedari tadi.
"Dasar oon. Ganteng sih iya tapi slow respon Neneng markoneng ngomongnya irit banget kan jadi males aku."
"Oh biar aja lah orang ganteng memang begitu kali hehe."
Sadewo masih menikmati cemilan yang bila kasih, sedangkan Glen sesekali mencuri curi pandang ke arah Kanaya. Kanaya benar benar berbeda dari gadis lainnya pembawaannya selalu tenang dan santai.
Hari juga semakin sore Kanaya dan yang lainnya sudah bersiap untuk pulang. Kali ini Kanaya tidak membawa motor dia pulang dengan berjalan kaki.
Neneng dan bila sudah pulang terlebih dulu karena jalan rumah mereka searah. Kanaya berjalan santai sendirian tanpa menyadari kehadiran Glen di belakangnya.
"Ekhem."
"Astaghfirullah." Ucap Kanya terkejut dan menoleh kebelakang.
"Hehe maaf kalau ngagetin." Glen merasa kikuk dan menggaruk tengkuknya.
"Huuf. Iya pak gak papa ada apa ya." Tanya Kanaya bingung melihat kehadiran Glen di belakang.
"Emm kenapa sendiri."
"Jalan pulangnya beda pak jadi saya cuma sendiri hehe." Jelas Kanaya dan tersenyum kikuk.
"Bapak kenapa bisa ada di sini ya, perasaan tadi saya beloknya sendiri." Pertanyaan Kanaya berhasil membuat bingung untuk menjawab.
"Em saya lagi carik teman saya, kebetulan tadi dia masih di sekitaran sini."
"Oh iya pak." Jawabnya singkat.
"Bisa tidak jangan memanggil saya dengan sebutan bapak, emang saya kelihatan setua itu." Kanaya semakin bingung dengan laki laki yang ada di hadapannya.
'Tapi kata si bila dia ini irit bicara, sama aku kok cerewet gini ya.' Ucap Kanaya dalam hati.
"Kan bapak ini memang udah tua, jadi manggil apa dong." Glen melotot mendengar kalimat spontan dari Kanaya.
"Mas, atau Abang juga boleh." Ucapnya tersenyum.
"Hahaha maaf pak agak kaku lidah saya." Kanaya benar benar tidak habis pikir dengan tentara yang satu ini.
"Apa ada yang lucu."
"Maaf ya pak saya udah nyampe, makasih udah di ajakin ngobrol. Sampek gak sadar kalau udah nyampek rumah permisi ya pak." Kanaya tidak memperdulikan Glen lagi karena badannya sudah lengket ingin segera di sentuh air.
Glen masih cengo melihat Kanaya yang masuk kerumahnya tanpa menjawab pertanyaan darinya. Namun hatinya sedikit berbunga karena bisa mengobrol dengannya walaupun hanya sebentar.
"Andai waktu bisa aku hentikan, tapi sayang waktu tidak bisa di ajak untuk kompromi."
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!