...Mau tau tidak, perempuan adalah mahluk paling jahat didunia. Dia bisa tinggal satu atap dengan suami yang sudah tidak dicintainya lagi dengan sebuah alasan sederhana, agar anak anaknya tidak kehilangan figur seorang Ayah....
...*****...
Irina membawa anaknya pergi kerumah sakit dengan menaiki ojek pangkalan. Tubuh Ayumi bocah berusia empat tahun itu diserang demam tinggi, beberapa area ditubuhnya membiru dan mengalami gangguan buang air kecil. Irina merasa cemas dan khawatir, dunianya seakan mau runtuh karena putri semata wayangnya mengalami sakit keras.
Ayumi dimasukan ke ruang IGD, setelah selesai diperiksa oleh seorang Dokter spesialis Irina pun langsung dipanggil untuk menghadap Dokter tersebut.
"Anakku sakit apa Dok?" Tanya Irina.
"Dia sakit ginjal, dan perlu segera melakukan oprasi," sahut sang Dokter.
Irina terkejut mendengar kabar buruk itu, dia pun menangis sejadi jadi. Dari mana Irina bisa mendapatkan uang untuk operasi? Untuk makan mereka sekeluarga pun kekurangan. Irina hanya bekerja sebagai buruh cuci keliling, sementara Heru sang suami seorang pengangguran yang punya hobi mabuk ditempat karaokean.
Irina menarik nafas panjang, dia mencoba untuk menenangkan diri sejenak. Masih banyak pertanyaan yang ingin dia tanyakan pada Dokter yang sedang menatapnya dengan tatapan iba itu.
"Apa tidak ada jalan lain untuk mengobati anakku selain oprasi?" Tanya Irina.
"Maaf Bu, tidak ada," sahut Dokter itu lirih.
"Biayanya kira kira berapa ya Dok?" Tanya Irina lagi.
"Sekitar dua ratus sampai tiga ratus juta," sahut Dokter itu.
Kepala Irina tiba tiba terasa berat, dadanya sesak sekali untuk bernafas. Apa yang harus Irina lakukan sekarang? Apa dia mau menyerah pada nasib dan membiarkan keadaan anaknya begitu saja? Tidak bisa, Irina harus berjuang. Hanya Ayumi satu satunya harta berharga yang Irina miliki, dia tidak mau kehilangan anak itu.
"Dok, tolong beri aku waktu beberapa hari. Aku akan berusaha untuk mencari uang untuk biaya oprasi," ucap Irina.
"Baik, tapi Ayumi harus dirawat secara intensif dirumah sakit. Karena kondisinya sudah sangat memprihatinkan," ujar sang Dokter.
"Iya Dok, tolong lakukan pengobatan yang terbaik untuk anakku."
***
Irina menitipkan Ayumi pada salah satu perawat di rumah sakit. Dia bergegas pergi kerumah Lastri Ibunya untuk mencari bantuan. Tiba disana, Irina langsung menghamburkan tubuhnya ke pelukan Lastri sambil menangis tersedu sedu.
"Kenapa kamu menangis nak? Kenapa kamu datang malam malam begini sendirian?" Lastri sedikit merasa cemas dan khawatir.
"Ayumi harus di oprasi Bu, aku butuh uang tiga ratus juta. Apa Ibu bisa membantuku? Hiks... Hiks..." Ucap Irina sambil sesenggukan.
"Apa katamu? Di oprasi?" Lastri membulatkan kedua bola matanya.
"Iya Bu, Ayumi terkena sakit ginjal," lanjut Irina.
"Ibu mana ada uang sebanyak itu nak, Ibu juga orang susah sama seperti kamu. Suami kamu kemana? Apa dia tau masalah ini?" Tanya Lastri.
"Dia sudah tiga hari tidak pulang ke rumah, aku sendiri tidak tau dimana dia sekarang," ujar Irina.
Lastri mengepalkan kedua tangannya, dia kesal karena memiliki menantu tidak berguna seperti Heru. Sudah pengangguran, punya hobi mabuk dan berjudi pula. Andai saja Lastri tidak memikirkan perasaan cucunya, pasti dia sudah meminta Irina bercerai dari Heru.
"Nak, coba kamu pergi ke rumah adikmu Yulia adikmu. Suaminya kan sukses, siapa tau dia bisa memberi kamu sedikit bantuan," Lastri memberi sebuah saran.
"Baik Bu, aku akan kesana," Irina mengangguk patuh.
"Kalau begitu Ibu akan ke rumah sakit untuk menjaga Ayumi sekarang," ucap Lastri.
"Iya, Bu. Hati hati di jalan."
***
Irina berjalan kaki menuju rumah Yulia, dia rela menempuh jarak jauh dan bersusah payah untuk anaknya. Apapun yang terjadi Ayumi harus sembuh, Irina akan melakukan segala cara untuk mewujudkan harapannya itu.
Ting... Tong...
Irina memencet bel, tak lama sosok Yulia muncul membuka pintu. Yulia menguap, dia kesal karena ada tamu yang berkunjung tengah malam dan mengganggu tidur nyenyak nya.
"Kakak, mau apa kamu datang malam malam begini?" Tanya Yulia ketus.
"Yul, tolong Kakak. Ayumi masuk rumah sakit, Kakak butuh uang tiga ratus juta untuk biaya oprasi Ayumi," Irina bersimpuh seperti seorang pengemis dibawah kaki adiknya.
"Maaf Kak, aku tidak bisa membantu. Uang sebanyak itu mana mungkin Kakak bisa mengembalikannya sekaligus bunga bunganya, aku tidak mau rugi bandar!" Yuli.
Irina merasa sakit hati, dia tak menyangka adiknya sendiri tega memandangnya sebelah mata. Bahkan dalam kesusahan saudarinya, Yulia masih memikirkan untung dan rugi.
Kenyataanya Irina memang orang miskin, dia tinggal disebuah rumah kontrakan yang lebih mirip dengan kandang kambing daripada hunian manusia. Beda dengan Yulia, suaminya seorang pengusaha, rumahnya besar bak istana kemerdekaan.
Irina bangkit, dia menyeka air matanya hingga kering. Tanpa pamit Irina langsung pergi dari hadapan Yulia begitu saja.
"Dasar miskin!" Umpat Yulia. Umpatan itu di dengar oleh Irina dan Irina tidak memperdulikannya sama sekali. Dia berusaha tegar dan berpura pura tidak mendengar umpatan adiknya.
Irina berjalan menyusuri tepian jalan yang gelap dan sepi, dia sama sekali tidak merasa takut. Setengah pikirannya melayang entah kemana, sementara yang setengahnya lagi dia gunakan untuk memikirkan nasib dan keadaan Ayumi.
Tit... Titt...
Terdengar suara klakson mobil, Irina menghentikan langkah kakinya dan menoleh kebelakang. Sebuah mobil berwarna putih menepi dan berhenti. Seorang wanita cantik berpakaian seksi keluar dari dalam mobil mewah itu.
"Dewi," panggil Irina.
"Irina," panggil Dewi.
Keduanya berpelukan selama beberapa menit, kemudian saling menjabat tangan.
"Irina, apa yang terjadi? Kenapa kamu terlihat kacau seperti ini?"
"Dewi, tolong bantu aku. Hiks... Hiks... Hiks..." Irina kembali menangis terisak lagi.
...*****...
Hallo,
Kembali lagi dengan karya terbaru dari Author remahan rengginang ini. Nantikan terus kelanjutan ceritanya, jangan lupa untuk memberi like, vote, komen dan jadikan novel ini sebagai favorit kalian.😘😘😘
Bersambung...
Dewi mengajak Irina ke rumahnya, Irina syok bukan main. Teman SMA yang dulu terkenal hidup sederhana dan berpenampilan ala kadarnya tiba tiba saja menjadi kaya raya. Apa dia menikah dengan seorang pengusaha sukses seperti Yulia?
Bagi sebagian orang, menjadi kaya dan banyak uang sangatlah mudah. Tapi bagi sebagian lagi terasa sangat sulit, Irina contohnya. Dia sudah kerja keras banting tulang siang malam, tapi semua uang yang dia dapatkan selalu habis. Bukan karena Irina boros, melainkan uang yang dia dapat jumlahnya sedikit.
Dewi dan Irina duduk di sofa tamu, sofa berbulu itu sangat lembut saat tersentuh tangan. Tanpa tau mereknya saja Irina sudah tau kalau harga sofa itu mahal.
"Ceritakan masalahmu," Dewi membuka obrolan.
"Anakku sakit keras, dia harus segera di oprasi dan aku tidak memiliki uang,"
"Kalau boleh tau, suamimu kemana?"
"Entahlah, dia jarang pulang kerumah. Dia pengangguran yang punya hobi mabuk mabukan dan berjudi,"
"Malang sekali nasibmu, suami seperti itu kenapa tidak kamu ceraikan saja?"
"Aku mencintainya,"
"Makan saja tuh cinta, cinta tak bisa membuat anakmu kembali sehat dan perutnya kenyang."
Irina menundukkan wajahnya, dia seperti ditampar oleh Dewi secara tidak langsung. Memiliki suami seperti Heru memang seperti kutukan yang harus segera diakhiri dengan segera, tapi bicara itu mudah, melakukannya yang sulit. Apa lagi Arumi sangat lengket dan sayang pada Ayahnya.
"Aku bisa membantumu, berapa uang yang kamu butuhkan?" Tanya Dewi. Dia melipat kedua tangganya di perut.
"Sekitar tiga ratus juta," sahut Irina lirih.
"Aku akan memberikan uang itu padamu sekarang juga, tapi dengan satu syarat," lanjut Dewi.
"Syaratnya apa?" Irina penasaran.
"Bekerjalah padaku, jadilah kupu kupu malam peliharaanku," ucap Dewi singkat dan lantang.
"Apa? Jadi kamu seorang..." Irina tidak meneruskan omongannya. Dia takut teman lamanya itu akan merasa tersinggung.
"Iya, dan apa yang aku miliki sekarang adalah hasil dari dunia malam," Dewi mengakui dengan jujur.
"Aku tidak mau melakukan pekerjaan kotor seperti itu," tolak Irina. Dia merasa menjadi kupu kupu malam untuk mendapatkan uang secara cepat adalah pilihan yang salah.
"Ayolah Irina, hidupmu sudah sesudah ini. Jangan pikirkan kotor atau bersihnya, pikirkan saja keselamatan putrimu. Kalau bukan dirimu sendiri, siapa lagi yang bisa kamu andalkan hah?" Dewi kembali mengingatkan pada keadaan Irina yang sedang terpuruk dan jatuh.
Di ranjang rumah sakit, Ayumi sedang menunggu Irina pulang. Dia akan terus merasa kesakitan sampai Irina berhasil membawa uang untuk biaya oprasi Ayumi. Anak sekecil itu berapa lama bisa menahan rasa sakitnya sendiri? Apa yang harus Irina lakukan sekarang? Irina benar benar diserang dilema besar.
Disisi lain, Heru suaminya tidak bisa dijadikan sandaran. Mengharapkan bantuan darinya itu sama saja bermimpi memeluk bulan, indah tapi tidak akan pernah bisa terwujud. Heru pria pengangguran tidak meminta uang dan merepotkan Irina saja Irina sudah merasa bersyukur.
"Jangan berpikir terlalu lama, kamu mau atau tidak?" Cecar Dewi.
"Aku... Aku mau. Aku mau bekerja padamu,"
"Bagus, besok malam aku akan menjemputmu. Kita akan bertemu dengan klien pertamamu,"
"Bagaimana kalau pria itu menolakku?" Irina merasa kurang percaya diri.
"Tidak akan. Lagi pula sebelum bertemu dengannya aku akan merombak kamu dulu agar lebih enak dilihat. Tidak lusuh dan kusam seperti sekarang ini,"
"Lalu uangnya bagaimana?"
"Aku akan mentransfer uang seratus juta ke ke rekeningmu sekarang juga, sisanya akan aku kirim besok setelah kita bertemu dengan klien pertamamu," jelas Dewi.
"Terimakasih Dewi, terimakasih banyak," Indira merasa sangat senang.
"Sudah malam, biar orangku mengantar kamu pulang. Anak dan Ibumu pasti sudah menunggu di rumah sakit."
"Oke."
***
Irina tiba dirumah sakit, dia diantar oleh Pak Manto supir pribadi Dewi. Segera Irina menemui Ibu dan anaknya, dia sudah tidak sabar ingin memberitahukan kabar baik kalau dia sudah mendapatkan uang seratus juta.
Klak...
Pintu kamar rawat kelas dua terbuka, Irina melihat Lastri sedang duduk melamun sambil memandang ke luar jendela. Sementara Ayumi masih tertidur pulas.
"Bu," panggil Irina. Lastri menoleh, dia senang melihat anaknya kembali.
"Bagaimana Irina, apa Yulia mau meminjamkan uang padamu?" Tanya Lastri.
"Yulia tidak mau meminjamkan aku uang, bahkan dia malah menghinaku. Untungnya aku bertemu Dewi temanku saat SMA, dia mau meminjamkan uang dan memintaku bekerja padanya," jawab Indira.
"Baik sekali temanmu itu, semoga dia banyak rejeki dan panjang umur. Ngomong ngomong, kamu akan bekerja sebagai apa?" Tanya Lastri penasaran.
"Aku bekerja menjadi ART dirumahnya, setiap akhir bulan gajiku akan dipotong," Irina berbohong. Dia tidak mungkin berkata jujur tentang pekerjaannya menjadi kupu kupu malam, nanti wanita itu bisa langsung meninggal karena terkena serangan jantung.
"Apapun pekerjaan kamu Ibu akan mendukungmu nak. Bekerjalah dengan baik dan jujur, apa lagi Dewi sudah mau membantu kamu dengan sepenuh hati. Soal Yulia, jangan diambil hati ya. Bagaimanapun dia itu saudari perempuanmu satu satunya," Lastri mencoba memberi nasihat.
"Iya, Bu."
Indira dan Lastri berpelukan, mereka menangis bersama. Indira merasa beruntung dia masih memiliki Ibu, masih ada sosok yang bisa dijadikan sandaran dan tempat berbagi suka maupun duka.
Di tempat lain...
Heru sedang asyik bermain kartu sambil menenggak minuman keras. Di sisinya, ada dua orang wanita cantik yang senantiasa menghibur dan menempel seperti upil. Meski kere, Heru adalah pria tampan, wajar jika banyak wanita bodoh tergila gila padanya.
Kirman teman satu tongkrongan Heru, memberi kabar pada Heru kalau anaknya sedang sakit keras dan saat ini sedang dirawat dirumah sakit.
"Anak itu memang sudah menyusahkan sejak kecil, aku sampai lelah melihat dia sebentar sebentar sakit," ucap Heru.
"Apa kamu tidak khawatir padanya? Pulang lah sebentar, temui anak dan istrimu," Kirman mencoba memberi Heru nasihat. Dia merasa kasihan pada nasib Indira dan Ayumi saat ini.
"Untuk apa aku kesana menemui mereka? Nanti ujung ujungnya mereka minta uang. Daripada uang yang aku punya digunakan oleh mereka, lebih baik aku pakai untuk bersenang senang sendiri." Sahut Heru.
Mendengar hal itu, Kirman hanya bisa menggelengkan kepalanya. Heru memang pria gila, mungkin otaknya sudah rusak karena terlalu sering menenggak minuman beralkohol.
Bersambung...
...Uang bukanlah segalanya, tapi tanpa uang segalanya akan terasa sulit. Kata siapa uang tidak bisa membeli kebahagiaan? Tentu bisa. Karena dengan uang kita bisa membeli segala hal yang kita mau, termasuk harga diri seseorang....
...*****...
Dewi menjemput Irina di sebrang jalan rumah sakit. Mereka langsung menuju restoran XXX yang ada di pusat kota. Sebuah restoran bintang lima yang sedang viral akhir akhir ini. Di tempat itu mereka akan bertemu dengan seorang pria yang menjadi pelanggan pertama Irina.
Tiba di depan restoran, Dewi meminta Irina berganti pakaian. Dia juga memoles wajah polos Irina dengan make up tebal. Kini Upik abu sudah terlihat seperti seorang putri, tidak hanya terlihat cantik, tapi juga terlihat berkelas dan elegan.
Dewi turun dari mobil dan masuk ke restoran, Irina mengekor seperti anak itik dibelakang. Beberapa kali dia menarik rok mininya kebawah, dia merasa malu karena untuk pertama kalinya dia memakai busana kurang bahan yang modelnya aneh seperti itu.
langkah kaki Dewi berhenti didepan seorang pria, wajahnya tampan dengan tubuh kekar dan tegap. Sekilas pria itu terlihat jauh lebih muda dari Irina, jadi klien pertama Irina adalah seorang berondong? Irina terkejut bukan main. Pria muda saja bisa bermain dengan banyak perempuan, apa lagi pria yang sudah matang?
"Irina, duduk lah," perintah Dewi. Irina menurut, dia menarik kursi yang ada di sebelah Dewi dan duduk dengan manis disana.
Irina melirik kearah pria itu, dia melempar senyum kecil semanis madu. Jantung Irina berdebar, meski masih muda wajah pria itu terlihat berkarisma dan berwibawa. Jangan jangan dia memakai susuk pemikat?
"Irina, perkenalkan. Ini Marvel, pelanggan setiaku," ucap Dewi.
"Hallo," sapa Marvel ramah.
"Hallo juga," balas Irina kaku.
"Barang baru kah Mami?" Tanya Marvel pada Dewi.
"Yes. Untuk pelanggan setia kelas kakap seperti kamu, Mami akan selalu sediakan yang terbaik," sahut Dewi.
"Oh, aku jadi tersanjung." Marvel tertawa lepas.
Suara tawa Marvel membuat Irina merinding, suaranya begitu maskulin. Pria seperti itu pastilah memiliki banyak perempuan, terlebih dia terlihat kaya dan berpendidikan. Tiba tiba saja Irina penasaran, apakah pria itu sudah menikah? Jika sudah, maka Irina harus siap siap dilabrak dan dimaki oleh istrinya. Atau bahkan dihajar hingga babak belur.
"Berapa tarif mu sekali main?" Tanya Marvel pada Irina
"Aku... Aku tidak tau," Irina meringis dan melempar pandangan kearah Dewi.
"Dia Kupu Kupu spesial, aku bisa menjamin dia masih mengigit dan kencang. Kalau kamu tertarik, berikan aku empat ratus juta, dia akan menjadi milikmu selama tiga bulan," tawar Dewi.
"Oke, deal. Aku akan mentransfer uang empat ratus juta ke rekening Mami sekarang juga." Marvel langsung menyetujui tarif jasa yang ditawarkan Dewi padanya.
Irina membeku, pria macam apa yang rela mengeluarkan uang sebesar empat ratus juta untuk menyewa seorang kupu kupu malam? Sekaya apakah dia? Irina benar benar penasaran dan ingin tau informasi lebih banyak dari sosok Marvel.
Selesai makan malam, Marvel menawarkan diri untuk mengantar Indira pulang. Awalnya Irina menolak, tapi Dewi memberi kode keras pada Irina untuk selalu menuruti kemauan pelanggan VVIP nya itu.
"Jadi, dimana alamat rumahmu?" Tanya Marvel.
"Antar aku ke rumah sakit saja," sahut Irina.
"Rumah sakit? Siapa yang sakit?" Marvel menaikan alisnya.
"Anakku, namanya Ayumi. Dia baru berusia empat tahun,"
"Kalau boleh tau, sakit apa anakmu?" Marvel penasaran.
"Sakit ginjal, dan dia harus segera di oprasi,"
"Jangan bilang kalau kamu menjadi kupu kupu malam karena mencari uang untuk biaya oprasi anakmu?"
"Tebakan mu benar,"
"Astaga, naif sekali kamu. Memangnya kemana suamimu?"
"Dia tidak bisa diandalkan, seorang pengacara alias pengangguran sukses banyak acara," Irina menaikan sudut bibirnya. Matanya berkaca kaca, hampir saja butiran air mata jatuh membasahi pipinya.
"Hah, sempat sempatnya kamu melawak dan tersenyum. dalam tangis." Gumam Marvel lirih.
Marvel mulai menjalankan mobilnya, mereka pergi menuju rumah sakit tempat Ayumi dirawat. Sepanjang jalan, Marvel mencuri pandang kearah Irina yang sedang menatap kosong ke luar jendela mobil. Ternyata masih ada sosok Ibu yang begitu tulus mencintai anaknya, dan ternyata tidak semua perempuan didunia ini itu buruk seperti pandangannya.
Meski terlihat sebagai perempuan baik, nasib Irina begitu buruk. Dia memiliki suami yang tidak bertanggung jawab dan tidak bisa diandalkan. Kenapa dia tidak minta cerai saja? Apa betul dia rela bertahan dalam rumah tangga bak neraka hanya karena cinta? Atau ada alasan yang lain?
Mobil Marvel berhenti saat tiba dihalaman rumah sakit, dia membuka dompet dan menyodorkan sebuah kartu nama kepada Irina.
"Datanglah ke alamat ini setiap pukul empat sore, dan aku akan mengizinkan kamu pulang setiap pukul sembilan malam," ucap Marvel.
"Oke, terimakasih sudah mau mengantar aku pulang," Irina melempar senyum dan mengambil kartu nama itu dari Marvel.
"Khusus untuk besok sore, aku sendiri yang akan menjemputmu." Marvel mengedipkan matanya sebelah.
Genit, satu kata yang cocok untuk menggambarkan karakter Marvel. Anehnya Irina malah gemas dengan tingkah pria yang baru dikenalnya itu. Mungkin karena dia tampan dan bersahabat. Semua wanita selalu tertarik dengan pria seperti itu bukan?
***
Irina melangkah masuk kedalam kamar rawat putrinya, dia melihat sosok Heru sedang duduk di tepi ranjang. Dia mengelus rambut putrinya yang masih enggan membuka mata karena pengaruh berbagai jenis obat yang masuk ke dalam tubuhnya.
Heru langsung bangkit dari kursi saat melihat Irina pulang. Dia mengamati penampilan Irina yang terlihat menawan macam wanita simpanan seseorang. Pakaian terbuka, make up tebal. Sungguh berbeda dengan tampilan Irina sebelumnya.
"Dari mana saja kamu mas? Kenapa baru datang menjenguk anakmu sekarang?" Omel Irina.
"Bukan urusanmu! Dan kamu, kenapa tampilanmu seperti itu? Apa kamu sudah beralih profesi menjadi seorang wanita penghibur hah?" Sindir Heru sinis.
"Bukan urusanmu!" Bentak Irina.
"Tentu saja menjadi urusanku, kamu istriku!" Ucap Heru.
"Istri katamu? Kamu bahkan lebih sering memberi uang kepada LC langgananmu daripada aku, kamu juga lebih sering menyentuh mereka daripada aku. Suami macam apa kamu hah?" Irina menyudutkan Heru.
"Sial!" Heru mengumpat kesal. Dia menghampiri Irina dan bersiap untuk memukul wajah cantiknya. Untungnya, tangan Heru ditahan oleh Lastri yang tiba tiba saja masuk ke ruangan itu.
"Kalau kedatanganmu kesini hanya untuk melukai jiwa dan raga anak dan cucuku, sebaiknya kamu tidak usah pernah kesini. Lebih bagus lagi kalau kamu menghilang dari hadapan kami selamanya," Lastri menepis tangan Heru kasar. Heru melotot karena wanita tua yang dulu hanya bisa diam kini berubah menjadi rubah galak.
"Lihat dirimu, apa yang bisa kamu lakukan untuk putrimu yang sedang sekarat? Jangankan memberikan uang untuk biaya berobat, memberi perhatian saja tidak. Pria macam kamu, tidak layak disebut suami apa lagi Ayah. Cepat pergi dari sini!" Usir Lastri.
"Nenek tua, beraninya kamu..." Heru menunjuk kearah wajah keriput Lastri.
"Pergi atau aku akan berteriak memanggil petugas keamanan." Ancam Irina.
Heru akhirnya mengalah, dia bergegas keluar dari kamar rawat inap itu dengan hati kesal dan penuh kebencian. Irina mencoba menguatkan hatinya, dia tidak boleh menangisi pria seperti Heru.
Bersambung...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!