Namaku Atiya Bahira di panggil Ira. Mungkin orang bilang aku orang paling bodoh ya karena aku sering ceroboh. Bagaimana tidak aku sering kabur dari masalah dan gampang marah dan berujung suami ku yang seperti malaikat tak bersayap tetap percaya dengan ku. Sungguh terkadang aku berpikir terbuat dari apa suamiku ini, kenapa Tuhan begitu baik mempertemukan diri ku dengan nya. Rafa Aditya nama nya, orang nya tampan dan baik.
***
Kontrakan Ira.
Ira yang sudah sampai kontrakan kecil nya, merebahkan tubuh nya yang kelelahan. Dan melakukan beberapa aktivitas nya. Suara ketukan pintu terdengar berkali kali, Ira bergegas membuka nya. Ia melihat pemilik kontrakan memasang wajah marah.
"Ibu Suha tumben ke sini?" Tubuh nya gemetar karena kelelahan berkerja tadi.
"Mana uang kontrakan dua bulan ini." Ibu Suha mengeluarkan sebuah buku kecil dan polpen dari dalam tas jinjing nya.
"Sebentar saya ambilkan Bu," Ira bergegas mengambil uang tunggakan pembayaran sewa kontrakan. Kemudian Ira memberikan nya ke Ibu Suha. Ibu Suha menerima dengan senang hati.
"Nah begini dong, kan enak jadi nya." Ibu Suha segera meninggalkan kontrak kan yang di sewa Ira.
"Aduh galak banget ibu pemilik kontrakan, walau murah tetapi jika pemilik nya seperti itu, siapa yang bisa bertahan." Ucap Ira dalam hati.
Ira segera masuk dan beristirahat kembali. Belum sempat memejamkan mata ada suara ketukan pintu lagi. "Aduh siapa sih???" membuka pintu ia sontak kaget dengan kedatangan Rais. "Ngapain kamu ke sini." Ketus Ira menatap malas Rais dari ujung kaki ke kepala.
Rais tersenyum dan menunjuk kan bungkusan yang ia bawa ke Ira. "Aku bawa makanan untukmu, aku melihat tadi kamu siang makan sedikit karena restoran ramai." Rais meletakan makanan tersebut di meja kecil ruang tamu.
"Kebetulan aku lapar, terimakasih ya," Ira berucap tanpa melihat ke arah Rais.
Rais yang mendapat tanggapan seperti itu hanya pasrah, pantas jika Ira marah ke pada dirinya, karena kesalahan nya.
"Ira aku pamit dulu ya." Rais menghela nafas panjang dan pergi meninggal kan rumah Ira.
Ira masih melanjutkan kegiatan makannya tanpa memperdulikan Rais yang berpamitan pulang. Ira tetap dalam pendirian nya saat ini. Belum goyah, tapi bisa jadi akan goyah dengan perlakuan manis saat ini. Ira yang tengah merebahkan tubuhnya terlelap, hari yang ia lalu begitu berat apalagi dengan kandas nya percintaan, membuat ia enggan maju ke depan soal percintaan.
Di dalam doa nya selalu terselip, agar kedua orang tua nya kembali bersama tanpa memikirkan dirinya sendiri lagi. Air mata lolos jatuh di pipi nya. Segera ia mengusap dan mengakhiri kegiatan nya tersebut. Ira kembali beristirahat untuk berkerja keesokan hari nya. Tetapi rasa lelah nya terbayar lunas setiap sebulan sekali.
"Andai saja Mama lebih perhatian ke aku, mungkin saja aku tidak pergi dari rumah." Gumam Ira dalam hati. Ira melanjutkan tidurnya lagi. Ira selalu berharap kejadian demi kejadian yang menimpa hidup nya akan berakhir bahagia, ia merasa lelah seperti di permainkan saja.
***
Tinggal kan jejak yang baik ya jika mampir di karya ku ini, mungkin ada beberapa kata yang ambigu di karya ini harap di maklumi, author masih belajar ya.
Karya masih amburadul dan sulit di pahami, aku sendiri yang buat sampai geleng-geleng kepala sendiri. Pusing bercampur aduk jadi satu.
Keesokan harinya.
Ira yang telah bersiap siap berangkat kerja menyiapkan bekal. Dan memanaskan sepeda motor kesayangannya. Ketika di jalan ia melewati sungai itu lagi, sebenarnya tempat berkerja Ira tidak terlalu jauh dari kontrakannya. Tetapi ia memilih melewati tempat itu, baginya jika berangkat berkerja tidak melewatinya seperti ada yang kurang.
Seperti biasa Ira meletakan tas ranselnya di lemari kecil. Ira juga menyapa beberapa teman temannya yang satu shift pagi dengannya.
"Selamat pagi." Ira menyapa teman-temannya dengan tersenyum.
"Pagi juga Ira," ucap beberapa temannya berbarengan.
Teman temannya tidak ada yang tau, jika Ira mantan kekasih pemilik restoran mewah ini. Ira begitu rapat menutupi masalah pribadinya itu. Takut suatu saat putus dan ternyata benar firasat Ira, setelah berpacaran 3 bulan ia mengetahui jika kekasihnya menipu dengan kata kata manisnya.
Saat berkerja Ira hanya fokus kepada pembeli tanpa peduli yang lain. Rais yang sedari tadi melihatnya tidak di gubris sama sekali oleh Ira seperti angin lewat saja. Mahnoor menyenggol pundak Ira memberi tau jika bosnya melihat Ira terus menerus dari tadi. Ira terap tidak menggubrisnya.
"Kamu samperin sana si boss, takutnya marah marah seperti kemarin." Mendorong tubuh Ira agar segera berjalan.
"Apaan sih kamu," Ira bergegas menuju ke arah Rais. "Ada yang bisa saya bantu Pak Rais?" tersenyum ramah.
Rais hanya tersenyum mendapati perkataan seperti itu, menurutnya terlalu formal. Karena biasanya ia bicara acuh tak acuh. Ira yang hanya mendapatkan senyuman, menghela nafas panjang.
"Jika tidak ada keperluan, saya permisi." Ira berpamitan meninggalkan Rais.
Mahnoor yang melihat Ira kembali segera menanyai Ira. "Ira ko cepat sekali, si boss minta apa?"
"Tidak minta apa apa, hanya tersenyum tidak jelas!" Ira berucap dengan malas.
Mahnoor yang mendapat jawaban Ira seperti itu tersenyum keheranan. Ada apa dengan dua insan itu. Pertanyaan muncul di otak Mahnoor.
Sekilas Ira melihat sosok perempuan sexy masuk ruangan pribadi Rais. Siapa lagi kalau bukan perempuan yang waktu itu. Yang membuat hubungannya kandas, masih terasa sakit jika di ingat kembali. Ira yang tadi awalnya bahagia sekarang mulai tidak nyaman lagi berkerja.
Teman teman Ira banyak yang memuji muji kecantikan perempuan itu. Ira yang mendengarnya tersenyum aja. Memang benar ia cantik dan menarik. Sampai sampai Rais tergila gila di buat olehnya.
Ketika jam menunjukkan waktu pulang. Ira dan teman teman satu shift bergegas pamitan pulang dengan teman temannya yang berkerja shift malam. Begitu bahagia pulang dengan menerima gaji masing masing. Banyak canda tawa yang terdengar begitu pula dengan Ira. Ira menuju parkiran dan menyalakan sepeda motornya.
"Belanja dulu deh, sisanya buat pegangan dan bayar kontrakan." Bergegas pergi dari restoran tersebut.
Tempat pembelanjaan.
Ira membeli beberapa produk yang bertuliskan diskon, menurutnya lumayan untuk menghemat sedikit pengeluaran. Ternyata di tempat yang sama Rais dan kekasihnya yang sedang bergelayut manja di pusat pembelanjaan itu.
"Iiiihhhh sial banget...," segera membelokan ke tempat lain dan menuju kasir. Usai membeli kebutuhan Ira segera tancap gas.
Kontrakan Ira.
Sampa dirumah Ira melihat belanjaannya. Ia begitu antusias, tidak sabar ingin mencoba beberapa produk diskonan tadi.
"Aduhhhh perut sudah demo, lebih baik beli bakso atau nasi goreng untuk menganjal perut, mumpung baru gajian," Ira keluar rumah dengan berjalan kaki, sebab makanan yang ia inginkan ada di depan gang rumahnya.
"Pak, nasi goreng pedasnya satu, di bungkus ya Pak." Ira duduk di kursi plastik sebelah rombong penjual nasi goreng.
Setelah menerima pesanannya ia membayar makanan tersebut dan segera pulang. Saat di jalan ia tidak sengaja bersengolan dengan seorang laki laki. Tampan dan masih muda. Pemuda itu meminta maaf karena tidak sengaja menyenggolnya.
"Maaf...maaf... saya benar benar tidak melihat," orang tersebut mengulurkan tangannya.
Ira benggong melihat laki laki tampan itu. Sampai sampai tidak menerima jabatan tangan pemuda itu.
"Eeemmmm maaf." Laki-laki itu mengulangi perkataannya lagi.
Ira yang baru tersadar langsung menerima ucapan maaf tersebut. "Iyaaa tidak apa apa, saya juga tidak melihat tadi," Ira tersenyum ramah. Ira bergegas pergi karena perutnya sudah demo berkali kalin
Laki laki itu mengenalkan diri ke Ira, saat Ira belum jauh dari tempatnya bertabrakan tadi.
"Namaku Rafa Aditya, kamu siapa?" ucapnya teriak.
"Atiya Bahira!" menoleh sebentar dan langsung pergi.
Rafa yang mengetahui namanya tersenyum. Memuji kecantikan natural Ira. "Cantik dan manis, ohh ya bukannya ia barusan membeli nasi goreng itu!!! coba aku tanya Pak penjual nasi goreng itu? siapa tau mengenalinya!" menuju ke penjual nasi goreng tersebut.
"Pakkk permisi," duduk di kursi plastik.
"Iyaaaa, mau pesan nasi goreng atau mie goreng mas?" tanyanya penjual ke Rafa.
"Saya mau pesan, seperti perempuan yang barusan beli Pak!" tersenyum ke arah penjual.
"Ohhh iya, mas... temannya Ira ya?" menumis bumbu.
"Ooo perempuan tadi panggilannya Ira." Rafa tersenyum dengan maksud lain.
Setelah membeli nasi goreng Rafa bergegas pulang ke rumahnya. Rasa bahagia menyelimuti hatinya.
Pagi hari.
Hari ini Ira dapat giliran shift sore jadi pagi ini Ira pergunakan bersih bersih rumah dan menanam beberapa tanaman. Seperti cabai dan beberapa tanaman menjalar. Laki-laki kemarin mencari alamat tempat tinggal Ira yang di tunjukkan oleh penjual nasi goreng. Setelah menemukan rumahnya, ia mengucap salam sebab melihat Ira menanam beberapa pohon kecil di samping rumah.
"Assalamualaikum Ira." Ucap Rafa dengan tersenyum manis.
Ira kaget dengan suara yang menyalaminya.
"Waalaikumsalam, kamu yang semalam menabrakku, ada apa kemari?" Ira segera mencuci tangan di ember besar samping rumah.
"Tidak ada apa apa, saya hanya ingin berkunjung di sini!" Rafa duduk di kursi kayu depan rumah. Ia mengamati sekeliling rumah tersebut.
"Aku kira ada apa." Ira duduk bersebrangan dengan Rafa.
Tetapi tidak berapa lama ia masuk rumah dan membuatkan minuman untuk Rafa. Rafa yang sedari tadi sudah melihat sekeliling rumah, merasa lebih kagum lagi. Rumah kecil tapi begitu rapi dan bersih, terlihat tidak ada rumput rumput kecil tumbuh.
"Apa kamu tidak berkerja?" Rafa melihat ke arah Ira.
Ira memberikan minuman kepada Rafa dan Rafa menerimanya. "Aku berkerja, tetapi nanti sore!"
"Boleh aku mengantarmu." Rafa sedikit meminum teh yang di buat Ira.
"Tidak usah, aku baru kenal denganmu," Ira duduk di sebrang Rafa.
"Tapi, aku juga ingin tau kamu berkerja di mana?" tanya Rafa memelas.
"Aku berkerja di restoran milik Rais Said!" jawabnya menatap ke arah lain.
"Rais Said???" Rafa tersenyum penuh makna.
"Apa kamu mengenalnya?"
"Tidak terlalu mengenalnya, tetapi ia satu kelas denganku waktu SMA," meminum teh tersebut sampai habis.
Setelah selesai berbincang bincang Rafa berpamitan pulang. Ira hanya tersenyum ia baru saja memiliki teman.
***
Rafa Aditya adalah teman baru Ira, yang baru ia kenal tadi malam. Dan pagi ini ia berkunjung di rumah Ira dan mengajaknya ngobrol. Rafa Aditya adalah seorang pengusaha sama seperti Rais Said, akan tetapi ia telah memiliki beberapa cabang di kota ini. Dari SMA sampai sekarang Rafa saingan bisnis dengan Rais.
Sore hari.
Ira yang telah menuju tempat ia berkerja, dengan menggunakan sepeda motornya merasa ada yang mengikuti. Ada rasa tidak nyaman namun segera di tepis, mungkin satu arah, pikirnya. Ira yang telah memasuki area parkir karyawan merasa lega dan aman.
"Akhirnya sampai juga, menghawatirkan sekali barusan." Ira menebah dadanya berkali- kali.
Mahnoor yang melihat Ira baru datang langsung menyapanya. "Ira... kenapa wajahmu seperti orang ketakutan saja."
"Tidak apa apa, cuma curiga dengan orang yang ngikuti aku, dari gang kontrakan aku," bergegas menuju tempat lemari kecil atau loker.
Mahnoor berpamitan ke Ira sebab ia sift pagi hari ini. "Ira aku pulang dulu ya," melambaikan tangan.
"Iya hati hati di jalan," tersenyum.
"Aduh mbak Mahnoor udah pulang, gimana ini. Kehidupanku kejam jika tidak satu shift dengannya. Bisa bisa kesana kemari sendiri, apalagi ada witer dan waitress baru di sini." Ucap Ira di dalam hati.
"Yasudah jalani saja dulu," ucapnya pasrah.
Rais yang mendapati Ira baru datang ia tersenyum bahagia. Rais terus berusaha mendapatkan Ira kembali, walau ia beresiko terancam gulung tikar jika menghianati perempuan yang mencintainya. Rais sebenarnya tidak mau berhubungan dengannya, perempuan yang mengekang hidupnya. Tetapi ini keinginan almarhum Papanya yang memaksa untuk berhubungan baik dengan Zeba.
Zeba adalah gadis cantik, anak dari orang berpengaruh di dunia perhotelan dan restoran. Akan tetapi ia menjadi wanita yang tidak mau ke hilangan apapun yang sudah ia capai. Baik materi, dan percintaan. Baginya hanya dia yang bisa memiliki semua itu. Zeba berumur 25 tahun, satu tahun lebih muda dari Rais dan dua tahun lebih tua dari Ira. Zeba dulunya gadis baik dan tidak pernah terobsesi memiliki apapun. Tapi semenjak kenal Rais waktu kuliah, ia selalu ingin mendapatkan apapun, baik dari kecantikan dan gaya berpakaian.
Kembali ke Rais.
Rais sebenarnya ingin selalu dekat dengan Ira wanita yang berhasil menerobos hatinya. Andai waktu bisa di ulang, ia ingin mengenal lebih jauh sosok Ira.
"Selamat sore Pak Rais," ucap Ira menuju ruangan untuk melayani pembeli.
"Sore juga," jawab Rais dengan datar.
Tiba-tiba wanita yang bernama Zeba datang dan langsung memeluk Rais. Sepertinya Zeba selalu mengikuti jadwal kerja Ira, ia tau betul Ira kerja shift pagi atau sore.
"Haaaahhhhhh mimpi apa semalam, kenapa dimana mana bertemu dengannya sih." Ira segera mengalihkan pandangan dan menuju kasir sebab pembeli meminta bill.
Setelah bill di antar ke pembeli Ira segera menghampiri pembeli lainnya. Ia tidak mau di salahkan lagi jika terjadi penurunan penjualan.
Terlihat sepasang kekasih itu bahagia dan saling membalas senyuman. Meris terasa hati Ira. Jika di ingat ingat Rais pernah seperti itu, walaupun cuma beberapa hari setelah jadian. Kemudian Rais berubah 180 drajat.
"Laki laki seperti itu tidak pantas mendapatkan cinta, orang yang hanya bisa menyakiti dengan kata kata manisnya saja." Ucap Ira dalam hati.
Rais belum sadar, jika Ira memperhatikannya. Ira segera bergegas pergi mengantar makanan dan minuman setelah mendengar bell tanda pesanan sudah siap. Dengan mendorong meja kecil itu menuju meja pesanan pembeli.
Di restoran (Mewah Rais Said).
Hanya menyajikan makanan ala carte atau memesan makanan tersebut baru di buatkan.
Sebenarnya itu terjadi hampir di seluruh restoran di kota ini. Rais sebenarnya ingin mengembangkaan restorannya dengan gaya yang mengikuti tren tren di manca negara, tetapi ia masih ragu ragu saat ini.
Apa lagi pengunjung retoran Rais Said tidak pernah sepi, meja meja selalu penuh. Mungkin kedepannya akan di kembangkan lagi, untuk mengikuti tren seperti negara lain, yang menyediakan ruangan khusus untuk tamu tamu VIP.
Setelah berkerja hingga pukul sebelas malam lebih, jam menunjukkan waktu pulang. Ira yang sudah biasa pulang selarut itu tidak merasa takut. Lagian selama ini ia baik baik saja.
Saat di jalan ia hampir saja menabrak kucing yang berlari, untung saja Ira dapat menghindari namun naas montor yang di gunakan Ira hilang keseimbangan. Yang menyebabkan Ira terjatuh, untung saja tidak parah sehingga Ira masih bisa mengendarai sepeda motornya. Menuju kontrakannya.
"Alhamdulillah, masih baik baik saja tubuhku!" mengusap luka di telapak tangannya, dan membersihkan luka tersebut kemudian di beri betadin*.
Ira yang telah membersihkan lukanya bergegas, memanaskan makanan tadi sore dan memakannya. Rasa perih masih terasa saat Ira mencuci piring, ia tidak berpikir untuk membungkus tangannya dengan kantong plastik. Sebab rasa kantuk menghampirinya.
"Awwwww...," rintihnya menahan sakit. Hari telah larut Ira bergegas tidur untuk memulihkan dirinya.
Pagi hari.
"Hari ini badanku sakit semua, aku izin saja ke Rais untuk cuti!" Ira berusaha merenggangkan otot-otot tubuhnya, kemudian Ira mengambil ponselnya.
Suara deringan tersambung.
"Hallo...," jawab Rais orang yang di telpon. Dengan senyum merekah.
"Assalamualaikum Pak Rais," ucapnya lirih.
"Waalaikumsalam Ira, tumben telpon ada apa." Rais masih tersenyum.
Karena baru kali ini Ira menelpon, setelah kandas hubungan asmara mereka. Padahal Ira masih berkerja di restorannya.
"Saya izin cuti hari ini, apakah bisa." Ira mulai menggigil saat berbicara.
"Boleh... tetapi apa alasannya Ira," tanya Rais kebinggungan, baru kali ini Ira meminta izin cuti berkerja.
"Saya tidak enak badan." Ira masih mengenggam ponselnya. Tiba-tiba Ira kehilangan kesadarannya dan jatuh di lantai kamar tidurnya, di balik telpon itu bertanya lagi, tetapi tidak ada jawaban, sementara sambungan telepon masih menyala.
"Ira... kamu sakit apa?" nada hawatir. "IIRRRAAA jawabbbb, kenapa diam saja."
Rais yang tidak mendapatkan jawaban, langsung memutar arah mobilnya menuju rumah Ira. Ia menghampiri rumah Ira sedikit terkejut saat pintu rumah tidak di kunci. Rais segera masuk dan mencari keadaan Ira. Sampai menemukan Ira sudah pingsan karena demam tinggi. Rais segera menggendong Ira menuju mobilnya untuk di bawa ke rumau sakit.
Sepuluh menit kemudian.
Rais dan Ira sampai di rumah sakit dan bergegas menggendongnya dan meletakan Ira di barankar, para suster bergegas membawa pasien ke ruang pemeriksaan.
"Maaf Pak tunggu sebentar, pasien segera di tangani," ucap salah satu suster, menghentikan Rais saat akan ikut masuk. Rais mengangguk paham.
Setelah di periksa ternyata luka yang ada di tangan Ira infeksi, yang mengakibatkan demam tinggi. Rais yang di beritahu dokter tersebut bergegas meminta izin untuk melihat pasien, tetapi setelah di ruang rawat. Rais menggengam erat pergelangan tangan Ira, dan melihat perban di tangan Ira.
"Apa semalam kamu kecelakaan Ira, kenapa kamu tidak memberitauku," masih melihat luka Ira, sementara Ira masih terdiam karena baru sadar.
"Untuk apa, aku bukan siapa siapa kamu, orang tuaku saja tidak peduli, apakah anaknya masi hidup atau tidak," jawab Ira bersedih.
DDEEGGG... jantung Rais terasa ngilu. Ia langsung menatap tajam Ira.
"Apa maksud kamu Ira, kenapa kamu tidak pernah cerita ke aku." Tanyanya sedikit emosi.
"Walau aku berteman denganmu, tetapi tidak semua masalah aku ceritakan ke kamu, itu terlalu pribadi untukku," air mata menetes.
Rais yang melihat Ira meneteskan air mata, segera melapnya dengan jari telunjuknya.
"Jangan menangis Ira, ceritakan semua ke aku." Rais menatap lekat wajah Ira.
Ira tersenyum dan tidak melanjutkan kisahnya.
"Iraaa jawab aku...?" tanya Rais melepas gengaman tangannya.
Ira tetap diam dan sekarang mengalihkan pandangannya. Ira menatap ke arah keluar cendela rumah sakit.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!