“Ayo let’s go!!!!” Roni yang baru saja masuk ke dalam mobil berteriak pada 4 kawannya agar segera menjalankan mobil.
“Sudah telat, main perintah aja.” Gerutu Ara yang duduk di kursi penumpang depan.
“Iya, sana kau yang nyetir.” Giliran Gabby yang berkomentar sebal. Mereka bagaimana tidak kesal, karena Roni terlambat cukup lama, mana sudah minta tunggu pula.
“Iya, iya, sini, aku yang nyetir.” Roni bangkit dari duduknya dan membuka pintu mobil.
“Bagus deh, ayo beb pindah belakang, dan kau Gabby pindah depan.” Hendy cukup lega bisa berleha-leha duduk di belakang menggantikan Roni.
Ia bisa leluasa memainkan game online miliknya jika tidak menyetir.
“Yessshh, bisa bobok manjah.” Ara mengikuti Hendy, sementara Gabby menggantikan posisi Ara.
“Alamatnya beneran ini?” Sebelum menghidupkan mesin, Roni menanyakan GPS yang hidup di layar dashboard mobil Hendy, memastikan tujuan mereka benar agar ia tidak tersesat.
“Iya, ikutin aja, aku udah ke sana kok mastiin lokasinya.” Sahut Hendy dari belakang.
“Cukup terpencil ya lokasinya.” Gumam Roni menilai tujuan mereka.
“Dulunya itu kawasan elit dodol.” Sembur Raisa yang duduk di kursi paling belakang.
“Dadal dodol, aku Cuma mastiin aja, karena dari poto yang dikirim Hendy dan lokasinya beda banget timpangnya.” Nilai Roni
“Jalanin ajalah mobilnya, nanti kita siang deh.” Komen Hendy gerah dengan perdebatan kecil di sekitarnya, mengganggu konsentrasi bermain game-nya saja.
“Ok, let’s go, guys!” pekik Roni menjalankan mobil menuju tempat di mana mereka akan memulai kegiatan baru mereka.
.
.
.
2 jam kemudian....
“Ini, beb?” Ara bertanya saat kakinya sudah berhasil menginjak aspal di sisi mobil terparkir
“Hmm, iya ini.” jawab Hendy singkat.
“Angsana nomor 10.” Lirih Gabby membaca plang nama rumah tersebut.
“Wah, tak terurus saja masih segini sombongnya ini rumah.” Ucap Raisa memuja betapa megahnya bangunan yang sudah tak berpenghuni kata Hendy itu.
“Iya, tapi sayang, tidak ada yang tertarik menempatinya sampai detik ini.” Ujar Hendy menimpali ucapan Raisa.
“Maka dari itu, kita harus membuktikan rumor selama ini tentang rumah berhantu yang membuat tidak seorang pun berani menjejakkan kakinya di sini.” Roni menyambungkan kalimat Hendy yang baru saja hendak dilontarkan.
“Betul.” Sahut Hendy membenarkan.
“Tapi, bagaimana kita memulainya? Apa langsung saja membuktikan?” tanya Ara agak ragu saat tetiba saja bulu kuduknya merinding saat matanya menatap satu sudut jendela lantai atas.
“Kita akan mengobservasinya dulu, mumpung masih siang, jadi lebih baik kita lihat dulu lalu mempersiapkan sebelum siaran langsung kita.” Jawab Hendy merangkul kekasihnya yang mengerutkan dahinya.
“Kau kenapa, baby?” tanya Hendy penasaran melihat ekspresi Ara.
“Ah, tidak, aku hanya,.....” Ara mengurungkan niatnya untuk melengkapi kalimatnya. Berusaha positif saja ketimbang mengikuti debaran takut yang datang tiba-tiba.
“Heleh, jangan bilang kau takut ya.” Sindir Roni yang menyadari gelagat aneh Ara.
Plak!
“Sembarangan aja itu mulut ngomong, kau nanti yang bakalan takut kalau sudah masuk ke dalam rumah itu.” Ara kesal dinilai seperti itu oleh Roni. Meskipun ada benarnya juga.
“Ayo masuk, tunggu apalagi.” Hendy melirik 4 orang yang ada di sisi kanan dan kirinya.
“Itu pintu masih digembok woy!” ucap Gabby yang sebelumnya memang mengecek tadi pas turun awal.
“Mana ada, ini kebuka. Ngasal aja.” Roni balik mencibir Gabby setelah Ara sebelumnya.
“Lah, tadi kegembok loh.” Gabby yakin sekali dengan penglihatannya.
“Faktor umur mungkin.” Hendy tertawa sembari mengatakan hal itu.
“Jangan sembarangan deh, dia temen aku.” Ara tak suka Gabby di tertawakan kekasihnya.
“Iya, iya, anggap aja begitu deh.” Ucap Hendy mengalah.
“Ya udah masuk deh.” Raisa mengawali kakinya setelah ia membuka gerbang tua itu
Grekkkk
Suara derit besi yang sudah lama tidak dibuka itu mengusik telinga 5 orang mahasiswa yang penasaran dengan rumah lama angker itu.
“Wah, jika benar rumah ini hantunya masih aman-aman aja, aku mau deh belinya. Mayan rumah mewah harga murah.” Cetus Ara berharap andai saja ia bisa tinggal di rumah itu.
“Aku juga mau kali, gak kau aja.” Gabby tak mau kalah. Mereka berdua adalah anak orang kaya jadi wajar mengucapkan hal receh yang bagi mereka mudah sekali diucapkan.
“Lihatlah, betapa kokohnya bangunan ini. Bukankah pernah ada gempa? Tapi tak ada goresan atau patah sehelai rambut pun bangunan ini retak.” Raisa memang sedari tadi mengagumi kemegahan rumah Angsana ini.
“Masuk nih?” tanya Roni saat ia sudah berhasil menjangkau area beranda setelah melalui beberapa undakan anak tangga.
“Iya lah, mau nunggu siapa lagi memangnya? Nunggu disambut hantunya?” kekeh Gabby merasa konyol dengan ucapan Roni.
“Lah kan aku nanya doang, Gege.” Roni menunggu tanggapan yang lain.
“Masuk ajalah, gak perlu takut juga, orang rumah gak berpenghuni.” Ara yang bersuara dan disetujui Hendy.
Mereka berlima sudah sama-sama berada di beranda alias teras, menatap 2 patung gagah yang berdiri di sisi kanan dan kiri pintu besar yang menjulang tinggi di tengah bangunan.
Drettttttt
Lagi-lagi suara decitan pintu yang jarang atau mungkin sudah lama tidak dibuka harus mereka dengar. Bau apek, lembab, debu halus, sudah menyapa saat pintu dibuka oleh Roni.
“Wah,,, besar sekali dalamnya.” Roni mengangakan mulutnya melihat isi dalam rumah.
Di saat mereka sibuk mengagumi bagian rumah yang sepertinya ruang tamu itu, angin berhembus kencang di sisi belakang mereka.
Wusshhhhh
“Wuihh kenapa mendadak merinding nih.” Roni memegang tengkuknya
“Dih takut ya?” Ara membalas Roni yang tadi mencibirnya waktu di luar.
“Gak kok, komen doang.” Ujar Roni menepis cibiran Ara. Padahal 5 orang ini merasakan hal yang sama.
“Kalian mencari siapa?” suara tua merangsek ke telinga mereka saat sibuk berdebat kecil.
“Omehget!!” Gabby kaget melihat perwujudan seorang aki-aki yang tiba-tiba muncul di belakang di kiri mereka.
“Kami youtuber mang. Saya hendy, ini Ara, Gabby, Roni dan Raisa.” Hendy memperkenalkan dirinya dan juga yang lain di hadapan pria yang dipanggilnya mamang agar pria itu merasa sedikit muda.
“Oo, Mamang yang jaga rumah ini, mang Ujun.” Gantian pria itu memperkenalkan dirinya.
“Ada perlu apa kalian kemari?” sambung Mang Ujun bertanya.
“Kami berniat ingin melakukan konten video di sini mang kalau boleh. Tapi sebelumnya, kami ingin tahu dulu cerita yang ada di rumah ini.” dengan perlahan Hendy menjelaskan maksud kedatangan mereka kemari.
“Oo begitu. Kalian tahu rumah apa ini?” mang Ujun melempar tanya kembali
Hendy mengangguk, “Iya, tahu mang, konon katanya rumah ini angker sampai tidak ada yang berani menghuninya.” Jawab Hendy
“Eh tapi mamang berani ya.” Hendy terkekeh saat sadar dengan pria yang mengurusi rumah ini.
“Kalian sudah tahu rumah ini konon angker, tapi masih berani mau mengambil video di sini?” mang Ujun tak henti bertanya pada mereka walaupun hanya Hendy yang menjawab sedari tadi.
“Tidak mang, kami yakin ingin memberi tahu pada semua orang bahwa apa yang diceritakan rumah ini memang rumor atau fakta adanya, maka dari itu, mohon bantuannya mang Ujun.” Pinta Hendy dan dibalas mang Ujun dengan tatapan sendunya.
Sreppppphh
Kain putih yang menutupi sofa besar di ruang tamu akhirnya ditarik juga oleh si penjaga rumah.
“Nah akhirnya bisa ada tempat ini bokong buat duduk juga.” Ucap Roni lega, karena daritadi kakinya sudah pegal berdiri saja.
“Akhirnya, kaki gak berdiri terus.” Sambung Ara lega juga.
“Ayo guys mari duduk.” Itu Gabby yang bersuara
“Eh, sudah boleh duduk kan mang Ujung?” sambung Gabby melihat tatapan datar dan dingin mang Ujun padanya, seolah pria itu belum memberi izin.
“Silahkan.” Jawab mang Ujun singkat tapi tetap dirasa dingin
Setelah sudah tersibak kain putih tadi, maka 5 orang plus mang Ujun sudah sama-sama menduduki sofa empuk yang masih bertahan meski sudah dimakan usia lama.
“Youtuber? Itu sejenis apa?” mang Ujun sebelumnya mendengar istilah itu diawal perkenalannya dengan 5 pemuda-pemudi itu.
“Itu orang yang mengambil video mang lalu disiarkan kepada orang banyak.” Jawab Roni dengan tampang meremehkan karena menganggap mang Ujun sungguh kolot.
“Hei, kau ini jawab biasa aja.” Bisik Raisa, ia memaklumi usia mang Ujun yang tidak tahu perihal dunia teknologi saat ini.
“Ooh mereka yang mengambil video, dengan apa? Lalu tujuan kalian apa menyiarkannya.” Tanya mang Ujun menuntut jawaban mereka.
“Dengan kamera ataupun ponsel mang, dan tujuan kami adalah ingin memberi tahu khalayak jika kebenaran cerita rumah ini benar adanya dan mencari tahu misteri tersembunyi di dalamnya.” Hendy yang menjelaskan pada mang Ujun dengan susunan kata yang sederhana agar mudah dipahami.
“Begitu. Jadi kalian ini memberi tahu misteri rumah ini? padahal kalian saja tidak tahu kejadian apa saja yang terjadi di sini.” Ucap mang Ujun mencibir semuanya.
“Maka dari itu mang kami mau mamang cerita dulu apa saja yang pernah terjadi di sini, baru kami yang membuktikannya sendiri.” Roni dengan nyolotnya mengambil alih. Memang tidak cocok jika ia beradu argumen dengan orang seperti mang Ujun.
“Sabar kenapa sih, biasa aja lagi, gak sopan banget.” Sembur Ara menilai sikap Roni yang tak bisa mengontrol diri.
“Ya kan aku kasih tahu ke orangnya, penjaga doang tapi seperti pemilik rumah, padahal tugasnya sudah jelas melayani para tamu.” Roni tak mau kalah ketika disalahkan oleh orang-orang ketika ia merasa sikapnya sudah benar menurutnya.
“Sttt sudah sudah, kita datang baik-baik, jadi Roni, diem aja deh.” Hendy menegur Roni, dan suasana kondusif lagi.
Mang Ujun menatap tajam pada Roni dan sebaliknya Roni membalas serupa.
“Jadi mang, kami ingin tahu cerita apa saja yang pernah terjadi di rumah ini sampai tidak ada yang mau menempatinya lagi sampai sekarang.” Ujar Hendy sekaligus mempertanyakan misteri rumah ini.
“Baiklah jika kalian ingin tahu cerita di rumah ini....”
“Rumah ini dulunya adalah milik seorang sutradara terkenal, Abimanyu namanya......”
Cerita dimulai.....
“Yes, akhirnya rumah ini bisa ditempati juga olehku setelah sekian lama menunggunya.” Pria bernama Abimanyu, berusia 38 tahun, sutradara ternama Indonesia yang dikenal sebagai duda keren dan sukses di masanya.
“Selamat sayang, aku turut bangga atas pencapaianmu ini.” seorang wanita berusia 29 tahun, berparas cantik, pakaiannya tak kalah seksi, bibir merona dan di tangannya menggenggam segelas anggur merah memuji keberhasilan Abimanyu.
“Terima kasih juga, Clara. Kau juga turut ambil bagian dalam kesuksesanku ini.” Abimanyu mendekat dan merengkuh tubuh Clara, wanita yang tadi memujinya.
“Aku hanya artis biasa, Abi. Kau yang sudah membuatku sebesar ini, jadi sudah sepatutnya aku membantu dan mendukung semua pekerjaanmu.” Balas Clara merendahkan dirinya.
Mereka adalah artis dan sutradara, terlibat skandal layaknya di dunia perindustrian perfileman. Di mana sutradara akan menjalin asmara bersama artisnya.
Apalagi Abimanyu adalah duda keren dan sukses sementara Clara juga wanita singel, hingga tak menjadikan mereka kesulitan menjalin hubungan meski seintim apapun itu,.
Clara meletakkan gelasnya dan membalas rengkuhan Abimanyu dengan sangat sensual, dan pria itu paham kemana arahnya.
Tentu yang berbau vulgar.
“Abi, apakah hubungan kita akan segera dipublikasikan di depan umum?” tanya Clara setelah selesai memagut habis bibir kekasihnya itu.
Abimanyu mengelap bibir Clara yang lipstiknya sudah meleber kemana-mana karena ulahnya juga.
“Apakah kau mengingingkan itu, sayang?” Abimanyu bukannya menjawab, justru bertanya pada Clara akan ucapan wanita itu sebelumnya.
“Siapa yang tidak mau menjadi kekasihmu, Abi. Seorang pria sukses dan terkenal di negeri ini.” Jawab Clara.
“Ooo, apa hanya karena aku pria sukses dan terkenal saja yang membuatmu mencintaiku, Clara?” karena ucapan Clara tadi, Abimanyu jadi mempertanyakan tujuan Clara mendekatinya.
“Ayolah Abi, seperti halnya kau bersamaku, karena aku artis terkenal dan cantik juga kan. Ada simbiosis antara kita, Abi. Jangan munafik.” Celoteh Clara melepas rengkuhan Abimanyu. Moodnya hancur seketika.
“Hei,, hei, tunggu, mau kemana?” Abimanyu mengejar Clara yang bersiap ingin pergi dari rumahnya.
“Pulang, buat apa di sini jika hanya bertengkar pada akhirnya.” Jawab Clara sebal
“Maaf, maaf atas ucapanku.” Abimanyu menarik tangan Clara lalu memeluk wanita itu erat dalam permohonan maafnya.
“Aku tulus mencintaimu Abi, hanya saja mendapatkanmu yang sekarang juga adalah bonusku, bukan?” ucap Clara merasa jika Abimanyu adalah paket lengkap sebagai seorang pria.
“Iya iya, aku paham..” kekeh Abimanyu kemudian.
“Baiklah, malam ini kau menginap di sini ya? tidak mungkin aku tidur di sini sendirian di rumah baruku, sepi, aku belum memiliki penjaga dan pembantu.” Pinta Abimanyu membujuk Clara memenuhi.
“Haruskah? Tapi aku tidak membawa baju, Abi.” Jawab Clara
“Ayolah sayang, bukankah baju adalah hal yang jarang kita gunakan jika hanya berdua saja, kan?” Abimanyu menggoda Clara dengan mengungkit kebiasaan mereka ketika hanya berdua saja.
Clara yang merasa digoda pun melayangkan cubitan di perut kiri Abimanyu, “Jangan bicara seperti itu, lihat wajahku sudah seperti kepiting rebus.” Benar saja, wajah Clara sudah memerah malu atas ucapan Abimanyu tadi.
“Hahahha, kau menggemaskan sekali Clara, betapa aku sangat mencintaimu.” Tawa keras Abimanyu menguar memenuhi kekosongan rumah besar itu.
“Sudahlah, aku malu tahu.” Clara berlari menuju ruang tengah, menghindari sifat jahil Abimanyu yang tidak akan berhenti menggodanya jika sudah seperti itu.
“Sayang, I Love You.” Teriak Abimanyu menyusul kepergian Clara dengan tawanya masih menggelegar di seantero rumah.
Baru saja langkah Abimanyu hendak mencapai ruang tengah, Clara kembali mendatanginya.
“Kenapa?” tanya Abimanyu melihat raut kesal diwajah kekasihnya.
“Mantan istrimu mengirimimu pesan lagi.” Clara menyerahkan ponsel Abimanyu pada pria itu dengan wajah masih tertekuk
“Indira? Kenapa ya?” Abimanyu malah bertanya
“Mana aku tahu, awas aja kalau kamu pergi menemuinya.” Ancam Clara tak suka, tapi Abimanyu tak menanggapi karena ia memilih melihat isi pesan mantan istrinya.
Kringggg!!!!!
Belum sempat membalas, ponsel Abimanyu sudah berteriak keras karena panggilan, dan tertulis nama Indira di sana.
“Kamu angkat, kita putus!!!” sentak Clara melirik tajam Abimanyu, tapi pria itu tak menuruti karena ia dengan langkah tegas beralih ke ruang lain dan mengangkat panggilan mantan istrinya.
“Iya Indira......” itu yang didengar Clara sebelum Abimanyu menghilang dari pandangannya.
Melihat Abimanyu tak mengindahkan perkataannya, seketika emosi Clara membumbung tinggi.
“Abi!!!” teriaknya memanggil Abimanyu yang sudah menjauh daritadi
“Sialan. Wanita jalanng itu terus saja mengganggunya padahal mereka sudah bercerai.” Clara memaki habis mantan istri Abimanyu
“Dasar tidak tahu diri.” Umpatnya lagi, ia mereka Indira terus saja mengusik Abimanyu meski mereka sudah lama berpisah.
“Mengatasnamakan anak, jalangg itu terus menempeli Abi.” Ujarnya menyiratkan kebencian pada Indira, sang mantan Abimanyu.
Abimanyu sudah resmi bercerai dengan Indira sejak 2 tahun yang lalu, mereka dikaruniai satu orang puteri berusia 5 tahun setelah mereka lama menunggu kehadiran buah hati selama 6 tahun menikah.
Alasan mereka bercerai adalah, Indira dan Abimanyu kerap bertengkar hanya pasal kesibukan pria itu yang memang sedang naik daun sebagai seorang sutradara.
Selama ini, Abimanyu hanya sutradara biasa, maka dari itu ketika pamornya baik dengan memegang film yang sukses digarapnya, Abimanyu tentu tak ingin melewatinya begitu saja.
Dampaknya adalah, ia jarang berada bersama keluarga kecilnya dan memicu pertengkaran suami istri yang akhirinya memilih berpisah setelah menikah selama 11 tahun di saat karir Abimanyu sedang naik-naiknya.
Dan Clara yang memang menaruh hati pada pria itu sejak merintis karirnya, tentu tidak tinggal diam saat tahu pujaannya sudah menyandang status duda, dengan label hot tentu saja.
Maka dari itu, artis yang juga fenomenal itu dengan segala cara gencar mendekati duda keren yang juga haus belaian wanita. Ia paham sekali dengan tuntutan hasrat tinggi seperti Abimanyu, dan ia dengan sukarela menyerahkan tubuhnya asalkan pria itu menjadi miliknya.
Terbukti, satu tahun mereka menjalani hubungan diam-diam ini. Clara menginginkan semua orang tahu jika mereka adalah sepasang kekasih, tapi Abimanyu masih mempertimbangkannya. Dan Clara tahu alasannya, yakni Indira.
Ia yakin jika Abimanyu masih menaruh hati pada sang mantan istri yang belum mau diajak rujuk oleh Abimanyu.
“Aku akan membuatmu merasakan akibat mengganggu milikku, Indira.” Kecam Clara yang sudah menyingkirkan akal sehatnya akibat terbakar cemburu buta.
“Dan kamu Abi, jangan pernah berharap bisa pergi dengan mudah dariku, setelah semua yang aku berikan dan kau masih memikirkan jalangg liar itu.” Giliran nama Abimanyu yang diikutsertakannya.
Ia benar-benar emosi saat ini, ia merasa Abimanyu hanya memanfaatkan tubuhnya tanpa mau serius dengan hubungan mereka. Dan Clara tidak mau dirugikan, ia tidak mau habis manis sepah di buang.
Setelah puas bersamanya, Abimanyu kembali pada mantan istrinya? Clara tidak akan membiarkan hal itu terjadi begitu saja.
“Datanglah kemari bersama Beauty, rumah yang pernah menjadi impian kita sudah berhasil aku bangun.” Sayup-sayup Clara mendengar perbincangan Abimanyu yang sedang berada di sudut ruang kerjanya.
Benar kan dugaannya. Abimanyu tetap tidak bisa berlari dari masa lalunya.
Dan Clara sudah pasti tidak menjadi masa depan Abimanyu setelah ini.
Tanpa berpamitan sama sekali, Clara bergegas keluar dari rumah besar yang sudah dibangun Abimanyu dengan hasil kerja kerasnya selama ini.
“Akan ku pastikan kau lenyap dari bumi ini, Indira.” Dengan penuh tekad membara, Clara berniat melakukan hal itu pada mantan istri Abimanyu.
Deru suara mobil menyita perhatian Abimanyu. Kebetulan letak ruang kerjanya memang agak menjorok ke halaman depan sehingga ia bisa melihat tamu yang berkunjung ke rumahnya.
Abimanyu hanya menghela nafasnya melihat sikap Clara yang suka bertindak sesuka hatinya, tapi ia tetap bersabar karena ia mencintai wanita muda itu dengan tulus tanpa embel-embel memanfaatkan sama sekali.
15 menit ia bercengkrama dengan anaknya setelah berbicara dengan Indira lebih dulu. Akhirnya Abimanyu keluar dari ruang kerjanya dan mendapati kekosongan kembali memeluknya malam ini.
“Clara, kapan kamu akan dewasa. Ini yang membuatku belum berani menunjukkan hubungan kita di depan umum.” Ucap Abimanyu dengan alasannya.
Sungguh bertolak belakang dengan apa yang dipikirkan oleh Clara tadi yang menyatakan jika Abimanyu tak mau mempublikasikan karena ingin rujuk dengan mantan istrinya.
Satu minggu setelah pertemuan mereka, Clara yang sudah menepikan mobilnya di halaman rumah Abimanyu tertegun ketika mendapati pintu dibuka oleh..
“Indira? Kenapa kau ada di sini?” begitu tanya Clara ketika melihat mantan istri Abimanyu yang membukakan pintu untuknya.
“Mas Abi menyuruh kami kemari, karena dia masih sibuk jadi kami dimintanya menunggu.” Jawab Indira sembari menggeser tubuhnya agar Clara bisa masuk
Ia sudah tahu perempuan yang lebih muda darinya itu adalah kekasih mantan suaminya. Abimanyu sendiri yang mengatakannya.
“Kenapa tidak menunggu dia pulang saja baru kalian kemari.” Sarkas Clara merasa Indira harusnya tahu diri dengan statusnya yang bukan siapa-siapa Abimanyu lagi.
“Bunda!” dari arah dalam, Beauty, puteri Abimanyu dan Indira berlari kecil menghampiri ibunya.
“Ini siapa, bun?” dengan wajah polosnya, Beauty bertanya perihal sosok Clara.
“Calon istri ayahmu.” Clara yang menjawab dengan wajah tak ramahnya.
“Dia belum mengerti dengan ucapanmu, Clara. Mohon memaklumi.” Ujar Indira yang merasa ucapan Clara tidak seharusnya diberikan pada anak seusia Beauty.
“Kenapa aku harus memperdulikan hal itu.” Dengan masa bodohnya Clara melenggang masuk melewati ibu dan anak itu.
“Siapa dia bunda.” Kembali anak Abimanyu bertanya
“Teman ayah, sayang.” Jawab Indira lembut yang mengikuti Clara masuk lebih dalam lagi.
Bak nyonya pemilik rumah, Clara bertindak sesuka hatinya, bahkan ia juga marah-marah ketika puteri Abimanyu bising atau memainkan sesuatu.
“Kalau kalian ribut terus, sana keluar saja dari rumah ini.” Usir Clara marah dan Beaty kontan ketakutan dengan wajah emosi yang dikeluarkan Clara dihadapannya.
“Bunda, Bee takut.” Gadis cilik itu bersembunyi di belakang tubuh ibunya saking ketakutan
“Clara, jaga sikapmu, bagaimana pun juga ini adalah rumah ayahnya Bee, Abimanyu. Kau tahu sendiri kan.” Indira jelas merasa puterinya berhak melakukan apapun di rumah ayahnya sendiri, sedangkan Clara hanya sebatas kekasih saja belum menjadi istri sah Abimanyu.
“Apa katamu!” Clara yang memang membenci Indira segera bangkit dari duduknya, mendekati Indira dan mencengkram dagu wanita cantik nan ayu itu dengan kasarnya.,
“Bunda!!” sontak Beauty menangis melihat ibunya disakiti oleh orang lain yang tak dikenalnya.
Dengan kasar pula, Indira menepis tangan Clara dari wajahnya, “Kau hanya kekasih gelap mantan suamiku, kau bisa dibuangnya saat ini jika aku mengucapkan kata siap rujuk.” Kalimat bernada ancaman keluar dari bibir Indira dan Clara semakin marah mendengarnya.
“Heh, benar dugaanku, kau memang hendak mengacaukan hubunganku dengan Abi.” Ujar Clara menyeringai iblis. Ia menyerang Indira dengan membabi buta, Beauty mau tidak mau ikut merasakan akibat serangan Clara.
Tak tinggal diam, Indira membalas, tapi malangnya, baru saja hendak melayangkan jambakan, Beauty mendekati Clara hendak membalas dan Clara mendorong keras tubuh bocah itu hingga membentur sudut meja
“Beee!!!” teriak Indira histeris melihat kucuran darah sudah membasahi kepala puterinya,
“Kau!!!” Indira berniat membalas Clara tapi malang tak bisa ditolak, Clara sudah bersiap duluan. Ia menikam tepat dijantung Indira menyebabkan mantan istri Abimanyu itu ikut tergeletak di lantai tak jauh dari puterinya.
“Rasakan itu.” Seringai kembali terbit di sudut bibir Clara
10 menit menikmati hal itu, Clara tersadarkan juga akhirnya tapi sayang ia sudah terlambat. “Sialan, mereka mati.” Panik, itulah ekspresi yang diperlihatkan Clara.
Kepalanya liar menoleh ke segala penjuru rumah, hingga tatapannya berhenti ke sebuah pintu yang pernah ditunjukkan Abimanyu sebagai ruang bawah tanah.
“Ya, aku akan bawa mereka ke sana.” Ucap Clara, dan satu persatu ia menarik tubuh Indira bergantian dengan Beauty setelah itu.
“Clara, apa yang sedang kau lakukan?” Abimanyu yang baru datang terkejut melihat Clara menyibukkan diri dengan mengepel lantai yang berwarna merah.
“A-Abi.” Gugup Clara melihat kedatangan Abimanyu yang tak terduga itu.
“Apa yang kau lakukan, dan di mana Indira serta Bee?” tanya Abimanyu namun dijawab Clara dengan gelengan kepala
Tringgg
Dering ponsel yang berada di atas meja ruang tengah membawa Abimanyu mendekati, “Bukankah ini ponsel milik Indira?” gumam Abimanyu melihat ponsel milik mantan istrinya
“Clara, di mana Indira!!” sentak Abimanyu, dan segera juga ia mencolek noda merah yang masih tersisa di lantai.
“Darah?” lirihnya mencium bau amis, “Darah siapa ini?” tuntut Abimanyu yang mulai was-was
“Darah siapa ini, CLARA!!!” jerit Abimanyu sudah kehilangan kesabaran
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!