Beberapa kali Randu melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya.
Sesekali matanya menatap ke arah pintu masuk hall ball room hotel mewah di Bali. Namun yang ditunggunya tak kunjung menampakkan bayangannya.
Randu mulai diserang gelisah, bagaimana mungkin Adel terlambat saat dia tahu bahwa Randu berencana melamarnya dengan sangat romantis?
"Bagaimana bro, mau nunggu dulu atau ..."
Randu menggeleng dengan wajah yang menyiratkan perasaan yang sangat kecewa.
"Sudah dua jam Pras, aku ngga bisa menunggu lagi, gawainya juga ngga bisa kuhubungi, aku harus kembali ke Jakarta, Mas Dewa kritis, aku sudah ngga punya waktu lagi."
Randu memasukkan cincin yang seharusnya sekarang sudah melingkar dijari manis Adel kedalam saku celananya.
"Dekornya gimana Ran, sayang banget." ucap Pras sahabat Randu sembari berdecak kagum pada dekorasi penuh bunga di ruangan itu.
"Turukan saja, aku sudah bayar lunas semua, aku pergi ya Pras, kalau Adel datang bilang aku harus pulang karena Mas Dewa kecelakaan."
Randu bergegas pergi menuju Bandara Ngurah Rai Bali.
Selang satu jam setelah Randu pergi, Adel datang dengan wajah pias.
Dia seperti habis mengalami hal yang mengejutkan jiwanya. Saat dia berbicara dengan Prssetyo tentang Randu, Adel nampak kehilangan fokusnya.
"Kenapa kamu sangat terlambat Del, ada apa?"
Adel hanya diam tak bergeming. Wajah pucatnya semakin kentara.
Adel duduk di kursi sambil menelungkup kan kedua tangan pada wajahnya.
"Aku mengalami musibah dalam perjalanan ke Bandara di Jakarta, dan itu musibah yang sangat fatal."
"Apa yang terjadi?" Pras mengguncang bahu Adel. Air mata Adel menganak sungai di pipi nya.Pras berusaha mengorek cerita Adel tapi dia diam tak mau menjelaskan apapun. Dia segera pamit meninggalkan Pras yang kebingungan dengan situasi ini.
***********
Randu bergegas memasuki ruang perawatan Dewa. Dia kritis beberapa jam sebelum akad nikah dengan Arini, kekasih yang sangat dicintainya.
Dia mengalami tabrak lari ketika keluar dari toko emas saat hendak mengambil cincin pernikahannya.
Randu tertegun melihat beberapa orang tidak dikenal berada di sekitar Kakak lelakinya. Disana juga ada Arini masih dengan pakaian kebaya pengantinnya.
Arini adalah gadis yatim piatu yang berjuang menggapai kesuksesan seorang diri. Dia sangat cantik, cerdas dan memiliki karir cemerlang. Pembawaannya yang sangat lembut dan santun membuat Dewa sangat mencintai gadis itu.
Kedua orang tua Dewa dan Randu juga berada di sisi Dewa. Ketika mereka melihat kehadiran Randu, Mama dan Papanya sangat lega.
"Syukurlah kamu datang Randu, Mas mu terus mencari mu."
Papa menuntun Randu ke sisi pembaringan Dewa. Dewa tersenyum dan menggenggam jemari Randu.
"Boleh Mas minta tolong untuk yang terakhir kali di penghujung waktu Mas?"
Randu mengangguk dan membalas genggaman kakaknya.
"Apa Mas, aku akan bantu tapi kumohon Mas harus sembuh."
Air mata semua yang menyaksikan tumpah. Terdengar Isak Arini yang tertahan
"Tolong kamu jaga Arini, nikahi dia, hanya kamu yang bisa kupercaya untuk menjaganya, kamu tahu pasti Mas sangat mencintainya. Mas mohon tolong kamu jaga amanat ini, nikahi dia sekarang di hadapan Mas agar Mas bisa lega meninggalkannya."
Ucapan Dewa membuat Randu terperanjat. Bagaimana mungkin dia menikahi gadis yang sama sekali tidak dia cintai? Ada Adel yang sudah mengisi relung jiwanya.
Melihat reaksi penolakan Randu Papa segera merangkul bahu lelaki berpostur atletis itu. Papa membisikkan sesuatu sehingga Randu mengangguk terpaksa. Di remasnya kotak cincin di saku celananya, dia benar-benar dilema.
Dewa memanggil Arini untuk mendekat, dan memohon untuk calon istrinya mau menikahi saudara nya.
"Sayang, kamu tahu bahwa Mas sangat mencintai kamu, Mas mohon terimalah permintaan terakhir ini agar Mas bisa pergi dengan tenang."
Suara Dewa terbata-bata. Arini hanya pasrah dan menelan semua air matanya dalam keperihan yang dalam. Bukan saja dia akan ditinggalkan lelaki yang sangat dicintai tapi juga terpaksa menikahi lelaki yang tidak dicintai.
Dan hanya memerlukan waktu sebentar, penghulu dari KUA menikahkan mereka secara resmi di depan Dewa. Randu terpaksa melingkarkan cincin wanita yang dicintainya untuk wanita yang tak dicintainya, sungguh mengoyakkan jiwa.
Selang beberapa saat Dewa menghembuskan nafas terakhir dengan tersenyum.
Randu menangis memeluk Dewa.
Ibu menangis di dalam pelukan ayah. Tak terperi luka yang tertoreh. Seharusnya hari ini adalah hari bahagia Arini dan Dewa, juga hari bersejarah bagi Randu dan Adelia. Namun kenyataan berkata lain. Justru kepiluan menerobos tanpa ampun membingkai hati mereka .
Arini menangis tak ingin melepaskan tangan kekasihnya. Air mata membasahi dada lelaki yang seharusnya menjadi suaminya itu.
Ibu meraih Arini untuk melepaskan Dewa yang tak lagi bernafas.
Namun Arini seperti tak ingin mendengar apa pun. Jiwanya seakan ikut terbang ke angkasa, memeluk erat jiwa Dewa.
Di jari manisnya melingkar cincin yang lain, bukan cincin dari kekasihnya, namun cincin dari calon adik iparnya.
Arini menyeka air matanya. Mencoba menenangkan gemuruh kesakitan yang tak terperi. Perih rasa kehilangan itu seakan mencerabut seluruh asanya.
Randu tertegun dalam balutan air mata, menatap sedih pada jasad yang terbaring kaku di hadapannya.
Tak satu pun yang bergerak, hanya dokter dan suster yang melepaskan alat medis dari jasad Dewa
Ayah memeluk Randu dan mencoba memberikan kesabaran pada putra keduanya.
Randu tak henti-henti menatap cincin yang melingkari jarinya. Cincin yang mengikatnya pada wanita yang salah.
Randu meremas kotak cincinnya. Hatinya terus mengingat Adelia. Namun di dalam hatinya dia bertekad akan segera menalak Arini dan mencari Adelia.
Randu izin keluar sebentar untuk menghubungi Prasetyo, sahabatnya.
Namun berita yang di bawa Pras tentang Adel membuatnya sangat kecewa. Adel tidak berusaha menyusulnya. Adel tidak berusaha mencarinya. Adel hanya pergi begitu saja. Tanpa pesan. Tanpa kata. Bahkan ketika Randu berusaha menghubungi, gawainya mati.
Randu gelisah tentang masalah yang di hadapi Adel. Namun panggilan Ayah untuk segera mengurus kepulangan jenazah Dewa membuatnya segera masuk kembali ke kamar.
Arini menggenggam jemari Dewa yang masih hangat. Dia tidak ingin sedikit pun melepaskan.
Ayah dan Ibu berusaha menasehati Arini untuk melepaskan Dewa dengan ikhlas, namun gadis cantik itu tak bergeming.
"Kumohon, bangun sayang, Mas Dewa bangun. Aku ngga mau kamu begini, bernapaslah lagi Mas, aku mohon sadarlah."
Isakan Arini membuat Ibu kembali menangis dalam diam. Wajahnya terlihar pucat. Sama pucatnya dengan wajah Arini.
Ayah mencoba menasehati Arini, namun dia seakan tenggelam di dalam dunianya sendiri
"Ayo sayang, kita pergi, kita harus segera menikah. Mas Dewa cepat Mas, kita juga belum mengambil baju pengantin. Ayo Mas." Arini terus mengguncang bahu Dewa.
Randu meraih Arini, mencoba memberi sedikit kekuatan pada gadis yang kini menjadi istrinya.
Bersambung ke bab 2
Like dan komen please and no plagiarisme.
Bab 2 Perihnya tanpa cinta
Wanita cantik yang kini menjadi istri sah Randu itu menjerit hendak memeluk Dewa, dia mengatakan bahwa jemari Dewa bergerak.
Namun Randu mencegahnya.
"Cukup Arini, kamu harus ikhlas." ucap Randu sedih.
"Aku yakin Mas Dewa masih hidup, tolong Dokter, periksa kembali, tolong."
Tubuh Arini lunglai, air mata mengalir deras di pipinya, dan sejurus kemudian dia pingsan.
Randu membawanya pergi untuk menjauhkan Arini dari Dewa, sementara Randu membawa Arini, orang tua Randu dan Dewa memanggil dokter kembali untuk memeriksa putra sulungnya.
"Ajaib Bu, Pak, dia kembali walaupun mungkin akan koma dan dia akan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk sadar, dan yang pasti dia memerlukan semua alat medis ini, untuk bertahan hidup."
Ayah dan Ibu Randu mengangguk,
"lakukan yang terbaik menurut dokter, tapi bisakah kalau saya merawat dia sendiri dirumah dengan didampingi tenaga medis?"
Dokter yang menangani Dewa terkejut mendengar permintaan orang tuanya. Namun dokter mengizinkan dengan catatan yang merawatnya dirumah harus tenaga medis profesional.
Tanpa sepengetahuan Randu dan Arini, Ibu dan ayah merawat Dewa di villa mereka di daerah Bandung. Mereka tidak menginginkan Randu menceraikan istrinya kalau mengetahui Dewa masih hidup.
*******************
Randu termenung di kamar pengantinnya. Mereka canggung karena sebelumnya mereka akrab sebagai calon kakak ipar dan adik ipar. Namun kini mereka berada di atas ranjang pengantin.
"Aku ngga mau kita benar-benar menikah Randu, aku sangat mencintai kakakmu. Saat semua baik-baik saja kita cerai."
Arini menatap bola mata Randu dengan ekspresi penuh harap.
"Oke, aku pun memiliki kekasih, aku tidak bisa membayangkan bagaimana reaksi dia saat tahu aku menikah denganmu."
Randu mengambil laptop nya dan mengetik surat perjanjian.
Mereka berdua sepakat untuk membuat beberapa aturan dalam pernikahan mereka.
Mereka saling berjabat tangan untuk memastikan peraturan itu wajib dipatuhi dan Randu segera membawa bantal, guling dan selimut ke kamar depan.
Saat terbangun dari tidur yang tidak begitu lelap, Randu beranjak menuju ke kamar mandi, namun alangkah terkejutnya dia ketika mendapati istrinya sedang mandi dan sedang tidak mengenakan selembar kain pun. Arini berteriak histeris dan kegaduhan besar terjadi di rumah pengantin baru dadakan itu.
"Gila kamu, ngga dengar apa suara shower hidup!" bentak Arini saat keluar dari kamar mandi dan mendapati Randu asyik dengan secangkir teh di meja makan.
"Siapa suruh ngga dikunci, mana aku sadar ada suara shower hidup, nyawaku masih belum ngumpul karena bangun tidur."
elak Randu dengan senyum nakalnya.
Arini melempar handuk basahnya ke arah Randu, namun dia sigap mengelak.
"Awas aja kalo kamu ulangin lagi, aku bakalan kabur dari rumah ini!" gerutu Arini sambil menyeruput teh yang dibuatkan Randu untuknya.
Sejenak hening diantara mereka, Randu menatap sendu pada Arini.
"Kenapa Mama dan Papaku menguburkan Mas Dewa di Bandung? Walaupun itu tanah kelahiran Papa, tapi aneh aja, koq ngga di sini aja biar deket buat ziarah."
Arini menggeleng dan wajahnya berubah pucat.
"Ada alasan yang melatari setiap keputusan yang diambil orang tua. Kita berdo'a saja untuk Mas Dewa." Air mata Arini mengalir deras saat dia memasukkan potongan terakhir roti tawar ke mulutnya.
"Aku berharap ini cuma mimpi." desis Arini pedih.
Sangat kentara wajah dan sorot matanya melukiskan kelukaan yang sangat dalam dan berdarah.
Randu mencoba menenangkan dengan meraih jemari lentik itu, namun Arini menghindari sentuhan tangan Randu. Dia bergegas berdiri untuk masuk ke kamarnya.
Randu mendekati daun pintu dan mengintip di sela pintu yang tidak begitu rapat.
Suara Isak tangis Arini terdengar menyayat hati. Randu perlahan membuka kamar itu, nampak Arini duduk di depan toilet riasnya sambil menangkup kan kedua tangannya ke wajah.
Randu tertegun melihat isi kamar itu, dia baru menyadari di beberapa sudut di dinding kamar itu tergantung wajah tampan Dewa.
Kemarin malam Randu tidak benar-benar memperhatikan isi kamar itu. Di atas meja rias juga ada photo Dewa dan Arini yang sangat mesra. Randu merasa sangat tersentuh.
Dia teringat Adel yang menghilang tanpa kabar. Terlintas di pikirannya untuk segera mencari kekasihnya itu.
Randu mencoba menghubungi semua sahabat Adel, namun tidak ada yang mengetahui keberadaannya.
Di ruang kerja Randu mengambil foto mesranya dengan dr. Adelia. Foto itu yang terakhir mereka abadikan saat Adel hendak pulang dari tugasnya di Rumah Sakit, dia masih mengenakan jaket Dokternya. Randu mrncium foto Adel dan meletakkannya kembali di meja.
Di ambilnya gawainya, di galeri bahkan di semua sosmednya hanyalah foto kemesraan mereka.
Randu berpikir keras, masalah sebesar apa yang dihadapi calon istrinya, sehingga harus menghindarinya seperti ini.
Randu merasa mungkin Adel tidak siap menikah dengannya, sehingga dia berpura-pura tertimpa masalah. Karena tak satu pun dari keluarga dan kerabatnya mengatakan dia berada di dalam masalah.
Namun Prasetyo menyarankan agar Randu bersabar
Kalaupun Adel memang tak siap menikah, Randu harus menunggu sampai dia siap.
Prasetyo adalah saksi cinta keduanya.
Begitu sulitnya Randu berjuang mendapatkan gadis cantik dan cerdas itu.
Tak mudah bagi Randu menyingkirkan begitu banyak rivalnya.
Adelia menjadi dokter ahli syaraf di usia yang terbilang masih cukup muda.
Prestasinya sangat baik. Beberapa kali melakukan operasi penting bersama dokter ahli yang sudah senior.
Bagi Randu, Adelia bukan hanya wanita cantik tapi wanita yang selalu ceria. Selalu bisa menempatkan diri dimana pun dia berada. Sifat supel itu membuat dia banyak yang mencintai.
Meskipun orang tuanya tinggal di daerah Jawa timur, tepatnya di Surabaya, namun kemandiriannya tak diragukan lagi.
Adelia bukan wanita lemah yang melarikan diri hanya karena tak siap menikah
Randu menekan kepalanya yang terasa sakit. Pikirannya pada Adel membuat sesak, belum lagi kepergian Dewa yang tiba-tiba. Bahkan pernikahannya dengan wanita yang tidak dicintainya menjadi salah satu pemicu rasa lelah dan tak nyaman.
Randu berjalan gontai menuju ruang meeting. Biasanya Dewa yang menangani ini, namun karena Dewa sudah tiada Randu mengerjakan semua tugas Dewa
Dia tidak pernah menyukai menjadi seorang Direktur.
Namun sejak lulus kuliah ayah telah memaksanya ikut terjun mengelola perusahaan ayah
Ketika meeting telah selesai, Randu memacu mobilnya menuju cafe tempat dia biasa bertemu dengan Adel. Sembari berharap akan menemukan gadis yang dicarinya.
Arini menghubungi Randu dan mengatakan untuk tidak perlu menunggunya, dia akan meeting penting hingga larut malam.
Arini mengatakan dia membawa kunci sendiri.
Randu mengiyakan, dan dia mengatakan sedang berusaha mencari Adel.
Arini menyarankan kembali menanyakan Adel di tempat dia bekerja atau kembali menghubungi teman-teman akrabnya.
Randu menuruti saran Arini. Dalam hati penuh keputus asaan.
Bersambung ke bab 3
Bab 3 Melepaskan
Randu berusaha keras mencari keberadaan Adel. Berkali-kali dia mencari di Rumah Sakit tempat Adel praktek. Namun Adel bagai ditelan bumi. Tak satu pun teman dan sejawatnya mengetahui keberadaan Adel.
"Rin, aku ngga pulang, dari kantor langsung ke Bandara, aku mau ke Bali, mencoba menemukan jejak Adel."
pamit Randu pada Arini.
"Oke, hati-hati di jalan Ran, semoga Adel bisa kamu temukan."
Randu mengaminkan dan menasehati Arini untuk stay di rumah, jangan keluar malam kalau dia tidak ada. Arini hanya menertawakan Randu karena merasa Randu tidak punya hak mengatur dia. Perdebatan kecil terjadi diantara suami istri yang baru menikah ini.
*****************************
Randu duduk terpaku menunggu Adel datang.
Karena Randu yakin di gawai Adel pasti juga mendapat notif reservasi cafe romantis ini. Mereka berdua memang berjanji ketemu di sini.
Namun penantian Randu bagai asap yang sirna diterpa angin. Randu beranjak dari duduknya. Apakah ini artinya dia harus melupakan kekasihnya.
Selang beberapa waktu kemudian, seorang pelayan menghampiri Randu.
"Maaf, Mas ini yang namanya Randu?"
Randu menoleh dan mengerutkan keningnya sembari mengangguk pelan.
Si pelayan merogoh saku dan memberikan sebuah amplop berwarna ungu. Warna favorite Adel. Randu tertegun sejenak.
"Seorang wanita menitipkan amplop ini buat Mas." ucap pelayan itu.
'Dimana dia sekarang Mas? apa dia ...."
Randu mengambil amplop dan menatap sekelilingnya.
"Dia kemarin hanya sebentar di sini Mas, cuma menitip ini pada kami."
Randu terhenyak, rasa kecewa merambat di jantungnya.
Dia mengangguk pada si pelayan dan dengan tulus mengucapkan terima kasih sembari memberikan tip yang cukup besar untuk pelayan itu.
Randu kembali duduk di kursinya, sembari menatap luruh pada kursi kosong di depannya.
Dia hampir tidak percaya, wanita yang sangat dicintainya meninggalkan dia begitu saja.
Dibukanya perlahan surat dari Adel.
Dear Randu, cintaku....
Maafkan aku karena meninggalkan kamu, saat ini aku memohon padamu. Lepaskanlah cinta kita. Lupakan aku.
Aku harus bertanggung jawab pada seseorang yang menderita akibat kelalaian ku.
Selamat tinggal sayang, mencoba lah untuk bahagia tanpa diriku.
Randu meremas surat yang selesai dibacanya. Rasa sakit terukir di relung batinnya.
Bertanggung jawab pada seseorang? Randu tertawa sumbang. Dia merasa Adel tidak adil padanya. Bertanggung jawab pada seseorang? Tapi meninggalkan cintanya tanpa tanggung jawab.
Randu berjalan keluar dan menghampiri bak sampah dan melempar surat itu dengan kesedihan yang dalam. Jelas terlihat luka di sorot mata itu.
Sementara di pojok lain duduk seorang wanita bertopi, berkaca mata hitam dengan tubuh yang dibalut jaket, nampak bersembunyi di balik tampilan tomboy agar tidak dikenali siapa-siapa. Sebulir air mata jatuh mengalir di pipi gadis itu.
Keperihan nyata terlukis di Isak tangis yang tertahan. Dia masih menatap punggung Randu dengan hati teriris.
"Maafkan aku Randu." Lirih suaranya tertahan di kerongkongan.
******************"**********
Randu pulang ke rumah dalam kondisi mabuk. Ketika Arini membukakan pintu untuknya, dia langsung ambruk.
Arini terpekik kaget. Dia menutup hidung karena bau alkohol di tubuh Randu.
Bersusah payah dengan dibantu ART, dia menarik Randu ke atas sofa ruang tamu.
Menyelimuti dan mengompres kepala laki-laki di hadapannya.
Dua jam Arini menunggui Randu yang tak jua sadar, Arini beranjak hendak meninggalkan, namun tangannya di sentakkan oleh Randu sehingga dia terjatuh dalam pelukannya.
"Arini, bantu aku, bantu aku Arini."
Arini berusaha melepaskan pelukan suaminya.
Tapi Randu membalikan posisinya. Dia menindih istrinya di sofa. Arini hendak berteriak ketika Randu menutup bibirnya dengan ******* bibir itu dengan agresif, ciuman penuh nafsu dan gairah membara. Randu tidak memperdulikan Arini yang berusaha memberontak. Dia terus mencium dengan kasar dan penuh gairah. Tangannya menjalar menelusuri tiap jengkal tubuh istrinya. Bibirnya semakin mengeksplor mulut Arini. Randu seperti tak mampu menahan gairah pada Arini. Di ciuminya leher jenjang itu dan memberikan tanda di sana. Randu melepaskan pakaiannya dan menarik piyama Arini sambil tangannya terus menguasai istrinya.
"Bantu aku melepaskan Adel Arini, beri aku kesempatan untuk menjadi suamimu mulai malam ini. Kumohon."
Dan kembali dia mencumbui Arini dengan gairah tak terbendung.
Arini berhenti memberi perlawanan. Air mata mengalir di sudut pipinya. Melihat air mata itu Randu tersadar dan melepaskan Arini perlahan.
Kesadaran Randu benar-benar pulih.
"Maafkan aku Arini. Aku ...."
Arini berdiri dan membenahi pakaiannya.
"Jangan lakukan ini lagi Randu, kumohon. Jangan pernah pulang dalam kondisi mabuk."
Air mata Arini menganak sungai.
Dia masuk ke kamar dan menenggelamkan wajahnya pada bantal. Dia tahu Randu sedang kehilangan Adel. Patah hati dan hancur seperti dirinya.
Arini kembali duduk dan menyeka air matanya. Menatap sedih pada photo-photo Dewa dan dirinya.
Dia berdiri dan mengambil photo Dewa. Menatapnya penuh kesedihan. Kemudian satu persatu photo itu di masukkan ke dalam laci.
Kini kamarnya bersih tanpa kenangan bersama Dewa.
Dia tidak ingin larut dalam kesedihan seperti Randu.
*********************"**"*""
Suasana pagi di meja makan terasa benar-benar kaku. Arini hanya menyuap beberapa suapan sarapannya, sementara Randu menyeruput kopinya dalam hening.
Arini berdiri dan hendak mengambil kunci mobilnya di atas meja tamu ketika Randu menahan tangannya.
"Maafkan aku Arini, aku mohon."
Arini berpaling menghadap pada Randu. Dia menatap sedih pada lelaki di hadapannya.
"Kita sudah berjanji untuk tidak menyentuh satu sama lain, sampai kita berpisah, kamu lupa? Dan malam tadi aku merasa dilecehkan olehmu."
Randu menatap Arini dan mengambil bahu gadis itu.
"Ajari aku mencintaimu Arini, aku ingin melepaskan masa lalu, dan aku berjanji akan mencoba membuatmu mencintaiku." ucap Randu dengan tatapan penuh harap.
"Maka lakukan lah usahamu perlahan Ran, cinta itu sakral, tak mudah di pindah ke lain hati, jangan jadikan aku pelarianmu. Ketika aku melakukan hal yang sama padamu, menjadikanmu pelarianku dari Dewa, apa kamu sanggup menerima?"
Randu mengangguk dan tersenyum tulus.
"Ya Arini, aku faham, tapi berjanjilah bahwa kamu juga harus berusaha melepaskan masa lalumu. Perjanjian tertulis kita dulu mulai detik ini batal Arini, aku akan memusnahkan itu."
Arini hanya diam, menatap Randu penuh keraguan.
"Aku berangkat kerja, kamu juga harus segera pergi, ingat, jangan mabuk lagi!"
Randu mengangguk dan Arini segera berlalu.
Randu segera mengambil kunci kontak mobil land Rover nya dan segera melesat meninggalkan rumah.
Di hatinya telah bulat untuk berusaha melupakan Adel dan mengejar cinta Arini. Dia merasa takdir cinta tidak berpihak pada dirinya dan Adel. Terbukti dengan cincin yang seharusnya melingkar di jari manis Adel, kini malah melingkar di jari manis Arini.
Sejuta harapan membuncah di dada Randu, berharap semuanya akan baik-baik saja.
Apapun yang terjadi dia harus memenuhi amanah almarhum Dewa.
Mencoba membuka hatinya untuk cinta kedua.
Bersambung
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!