NovelToon NovelToon

Mendadak Khitbah

Kesan Pertama

Perkenalan

SASHA ADELIA

Gadis cantik yang beberapa hari lagi resmi mengubah namanya menjadi Sasha Adelia Adinata, merupakan gadis cantik yang sedang berkuliah dan baru menginjak tahun kedua.

Entah merupakan nasib sial atau sebuah keberuntungan, satu per satu kejadian yang dialami olehnya bersinggungan dengan seorang dosen tampan yang merupakan anak dari pemilik yayasan tempat dia berkuliah.

ARDAN RAYGA ADINATA

Seorang dosen sekaligus pewaris utama keluarga Adinata. Memiliki sebuah luka hati akibat cinta pertamanya yang ternyata lebih mencintai sahabatnya daripada dirinya. Namun naasnya, wanita yang dicintai Ardan tersebut juga mengalami cinta yang bertepuk sebelah tangan, sehingga wanita itu pergi dan tak meninggalkan kabar untuk Ardan.

Demi mengusir rasa sepi, Ardan menyewa perempuan bayaran untuk menjadi kekasihnya. Namun akhir-akhir ini, sebuah kebohongan yang ia lakukan membuat orang tuanya percaya bahwa Sasha adalah wanita yang ia pilih menjadi istrinya. Dan tanpa persetujuan Ardan, kedua orang tuanya melamar Sasha untuk menjadi istrinya.

Bagaimana kisah mereka dimulai?

Mari kita mengenang berbagai kejadian yang membawa mereka hingga ke tahap pernikahan.

*****

Perumahan Wijaya Kusuma

Matahari belum memancarkan sinarnya, sayup-sayup suara orang mengaji melalui speaker masjid terdengar se-antero Perumahan Wijaya Kusuma

Meski keheningan masih menyelimuti kota itu, Sasha seorang gadis yang tinggal di sebuah komplek perumahan tersebut sudah melakukan aktivitasnya. Dia mulai memasak makanan untuk seluruh keluarganya, mulai dari ayah, ibu tiri, dan kedua saudara tirinya.

Sudah menjadi kebiasaan Sasha melakukan pekerjaan tersebut. Terutama semenjak ibunya meninggal, membersihkan rumah, memasak makanan, sudah menjadi tanggung jawabnya.

Jangan berpikir ibu tirinya jahat. Sama sekali tidak, ibu tiri Sasha sangat baik. Ia juga melakukan tugasnya sebagai seorang ibu kepada Sasha, namun Sasha lah yang melarang ibu tirinya agar tidak banyak bekerja, karena semenjak bersama ibu kandungnya pun Sasha sudah seperti itu.

Sasha memiliki seorang kakak laki-laki berusia 2 tahun lebih tua darinya yang dibawa oleh ibu sambungnya tersebut. Meski menyebalkan, tapi dia sangat mengayomi Sasha, namanya Fariz. Kemudian seorang adik perempuan hasil dari pernikahan ayah Sasha dan ibu sambungnya, namanya Tasya.

"Waaah harum banget, masak apa buat sarapan Sha?" Tanya Fariz mengagetkan Sasha.

"Iih kakak nih, ngagetin orang aja. Kecium gak baunya, bau apa ini?" Jawab Sasha sambil menunjuk pada panci tempat ia mengaduk kuah sayuran.

"Soto?" Jawab Fariz.

"Yap, soto! Tapi kali ini kita makan bubur ayam kuah soto kak untuk sarapan!" Ungkap Sasha senang saat menawarkan menu favoritnya. Ya, bubur ayam yang diberi kuah soto adalah makan favorit Sasha yang sering dibuatkan oleh mendiang ibunya dulu.

"Ya udahlah, yang enak yaaa! Kakak mau ngeluarin jemuran dulu, disuruh ibu!" Jawab Fariz sambil menuju ke ruangan cuci baju.

Setiap sore sebelum Maghrib, Sasha dibantu dengan Tasya mencuci baju mereka semua. Baju tersebut dijemur di ruangan khusus untuk menjemur baju. Namun ketika pagi menjelang, jemuran dikeluarkan agar terkena sinar matahari. Biasanya, tugas abang atau ayah yang mengeluarkan jemuran dari ruang jemur.

Sasha melanjutkan aktivitasnya hingga selesai. Hingga suara orang mengaji dari speaker masjid pun berubah menjadi suara adzan, pertanda waktu Subuh sudah tiba.

Mereka sekeluarga pun melakukan sholat Subuh yang diimami oleh Kak Fariz. Kak Fariz atau ayah, terkadang mereka bergantian menjadi imam di rumah. Karena saat ini giliran ayah yang menjadi imam di masjid, maka Kak Fariz lah yang mengimami keluarga di rumah.

Tak terasa pagi pun menjelang, Sasha sudah menyelesaikan pekerjaannya di rumah. Kini ia hendak bersiap untuk berangkat kuliah.

Gadis cantik dengan rambut hitam sepinggang itu menenteng tasnya. Kemudian ia bersiap untuk pergi ke kampus.

*****

Kampus Nusantara

Kampus Nusantara sedang dihebohkan oleh kedatangan anak dari ketua yayasan yang baru lulus dari luar negeri. Kabarnya anak dari ketua yayasan tersebut akan mengamalkan ilmunya dengan menjadi dosen sementara menggantikan seorang dosen yang sedang cuti.

Selain menjadi mahasiswa lulusan negeri, ia juga dikenal sebagai seorang laki-laki tampan, pintar, dan tentu kaya. Hal ini membuat seluruh warga kampus tak sabar ingin melihatnya.

Terutama para mahasiswi, mereka semua berharap menjadi mahasiswi yang bisa diajari oleh dosen tampan. Karena semenjak kabar datangnya anak ketua yayasan yang akan menjadi dosen tersebut, masih belum ada kabar mata kuliah apa yang akan diampu oleh anak ketua yayasan tersebut.

*****

Paradise Residence

Sebuah rumah mewah dibangun dipinggir danau buatan. Rumah bercat putih bergaya kontemporer itu memiliki banyak mobil mewah yang berjajar di depan rumahnya.

Seorang laki-laki tampan bernama Ardan keluar dari rumah tersebut dan memasuki salah satu mobil mewah yang terparkir dengan elegan. Sambil melihat jam tangan dia sedikit berdecak karena waktu yang ditunjukkan sudah menunjukkan pukul 07.00.

"Sepertinya aku akan kesiangan di hari pertamaku" dengusnya. Seorang Ardan adalah seorang yang disiplin waktu dan sedikit tegas terhadap prinsip hidupnya sendiri. Namun, kini ia dipaksa oleh papa dan mamanya untuk pulang dulu ke Indonesia menjadi salah satu pengajar di Universitas milik orang tuanya.

Meskipun dipaksa, tapi Ardan menurut saja kali ini. Karena ia diancam tidak bisa menjadi penerus perusahaan jika tidak mau andil dalam mengelola yayasan. Padahal menurutnya, selama ini ia juga memiliki banyak peran dalam mengembangkan perusahaan keluarganya. Tapi entah kenapa papanya malah meminta ia menjadi dosen. Meski sementara, tapi ini mengganggu, begitu menurut Ardan.

Agar Ardan tidak kikuk di hari pertamanya yang kesiangan ini, Ardan pun ingin berangkat ditemani dengan teman lamanya yang juga menjadi dosen di universitas Nusantara.

"Terlanjur kesiangan!" Gumam Ardan. Meski sebenarnya hari pertama Ardan mengajar adalah besok, tapi Ardan berjanji untuk datang dihari sebelumnya agar ia bisa berkeliling mengenali kampus terlebih dahulu.

Sambil menyetir mobil, Ardan memanggil Cherry, sang robot virtual assistance yang terpasang di mobilnya.

"Hai Cherry"

"Selamat pagi tuan Ardan!" Balas Cherry dengan aksen mbak-mbak Google yang khas.

"Tolong hubungkan aku pada Darius!"

"Memanggil Darius"

Tuuuut Tuuut.. Suara panggilan yang mulai terhubung.

'Halo, Assalamualaikum' terdengar suara berat seorang pria dari arah seberang.

"Wa'alaikumsalam Yus! Ini aku Ardan"

"Eh kamu Dan, kabarnya kamu sudah pulang dari London? Mampir lah ke rumah baruku!"

"Iya kebetulan aku memang mau kesana, sebenarnya aku mau ke kampus sekarang, bisa kau datang menemaniku? Aku jemput ke tempat kamu sekarang!"

"Ok! Sekarang aku tinggal di rumahku sendiri Dan! Nanti aku kirim maps ke kamu"

"Ok!"

"Bawa oleh-oleh sekalian dong! Hahah"

"Ya nanti aku bawa banyak buat kamu, hahaha kututup dulu, aku sedang menyetir mobil"

Tuuuut... suara sambungan yang terputus.

Ardan kembali fokus pada jalanannya. Dan kemudian Triiiing suara pesan masuk pada gawai Ardan yang terhubung pada mobilnya.

"Darius mengirimkan sebuah lokasi" Cherry menyahut tepat setelah bunyi pesan masuk.

"Ok Cherry buka pesannya"

"Darius mengirimkan peta lokasi perumahan Wijaya Kusuma Blok A No 12"

"Mari kita kesana Cherry, tunjukkan padaku arahnya!"

"Perumahan Wijaya Kusuma Blok A No 12 terletak sekitar 32 KM dari lokasi anda....."

Ardan mengikuti arahan Cherry sang robot yang menjadi asistennya saat mengendarai mobil menuju ke tempat Darius.

*****

Perjalanan Sasha ke kampus

Tiiin tiiiin suara klakson mobil berbunyi, Sasha baru menyadari bahwa ia mengayuh sepedanya terlalu ke tengah jalan. Ia pun menepi karena ada mobil mau lewat.

Splaaaaash.... Sasha terkena ciparatan air saat mobil tersebut berusaha mendahului.

"Astaghfirullah" batin Sasha. Dia jengkel setengah mati karena bajunya sudah setengah basah. Meski belum jauh dari rumah, tapi Sasha kesal karena harus kembali lagi dan berganti baju. Padahal Ia sudah punya janji dengan teman-temannya, untuk datang sebelum mata kuliah dimulai agar bisa membicarakan tugasnya.

Sejenak Sasha mendengus kesal. Namun pria tampan pengendara Ferrary tersebut turun dari tunggangannya.

Jantung Sasha berdegup saat pria itu menatap padanya. Akan tetapi pupus sudah harapannya, Sasha mengira ia akan mendapat permintaan maaf yang tulus dari pria itu, namun ternyata pria itu turun hanya untuk melihat kondisi mobilnya yang kotor terkena cipratan air.

"Sial, kenapa kompleks ini banyak kubangan air" gerutu Ardan tak menghiraukan Sasha yang berdiri sambil menuntun sepeda tepat di belakang mobilnya.

"Maaf Tuan, ada yang bisa saya bantu?" Meski kesal, Sasha tetap menawarkan bantuan karena seperti orang tersebut sedang kesulitan.

"Mobilku kotor, aku mau ke Blok A No 12, apa masih jauh?" Tanya Ardan tanpa menoleh pada orang yang mengajaknya bicara.

"Sepertinya sudah terlewat tuan, karena ini sudah sampai di kawasan Blok D dan E, anda perlu putar balik" jelas Sasha.

"Aku tidak bisa mengendarai mobilku, dia kotor terkena banyak ciparatan air"

Ardan merogoh gawainya dan membuat panggilan. "Hallo Darius!" Ardan menelepon Darius lagi sambil berjalan menjauh dari Sasha.

Sasha yang merasa tidak dipedulikan pun kembali lagi pada sepedanya dan berbalik arah ke rumahnya untuk mengganti baju. Ruma Sasha terletak di blok U.

"Orang kaya suka seperti itu ya? Pantas saja banyak orang bilang orang blok depan sombong-sombong, ternyata begitu ya. Ya walaupun beberapa orang tidak begitu, tapi kebanyakan pasti sombong!" gumam Sasha.

"Lagipula apa-apaan tadi? Dia bilang tidak bisa mengendarai mobil karena kena cipratan air, lebay banget sih. Terus aku gimana? Bajuku basah karena mobilnya, gak ada peduli sama sekali. Boro-boro minta maaf" cerocos Sasha sepanjang perjalanannya kembali lagi ke rumah.

*****

Sedikit kenangan buruk di awal bertemu tak apa, asal perbaikilah selagi kau mampu! ~ Penulis

Ternyata Benar

"Eh kok tumben kamu jemput kesini, kan kita bisa membuat janji bertemu di kampus saja" kata Darius saat bertemu Ardan.

"Aku sekalian ingin melihat rumah barumu, dan mana anakmu?" Tanya Ardan karena dia merindukan Tsabiya, putri kecil Darius.

"Tsabiya sudah berangkat. Kebetulan bareng sama tetangga yang anaknya juga sekolah di tempat yang sama dengan dia" jawab Darius.

"Oh iya, sepertinya aku akan ikut naik mobilmu untuk ke kampus. Mobilku harus dicuci dulu, biasa, kena cipratan pas nyasar barusan" lanjut Ardan.

"Ok... kamu mau mau minum kopi?"

"Tidak usah, sebaiknya kamu segera bergegas" Ardan berkata tanpa ekspresi sambil menyilangkan kedua tangannya.

Darius hanya meringis mendengar jawaban Tuan muda dan ia langsung menuruti keinginan Ardan untuk bergegas ke kampus.

*****

Kampus Universitas Nusantara

Sekelompok mahasiswa sedang berkumpul di lorong depan kelas. Mereka terlihat serius dengan pembicaraan mereka, ada yang sekali-kali mengetik di laptop, ada juga yang membaca informasi dari layar tabletnya. Hingga kemudian mereka dikagetkan akan kedatangan seseorang.

"Hei maaf aku terlambat" ungkap Sasha si gadis kesiangan yang mengagetkan sekelompok temannya.

"Kemana aja Sha? di chat bilang udah berangkat dari tadi, eeh kok malah telat sih" tanya Amel pada Sasha.

"Sorry ada insiden barusan. Udahlah, pokonya sorry banget. Kalian udah bahas sampe mana?" ungkap Sasha sambil mengeluarkan notebook nya.

Mereka pun membahas tugas dari mata kuliah hari ini. Sasha mengambil jurusan Pendidikan Anak Usia Dini, dan mata kuliah yang dibahas kali ini merupakan mata kuliah tambahan yang Sasha ambil meski tidak berhubungan dengan jurusan kuliahnya, yakni mata kuliah kewirausahaan. Dosen dari mata kuliah ini selalu menuntut mahasiswanya untuk kreatif dan senang berkarya agar dapat memunculkan jiwa wirausaha mereka. Sehingga kali ini mereka berkumpul untuk membahas produk yang akan mereka pasarkan untuk pameran nanti, karena ini termasuk penilaian.

"Eh tau gak katanya mulai besok pak imran cuti, katanya mau ngelanjutin penelitian buat disertasinya tapi mau di luar negeri" kata Amel mengalihkan topik pembicaraan yang sedari tadi membahas tentang produk saja.

"Iya, gue denger gitu" jawab Dafa.

"Kabar baiknya apa coba?" tanya Amel memancing penasaran.

"Ya baiklah, kan lu gak suka pelajaran pak imran" cerocos Sinta pada Amel.

"Bukan tau! Kabarnya anak dari ketua yayasan bakal ngajar di kampus ini, buat gantiin dosen yang cuti. Semoga aja yang dimaksud dosen cuti itu Pak Imran dan yang gantiin ya anak ketua yayasan yanh ganteng itu" ungkap Amel bangga karena merasa lebih tau dari temannya.

"Eeeh huuus! nih lihat. Kalo kita modif barangnya jadi kayak gini gimana?" tiba-tiba Sasha memutus pembicaraan gosip itu.

"Ya ini bagus Sha! Kita tinggal cari bahan baku aja, dan coba buat yang serupa" jawab Dafa.

Mereka pun melanjutkan pembahasan tentang tugas dan melupakan topik anak ketua yayasan.

*****

Di lain tempat yang masih di sekitar Universitas Nusantara.

"Sebenarnya ada apa, kenapa kau memutuskan untuk pulang secara tiba-tiba?" Tanya Darius cengengesan.

"Mama dan papa yang memaksa" jawab Ardan santai.

"Aku sudah tau itu, hanya saja untuk apa mereka memaksamu? Biasanya kan kau ditelantarkan..." ucap Darius sambil menahan tawa "...jangan-jangan kau mau dijodohkan?" Tanyanya kemudian.

"Apaan sih? Sialan kau!" jawab Ardan yang mulai risih dengan candaan kawannya.

"Ya kan, begini, akupun sudah punya anak Dan!" ungkap Darius merasa tak berdosa.

"Ya, dan kamu sudah menjadi duda malahan" timpal Ardan tak ingin kalah.

Ardan sendiri juga tak tau tujuan orang tuanya meminta pulang dan rehat sejenak dari urusan perusahaan. Namun mendengar apa yang dibicarakan Darius, ia menjadi curiga bahwa orang tuanya memang menyuruhnya menikah. Karena akhir-akhir ini orang tua Ardan sering berkata ingin menimang cucu untuk menggoda Ardan. Namun Ardan masih sama sekali belum tertarik untuk berpacaran apalagi berumah tangga.

Ardan dan Darius berjalan di lorong sebuah gedung kampus. Mereka menyadari banyak pasang mata tengah mengamati penampilan mereka dari ujung kaki hingga ujung rambut, namun mereka memilih untuk tidak menggubrisnya.

"Pak Darius, hari ini masuk ke kelas kita dong..." teriak seorang mahasiswi dari sebuah pintu kelas.

"Hari ini bukan jadwal saya ke kelas kamu siska" ucap Darius sambil tersenyum memperlihatkan deretan gigi putihnya.

"Aaaah gemes bangeet pak Darius" ucap mahasiswi tersebut saat Darius sudah berlalu.

"Pak salam buat buat yang di sebelahnya" teriak mahasiswi itu lagi.

Darius hanya menggelengkan kepala sambil terus berjalan disamping Ardan.

"Kita ke ruang jurusan ya Dan, katanya Pak Ramdan sedang menunggu kamu, tadi aku dapet wa dari grup" ucap Darius pada Ardan.

"Oh oke!" jawab Ardan singkat karena tak terlalu memperhatikan Darius. Pandangan mata Ardan tertuju pada sekelompok mahasiswa yang sedang berkumpul di tepi lorong, dia melihat sesosok gadis yang sepertinya pernah ia jumpai.

"Bro, gue baru kepikiran sama orang yang tadi kena cipratan bareng gue" kata Ardan tiba-tiba.

"Cipratan mobil tadi? Emang lo main ciprat-cipratan sama siapa, kek anak bayik aja" jawab Darius tidak serius.

"Beneran cuy, tadi gue lewat jalan komplek lu yang bolong-bolong gitu trus gue gak sengaja nginjek kubangan air dan kena seseorang" jelas Ardan.

"Cewek cowok? kalo orangnya komplek situ ya kali aja gue kenal" timpal Darius.

"Cewek, tadi gue sempet ngobrol sebentar, tapi gak terlalu inget gitu. Cuma tadi selewat aku ngeliat orang yang mirip, tapi ga tau sih mungkin gue salah liat"

"Ya nggak salah juga sih Dan, kan banyak anak komplek wijaya yang jadi mahasiswa disini"

"Hmmm" balas Ardan singkat.

*****

"Eh lihat gak? tadi senduren lewat" kata Amel sambil matanya melirik Darius dan Ardan yang berlalu melewatinya.

"Dan itu..." kata-kata Sinta terpotong.

"yang disamping pak Darius siapa? lu pasti mau ngomong gitu ya kan?" timpal Dafa.

"Paan sih Daf, emang ga boleh?

"Bukan gaboleh, tapi udah bosen gue dengernya, tiap ada tu dosen lewat pasti langsung ribut" cerocos Dafa.

Memang sudah jadi kebiasaan mereka membicarakan Darius sang dosen tampan. Bahkan mereka juga memberi julukan senduren padanya yang artinya adalah singkatan dari dosen duda keren.

"Asal kalian tau ya, itu yang disamping pak Darius namanya pak Ardan, dia anak ketua yayasan disini, dan kalo kalian mau tau gue kok bisa tau darimana? Asal lu tau ya, gue masih saudara sama ketua yayasan" jelas Ardan.

"huuuft bodo, ga nanya!" jawab Amel dan Sinta bersamaan.

"Sha lu kok diem aja!" kata Amel sambil menyenggol Sasha dengan sikunya.

"Itu kayaknya orang yang tadi pagi nyari rumah pak Darius deh" Gumam Sasha.

"Kok lu tau? kalah langkah ni gue ama lu" goda Amel.

"Nggak, bukan gitu! Tadi gue telat karena ada mobil yang nyipratin gue, dan jadinya gue basah semua dan baju gue kotor. Akhirnya gue pulang dan mandi lagi. Kayaknya tadi orang itu deh yang naik mobilnya" jawab Sasha sambil mengingat-ngingat.

"Sha, di panggil pa Imran di ruang ketua jurusan" kata Amar pada Sasha, hingga terbuyarlah ingatannya.

"Gue?" tanya Sasha memastikan.

"Bukan, tuuh mpok lela tukang gorengan di depan yang dicari pak Imran!" jawab Amar sekenanya.

Sasha langsung memonyongkan bibirnya. Dan dia pun membereskan peralatannya yang kemudian langsung berdiri dari tempatnya.

*****

Di ruang ketua jurusan terdapat 4 orang dosen yang sedang berkumpul disana saat Sasha masuk usai mengucap salam.

"Sasha, sini nak!" kata pak Imran saat Sasha tiba.

"Jadi begini pak Ramdan, ini Sasha mahasiswi jurusan PG AUD, dia menurut saya paling menonjol dari semua anak di mata kuliah saya" jelas Pak Imran kepada Pak Ramdan sang ketua jurusan.

"Jadi Sasha berhubung saya harus cuti, dan sebentar lagi ada pameran, maka stand kewirausahaan akan diisi. Dan kenalkan ini dosen baru yang akan mengganti bapak, namanya Pak Ardan. Kamu saya tunjuk sebagai penanggung jawab stand kewira usahaan untuk membantu pak Ardan" jelas Pak Imran pada Sasha.

Sasha tak menjawab dan mencoba tersenyum. Kemudian pandangannya beralih pada dosen baru yang dimaksud Pak Ardan.

"Baik pak, saya akan mencoba melakukan yang terbaik" jawab Sasha dengan menatap dosen baru itu, kemudian membungkukkan badannya.

"Oh ternyata orang sombong tadi pagi yang jadi dosen baru itu" batin Sasha.

"Wah ternyata benar gadis tadi pagi menjadi mahasiswi disini" batin Ardan.

Bertolak Belakang

Paradise Residence

Sebuah danau buatan memantulkan sinar rembulan dengan begitu indahnya. Tampak kunang-kunang beterbangan mempercantik keanggunan malam.

Di tepi danau itu, sepasang tuan dan nyonya besar sedang duduk menikmati suguhan malam. Para dayang dan pengawal tampak berdiri tak jauh dari mereka untuk selalu memastikan keamanan dan kenyamanan para tuannya.

"Tuan besar, tuan muda sudah tiba" ucap seorang pria paruh baya sambil menunduk pada orang yang diajaknya berbicara.

"Suruh kemari" jawab orang tersebut yang tak lain adalah Bagus Adinata ayah dari seorang Ardan Adinata.

"Apa Ardan sudah datang?" perempuan yang merupakan istri dari Bagus Adinata bertanya karena penasaran.

"Betul nyonya besar." Jawab sang pelayan dengan lemah kembut.

Senyuman Nasyila sang nyonya besar mengembang saat mendengar anaknya sudah pulang.

Tak lama, seorang pria dengan tubuh tinggi berbalut kemeja dan sebuah jas yang tergantung di bahunya datang menghampiri perkumpulan di tepi danau tersebut.

"Ma! pa!" panggil seorang pria tersebut pada kedua orang yang sedang duduk di atas kursi putih dengan ukiran mewah. Senyum mewarnai wajahnya, meski debu jalanan kota sempat menerpanya, namun tak sedikitpun mengurangi ketampanannya.

"Sayang" sang nyonya besar berdiri menyambut kedatangan putranya.

"Ardan, kemarilah!" ucap Bagus Adinata.

Nyonya Nasyila meraih pinggang Ardan dan mengajaknya berjalan menuju papanya.

"Anak mama pasti masih lelah, ayo minum teh" ajak Nasyila.

"Sudah sholat Magrib Ardan?" Tanya Bagus.

"Sudah Pa, tadi di tempatnya Darius" jawab Ardan.

"Alhamdulillah" Gumam bagus singkat.

"Ardan, kamu kemarin baru datang. Sekarang langsung sibuk sampe pulang malam begini. Padahal mama suruh kamu datang minggu kemaren biar kamu gak terlalu capek"

"minggu kemarin Ardan gak bisa ma, banyak yang harus Ardan urus. Karena Ardan kan harus lama disini" jawab Ardan.

"Aah, itu bisa-bisanya mama kamu aja biar kamu cepet pulang" timpal papanya Ardan.

"Ma, pa, kenapa masih disini ini sudah jam 8 malam. Masuk yuk, kita ngobrolnya di dalam" ajak Ardan.

"Aaah ini masih sore" jawab Bagus.

"Mama sebenernya udah kedinginan sayang, tapi papamu masih minta ditemani tuuh" jawab Nasyila sambil bermanja pada anaknya.

"Ayo masuk pa! nanti masuk angin, rematik, trus apa lagi?" ajak Ardan sambil tersenyum melirik ke arah para pengawal.

Karena bagaimanapun juga, jika terjadi apa-apa pada seorang tuan besar pasti para pengawalnya lah yang akan kerepotan mengurusnya.

"Aaah, kamu tuh nganggap papa kayak orang tua penyakitan aja" jawab Bagus dengan muka datar seolah tak terima namun ia tetap berdiri dan berjalan mengikuti anaknya yang sudah berjalan terlebih dahulu bersama istrinya.

Para pelayan dan pengawal mengikuti mereka dari belakang. Rombongan keluarga yang diikuti orang-orang tersebut mirip sekali dengan rombongan karnaval yang sering diadakan di pusat kota karena saking cukup banyaknya pelayan dan pengawal yang menggiring mereka bertiga.

Setelah sampai di ruang keluarga, masing-masing dari mereka mengambil posisi. Tuan dan nyonya besar duduk berdampingan di sofa, kemudian Ardan duduk di karpet berbulu sambil tangannya memegang kaki papanya.

"Sini pa, istirahat. Biar Ardan pijit" ucap Ardan.

Nyonya Nasyila melihat kedua lelaki kesayangannya dengan tersenyum. Inilah yang ia rindukan dari Ardan. Sikapnya yang lemah lembut pada orang tua. Walau ia sendiri tau jika anak semata wayangnya ini sebenarnya agak keras dalam berprinsip dan berperilaku pada orang lain terutama perempuan. Maka dari itulah ada sedikit kekhawatiran dalam hati sang nyonya besar, yakni khawatir jika Ardan tidak berminat untuk menikah.

"Ardan" panggil Nyonya Nasyila dengan lembut.

"iya ma?" sahut Ardan.

"Apa mama sudah boleh membayangkan untuk punya cucu?" tanya Nyonya Nasyila sambil tersenyum menggoda putranya.

"Kalo cuma ngebayangin, ya dari sih boleh!" Tuan Bagus terkekeh menjawab pertanyaan istrinya.

"Bukan gitu! Iiiih papa nih" Nyonya Nasyila menjadi kesal.

"Ma, mama pengen Ardan nikah kan? Ardan pasti nikah. Tapi biarkan Ardan mencari pendamping yang tepat untuk Ardan ya Ma! Beri Ardan waktu!" ucap Ardan lembut sambil duduk bersimpuh di depan mamanya dan membelai lembut telapak tangan Nasyila.

"Mama selalu doakan supaya kamu dapat yang terbaik nak! Mama tidak pernah memasang kriteria apapun untuk calon menantu mama nanti, selama kamu bisa menilai baik, mama percaya itu! Jadi tolong, jangan banyak menunda ya nak!" ucap Nasyila sambil mengusap pipi anak kesayangannya.

"Yaa, jadi sebenarnya, papa memintamu untuk kemari adalah agar kamu mencari calon istri disini. Kalau bisa orang Indonesia saja lah. Jangan sampe kamu dapet bule. Pokonya jangan kembali ke London sebelum mendapat istri" kata Tuan Bagus dengan santai, namun terdapat aura tegas yang tersirat dari sorot matanya.

Tuan Bagus berdiri dari tempatnya, lalu beranjak dari ruangan itu menuju kamarnya.

"Ma, temenin papa!" kata Tuan Bagus mengajak istrinya.

Ardan hanya terdiam mendengar pernyataan papanya yang setengah berisi ancaman tersebut. Ia masih belum ingin untuk menikah karena beberapa alasan.

Pertama, ia belum menemukan perempuan yang pas dengan hatinya. Kedua, kebanyakan dari perempuan yang mengejarnya hanya melihatnya dari harta.

*****

Perumahan Wijaya Kusuma, Rumah Sasha

"Ini enak banget, pokonya brownis buatan kak Sasha paling top deh!" Puji Tasya adik Sasha.

"Hokonya haku hau hihuatin honis hiap hahi" (Pokonya aku mau dibuatin brownis tiap hari) ungkap Tasya lagi, namun kali dengan mulut yang kepenuhan karena sambil mengunyah.

"Tasya, kalo lagi makan jangan sambil ngomong" ungkap Sasha gemas sambil mencubit halus pipi adiknya.

"Besok-besok kak Sasha pasti buatin lagi, sekarang tugas kamu bantuin kak Sasha nyuci sono gih!" ucap Sofi, ibu tiri Sasha.

Tasya menjawab dengan gerakan tangan yang ditujukan ke dahinya membentuk pose hormat. Ia langsung berlari menuju ke ruang cuci tempat dimana Sasha berada.

Meski masih belia, usia Tasya yang masih 10 tahun, namun ayah dan ibunya selalu mengajari Tasya untuk melakukan pekerjaan rumah. Mereka berharap agar Tasya tumbuh menjadi anak yang mandiri seperti Sasha. Pekerjaan yang dilakukan Tasya memang mudah, tapi Tasya harus rutin mengerjakannya setiap hari. Semakin Tasya bertambah dewasa, semakin meningkat pula beban pekerjaan yang diberikan padanya.

Di ruang cuci

"Kakak, aku sudah selesai makan!" ucap Tasya riang disamping kakaknya.

"Kemari tolong peras baju-baju itu sayang, lalu masukkan ke pengering ya!" Sasha memberi instruksi dengan tetap meneruskan pekerjaannya.

"Hei Sha, perlu bantuan?" Fariz datang menghampiri Sasha sambil berjongkok disamping Sasha yang sedang mencuci celana milik ayahnya.

"Kenapa? cerita aja?" Tanya Sasha balik, seolah paham bahwa abangnya sedang memiliki masalah. Fariz memang kakak yang rajin dalam membantu Sasha mengerjakan pekerjaan rumah, kecuali satu yaitu mencuci. Fariz hanya mau mencuci ketika pikirannya sedang dipenuhi hal-hal, menurutnya mencuci itu bisa dia jadikan pengalihan. Atas dasar itulah Sasha mencoba paham jika sebenarnya kakaknya ini punya masalah.

"Gapapa. Mau bantu aja." Jawab Fariz.

"Bener gapapa?" tanya Sasha meyakinkan.

"Iya, sini gue bantu!" Jawab Fariz, sambil tetap diam di tempatnya.

"Ya udah kalo mau bantu, jangan diem aja, abang urusin yang di mesin cuci tuh sambil bantu Tasya!" Seru Sasha.

"Huuuuft" Fariz tetap diam. Dia malah menekuk mukanya dan menyembunyikan di antara lututnya.

"Orang tua Mira, udah minta abang buat ngelamar Sha!" kata Fariz memulai ceritanya.

"Kak mira minta dilamar?"

"Bukan Si Mira nya, orang tuanya!" jawab Fariz.

"Oooh, tapi bukannya kak Mira punya pacar kak?" tanya Sasha.

"Tau dah! Dia gak pernah jujur ama orang tuanya, cape kakak jadinya sha!" keluh Fariz.

"Iya, gimana dong kak Firda?" tanya Sasha.

"Ya gitu" jawab Fariz singkat.

"Terus yang kakak bingungin apa?"

"Ya itu" jawab Fariz lagi.

"Iiiish kakak nih!" Sasha mulai kesal. Dia membanting cuciannya hingga air cucian mengenai wajah Fariz.

"Iiiih basah tau!" ungkap Fariz sambil menghindar.

Tanpa mereka sadari Tasya sudah menyelesaikan pekerjaannya dan ikut berjongkok disamping mereka berdua.

"Kak Fariz mau nikah?" Tanya Tasya dengan polos.

Sasha kaget melihat adiknya sudah ada disampingnya. "Kamu udah selesei sya?" tanya Sasha yang dijawab dengan anggukan dari Tasya. "Abisin kuenya lagi sono gih!" seru Sasha.

"Beneran boleh? Asyiiik!" Tasya langsung berlari meningglkan mereka.

Setelah Tasya pergi.

"Kakak kan udah mapan, punya kerja, sedang meneruskan S2. Kalau kakak mau nikah, nikah aja. Sasha dukung kok siapapun pilihan kakak!" kata Sasha.

"Bukan gitu Sha, kakak masih bingung bagaimana caranya jujur ke orang tua Mira tentang hubungan kakak sama Mira. Lagipula kakak juga masih harus nunggu Firda selesai skripsi. Dan kuliah kamu, juga masih butuh biaya kan? kalau kakak nikah, siapa yang mau bantu biayanya?" jawab Fariz sambil mengelus rambut Sasha.

'maafin Sasha kak, Sasha jadi beban buat kak Fariz' Gumam Sasha

"Woy, jangan ngelamun. Jangan bilang kamu lagi mikir kalo kamu ngerepotin kakak" kata Fariz.

"enggak kok!" kata Sasha mengelak.

"Pake bilang enggak, kan emang iya?" saut Fariz sambil menyipratkan air ke muka Sasha dan ia pun langsung berlari.

"Kak Fariiiiiz!" Sasha berdecak kesal. Kakak tirinya itu memang menyebalkan, tapi ia tau jika sebenarnya Fariz sangat menyayanginya.

Sasha pun bergelut dengan pikirannya sendiri. Ia berpikir ingin cepat lulus kuliah, bekerja dan menikah. Bahkan jika ada laki-laki yang mau melamarnya sejak sekarang pun ia siap, asalkan itu bisa berhenti membuatnya merepotkan orang tuanya.

Menikah itu bukan sebuah hal yang buruk. Aku butuh seorang yang bisa kujadikan panutan dikala aku hilang arah, kujadikan sandaran dikala aku lelah, dan kujadikan sebagai satu-satunya kekasih yang membuat hidupku indah. ~ Sasha

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!