NovelToon NovelToon

Susuk Ibu (Setiap Perbuatan Ada Balasannya)

Tempat Kerja Baru

"Tolong, tolong," teriak seorang perempuan yang diseret oleh seorang lelaki berjubah hitam.

Wanita itu tampak mengesot mundur karena seretan yang begitu kuat. Wanita tersebut kemudian dimasukkan ke dalam ruangan di sebuah rumah besar. Ruangan yang penuh dengan barang-barang persembahan dan pemujaan.

Laki-laki itu kemudian membuka jubahnya.

Seolah mengenali sosok berjubah hitam yang menyeretnya, perempuan itu menangis histeris. “Saya salah apa, Pak. Tolong, jangan sakiti saya.”

Tanpa iba lelaki itu membuat beberapa sayatan di tubuh perempuan.

"Arrrggghhh," suara wanita itu melemas dan perlahan menghilang kala darahnya mengucur deras.

Darah yang mengalir deras itu pun ditadahkan ke dalam dua wadah yang berbeda. Satu wadah berwarna emas, dan satu wadah lagi berbentuk menyerupai botol. Selesai menguras seluruh darahnya, dikuburkannya jasad perempuan tersebut di halaman belakang rumah.

###

Beberapa minggu kemudian, di suatu kantor desain interior.

“Selamat ya, Vina, kamu bisa mulai bekerja hari ini dan saya harap kamu bisa cepat beradaptasi di sini,” ucap Arno, CEO kantor tempat Vina akan bekerja.

“Terima kasih, Pak Arno, saya akan bekerja giat untuk kantor Bapak,” ucap Vina, anak baru di kantor Arno.

“Oh iya, kamu orang Jawa ‘kan Vin? Tanya Arno seolah tampak memastikan suku dari karyawan barunya itu.

Vina menganggukkan kepalanya dan tersenyum. “Benar, Pak. Saya orang Jawa.”

Arno kemudian mengantarkan Vina menuju meja kerjanya, yang bersebelahan dengan meja Ogen. Arno meminta Ogen, salah satu karyawannya yang sudah 3 tahun ini bekerja di kantornya, untuk mengajari Vina tentang tugas dan tanggung jawabnya. Ogen dan Vina pun saling berkenalan dan mereka mulai saling mengobrol. Ogen dengan ramah memberitahu dan mengajari Vina segala hal tentang detail tugas dan pekerjaannya.

“Jangan kaget ya kalau akan sering lembur,” ucap Ogen tertawa.

“Pak Arno sudah bilang dari awal kok, aku sudah siap lembur,” jawab Vina tenang.

Seolah Ogen ingin mengatakan sesuatu pada rekan barunya, namun ia mengurungkan niatnya.

Kantor Arno yang bergerak dalam bidang desain interior, memang hanya terdiri dari 2 lantai, namun cukup luas dan desain setiap sudutnya begitu artistik. Dari mulai pintu gerbang kantor, ruang khusus konsultasi klien, ruang kerja, hingga bagian dapur, banyak ditemui spot foto yang menarik dan cantik. Ya, karena Arno adalah seorang arsitek yang saat ini tengah berusia 44 tahun. Semenjak ayahnya meninggal, dia lah yang mengambil alih kepemimpinan kantor ayahnya yang juga seorang arsitek.

Di hari pertamanya bekerja, Vina mulai lembur sesuai peraturan yang telah ia sanggupi saat tanda tangan kontrak, bahwa dalam 1 minggu akan ada 2 hingga 3 kali lembur. Jadwal pulang kantor yang semula pukul 5 sore, akan menjadi maksimal pukul 7 malam jika karyawan sedang mendapat jatah lembur. Klien Arno yang lumayan banyak, sedangkan staf karyawan yang hanya 15 orang, memang memaksanya untuk menerapkan aturan ini, sehingga ia hanya menerima karyawan yang bersedia lembur.

Ogen yang akan pulang kantor karena sedang tak ada jatah lembur, berpamitan pada Vina.

“Semua data kamu masukkan Excel seperti yang sudah aku ajari tadi ya, kalau ada kesulitan kamu bisa hubungi aku atau minta bantuan teman-teman yang juga sedang lembur, mereka semua baik kok,” ucap Ogen menunjuk 2 karyawan lain yang sedang lembur, kemudian bersiap meninggalkan kantor.

Vina pun mengangguk dan mengucapkan terima kasih pada Ogen yang begitu sabar mengajarinya.

“Aku harus cepat menyeleseikan semua ini biar nggak sampai jam 7 sudah pulang,” gumam Vina lirih.

Ia melihat meja kanan kiri depan belakangnya sudah kosong, hanya ada 3 orang karyawan termasuk dirinya yang sedang lembur. Vina pun kembali mulai bekerja agar pekerjaannya cepat terseleseikan. Namun, tiba-tiba, ada yang memanggil namanya berkali-kali dalam jeda waktu 1 menit sekali selama 3 kali.

Vin.

Vina kembali menoleh ke sekeliling ruangan kerjanya, ia hanya melihat 2 orang karyawan yang sedang fokus di depan laptopnya masing-masing.

Melihat Vina yang tengah kebingunan, salah seorang karyawan menghampirinya. “Kalau ada suara-suara nggak jelas, abaikan aja. Mereka memang suka iseng.”

Sekian menit kemudian, terdengar suara itu lagi, namun kali ini tak memanggil namanya.

Pulang.

Vina mulai tak fokus mendegar suara aneh itu. Karena sudah masuk waktu sholat magribh, Vina memutuskan untuk pergi ke mushola kantor yang berada ujung di lantai 1. Lega rasanya ketika ia melihat ada 1 karyawan lain yang tengah duduk masih memakai mukena, setidaknya ia tidak sendiri di lantai yang sepi ini. 6 menit kemudian, Vina yang telah selesai sholat, tidak melihat siapa pun di mushola, ia juga merasa tak ada yang melewatinya, padahal Vina sholat berada di barisan paling belakang.

“Ah, mungkin dia lewat sewaktu aku sujud tadi,” gumamnya lirih.

Selesai sholat, Vina melanjutkan pekerjaannya. Sekitar 20 menit kemudian, pekerjaannya selesai hingga ia memutuskan untuk pulang. Teman Vina yang lain juga sudah bersiap untuk meninggalkan kantor.

“Kalau sudah selesai saya matikan ya, Mbak,” ucap salah seorang OB kantor.

Saat akan keluar lobi, Vina berpapasan dengan seorang lelaki berkemeja yang baru saja memasuki lobi, padahal jelas-jelas OB sudah mulai mematikan semua lampu.

 ###

Keesokan harinya, Vina masih memikirkan kejadian saat lembur kemarin. Ia memberanikan diri bertanya pada Ogen, karena Vina cukup nyaman mengobrol dengannya. Menurut Vina, hal ini pasti bukan hal yang baru untuk mereka para karyawan lama di kantor ini.

“Iya, memang kita sudah biasa dipanggil-panggil, itu yang mau aku bilang kemarin tapi aku takut kamu malah parno. Lupakan, iseng aja mereka, mungkin perkenalan,” jawab Ogen jujur.

“Tau nggak, malah kadang ada yang lebih parah dari itu,” lanjut Ogen menakut-nakuti Vina.

“Contohnya?” taya Vina semakin penasaran.

“Ada yang melihat karyawan lembur 4 orang, padahal sebenarnya cuma 3 orang. Kalau kamu, lihat ada berapa orang yang lembur kemarin?” tanya Ogen serius.

“3 ‘kan?” ucap Vina ragu.

Ogen memasang muka ketakutan dan mendekatkan wajahnya pada Vina. “Betuuul!”

Vina yang mulai ikut ketakutan melihat mimik wajah Ogen pun dibuat kesal oleh temannya itu. Ogen tertawa puas melihat ekspresi muka Vina yang panik. “Sori, Vin. Bercanda. Jangan serius-serius kenapa sih?”

“Lagian kalau ada apa-apa, kamu bisa lari tuh ke sana ke rumah Pak Arno, kan rumahnya tetanggaan sama kantor kita, ya iya orang dia yang punya,” lanjut Ogen.

“Tapi, Gen, selain ada 2 orang yang sedang lembur kemarin di ruangan ini dan 1 OB, aku lihat 1 orang lagi, laki-laki pakai kemeja jalan masuk ke lobi, padahal jelas-jelas sama OB lampu sudah mulai dimatikan.  Aku masih sadar loh kemarin, belum ngantuk.” Vina meyakinkan Ogen pada apa yang dilihatnya semalam.

Ogen tampak berpikir serius.

“Masak sih? Apa iya?” Ogen kembali memasang muka bercandanya.

Vina menatap Ogen dengan kesal karena tak mau mempercayainya. Padahal, Vina benar-benar tak salah melihat lelaki itu. Karena penasaran, Vina mencari OB yang bertugas semalam untuk menanyakan hal ini.

“Nggak ada yang masuk lagi tuh, Mbak, ‘kan kemarin mbak bertiga sama temennya yang terakhir pulang, pas saya izin mau matikan lampu.”

...****************...

Rumah Arno

“Aauuw!” Apa sih ini?” kesal Vina karena kakinya tertusuk sesuatu.

Vina mengambil benda semacam jarum berwarna emas. Ia tampak memperhatikan benda tersebut yang tiba-tiba mengenai kakinya yang sedang tak memakai alas kaki. “Paku atau apa ya ini? Jarum tapi kok nggak ada lubangnya.”

Vina membawanya menuju meja kerjanya sambil terus mengamati benda tersebut dan memikirkan bagaimana bisa jarum yang tergeletak itu bisa setengah menusuk telapak kakinya.

“Hoiii!” teriak Ogen mengagetkan Vina.

“Kamu memang senior ya, Gen, tapi bukan berarti aku nggak bisa kesel terus marahi kamu!” tegur Vina yang tak suka dikagetkan.

“Sori, Vin bercanda. Eh apa ini?” tanya Ogen merebut jarum yang berada di tangan Vina.

“Astaga Vina! Kamu main begituan?” lanjut Ogen sedikit bernada tinggi.

Vina yang tengah terkejut dengan suara keras Ogen, meminta untuk mengecilkan volume suaranya. Lalu ia bertanya apa maksud Ogen yang seolah tahu apa sebenarnya benda itu. Ogen kemudian membisikkan sesuatu pada Vina.

“Ha?!” teriak Vina terkejut mendengar bisikan Ogen.

Sontak Ogen mengintrogasi mengapa benda yang ternyata adalah susuk jarum emas tersebut bisa ada pada temannya itu.

Vina kemudian menjelaskan bahwa ia menemukannya di pintu lobi saat dirinya tengah mengeluarkan kerikil dari sepatunya, dan entah mengapa, jarum itu bisa menusuk kakinya.

Obrolan mereka seketika berhenti ketika salah satu karyawan laki-laki senior menghampiri mereka. Karyawan tersebut harus segera berangkat menuju bandara sehingga meminta tolong Vina untuk menyampaikan berkas pada Arno jika beliau nanti datang ke kantor. “Pak Arno akan datang ke kantor lebih siang atau mungkin agak sore, karena sedang ada urusan di luar, jadi aku titip berkas ini ya. Andai nanti Pak Arno belum datang juga ke kantor saat kamu mau pulang, antarkan saja ke rumahnya karena Pak Arno butuh berkas ini hari ini juga.”

Vina mengangguk mengerti karena hari ini dia juga akan lembur.

###

Sampai sore hari, Arno tak kunjung datang ke kantor. Vina juga telah meminta Ogen untuk menanyakan kedatangan bosnya itu. Sayangnya, pesan Ogen tak kunjung dibalas.

Vina yang sedang lembur, sengaja masih menunggu Arno datang ke kantor. Hingga menjelang magribh, pekerjaan Vina selesai lebih awal. Ia memutuskan untuk sholat magribh terlebih dahulu kemudian segera mengantarkan berkas ke rumah Arno.

Vina tidak menemukan hal-hal mengerikan lagi saat lembur hari ini. Ia juga tak melihat sosok perempuan yang duduk memakai mukena putih seperti saat itu. Selesai menyeleseikan ibadahnya, Vina segera berjalan menuju rumah Arno sesuai petunjuk Ogen.

Terdapat pintu koneksi di samping kantor yang terhubung dengan halaman samping rumah Arno. Begitu membuka pintu, Vina seakan takjud dengan rumah bosnya yang begitu luas. Ia terus berjalan mencari pintu utama agar tak disangka maling.

Seakan rumah itu hanya memiliki jendela kaca namun tak memiliki pintu, Vina begitu kesulitan menemukannya. Entah sudah berapa menit ia mengelilingi halaman rumah. Kakinya mulai pegal karena tak juga menemukan pintu yang bisa ia ketuk. Hingga ia berniat memanggil seorang wanita paruh baya berambut panjang yang sedang berjalan di dalam rumah dengan tatapan lurus ke depan.

“Vin.” Seseorang menepuk bahunya dan memanggil namanya.

Vina sontak membalikkan badannya dan seketika ia merasakan kelegaan yang luar biasa.

“Pak Arno. Saya dari tadi mencari pintu rumah Bapak tapi tidak ketemu. Maklum, Pak, saya tidak pernah berkunjung ke rumah orang kaya yang elit seperti ini,” lapor Vina yang tengah kebingungan.

Arno tersenyum dan meminta berkas yang dibawa Vina. "Maaf ya saya masih ada urusan tadi, baru saja saya sampai kantor tapi ternyata berkasnya sudah sama kamu."

Kemudian, Vina berpamitan pada bosnya dan berjalan ke luar halaman melalui pintu gerbang rumah, sesuai arahan Arno dan saat keluar gerbang, ia lega karena tugas hari ini telah selesai, sehingga ia bisa pulang lebih cepat dari saat lembur seperti biasanya.

“Andai nggak ke rumah Pak Arno dulu, aku udah pulang dari magribh tadi,” ucap Vina sembari mengeluarkan ponselnya untuk melihat waktu.

Tiba-tiba, Vina menghentikan langkahnya setelah melihat jam menunjukkan pukul 20.15.

“Perasaan aku tadi selesai sholat masih jam 17.55, masa iya aku muter-muter di rumah Pak Arno sampai dua jam lebih, kayaknya tadi cuma 10 menitan,” gumamnya heran karena begitu cepat waktu berlalu.

Sementara itu, Arno yang baru menerima berkas dari Vina, bergegas masuk ke dalam rumahnya, dan menuju ke kamar sang ibu. Seperti biasa, setiap Arno sampai rumah, ia tak pernah absen untuk selalu melihat keadaan ibunya yang terbaring lemah selama bertahun-tahun. Arno tampak memperhatikan tubuh sang ibu yang sudah tinggal tulang dilapisi kulit, tapi tubuh dan wajahnya seakan masih segar. Entah sampai kapan ibunya akan sembuh dan bisa berjalan lagi.

“Ibu sabar ya, Arno sudah menemukan orangnya yang akan membantu ibu, hanya saja, Arno butuh waktu agar tidak ada yang curiga.”

###

Keesokan paginya, Vina tiba-tiba meriang dan tak sanggup untuk berangkat ke kantor. Badannya juga lemas dan pegal-pegal, padahal ia tak pernah melakukan akifitas berat. Ia pun menghubungi Ogen untuk menyampaikan izin tidak masuk kerja pada Arno.

10 menit kemudian, ponselnya berdering yang ia pikir balasan pesan dari Ogen.

“Vina, Ini saya, Arno. Kata Ogen kamu meriang ya? Minum air garam, jangan lupa bacakan doa kemudian tiupkan pada airnya.”

Vina tampak mencerna kata-kata dari bosnya itu, dan memutuskan untuk melakukan saran yang disampaikan Arno. Ia menyiapkan segelas air garam yang telah dibacakan doa-doa menurut kepercayaannya, kemudianya meminumnya. Vina merasakan keanehan dalam tubuhnya. Ia yang masih lemas bahkan tak kuat duduk lama, tiba-tiba merasa badannya segar kembali seperti tak sedang sakit.

“Kok aneh?” gumamnya lirih.

Selama ini yang ia tahu, air garam yang dibacakan doa adalah untuk mengusir sesuatu yang tak baik, bukan untuk sakit demam seperti yang ia rasakan saat ini. Antara tak ingin ambil pusing namun ia merasa memang ada yang harus dipikirkan. Vina yang berusaha cuek pun terpaksa berpikir tentang keanehan-keanehan lainnya yang ia temui sejak bekerja di kantor Arno.

...****************...

Apakah Hanya Aku

“Woho, si Vina. Aku merasa kehilanganmu 1 hari,” sapa Ogen yang sudah tiba di kantor lebih dulu.

Vina tak merespon Ogen. Ia ingin menceritakan keanehan yang ia alami beberapa hari ini. Namun, Ogen yang terlalu banyak bercanda membuat Vina enggan untuk membuang waktu. Baginya, hal ini hanya akan membuatnya kesal.

“Vin, ada masalah?” tanya Ogen yang merasa Vina aneh hari ini.

Vina menghela nafas. “Ada. Aku punya teman kerja yang resek!”

Ogen tertawa mendengar jawaban Vina. Mimik mukanya tampak serius. “Vin, yakin tidak ada apa-apa?”

Vina hanya melengos mendengar pertanyaan Ogen karena tak ingin dikerjai lagi. Vina juga mengatakan kalau pun dirinya sedang ada masalah, sepertinya Ogen bukan lah teman yang tepat untuk diajak bercerita soal ini. “Orang seperti kamu mana paham soal beginian, yang ada hanya akan menganggap sepele.”

Mendengar nada bicara Vina yang berbeda dari biasanya, Ogen merasa tak enak hati. Ia pun berjanji tak akan bercanda bila Vina ingin bercerita tentang masalahnya. Ogen terus memaksa Vina yang tetap tak mau bercerita.

Melihat Ogen yang terus-terusan mengganggunya, Vina akhirnya mau bercerita. Ia menceritakan kejadian 2 hari lalu saat dirinya tengah mengantar berkas ke rumah Arno. Ia juga mengatakan tentang saran Arno saat dirinya sakit. Tak lupa, ia juga menceritakan kembali tentang hal-hal menakutkan yang ia alami sejak hari pertama di kantor ini. Mulai dari ada yang memanggil-manggil namanya, menemui sesorang wanita bermukena putih namun tiba-tiba tak ada, berpapasan dengan lelaki yang akan masuk kantor, hingga jarum susuk yang ia temukan.

Ogen pun kali ini tampak serius menanggapi cerita rekannya. Ia berusaha menenangkan pikiran Vina agar tak berpikir macam-macam. Apalagi, yang dialami Vina bukan lah hal yang mengancam nyawanya seperti kesurupan bahkan teror pembunuhan.

Mengingat tentang rumah Arno kemarin, jiwa penasaran Vina bergejolak. “Pak Arno sudah menikah?”

“Belum, beliau hanya tinggal bersama ibunya yang sakit dan 2 ART,” jelas Ogen.

“Ibunya sakit apa?” Vina semakin ingin tahu.

“Dengar-dengar sih ibunya lumpuh selama bertahun-tahun dan hanya bisa berbaring,” jawab Ogen membuat Vina semakin ingin tahu siapa orang yang ia lihat sedang berjalan di dalam rumah waktu itu.

“ART nya berambut panjang?” tanya Vina lagi yang membuat Ogen tertawa terbahak-bahak.

“Kepo, wartawan ya? Orang ART nya 1 laki-laki jelas rambutnya pendek lah, yang satunya lagi perempuan namanya mbak Wati, rambutnya kayak polwan.” Jawaban Ogen membuat Vina takut, karena yang ia lihat adalah wanita paruh baya berambut panjang.

Ogen menambahkan, bila ingin tahu ibu dari bosnya itu, Vina bisa melihat fotonya di ruangan kerja Arno.

 ###

Vina yang menolak makan siang di luar bersama teman-temannya, memilih untuk membuat mi instan di dapur kantor. Tak lupa, Ogen mengejeknya. Vina pun tak peduli dengan rekan kerjanya yang memang suka bercanda itu.

“Buat mi ya, Mbak?” tanya seorang laki-laki di dapur yang mengagetkan Vina.

Vina sontak membalikkan badannya melihat sumber suara itu. Hatinya lega ketika mengetahui lelaki itu adalah OB. Vina mengangguk. “Iya, Mas.”

Vina kembali membalikkan badannya untuk melanjutkan meniriskan mi yang sudah direbus.

“Nggak makan di luar, Mbak?” tanya OB itu lagi.

“Lagi pengen mi instan, Mas. Mas nggak istirahat dulu?” Vina berbalik bertanya.

“Saya istirahat kalau karyawan sudah kembali kerja, Mbak,” jawab OB tersebut sembari mengembalikan sapu ke tempatnya.

Melihat Ogen yang sepertinya tak pernah mengalami apa yang ia alami, terbesit dalam pikirannya untuk bertanya kepada OB tersebut apakah dia juga mengalaminya. Ia penasaran apakah hanya dirinya saja yang merasa aneh di kantor ini. Vina pun meminta OB tersebut duduk dan menawarkan makan padanya, namun OB itu menolak. Dia hanya duduk dan mulai merespon percakapan Vina.

“Mas ‘kan selalu pulang jam 7 malam, setelah semua karyawan yang lembur pulang, pernah nggak menemui hal aneh atau yang menyeramkan di sini?” Vina tak ingin berbasa-basi.

“Ya paling dulu pernah melihat anak kecil tapi jalannya mundur, dan suara laki-laki yang sedang berjalan, padahal tidak ada siapa-siapa, ada yang suka panggil-panggil juga. Pernah juga saya melihat perempuan yang saya pikir dia adalah karyawan di sini, tapi pas saya kejar ternyata tidak ada siapa-siapa. Lalu saya juga pernah melihat ibu-ibu memakai mukena tapi sepertinya bukan pekerja di kantor ini, saya juga tidak tahu siapa,” jawab OB tersebut dengan tertawa.

Seketika Vina teringat akan ibu bermukena putih yang ia temui waktu itu. Berarti benar jika yang dilihatnya tiba-tiba menghilang. Anehnya, ia tak menemuinya lagi di mushola setelah itu. Vina juga tak mendengar lagi suara orang yang memanggil-manggil namanya. Apa memang mereka hanya menunjukkan 1 kali saja?

“Tapi ya itu ‘kan biasa saja, karena di setiap tempat pasti ada hal-hal seperti itu.” OB itu melanjutkan percakapannya.

OB tersebut juga mengingatkan Vina agar tak khawatir dan takut, asal kita tidak berbuat macam-macam. Setiap bangunan, pasti ada penunggunya. Selama mereka tidak mencelakai kita, tidak perlu takut, karena mereka hanya menunjukkan eksistensinya saja.

Setelah mereka berbincang sembari menemani Vina makan, OB tersebut berpamitan untuk kembali bekerja.

Mendengar keterangan dari OB, ia yakin bahwa memang laki-laki berkemeja dan ibu bermukena yang dilihatnya bukan manusia. Vina pun enggan memikirkannya, seperti yang dikatakan oleh OB tadi bahwa mereka tak menganggu kita, hanya ingin menunjukkan keberadaannya saja. Hanya saja, ia masih penasaran soal rumah Arno yang membuatnya berkeliling hingga dua jam lebih, juga tentang meriang yang sembuh dengan air garam. Terlebih, Arno sendiri yang memintanya. Seolah Arno sudah menyiapkan hal itu jika ada orang yang sakit ketika baru saja dari rumahnya.

“Ada apa memangnya di rumahnya?” ucapnya dalam hati.

###

Sore hari, Vina sedikit terlambat pulang ke kantor walaupun tak sedang mendapat jatah lembur. Sore ini semua karyawan sedang menghadiri rapat bulanan yang tak bisa selesai tepat waktu. Hari sudah menjelang magribh, Ogen mengajak Vina keluar kantor bersama karena sekalian meletakkan berkas di ruang konsultasi klien di lantai 2.

“Aduh duh mules, bentar titip ya.” Ogen izin ke toilet sembari menyerahkan berkas yang dibawanya pada Vina.

Agar tak pulang semakin malam, Vina membantu Ogen meletakkan berkasnya ke ruang konsultasi.

“Dek, jangan lari-lari, ayo keluar, jangan bermain di dalam ruangan,” perintah Vina pada 2 anak yang sedang berkejar-kejaran di ruang konsultasi.

Ogen yang berjalan dari toilet, menegur Vina yang tampak berbicara sendiri.

“Itu anak klien ya, kok bisa masuk ruangan sih, mana orang tuanya, mana lari-larinya mundur lagi aneh banget,” ucap Vina kesal.

Ogen yang masih berdiri di tempat, memandangi Vina.” Vin, siapa yang kamu maksud? Tidak ada anak-anak kecil yang aku lihat dari tadi.”

Raut muka Vina seakan berubah mendengar ucapan Ogen. Ia membeku. Ogen yang ikut merinding, segera mengajak Vina keluar dari kantor dan mengantarnya pulang ke kos.

...****************...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!