NovelToon NovelToon

KESEMPATAN KEDUA SEWINDU TAHUN

Awal Kenalan

Mentari pagi yang cerah menaungi seluruh umat di persada bumi. Setiap makhluk yang mempunyai kegiatan berlomba-lomba melakukan pekerjaan sesuai bidang masing-masing. Dari yang pegawai negeri, pegawai swasta sampai anak sekolah menuju ke tempat di mana mereka akan melakukan aktivitas.

Di salah satu rumah sakit ternama tampak cukup ramai aktivitas. Orang keluar masuk dari dan ke rumah sakit tersebut. Halaman parkiran mobil cukup dipenuhi oleh berbagai kendaraan dengan aneka model. Penjaga parkiran dan satpam cukup sibuk mengatur kendaraan keluar masuk di area rumah sakit itu.

Paramedis yang berpakaian putih dan hijau hilir mudik melayani pasien yang datang dan pergi. Para dokter berpakaian putih bersih sedangkan perawat berpakaian serba hijau tunjukkan kelas masing-masing.

Begitu masuk kita di sambut oleh beberapa pegawai administrasi berpakaian serba hijau dengan model beda dengan model perawat walau warna kain sama. Kelihatannya pemilik rumah sakit jadikan warna hijau sebagai warna ikon rumah sakit.

Di salah satu sudut tempat agak terbuka tampak sekelompok calon dokter sedang menunggu adanya orang menyambut kehadiran mereka. Mereka adalah calon dokter yang magang di rumah sakit ini untuk raih gelar sarjana kedokteran.

Bersamaan itu hadir tiga dokter spesialis penyakit kronis. Dokter spesialis penyakit dalam, dokter urologi dan dokter khusus tangani kanker. Ketiganya datang dari rumah sakit berbeda jebolan luar negeri. Dua cowok dan satu cewek imut. Ketiganya bergabung dengan kelompok anak muda yang datang magang untuk di bawa ke aula jumpa dengan direktur rumah sakit serta staff penting lain.

Yang cewek menarik perhatian semua orang karena rupanya bikin jantung para cowok berpacu lebih cepat. Selain cantik juga memiliki tinggi semampai. Kulit bersih bebas panu serta raut wajah imut glowing datangkan rasa iri wanita lain. Cukup satu kata untuk dokter muda nan rupawan. Sempurna.

Calon dokter muda belum kenal siapa yang baru bergabung pikir kehadiran ketiga dokter itu juga ikutan choas seperti mereka. Maka itu para calon dokter bersikap santai menyambut kehadiran ketiga dokter yang baru gabung dengan tangan terbuka. Buat yang cowok kehadiran dokter cantik nan imut akan menambah semangat cari ilmu di rumah sakit ini. Buat yang cewek ada juga doping yakni salah satu dokter cowok lumayan ganteng dan satunya lagi agak berumur kisaran empat puluhan. Siapapun mereka akan ikut sumbang spirit bagi mereka.

Salah satu di antara lima calon dokter beranikan diri berkenalan dengan ketiga dokter yang baru datang. Sikapnya sopan tak menyalahi etika membuat ketiga dokter yang baru datang tidak bisa menampik niat baik para dokter muda itu.

"Saya Maesa...selamat bergabung!" anak muda bernama Maesa menyalami dokter yang paling tua duluan untuk tunjukkan dia orang punya etika.

Uluran tangan dokter muda disambut ramah oleh dokter senior tersebut.

"Alam...dan ini Baladewa serta nona Srikandi." dokter senior perkenalkan kedua rekannya beri kesan sangat welcome terhadap mereka yang muda. Tak ada kesan sombong walau mereka lebih tua.

Satu persatu calon dokter menyalami ketiga dokter senior yang kelihatan sangat ramah. Terutama si cantik bernama Srikandi. Namanya saja sudah indah mengingatkan orang tokoh dalam pewayangan. Srikandi selalu dijadikan acuan untuk kemajuan seorang wanita. Tokoh wanita perkasa tak lekang di makan waktu.

Seusai acara perkenalan muncul lah dua pegawai rumah sakit meminta mereka menuju ke aula yang telah disiapkan untuk penyambutan para calon dokter muda. Bergerombolan ke delapan orang itu bergerak mengikuti arah pegawai rumah sakit. Mereka di bawa lalui lorong panjang barulah tiba di satu ruang cukup luas telah diisi banyak kursi dan juga tamu.

Mereka dipersilahkan duduk di tempat paling depan sebagai tamu terhormat. Kelima calon dokter puas mereka tak dianggap sebagai anak bawang mencari ilmu. Mereka dihargai walaupun belum dapat gelar dokter sepenuhnya. Artinya rumah sakit ini punya nilai kemanusiaan cukup tinggi. Mereka suka itu.

Ntah dari mana muncul seorang laki berpakaian rapi lengkap jas dan dasi serasi. Orang itu berdiri di mimbar menghadap ke semua yang telah hadir menanti kata sambutan untuk diperdengarkan seluruh hadirin.

Laki itu mengetuk mikrofon cek sound apa sudah aktif siap membantunya kumandangkan suara ke seluruh ruangan.

"Test..." mikrofon berfungsi baik. Laki itu mendehem sebelum perdengarkan suara yang belum tahu renyah atau sember. Dari segi penampilan cukup mengesankan walau profil bukan idaman para cewek.

Bentuk tubuh bundar kelebihan lemak. Rambut di kepala tinggal secuil minta di extension atau yang lebih keren transplantasi rambut untuk tutupi kebotakan. Walau profil pas-pasan tidak mengurangi rasa pede orang itu untuk jadi jubir wakili rumah sakit sambut pendatang baru.

"Assalamualaikum buat yang beragama Islam dan selamat datang buat yang anut agama lain. Aku Wardana wakili direktur utama yang berhalangan datang mengucapkan terima kasih pada para calon dokter yang percayakan masa depan pada rumah sakit kita yang tercinta. Kita sama-sama membangun rumah sakit ini memberi jaminan kesehatan pada masyarakat. Buat kalian dokter muda jangan segan bertanya bila dibutuhkan. Di samping itu kita kedatangan dokter bantu dari luar negeri agar rumah sakit kita bisa capai akreditasi bertaraf internasional. Buat kalian dokter muda sangat beruntung bisa dibimbing langsung oleh dokter bantu yang telah hadir bersama kita di sini. Yang pertama dokter Alam spesialis Urologi, dokter Baladewa spesialis Oncologist dan dokter Srikandi spesialis Internis. Dengan rendah hati kami ucapkan selamat datang." Wardana tepuk tangan diikuti oleh hadirin lain.

Ketiga orang yang disebut namanya bangkit dari kursi memberi sambutan sederhana membungkukkan badan ke segala penjuru ruang. Wajah cantik dokter Srikandi kontan jadi pusat perhatian. Dokter yang dikira hanya calon dokter ternyata seorang spesialis penyakit dalam. Semua ini sudah jadi dokter spesialis memicu rasa iri.

"Sialan...kirain mahasiswi kedokteran. Ternyata embahnya dokter." bisik Maesa malu kepedean.

Temannya ketawa cekikan. "Tuhlah sok ganteng! Aku mau jadi junior dokter Srikandi. Lihat tampangnya saja nilaiku naik sendiri. Kau tebak apa sudah punya suami?"

"Barang selicin gitu tak ada pemilik? Aku tak percaya..kurasa suaminya pasti sultan punya selusin brankas besi berisi emas permata."

"Tapi lihat bentuk badannya. Kayak perawan tingting." Salya menatap ke samping masih terpesona pada sosok Srikandi yang wakili srikandi-srikandi jaman now. Profesi cocok dengan namanya.

"Kalian omong apa?" tanya Wirata tak nyimak obrolan kedua sahabatnya.

"Emang ada topik lebih top dari dokter imut bergelar dokter penyakit dalam?" tanya Maesa sinis.

Wirata angguk-angguk sok tahu, "Aku juga syok ada dokter secantik gitu. Aku juga mau jadi pasiennya. Pasien seumur hidup. Pagi siang malam sakit terus biar dia selalu di samping aku."

Maesa dan Salya memajukan bibir mencibiri angan kosong Wirata. Impian terlalu muluk mau jadikan sang dokter jadi dokter pribadi.

"Dari pada sakit terus lebih baik suntik mati saja. Aman kan?" cetus Maesa mengkal pada Wirata. Wirata yang berangan kok Maesa yang sewot.

Mengkhayal tidak melanggar hukum jadi bebas berkhayal semau perut. Berapa diisi tak masalah asal sanggup tampung. Sebagai lelaki sehat wajar Wirata bangun angan indah sesuai harapan agar bisa jadi tolak ukur memacu semangat belajar agar cepat raih topi sarjana.

"Hei dari tadi kalian berisik. Buat konsentrasi orang pecah." Amika salah satu calon dokter merepet akibat suara berisik temannya. Amika serius ikuti pidato si botak subur biar tidak salah pilih tutor pendamping. Kan tidak mesti dokter dari luar negeri. Mereka bisa pilih dokter lokal asal penuhi syarat jadi pendamping calon dokter. Dokter Alam bukan pilihan baik walau punya segudang pengalaman di bidang kesehatan. Orangnya pasti serius seperti raut wajahnya. Baladewa mungkin bisa jadi pilihan alternatif.

"Kaca kali pake pecah segala....ngak asyik. Baru datang sudah ambil peranan sebagai emak kehilangan uang receh." ujar Salya membalas repetan Amika.

"Siapa emak? Emang aku sudah tuir (tua)?" omel Amika mulai serang Salya.

"Emang..." sahut Salya bikin Amika menahan nafas agar jangan kelepasan sembur hawa naga panggang temannya itu.

Nala si gadis paling diam menggeleng tak habis pikir mengapa keempat temannya lebih suka bertengkar ketimbang konsentrasi nyimak arahan wakil rumah sakit beri kata sambutan. Simak setiap omongan dari pihak rumah sakit akan mudahkan mereka bergerak kelak. Namun Nala malas ikutan adu mulut. Tak dapat hadiah malah bikin runyam. Nala aktifkan pepatah Diam adalah emas.

Pidato a sampai z berakhir sudah. Kelima calon dokter menepuk dada keluarkan nafas lega. Bosan dengar ocehan bertele-tele bahas kasus kesehatan dari Sabang sampai Merauke. Buntutnya tetap meminta semua ikuti protokol kesehatan. Kelima tak sabar mau tahu siapa tutor pendamping mereka. Salya, Wirata dan Maesa tentu jagokan Srikandi untuk jadi guru mereka. Selain bisa nikmati pemandangan segar juga dapat tutor jempolan dari luar negeri.

Selanjutnya kelima anak muda itu diarahkan menuju ke ruang Wardana untuk mendapatkan keterangan lebih lanjutan siapa yang akan dampingi mereka selama magang di rumah sakit.

Ketiga dokter senior diiringi lihat ruang praktek mereka yang telah disediakan dari bulan-bulan lalu. Ketiganya menangani kasus penyakit cukup gawat terutama dokter Baladewa yang ahli penyakit kanker. Dokter Baladewa berasal dari tanah air namun lama berkarir di luar negeri menjadi dokter di Jerman, Alam dokter khusus tangani fungsi saluran kemih dan prostat dokter tanah air berkarir di Singapura sedangkan yang terakhir Srikandi berkarir di rumah sakit Amerika. Ketiganya mendapat undangan menyumbang ilmu di rumah sakit tanah air selama setahun kontrak. Setelah itu mereka akan kembali bertugas di tempat semula.

Tempat praktek Srikandi sangat nyaman dan bersih. Ini sesuai ekspektasi Srikandi. Bayangan rumah sakit tanah air yang kumuh sirna sudah. Rumah sakit ini lumayan bagus serta memenuhi syarat mencapai akreditasi lebih tinggi. Srikandi tidak menemukan kekurangan dari ruang kerjanya malahan cukup puas. Tinggal menunggu perintah kapan dia akan mulai praktek.

Srikandi tak sangka dia akan kembali ke rumah sakit ini setelah sekian tahun tinggalkan tanah air. Srikandi pernah magang di sini sewaktu kuliah di fakultas kedokteran. Srikandi menyelesaikan tugas pokok mahasiswi kedokteran lulus cumlaude dan dapat beasiswa penuh kuliah ambil dokter spesialis.

Memori Srikandi berputar pada kenangan pahit yang membuatnya mengambil keputusan besar tinggalkan tanah. Padahal Srikandi tak berniat gunakan beasiswa nya karena tak tega tinggalkan suami tercinta. Sayang seribu sayang Srikandi harus hadapi kenyataan suaminya selingkuh dengan sesama dokter di acara ulang tahun pernikahan mereka yang pertama.

Kenangan buruk itu melintas lagi di pelupuk mata Srikandi. Wanita ingat sekali dia dan keluarga suaminya persiapkan pesta kejutan untuk merayakan kelulusan Srikandi serta acara ulangtahun pernikahan mereka di hotel ternama.

Delapan tahun lalu.

Arjuna dokter spesialis anak menikahi Srikandi mahasiswi kedokteran. Waktu itu Srikandi masih choas dibimbing langsung oleh Arjuna yang jadi suami tercinta. Setahap demi setahap Srikandi lalui untuk raih gelar sarjana sampai lulus dengan nilai sempurna. Betapa bangga keluarga Srikandi juga keluarga Arjuna punya dokter muda berbakat seperti Srikandi. Akhirnya keluarga mengadakan pesta untuk sambut kelulusan Srikandi digabung dengan ulang tahun pernikahan pertama Arjuna dan Srikandi. Sayang acara itu ternoda oleh Arjuna yang main gila dengan sesama dokter.

Srikandi ingat persis mereka dua keluarga menunggu Arjuna yang katanya sedang operasi anak kecil yang kena radang usus. Arjuna dampingi dokter bedah karena dia tak boleh lakukan bedah hanya bisa jadi pendamping. Berjam mereka tunggu namun Arjuna tak tampak batang hidung akhirnya Srikandi dan adik Arjuna bernama Arimbi. Mereka berdua mencari Arjuna di rumah sakit.

Mereka berdua langsung ke ruang praktek Arjuna namun tak menemukan laki itu. Di teleponi juga tak angkat membuat keadaan makin kacau. Ke mana perginya Arjuna di moments penting ini. Biasanya Arjuna tak pernah abaikan Srikandi wanita kesayangan dia.

Srikandi tak habis pikir mengapa di moments penting ini Arjuna justru menghilang. Pikir punya pikir akhirnya Srikandi dan Arimbi mencoba mencari di rumah Arjuna. Kedua wanita ini lega melihat mobil Arjuna terparkir di rumah meredakan rasa kuatir. Semula mereka pikir Arjuna mendapatkan kecelakaan karena tak ada kabar.

Kedua wanita muda ini bergegas mencari Arjuna dalam rumah. Namun bukan menemukan Arjuna dalam kondisi sehat namun Srikandi menemukan fakta Arjuna sedang bersama seorang wanita dalam kamar tidur mereka.

Arimbi dan Srikandi tercengang melihat Arjuna telanjang dada hanya memakai celana dan dari dalam kamar mandi muncul seorang wanita hanya terlilit handuk milik Srikandi. Srikandi tak percaya penglihatan mata mengira semua ini hanya ada dalam mimpi.

Sedikitpun tak pernah terlintas di pikiran Srikandi kalau Arjuna melakukan hal tak pantas di rumahnya. Wajah Srikandi kontan berubah pucat melihat adegan jauh dari akal sehat. Arimbi tak kalah kaget sampai bengong melihat Abang yang dia puja sebagai dewa ternyata laki brengsek.

Arjuna tak kalah kaget melihat kehadiran Arimbi dan Srikandi. Apalagi waktu itu Kunti mendadak muncul dari kamar mandi membuat suasana makin kacau. Srikandi tak sanggup melihat lebih jauh pilih tinggalkan kamar berlari kencang jauhi rumah penuh maksiat.

Arimbi tak terima sahabat karibnya dikhianati oleh kedua makhluk jelmaan setan beri hadiah tamparan ganda di wajah Kunti sebagai ganjaran telah melukai hati Srikandi. Arimbi tampar sekuat tenaga tak peduli bakal terjerat hukum. Yang penting bantu Srikandi lampiaskan emosi.

"Dasar perempuan sampah."

Kawan Sehati

Arjuna benar tak sangka kalau Srikandi akan mendadak muncul di rumah padahal dia juga sudah berniat pergi ke hotel bersama Kunti untuk rayakan kesuksesan Srikandi menjadi dokter.

Arjuna bisa bersama Kunti di kamar karena mereka baru saja mengalami kecelakaan di mana mobil yang dibawa Arjuna ditabrak pengemudi baru hingga masuk parit. Untunglah tak ada luka namun mereka berantakan. Kunti minta mandi di tempat Arjuna karena tak sempat pulang ke rumah lagi. Kunti berniat pinjam pakaian Srikandi yang menimbulkan salah paham besar. Srikandi mengira Arjuna telah lakukan hal maksiat dengan Kunti sehingga kabur yak pernah kembali pada Arjuna.

Arjuna tak tahu kalau Kunti sengaja matikan ponsel Arjuna biar salah paham antara kedua pasangan itu makin menganga lebar. Kunti mau ambil keuntungan dari kejadian ini pisahkan Arjuna dari Srikandi dan dia berhasil.

Orang tua Srikandi langsung bawa Srikandi tinggalkan tanah air melanjutkan kuliah dokter spesialis yang diidamkan Srikandi.

Kenangan buruk itu terukir jelas di lubuk hati Srikandi tak selamanya takkan terhapus. Srikandi sangat membenci Arjuna dan Kunti. Keduanya telah merampas kebahagiaan dia.

Delapan tahun kemudian.

Kini Srikandi telah kembali ke tempat sama untuk berkarir sebagai dokter spesialis internis. Srikandi jauh melampaui Kunti yang masih dokter umum. Srikandi harus bisa melupakan masa lalu memulai apa yang mesti dia kerjakan sebagai seorang dokter. Jangan terhalang oleh kisah tak sedap karirnya tak bisa maju.

Srikandi keraskan hati walau sadar besar kemungkinan jumpa kedua makhluk jelmaan setan itu. Srikandi berjanji abaikan mereka. Anggap saja mereka itu sama saja rekan kerja lain. Jika perlu tak usah interaksi.

Lamunan Srikandi buyar tatkala pintu diketuk dari luar dengan nada konsisten. Orang yang ketuk pintu punya jiwa seni lumayan. Ketuk pintu saja sedap di kuping.

"Masuk..." sahut Srikandi merdu tak kalah sedap dari suara ketukan pintu.

Dua orang perawat muda berpakaian hijau menyembulkan badan pindah ke dalam ruangan dengan malu-malu kucing. Mereka berdua berdiri siaga seperti murid sedang menghadap guru.

"Kalian ada perlu?" tanya Srikandi ramah dan lembut.

"Kami disuruh hadap bu Dokter oleh pak Wardana. Katanya kami akan bekerja untuk bu dokter."

Srikandi tersenyum mendengar alasan kedua perawat muda ini datang kepadanya. Ternyata mereka ditugaskan oleh pak Wardana untuk membantunya sehari-hari melayani pasien. Srikandi tentu saja tidak keberatan menerima kedua perawat muda itu untuk menjadi kaki tangannya.

"Oh gitu ya! Ok..aku dokter Srikandi. Kalau begitu mulai nanti kapan aku ditugaskan kalian akan membantu aku. Kuharap kita bisa bekerja sama untuk memberi yang terbaik bagi orang sakit." Srikandi memberi sambutan yang sangat ramah membuat kedua perawat itu merasa berada di tempat yang tepat. Biasanya seorang dokter spesialis akan berkesan angkuh dan sombong. Baru kali ini mereka menemukan seorang dokter muda yang baik dan ramah.

"Ya bu...aku Sriwati." salah satu di antara mereka perkenalkan diri.

"Aku Citra bu.." disusul yang satunya lagi memperkenalkan diri.

"Baik...semoga kita menjadi partner yang cocok. Aku masih kurang paham peraturan rumah sakit ini jadi kalian bisa kasih tahu semua satu persatu bila nanti kita sudah mulai kerja." suara Srikandi begitu lembut membuat keduanya tampak sumringah.

Kerja berat takkan terasa bila punya majikan baik. Parah kalau atasan sombong hanya tahu perintah. Dokter model apa belum mereka temui selama bekerja di rumah sakit ini. mungkin baru kali ini mereka menemukan dokter yang betul-betul mengademkan hati mereka.

"Iya bu...kami siap bila jadwal praktek ibu sudah turun." kata Sriwati semangat.

Srikandi tertawa lebar menerima dua perawat muda energik. Perawat model begini yang dia harapkan.

"Baik... tinggalkan nomor kontak kalian agar kita bisa berhubungan setiap saat."

Dengan tak sabar kedua perawat muda itu menulis di atas kertas putih yang disodorkan Srikandi. Srikandi perhatikan cara keduanya menulis. Srikandi menduga kalau Citra lebih teliti dari Sriwati karena dia menulis namanya di samping nomor kontak yang dia tinggalkan. Sedangkan Sriwati hanya menuliskan nomor menunjukkan dia lebih teledor. Dari sini Srikandi bisa menilai kinerja kerja keduanya. Srikandi akan mengambil Citra untuk berada di dalam ruangan sedangkan Sriwati akan tangani antrian nomor pasien. Tapi Srikandi akan beri Sriwati kesempatan juga untuk lihat sampai di mana kemampuan kedua perawat itu melayani pasien. Tak semua pasien mudah dihadapi. Ada saja yang kadang bikin para dokter puyeng bisa jumpa pasien tukang buat ulah.

Kedua perawat itu pamitan menunggu kapan Srikandi akan bertugas. Srikandi juga hanya bisa menunggu instruksi dari pihak rumah sakit kapan dia akan mulai praktek. Kontrak Srikandi hanya setahun jejali kondisi rumah sakit ini menuju ke akreditasi rumah sakit internasional.

Ruangan kembali sepi. Barusan ada sedikit kehidupan sekarang kembali redup. Srikandi tahu jalan ke depan takkan mudah sebab Arjuna juga berada di rumah sakit sama. Delapan tahun apa mampu menyembuhkan luka di hati Srikandi. Srikandi , meninggalkan tanah air namun tak ada gerakan dari Arjuna mencari Srikandi klarifikasi apa yang dia lihat. Betapa sakit hati Srikandi mendapatkan Arjuna berselingkuh dengan Kunti. Mereka tumbuh besar di lingkungan yang sama. Boleh dibilang mereka tetangga.

Srikandi tahu Kunti memuja Arjuna namun Arjuna lebih memilih dia yang jauh lebih muda dari Kunti. Arjuna tak keberatan bimbing Srikandi menjadi dokter muda handal. Hari-hari mereka begitu bahagia walaupun Srikandi masih muda perlu bimbingan dari Arjuna. Srikandi berusaha mengimbangi kedewasaan Arjuna dalam rumah tangga mereka tanpa membebani Arjuna dengan berbagai permintaan tak masuk akal.

Bukan sekali dua kali Kunti berusaha memisahkan Srikandi dan Arjuna. Sayang sekali Arjuna terlalu bucin pada Srikandi sehingga rencana jahat Kunti tak pernah sukses. Apapun itu semua sudah tidak penting bagi Srikandi. Dia dan Arjuna sudah tak memiliki hubungan apa-apa selain hubungan rekanan kerja yang baru akan segera dimulai. Srikandi bukannya tidak tahu kalau rumah sakit ini adalah milik keluarga Arjuna. Sayang Srikandi tidak bisa menolak panggilan tugas yang dilimpahkan kepada dirinya.

Srikandi harus siap menantang semua cobaan yang bakal muncul satu persatu saat dia hadir kembali di kehidupan Arjuna walaupun bukan sebagai pasangan suami istri. Sedikit banyak pasti ada rasa sungkan di antara mereka. Srikandi harus lebih tabah walaupun harus melihat Arjuna dan Kunti di rumah sakit ini.

"Halo...." kepala Srikandi terangkat mendengar sapaan yang begitu manja bergema di sekitar gendang telinganya.

Pupil mata Srikandi kontan berbinar melihat sosok berpakaian putih bersih berdiri di antara daun pintu. Sosok yang sudah lama menghilang dari peredaran mata kini hadir lagi membawa kebahagiaan buat Srikandi.

"Utari????"

"Hhmmm kirain lupa padaku setelah jadi spesialis." Utari membawa tubuh masuk ke dalam sambil rentangkan tangan menanti tubuh semampai itu berlabuh ke dalam pelukan.

Srikandi tak ragu merapatkan tubuh ke tubuh temannya yang berpisah cukup lama. Keduanya saling melepaskan rasa rindu sekian tahun tak jumpa. Ada rasa haru menyelimuti relung hati Srikandi. Cukup lama Srikandi tak pernah kirim kabar pada teman seperjuangan sewaktu kuliah di fakultas sama.

"Kau kok makin muda...dikasih makan apa untuk kembali jadi remaja?" Utari menjauhkan tubuh Srikandi untuk melihat temannya lebih jelas.

"Omong apa itu? Kamu sudah sampai di mana?" Srikandi menyentuh baju snelli temannya. Pakaian Utari cukup keren memberi tanda dia sudah jadi dokter seratus persen.

"Mentok dokter umum... kudengar kamu spesialis Internis. Wah hebat...semuda ini sudah spesialis. Aku iri padamu.." Utari mengguncang bahu Srikandi pura-pura kesal tertinggal jauh dari Srikandi.

"Hanya beruntung saja...berapa anakmu?"

Utari menarik tangan Srikandi duduk di kursi agar lebih nyaman bercerita perjalanan hidup mereka. Srikandi menangkap beban duka hinggap di mata sahabatnya itu. Cuma Srikandi tak mau sok tahu menduga yang belum tentu seperti dugaan dia.

"Aku belum punya anak..."

"Hei...hei..kendor amat! Berapa tahun kamu dan Duryudana berkeluarga? Masa tak ada bangau baik hati antar bocah kepada kalian." Srikandi menepuk paha Utari bermaksud bercanda.

"Kau tak tahu kemelut yang kuhadapi. Nanti aku akan cerita. Sekarang kita baru jumpa setelah terpisah delapan tahun. Kamu tak berubah malah makin muda. Sudah cantik pintar lagi. Apa sudah ada pengganti Arjuna?"

Srikandi tersenyum hambar menggeleng kepala beberapa kali. Berat sekali melupakan Arjuna walaupun bertahun-tahun telah terlampaui. Srikandi belum bisa menerima kehadiran lelaki lain dalam hidupnya meskipun Arjuna tak pantas dapatkan cinta Srikandi yang tulus.

"Kita wanita sekali cinta takkan goyah tapi mengapa laki demikian kurang ajar tebar cinta sana sini." rutuk Utari tak sadar bocorkan isi hati yang terpendam.

"Tar.. jangan bilang Duryudana jual cinta kamu!"

Utari meringis memamerkan giginya yang bersih. Raut wajah Utari seakan menahan rasa sakit sulit diukur dengan meteran sepanjang apapun. Srikandi menghela nafas ikut menanggung beban Utari. Kesedihan Utari pernah dia rasakan sampai detik ini.

"Kau masih bersama dia?"

"Masih tapi akan segera berakhir. Aku akan beri pelajaran berharga buat laki setan itu."

"Memangnya kenapa Tar? Dia piara vampir pengisap darah?"

"Dia memang tak ngaku tapi aku sudah berapa kali pergoki dia main sama sekretaris dia. Sering kali keluar bersama alasan bisnis jumpa klien. Aku sudah susun rencana buat dia kehilangan segalanya."

"Kau bisa? Ada rencana suntik mati?" gurau Srikandi agar tidak tegang. Bahas hal sensitif begini selalu buat urat leher menegang. Tensi darah auto melonjak bisa bikin orang stroke berat.

"Itu terlalu enak buat dia. Perempuan itu janda tanpa anak. Dia itu satu kampung dengan Duryudana. Ibu Duryudana yang masukkan dia kerja di kantor. Ijasah juga cuma D 1 namun dapat posisi sangat bagus. Tak lama lagi semua akan berakhir Sri."

"Maafkan aku membuatmu bersedih. Baru jumpa sudah terdengar kabar miris. Sedih aku Tar." Srikandi menyesal telah ungkit kepedihan hati sahabat kuliahnya dulu.

"No..no...aku malah senang ada yang mau dengar cerita aku. Selama ini aku kan hanya bisa diam menanti waktu tepat sepak dia dari hidupku. Aku mulai dari perusahaan peninggalan papa aku. Sekarang masih dikelola dia jadi aku harus buat dia sengsara tak punya apa-apa. Aku harus ambil alih dulu baru buat dia sengsara." Utari menggeram rasanya ingin Jambak rambut di kepala suaminya. Jika perlu Jambak sampai botak plontos.

Srikandi tak sangka pasangan yang selalu buat orang iri hati juga terjerembab dalam kasus seperti yang dia hadapi. Sedikitpun Srikandi tak sangka Duryudana tega khianati Utari yang telah angkat dia dari kegelapan menemui matahari terang. Sudah terang malah keliaran tak tahu jalan pulang.

"Kau sudah lepas piket?" Srikandi malas bahas masalah yang bikin hati perih. Lebih perih dari makan satu bambu cabe rawit.

"Belum...curi waktu jumpa kamu. Tadi aku sudah lihat kamu di aula maka bergegas cari kamu. Kamu di sini harus persiapkan mental baja jumpa dua makhluk kasat mata itu. Arjuna masih praktek sekaligus direktur utama rumah sakit. Kuntilanak ya masih di IGD seperti aku. Maklumlah dokter umum seperti kami kerjanya ya di IGD."

Srikandi sudah bayangkan kalau tantangan berat akan halangi jalan terjalnya. Sudah terjal banyak rintangan pula. Sanggupkah Srikandi setiap hari melihat kedua orang yang telah menoreh luka menganga di jantung Srikandi.

"Aku terikat kontrak kerja Tar...aku di sini cuma setahun lalu kembali bertugas di rumah sakit tempat aku bekerja."

"Kau sudah pindah kewarganegaraan?"

"Sudah...tiga tahun lalu aku sudah jadi warga sana. Aku tak mau terbebani oleh masa lalu. Hariku masih panjang maka aku tak boleh terlihat bodoh di depan kedua setan neraka itu."

Utari tak dapat menahan tawa dengar Srikandi berkata kasar. Srikandi jarang ngoceh sembarangan apalagi mengucapkan kalimat bikin orang tersinggung. Namun kini Srikandi berani berkata lantang tentang Arjuna dan Kunti maka dapat dirasa betapa benci Srikandi pada kedua makhluk itu.

"Aku ada di sebelah kamu. Kalau nanti aku selesai beri pelajaran pada si hidung belang apa aku boleh pindah tugas di tempat kamu kerja?"

"Sori Tar...aku tak bisa jawab sekarang. Itu mesti jalani tahap sangat panjang. Apalagi kamu lulusan tanah air mungkin sedikit rumit masuk rumah sakit sana. Tapi kamu jangan putus asa! Selalu ada jalan bila kita mau berusaha. Siang nanti kita makan bersama ya! Kamu traktir aku!"

"Ya Tuhan...sudah jadi dokter senior minta traktir pada dokter junior. Logika dari mana itu? Kamu yang harus traktir aku. Mesti lho! Tak boleh ngelak."

"Baik dokter Utari...aku tunggu kamu! Apa nomor kontak kamu masih yang dulu?"

"Tidak...sudah kuganti. Nomor dulu kena blokir...mana nomor kamu biar aku simpan."

Srikandi mengeluarkan ponsel berikan kepada Utari biar temannya puas dapat nomor langsung dari ponsel pemilik. Utari memasukkan nomornya ke ponsel Srikandi lalu lakukan panggilan miscal hanya untuk tahu nomor kontak Srikandi. Utari mengembalikan ponsel Srikandi setelah yakin nomor Srikandi telah save di kontak. Selanjutnya mereka akan gampang komunikasi.

"Aku pergi dulu ya sayang! Masih piket sih! Eh sudah jumpa Arjuna? Tambah kece lho di usia makin matang. Aku takut kamu tergelincir jatuh cinta padanya."

"Saking matang sampai busuk kan? Sori aku tak tertarik bahas soal itu. Aku ke sini bertugas bukan cari laki."

Tutor Idaman

Utari acung jempol setuju dengan niat Srikandi. Karir tak boleh putus hanya karena benci pada makhluk ciptaan Tuhan yang tak punya moral. Srikandi yang waras mesti tegar walau bakal ada pemandangan kumuh.

"Aku cinta padamu sayang! Sebagai wanita kuat kau pasti bisa. Jangan sampai kau siakan nama Srikandi kamu. Ok? Aku kembali piket dulu ya say...jumpa siang nanti!" Utari berlari kecil keluar dari ruang praktek Srikandi. Sebelum pergi Utari masih sempat beri tanda cinta ala Korea. Saranghaeyo.

Srikandi tersenyum menanggapi kelucuan Utari. Utari tentu saja sangat mengenal Kunti dan Arjuna karena berasal dari satu fakultas yang sama walau pun beda generasi. Srikandi, Utari dan Kunti 1 almamater sedangkan Arjuna adalah senior mereka. Usia Kunti dan Arjuna hampir sama namun tingkatan mereka jauh beda. Kunti malah satu tingkatan dengan Utari dan Srikandi yang usianya jauh di bawah.

Srikandi lebih duluan di wisuda meninggalkan Utari dan Kunti. Kunti hampir saja mahasiswi abadi fakultas kedokteran. Kuliah hampir 10 tahun namun tidak lulus lulus juga. Dari sini bisa nilai kalau otak Kunti dipenuhi oleh karatan. Sudah karatan kotor pula.

Srikandi buang jauh kedua sosok yang jadi mimpi buruk dia. Tak ada guna membuang tenaga dan pikiran hanya memikirkan hal tak penting. Srikandi harus memikirkan karirnya yang masih panjang sehingga memberi pelayanan kepada mereka yang membutuhkan jasanya.

Setelah puas memantau tempat kerjanya Srikandi bersiap untuk pulang ke rumah yang dia kontrak untuk setahun ke depan. Srikandi tidak berniat membeli rumah di sini karena dia hanya bertugas selama setahun. Dan lagi dia juga tidak mempunyai banyak uang untuk membeli rumah yang harganya pasti mencapai miliaran. Di negeri Paman Sam sana Srikandi sudah mempunyai tempat berteduh walau bukan rumah mewah. Yang penting layak serta tidak kena panas matahari dan basah hujan. Kehidupan Srikandi sudah terjamin walaupun bukan dari golongan atas.

Sebelum meninggalkan Rumah sakit Srikandi teringat pada janjinya untuk traktir Utari makan siang. Srikandi mengurungkan niatnya untuk segera pulang ke rumah kontrakan demi menjaga perasaan temannya. Srikandi juga belum puas melepaskan rasa rindu kepada Utari maka Srikandi memilih mempelajari seluruh lokasi rumah sakit ini.

Srikandi berjalan sendirian tanpa ditemani oleh siapapun karena dia telah terpisah dengan dokter Alam dan dokter Baladewa. Srikandi juga tidak tahu kemana perginya kedua dokter senior itu. Bisa jadi sedang berbincang dengan direktur rumah sakit ataupun sedang mempelajari struktur rumah sakit ini seperti dirinya.

Rumah sakit ini cukup bersih serta terawat. Semua pegawai dan perawat ramah menandakan bekerja di sini telah mendapat pelatihan cukup ketat. Rumah sakit ini sudah bisa dipromosikan naik ke akreditas lebih tinggi. Sekarang hanya melihat peralatan serta pelayanan para dokter kepada pasien. Itu juga akan diperhitungkan jika ingin mengajukan Rumah sakit menjadi Rumah sakit internasional. Srikandi mengagumi dekorasi rumah sakit ini banyak mengalami perubahan. Banyak bagian telah dirombak ikuti perubahan zaman. Rata-rata diubah jadi kaca agar tampak lebih bercahaya dan bersih. Srikandi suka akan kebersihan menjadi senang bekerjasama dengan pihak yang hargai kebersihan.

"Bu dokter..." panggilan seseorang memecahkan konsentrasi Srikandi menyelidiki setiap sudut rumah sakit ini.

Srikandi merasa panggilan itu dituju padanya menghentikan langkah mencari sumber suara. Srikandi tidak akan abaikan setiap panggilan selama berada di rumah sakit. Setiap panggilan merupakan permintaan bila ingat berada di mana.

Srikandi menebar senyum lebar begitu tahu siapa yang iseng memanggilnya. Srikandi menunjukkan kedewasaan hadapi anak baru yang akan segera dilantik bila lepas masa choas.

"Kalian??? Gimana? Sudah temukan tutor kalian?" tanya Srikandi seramah mungkin.

Ketiga calon dokter muda itu cengar-cengir masih malu ketemu Srikandi yang sempat disangka setara mereka. Dikira amatiran nyatanya suhu.

"Kami mau Bu dokter jadi tutor kami!" kata Maesa malu kucing.

"Oh...ayok kita cari teman nyaman untuk diskusi! Aku bukan tolak kalian namun aku ingin tahu apa misi kalian jadi dokter. Kita duduk di luar saja ya! Tak enak dilihat orang kita orang baru kumpul bersama. Nanti dipikir kita sedang diskusi jelekkan rumah sakit." Srikandi tidak tunggu jawaban anak muda itu melangkah pergi cari tempat santai untuk buka mata dokter muda itu.

Cari tutor bukan lihat penampilan melainkan lihat misi apa yang akan mereka inginkan setelah lulus. Ini akan jadi bekal mereka untuk maju jadi spesialis. Tutor cukup penting jadi penentu masa depan seorang dokter muda. Mereka ingin melanjut menjadi spesialis apa maka yang harus dimulai dari sekarang mengikuti dokter yang berkecimpung dengan rencana mereka.

Maesa, Salya dan Wirata saling berpandangan lantas bergegas kejar langkah Srikandi sebelum hilang jejak. Rumah sakit ini cukup luas. Untuk cari orang butuh waktu baru bisa jumpa. Mereka harus segera mengajar Srikandi bila tidak mau ketinggalan jejak.

Srikandi mengajak ketika pemuda itu ke taman di luar tempat favorit Srikandi menghabiskan waktu di masa choas dulu. Bila pikiran suntuk Srikandi akan duduk di bawah pohon besar yang rindang untuk mendinginkan kepala. Pohon itu masih tumbuh subur berdiri tegak memberi pemandangan hijau kepada orang yang lalu lalang di rumah sakit ini.

Kalau dulu tempat duduknya terbuat dari kayu berbentuk bangku-bangku pendek tetapi sekarang telah dibuat tempat duduk dari batu keramik melingkari sekeliling pohon. Kelihatannya lebih indah memberi rasa adem bagi yang bernaung di bawah pohon yang usianya tidak mudah lagi.

Srikandi duduk di bawah pohon tanpa menunggu kehadiran ketiga pemuda yang sedang mengejarnya itu. Srikandi dengan senang hati terima ketiga pemuda itu bila memang cocok dengan jalan pikiran dia. Srikandi dulu juga pernah rasakan jadi murid mencari ilmu di rumah sakit ini. Srikandi beruntung dapat tutor sebaik Arjuna. Selangkah demi selangkah Arjuna bimbing Srikandi menjadi dokter bisa dipercaya. Sayang Srikandi ambil jurusan berbeda dengan sang tutor karena Srikandi benci pada laki maka sengaja membelok cari jurusan lain.

Srikandi akan beri yang terbaik kepada junior bila memang mau jadi anak asuh Srikandi. Tak ada guna sok killer bawahi anak baru. Sikap kaku justru akan membuat para junior terbebani. Srikandi akan terapkan pendekatan persahabatan buat ketiga pemuda itu.

Ketiga anak itu sampai juga di depan Srikandi. Mereka tahu diri tak berani ikutan duduk sejajar dengan dokter senior mata cantik itu. Bila tutornya cantik pikiran jadi segar menyebabkan ketiga anak ini mau pilih Srikandi.

Ketiganya berbaris sejajar persis di depan Srikandi siap mendengar arahan dokter cantik penyegar mata. Srikandi merasa lucu melihat ketiga pemuda itu seperti anak pelajar yang menunggu hukuman.

"Ayok duduk adik-adik! Kalian lebih tinggi dari aku membuat aku merasa di intimidasi oleh karena."

Serentak mereka ambil tempat berusaha duduk paling dekat Srikandi. Mengendus bau parfum Srikandi saja sudah bikin mabuk kepayang. Semua serba lembut seperti orangnya.

"Apa Bu dokter sudah siap terima kami?" tanya Salya penuh harapan.

"Apa kalian yakin bisa bekerjasama dengan aku? Aku orangnya disiplin. Tepat waktu tak suka pembangkang. Satu lagi.. Aku tak pernah beri toleransi bila ada yang buat kesalahan. Tak ada negosiasi bila salah." Srikandi paparkan tingkat kesulitan bila mau minta dia jadi tutor.

Salya menelan ludah kena pukulan mental. Belum apa-apa Srikandi sudah tunjukkan kalau dia adalah tutor galak bunyi judes. Tapi dilihat dari profil Srikandi jauh dari kesan otoriter. Bisa saja Srikandi sedang test mental ketiganya.

"Aku siap Bu dokter." Maesa sahut tanpa ragu. Tutor tegas dia butuhkan agar selalu ingatkan dia untuk lebih rajin dan teliti dalam menyelesaikan tahap akhir menuju gelar kedokteran.

Wirata dan Salya bimbang untuk jawab. Mereka berdua agak lelet kadang suka molor waktu. Apalagi Salya paling malas bangun pagi. Gimana kalau Srikandi minta mereka datang lebih cepat? Jamin pasti tak bisa on time. Betapa memalukan bila kena teguran dari dokter cantik itu.

Srikandi menoleh ke arah Wirata dan Salya yang pilih bungkam. Sejuta keraguan bersarang dalam dada sekarang ini. Mau sok hebat lalu setiap kena teguran atau mundur teratur cari tutor lengah kayak dia.

"Aku ikut Bu Srikandi...aku juga mau jadi internis untuk selamatkan nyawa banyak orang." Wirata bulatkan hati terima semua persyaratan Srikandi.

"Ini yang aku suka. Walau baru mau jadi dokter sudah impian untuk lebih maju. Dokter apapun tugasnya tetap satu. Menyelamatkan nyawa orang. Kita tak boleh bedakan miskin dan kaya. Buat seorang itu dokter nyawa manusia sama, tak ada golongan."

Ketiga anak muda itu manggut-manggut sehati dengan wejangan Srikandi. Baru saja hendak berguru sudah dapat nasehat pertebal jiwa seorang dokter. Wirata dan Maesa menilai mereka telah bertemu guru tepat.

Salya tak berani maju takut malu. Dia akan obrak-abrik rumah sakit cari guru lain. Malu kalau setiap hari harus kena marah. Wajah gantengnya luntur kehilangan warna cerah. Salya tak mau ambil resiko dipermalukan oleh dokter yang dia puja pada pandangan pertama.

Srikandi sedikitpun tak singgung Salya yang telah menciut. Kalah sebelum perang. Biarlah Salya cari guru yang mampu beri rasa aman supaya bisa lebih dia nyaman bisa bertugas tanpa paksaan.

"Kalian pergi cari pak Wardana laporkan kalau kalian mau di tutori aku. Kapan aku praktek aku akan bawa kalian. Setiap ada masalah kita diskusi bersama. Jangan segan bertanya walaupun tengah malam. Kalian pasti akan ditempatkan sebagai dokter jaga jadi tak usah ragu bila menemukan kesulitan tangani pasien."

Wirata dan Maesa mau bersorak telah menemukan dokter idaman. Mana ada tutor bersedia diganggu tengah malam. Mungkin hanya Srikandi bersedia membimbing sepenuh hati.

Salya tersentak, hatinya mulai bimbang. Siap malu tapi dapat pencerahan setiap saat. Pilih dokter lain yang belum tentu mau terima pengaduan tengah malam. Salya kini dirundung dilema berat. Ikut jejak Maesa dan Wirata atau cari tutor lain.

Salya belum sempat memilih namun Maesa dan Wirata sudah bangkit pamitan pada Srikandi untuk buat laporan mereka sudah ketemu tutor mereka. Mereka harus gercep sebelum dokter muda lain rebut bangku mereka. Banyak kemungkinan bisa terjadi. Siapa tahu mendadak muncul dokter muda dari fakultas lain ikut choas di sini. Bangku mereka bisa digeser kapan saja.

"Terimakasih Bu Srikandi...kami akan buat laporan! Permisi.." seru Maesa semangat tanpa menunggu Salya membuat keputusan angkat Srikandi jadi tutor atau cari yang lain. Kedua temannya sudah kabur duluan mau buat laporan. Tinggal Salya lunglai hilang gairah.

Sewaktu datang dia yang paling semangat. Giliran dapat syarat berat kontan loyo dibayar tunai. Salya tampak ngak niat amat jadilah dokter disayangi pasien. Salya pentingkan nikmat dunia ketimbang lulus dengan nilai memuaskan.

Srikandi tersenyum melirik ke arah Salya yang kusut. Untung belum sekusut benang dimainkan kucing nakal. Bergumpal susah diurai.

"Tak nyusul teman?" tanya Srikandi tetap lembut walau tahu Salya mungkin tak ikut jejak teman pilih di jadi tutor.

"Iya Bu...permisi!" Salya bangkit selemas tali rafia.

"Siapa pun yang kamu pilih tetap semangat. Ingat tujuan kamu kuliah! Cukup itu kamu ingat." Srikandi beri nasehat sebelum Salya ayun langkah.

Salya tertegun sejenak lantas angguk mantap akan maju ke depan selesaikan masa choas secepatnya.

"Terimakasih dok!" sahut Salya mulai riang lagi. Salya sudah mantap maju bersama kedua sahabatnya menantang semua penyakit para pasien yang datang berobat. Salya akan tebar bendera permusuhan kepada seluruh bibit penyakit. Dia siap menjadi dokter muda idola pasien.

Srikandi tertawa kecil ingat masa lalu. Dulu dia juga punya sejuta keraguan pada kemampuan sendiri. Arjuna dengan sabar mengikis perasaan itu dari lubuk hati Srikandi. Boleh dibilang Arjuna sangat berjasa dalam membentuk Srikandi menjadi seorang dokter yang baik. Srikandi tidak akan melupakan jasa Arjuna membantunya maju sampai menjadi dokter spesialis yang dicintai oleh pasien.

Srikandi masih enggan meninggalkan tempat penuh kenangan ini. Wanita ini masih betah duduk lebih lama di tempat untuk mengenang masa lalu yang indah. Yang indah tetap menjadi kenangan untuk disimpan dalam album hati. Kenangan buruk cukup menjadi penghuni tong sampah.

Utari yang sedang melayani pasien di ruang IGD mendadak mendapat telepon dari seseorang. Utari tak bisa langsung menyambut panggilan masuk karena harus mengutamakan pasien. Utari terpaksa mengabaikan panggilan masuk demi melayani pasien yang sedang datang berobat. Ini sudah menjadi kewajiban seorang dokter mengutamakan keselamatan pasien dengan menunda masalah pribadi.

Setelah memeriksa pasien dan memberi instruksi kepada perawan untuk melakukan tindakan barulah Utari mencari tempat sepi untuk melihat siapa yang melakukan panggilan masuk. Utari menghela nafas seolah tahu apa yang bakal terjadi bila dia angkat telepon. Maunya Utari mengabaikan panggilan masuk itu namun dia tidak bisa melakukannya. Utari tetap harus bermain cantik agar bisa menjebak suaminya masuk perangkap.

Dengan ogahan Utari menelepon balik ada orang yang melakukan panggilan tak terjawab.

"Halo...ada apa mas? Aku lagi sibuk sama pasien." Utari berkata ketus kurang senang kesibukan diganggu oleh suaminya.

"Aduh Tari...kamu ini bagaimana sih? Pasien penting atau suami?"

Utari mengerut kening kurang paham maksud Duryudana suaminya itu. Seorang dokter harus utamakan nyawa pasien. Ini artinya lebih penting dari urusan pribadi.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!