Mentari baru saja berbelanja kebutuhan di tokoh biasa langganannya, memang sedikit jauh jarak tokoh tersebut dari rumahnya. Jika berjalan kaki mingkin membutuhkan waktu kurang lebih 15 menit, jalan yang gelap dan sepi memang sudah biasa Mentari lewati jika keluar dari rumah pada malam hari. Syukurlah, desanya ini aman-aman saja semenjak ia tinggal disini.
Dengan penerangan yang seadanya Mentari menyusuri jalan yang gelap itu dengan senter yang berada di genggamannya. Di tengah fokus berjalan tiba-tiba Mentari membeku sejenak, betapa terkejutnya ia melihat seseorang dari kejauhan berjalan seperti tertatih-tatih, Mentari hendak lari saat itu. Ia mengira sosok tersebut bukanlah manusia melainkan mahkluk halus.
"Tolong saya"Mentari semakin terkejut mendengar suara yang terdengar lirih itu. Ia pun mengurung niatnya untuk kabur dan memilih memberanikan diri untuk mengarahkan cahaya senternya ke arah sosok tersebut.
"Tolong"ucapnya lagi dengan tubuh yang sempoyongan.
Setelah memastikan yang dilihatnya manusia, Mentari mendekati orang itu yang tampaknya baru saja terjatuh entah dimana. Terlihat dari pakaiannya yang kotor dan ada beberapa luka di sekitar wajah.
"Astagfirullah"ucapnya yang segera merangkul orang tersebut dan segera menuntunnya untuk ia bawa ke rumah.
Beberapa menit perjalanan, akhirnya Mentari sampai di rumah dan meletakkan pria yang tadi di temuinya itu di kursi panjang. Nafasnya sampai tersenggal-senggal menuntun pria bertubuh besar dan tinggi itu untuk tiba di rumah.
"Minum dulu pak"Mentari memberi pria itu minum.
Setelah Mentari lihat-lihat pria yang di temukannya itu sepertinya bukan orang desa disini. Terlihat dari pakaian dan perawakannya Mentari rasa dia orang kota.
"Bagaimana bapak bisa sampai seperti ini?"tanya Mentari memandang pria itu prihatin dengan luka goresan di wajahnya.
"Saya kecelakaan, mobil saya masuk jurang. Saya tidak tahu saya ada dimana"tuturnya.
"Bapak ada di desa Z, sekarang bapak istirahat saja disini terlebih dahulu. Dan maaf nama bapak siapa?"
"Saya Rey"jawabnya.
"Iya pak Rey, saya Mentari panggil saja Tari. Agar bapak nyaman sebaiknya bapak bersih-bersih dulu"Mentari bermaksud untuk menyuruh Pria bernama Rey itu untuk bebersih karena tubuh yang sedikit kotor.
"Bisa bantu saya?"Rey mengulurkan tangannya agar bisa di bantu oleh Mentari yang segera menuntunnya kembali menuju kamar mandi.
Tuk...
Tuk...
Tuk...
Mentari mengetuk pintu kamar mandi, berniat untuk memberikan baju ganti pada pria itu "terimakasih"Rey menerima baju tersebut dan memakainya.
Setelah berganti pakaian Rey duduk di meja makan, ia melihat wanita yang menolongnya itu tampak sibuk dengan alat masak "Maaf pak Rey, hanya ada mie instan yang bisa saya hidangkan. Kebetulan hari ini saya tidak masak"ucap Mentari sambil meletakkan semangkuk mie instan di meja depan Rey.
"Tidak apa, terimakasih. Maaf telah merepotkan"bagaimanapun Rey tetap terima apa yang ada. Karena memang ia juga sudah lapar sekali, sungguh ini baru pertama kali Rey merasakan mie instan yang rasanya lumayan enak dengan telur setengah matang.
"Tidak, bapak tidak merepotkan. Sesama manusia kita harus tolong menolong"
Rey mengangguk dan mulai melahap mie instan tersebut. Beruntung ia bertemu seseorang yang baik dan mau menolongnya jika tidak. Rey tidak tahu lagi akan bagaimana.
"Apa kamu tinggal sendiri?"tanya Rey, ia tidak melihat siapapun di rumah ini selain wanita itu. Tapi Rey melihat kotak susu di kantong belanja Mentari.
"Tidak, saya tinggal dengan anak saya. Dia sedang tidur di kamar"jawab Mentari sambil melirik sang anak yang tertidur pulas di kasur.
Entah kenapa Mentari merasa pria itu jutek sekali. Nada bicaranya membuat dia tidak nyaman, tetapi ia berusaha untuk terlihat biasa-biasa saja.
"Apa luka bapak perlu di obati?"tanya Mentari melihat wajah pria itu ada beberapa goresan.
"Tidak perlu"jawabnya menatap balik Mentari yang langsung mengalihkan pandangannya.
"Apa kamu punya handphone? Saya ingin menghubungi asisten saya"
"Ada pak, tapi untuk menelfon seseorang harus ke pasar dulu. Disini tidak ada sinyal"terang Mentari.
Ya, karena memang rumah Mentari di ujung desa terpencil sehingga susah sekali mendapatkan sinyal. Untuk mendapatkannya harus menuju pasar di desa tersebut yang pastinya lumayan jauh dari rumah.
Rey menghela napas, kemudian meneguk minuman secara kasar. Kalau seperti ini ia akan lebih lama tinggal disini mengingat kakinya masih sakit akibat tertimpa puing-puing mobil.
"Apa ada yang bisa saya bantu?"tanya Mentari, sepertinya Rey sedang memikirkan sesuatu.
Pria itu menatap Mentari dengan intens, pikirannya bertanya-tanya. Bagaimana cara dia keluar secepatnya dari desa ini? Dengan kondisi badan yang tidak memungkinkan. Ia hanya akan menyusahkan orang lain.
Mentari yang ditatap seperti itu mengalihkan pandangannya.
Tak ambil pusing, pria itu memilih untuk memikirkannya besok. Sekarang ia hanya butuh istirahat agar tubuhnya segar kembali. "Kalau begitu, izinkan saya istirahat disini sampai besok. Nanti akan saya bayar semua kebaikan kamu"
"Tidak usah pak, saya ikhlas menolong bapak"Mentari menggeleng, ia menolak untuk di bayar. Ia berfikir bahwa pria tersebut bukan sembarang orang dari nada bicaranya juga.
Rey tidak merespon perkataan Mentari, pria itu berdiri dari kursi dan hendak melangkah. Namun belum sempat melangkah tiba-tiba Rey terjatuh, untunglah Tari dengan sigap menopang tubuh besar itu. Lalu kembali menuntunnya menuju kursi.
Rey tidak menolak, walau sebenarnya ia sangat tidak tidak suka di sentuh. Apalagi dengan perempuan.
"Sepertinya kaki pak Rey butuh pengobatan, biarkan saya obati pakai minyak"
"Tidak usah, biarkan saja"Rey takut kakinya akan semakin parah jika tidak di tangani oleh ahlinya.
"Baiklah kalau begitu, biar saya ambilkan bantal dan selimut"Mentari beranjak mengambil barang yang di perlukan oleh Rey "maaf, bapak jadi tidur di kursi ini. Soalnya kamar di rumah ini hanya satu, satunya lagi di gunakan untuk menyimpan barang-barang"Tari jadi tidak enak hati membiarkan Rey tidur di kursi kayu itu. Padahal kondisi badannya sedang sakit.
"Tidak apa"jawabnya singkat.
Pagi hari dengan suasana yang masih dingin dan terdengar suara orang-orang beraktivitas di pagi hari membuat Rey susah untuk menutup matanya kembali. Alhasil pria itu membuka mata, menyesuaikan cahaya yang masuk ke netra matanya.
Namun, ia terkejut ketika bangun melihat seorang anak perempuan menatapnya dengan mata yang berbinar-binar. Pria itu segera duduk, tubuhnya mulai terasa sangat sakit.
"Matcha! Susunya sudah Ibu siapin"panggil seorang wanita dari arah dapur yang tidak lain adalah Mentari.
"Hello Om"seolah tidak mendengar teriakan Ibunya, Matcha malah menyapa Rey dengan riang.
Rey terpaku sejenak melihat bola mata anak kecil itu yang begitu bening dengan rambut pendek dan pipi chubbynya yang begitu mengembul. Tanpa sadar Rey tersenyum melihat Matcha.
"Matcha kamu tidak dengar Ibu bilang apa"ucap Tari pada sang anak. Namun ia terkejut ketika melihat Rey duduk disana dengan Matcha yang berhadap-hadapan "Maaf pak Rey, Matcha pasti menganggu. Jika ingin melanjutkan istirahatnya. Bapak bisa tidur di kamar saya"
"Tidak, dia tidak mengganggu saya"jawab Rey dengan suara sedikit serak.
"Ibu, Om ini siapa?"tanya Matcha pada Ibunya.
"Teman Ibu"tak mau Matcha bertanya-tanya Tari hanya berkata Rey adalah temannya yang numpang istirahat sebentar "ayo kita sarapan dulu, susu kamu sudah Ibu buat"Tari menarik tangan Matcha untuk segera menuju meja makan.
"Ayo Om kita sarapan!"ajak Matcha dengan polosnya. Tari yang mendengar itu melihat Rey sejenak, menunggu reaksi pria itu.
"Iya pak, sebaiknya kita sarapan terlebih dahulu mumpung nasi gorengnya masih hangat. Nanti siang saya tidak ada di rumah, saya harus pergi ke pasar"
Rey berfikir sejenak, perutnya sekarang memang terasa lapar lagi. Terlebih mendengar wanita itu ingin pergi ke pasar membuat Rey harus ikut sarapan bersama sebab pastinya nanti tidak akan ada yang membantunya.
"Baiklah, kalau begitu bantu saya untuk berjalan"jawabnya.
Tari tersenyum lalu kemudian merangkul Rey untuk berjalan. Rey yang merasa posisinya terlalu dekat dengan Tari sedikit merasa risih, terlebih tangan Tari yang berada di pinggangnya membuat getaran aneh dalam dirinya.
Nasi goreng dengan telur dadar menjadi menu sarapan pagi ini di rumah itu. Mereka bertiga makan bersama layaknya keluarga kecil.
"Wajah Om kenapa? Om habis terjatuh?"tanya Matcha di sela-sela makannya.
"Matcha, tidak boleh bertanya seperti itu ya. Nanti Om Rey tidak nyaman dengan pertanyaan Matcha, kalau mau nanya. Tanyakan ke Ibu saja"ucap Tari dengan lembut. Ia tahu anaknya memiliki rasa penasaran yang sangat tinggi hingga ia tak heran jika Matcha akan membondong pertanyaan kepada Rey nantinya.
Matcha mengangguk patuh "Iya Bu, maafkan Matcha Om"tutur Matcha menunduk.
Rey yang melihat interaksi antara Ibu dan anak itu tersenyum tipis nyaris tak terlihat.
"Tidak apa, wajah Om terluka karena terjatuh hingga kaki Om sulit untuk di jalankan"tutur Rey memandang Matcha gemas. Pria itu baru kali ini merasa gemas pada anak kecil, sebelum-sebelumnya ia sangat cuek, mungkin karena Matcha pandai berbicara dan terlihat patuh.
"Benarkah? Apa itu sakit? Kenapa tidak di obati?"Matcha memandang luka Rey dan kakinya dengan prihatin.
"Iya sangat sakit, biarkan dokter saja yang mengobati"jawab Rey.
Tari hendak menyela pertanyaan Matcha agar anak itu berhenti bertanya. Namun sudah keduluan oleh Rey yang menjawabnya dengan cepat. Untunglah pria itu tidak terlihat keberatan dengan pertanyaan Matcha.
***
Jam menunjukkan pukul 2 siang, saatnya Mentari pergi ke pasar untuk membeli kebutuhan dan juga pergi bekerja.
"Sayang, Ibu pergi dulu ya. Matcha jangan nakal, kalau Om Rey butuh sesuatu Matcha harus tolongin ya"Tari pamit pada anaknya sembari mencium ke dua pipi Matcha dengan kasih.
Ya, Matcha memang sudah Tari biasakan untuk tinggal sendiri di rumah jika ia pergi bekerja. Untunglah Matcha sama sekali tidak rewel seperti anak pada umumnya, Tari sangat bersyukur memiliki anak yang mandiri sejak dini. Terkadang ia sedih harus meninggalkan Matcha sendirian di rumah, pulang kerja pada malam hari ia sampai sering menangis melihat Matcha sudah tertidur pulas.
"Iya Bu, Ibu jangan malam-malam pulangnya ya. Ibu jangan khawatir, kan ada Om Rey yang temenin Matcha"ucap Matcha sembari memeluk tangan Rey yang berada di sampingnya. Entah kenapa Matcha sangat sayang sekali pada Rey yang baru saja ia temui, meskipun Rey bersifat dingin terhadapnya.
Tari tersenyum, sebenarnya ia tidak enak hati pada Rey. Matcha sangat senang dengan kedatangan pria itu hingga Matcha terus berbicara dan bermain dengan Rey seharian ini.
"Baiklah, Pak Rey saya ke pasar dulu. Mungkin pulangnya agak malam, jika perlu apa-apa panggil saja Matcha. Dia bisa sedikit membantu meski badannya kecil"kekeh Tari sembari tersenyum.
Rey mengangguk paham, walau sebenarnya ia kurang percaya kepada anak sekecil ini untuk ia andalkan.
"Ini, jika sudah sampai di pasar tolong hubungi nomor ini. Katakan bahwa saya berada disini dan secepat mungkin untuk menjemput saya. Jika dia bertanya nama saya, jawab saja Reynand Dirga Grissham"Rey memberikan secarik kertas yang bertuliskan nomor telepon untuk Tari hubungi saat di pasar nanti.
"Baiklah"
Tari berlalu pergi, Rey melihat Matcha yang sama sekali tidak menangis melihat kepergian sang Ibu. Banyak muncul pertanyaan di kepalanya, tapi ia lebih memilih untuk diam.
"Ayo Om kita main ke kamar saja"ajak Matcha sembari mengiringi Rey yang berjalan sambil memegang dinding sebagai tumpuan.
Tiba di kamar Rey duduk di kasur, kamarnya kecil namun terlihat nyaman dan sangat rapi. Sementara Matcha mengeluarkan semua mainannya, ia senang ada Rey disini yang bisa ia jadikan teman.
"Om bisa susun Puzzel ini? Matcha sudah berkali-kali mencoba tetap saja gagal terus"Matcha mencoba memasang puzzel yang sudah beberapa kali ia coba itu dari awal.
"Om akan mencobanya"Rey yang memang bingung harus melakukan apa jadi tertarik untuk mencoba menyusun puzzel tersebut.
Matcha senang mendengarnya, Rey tampak begitu fokus memilah-milah potongan puzzel itu hingga menjadi satu yang hasilnya menjadi gambar Elsa dan Anna dalam 2 menit.
"Wooww!! Om hebat! Ibu saja butuh 1 jam'an untuk menyatukannya"decak Matcha kagum dengan kelihaian Rey.
"Itu hanya hal yang biasa Matcha"ucap Rey mengelus rambut Matcha sambil tersenyum.
"Tetap saja Om keren!"
Mereka berdua asik bermain bagai Ayah dan anak. Sesekali Matcha tertawa terbahak-bahak yang membuat Rey ingin selalu mencubit pipi gembul balita itu. Hingga pada akhirnya Matcha tertidur karena lelah bermain, Rey yang juga lelah ikut menyusul Matcha ke dalam mimpi.
***
Tiba di pasar Tari mengganti pakaiannya menjadi lebih elegant. Ia menambah sedikit make up dan lipstik yang lebih terang, rambut hitamnya ia biarkan tergerai indah sehingga terlihat cantik dan anggun sekali.
Mumpung masih ada waktu, Tari teringat untuk menghubungi saudara Rey. Ia pun menghubungi nomor yang telah Rey beri padanya hingga ia sudah mendapatkan jawaban dari sang penerima telepon.
Selang beberapa menit, mobil mewah hitam dari kejauhan menghampiri dirinya. Wanita itupun segera masuk ke dalam mobil.
"Hai Mas"sapa Tari pada seorang pria paruh baya itu yang sedang menyetir mobil.
"Haii cantik"ucap pria itu dengan nada yang menggoda.
Tari tersenyum, senyuman yang ia buat-buat namun terlihat tulus. Tentu Tari tidak senang dengan pujian itu yang keluar dari mulut pria yang sudah beristri.
Ya, Mentari Cahya Ningrum nama lengkap wanita itu. Dia seorang wanita simpanan para pria berkantong tebal, sering kali Tari selalu di ajak para pria itu ke kota untuk jalan-jalan dan belanja barang. Seperti inilah hidup yang Tari jalani, bukan sesuai kemauannya tapi demi mencukupi kebutuhan hidupnya yang ditinggal oleh sang suami begitu saja.
Tari tahu jalan yang ia lalui adalah suatu kesalahan yang seharusnya tidak boleh ia jalani. Ia sadar akan apa yang ia perbuat, namun satu. Ia harus mengumpulkan banyak uang untuk keluar dari desa itu dan pindah ke kota supaya bisa menyekolahkan Matcha di sekolah yang bagus. Itu saja, tunggu sampai tujuan itu tercapai.
Namun jangan salah mengartikan, menjadi simpanan para pria bukan berarti Tari harus melayani dan tidur bersama. Tidak, Tari tidak melayani di ranjang tapi dia hanya menemani mereka saat mereka butuh yang namanya refreshing. Prinsip tersebut sudah ia katakan saat perjanjian awal bertemu.
"Kita mau kemana lagi Mas?"tanya Tari. Terkadang wanita itu bingung, apa yang membuat pria-pria itu memilihnya untuk di jadikan simpanan. Padahal dari segi penampilan, Tari hanya wanita sederhana.
"Kita ke restoran dulu, aku lapar ingin makan sama kamu"ucap Arvin, dengan senyum menawan pria itu.
"Baiklah, aku juga lapar"seolah senang, Tari kembali tersenyum girang.
Restoran mewah dengan berbagai macam jenis makanan itu adalah hal yang biasa bagi Tari yang untuk sekian kalinya ke restoran mewah.
Kini wanita cantik itu terlihat anggun sambil memakan makanan seafood yang telah Arvin pesan. Pria itu juga tampak makan dengan lahap dengan gaya yang berkelas.
"Kamu ke pasar tadi naik apa?"tanya Arvin di sela makannya.
"Naik ojek Mas, di desa untungnya ada pangkalan ojek"jawab Tari seadanya, wanita itu memang tidak pernah menutupi soal kehidupannya.
"Kamu bisa mengendarai motor?"
"Aku dulunya pernah mengendarai motor di Sulawesi, dan sudah ada SIM juga. Semenjak tinggal di Jawa tidak pernah lagi"
Di Sulawesi adalah tempat asal Tari, ia dulu bertemu sang mantan suami disana. Lalu setelah menikah ia ikut suaminya ke Jawa dan tinggal di desa Z, dan siapa sangka Tari malah ditinggal oleh suaminya dan membuatnya terjebak di desa terpencil tersebut? Oleh karena itulah Tari ingin cepat-cepat pindah dari sana.
"Tapi masih bisakan?"tanya Arvin memastikan.
"Bisa"jawab Tari.
"Good"Arvin menyuapi makanan ke arah Tari yang langsung wanita itu terima memasukkan ke dalam mulutnya. "enak?"tanyanya tersenyum.
"Hmm enak"jawab Tari diiringi anggukkan kepala.
Setelah bercengkrama ringan sambil menikmati hidangan tersebut Arvin mengambil sesuatu berbentuk persegi di dalam saku jasnya.
"Ini untukmu"pria itu menyerahkan beda berbentuk persegi berwarna merah bludru itu pada Tari.
"Ini apa Mas?"tanya Tari yang kemudian membuka beda tersebut "Mas ini berlebihan"ucap Tari meletakkan kembali beda itu yang berisi kalung permata berbentuk love.
"Biar aku pasangkan"Arvin berdiri mengambil kalung tersebut dan mengalungkannya.
"Mas tapi"Tari bersifat seolah tidak enak hati. Ia akui, dia adalah wanita licik yang sebenarnya memang itu yang ia inginkan dari pria berkantong tebal.
"Tidak apa sayang, aku membelinya khusus untuk kamu"
"Terimakasih Mas, kalungnya cantik"ucapnya dengan senyuman manis yang memikat.
"Lebih cantik kamu yang memakainya"
****
Hari berangsur-angsur menjadi gelap, cahaya matahari berganti dengan cahaya rembulan yang terang benderang malam ini. Di rumah, Rey dan Matcha tengah menonton televisi yang menampilkan kartun Tom and Jerry sambil menunggu Tari pulang. Sungguh Rey sangat gelisah sejak tadi karena tidak sabar menunggu kabar dari wanita itu.
Beberapa jam kemudian sekitar jam sembilan malam terdengar suara deru mobil di halaman rumah. Rey yang memang tidak jauh dari pintu mengintip sedikit lewat jendela, ia penasaran siapa yang datang.
Disana Rey melihat Tari diantar oleh seseorang memakai mobil hitam. Wanita itu terlihat melambaikan tangan sambil tersenyum pada sang pemilik mobil, Rey menyimpulkan bahwa Tari memiliki kekasih. Ia tak bertanya kemana suami Tari, sebab Matcha sendiri yang bercerita bahwa ayahnya pergi meninggalkannya begitu saja bersama sang Ibu.
"Om sedang melihat apa?"Matcha tiba-tiba saja berdiri di belakangnya ia pikir anak itu sudah tidur di depan TV.
"Bukan apa-apa"Rey segera menutup tirai dengan cepat.
Ceklek...
Bersamaan dengan itu Tari masuk yang Langsung di kejutkan oleh Rey dan Matcha depan pintu.
"Matcha!"Tari terkejut melihat anaknya yang masih belum tidur. Sebab biasanya saat dia pulang Matcha sudah tertidur di kamar.
"Ibu"ucap Matcha terheran dengan reaksi Ibunya terlebih pakaian Tari berbeda saat ia pergi tadi siang.
"Matcha kamu belum tidur nak?"Tari langsung menggendong Matcha menuju kamar "kenapa belum tidur?"tanya Tari sembari menguncir rambutnya.
"Ibu dari mana? Kok baju ibu beda? Ibu juga memakai make up"Matcha tidak menjawab pertanyaan Ibunya, ia lebih penasaran kenapa Tari tampil berbeda. Inilah yang Tari takutkan.
"Tidak nak, Ibu habis menemani teman Ibu pergi ke suatu acara. Baju yang ibu pakai milik teman Ibu"kilah Tari berbohong.
"Oohh, terus itu apa yang Ibu bawa?"Matcha melihat Tari membawa paper bag.
"Oh ini barang teman Ibu, dia ingin menyimpannya di rumah"
Matcha mengangguk paham "Matcha tadi tidur siang sama Om Rey lama sekali Bu, makanya sekarang Matcha belum mengantuk"tutur Matcha menjelaskan kenapa dia belum tidur.
"Yasudah Matcha sekarang bobo dulu, nanti lama-lama juga tertidur"Tari membaringkan Matcha dan menyelimuti anak itu yang patuh.
Rey yang mendengar obrolan keduanya sekarang paham. Tari sengaja menyembunyikan hubungan dengan kekasihnya dari Matcha.
"Maaf pak Rey atas ketidaknyamanannya, ini saya belikan lauk untuk pak Rey makan"Tari meletakkan bungkusan plastik di meja bersama air minumnya.
"Bagaimana dengan asisten saya? Apa yang dia katakan?"tanya Rey tidak sabaran.
"Dia tidak percaya apa yang saya katakan pak. Padahal saya sudah meyakinkan kalau pak Rey sedang ada di rumah saya. Tapi tetap saja dia tidak percaya, dia ingin mendengarnya sendiri dari Pak Rey"jelas Tari apa adanya.
Rey mengusap wajahnya gusar, ia lupa bahwa Marshel (asistennya) tidak akan mempercayai orang lain yang mengaku bahwa bossnya sedang berada di rumah seseorang. Sebab sudah pernah ada kejadian sebelumnya seperti saat ini, namun kenyataan orang itu hanya manfaatkan Marshel untuk memeras pria itu.
"Sepertinya kaki Pak Rey semakin parah, izinkan saya untuk mengobatinya"Tari melihat kondisi kaki Rey yang sudah kelihatan lebam dengan luka yang terbuka "jika tidak segera di obati kaki Pak Rey akan terkena infeksi"lanjutnya.
"Tidak perlu"ucap Rey dengan ketus.
Tari membuang nafas jengah, tanpa izin ia mengambil kotak obat p3k "jika bapak ingin tinggal lebih lama disini, diamlah"Tari mengangkat paksa kaki pria itu ke pangkuannya agar mudah di obati.
"A-apa yang kamu lakukan?"
"Bapak ingin cepat pulangkan? Maka dari itu obati dulu supaya cepat sembuh"Tari tidak berani menatap balik Rey yang menatapnya dengan tajam.
Mendengar itu, Rey terpaksa menurut dan membiarkan Tari untuk mengobati lukanya.
"Lagi pula bukan keinginan saya untuk tinggal disini"ucapnya sambil melihat Tari yang dengan telaten membersihkan lukanya.
"Iya, bagus"jawab Tari.
"Siihkkk! Hati-hati! Kamu marah sama saya?"keluh Rey merasakan pedih di lukanya.
"Tidak"
"Sihhkk"desisnya lagi merasa sangat perih.
"Tahanlah sebentar, saya beri alkohol untuk membersihkan lukanya"Tari menatap tak tega. Lalu kemudian Tari mengoleskan obat dan memperban luka itu.
"Apa pergelangan kakinya terkilir?"tanya Tari memegang pergelangan kaki Rey.
Belum sempat Rey menjawab pria itu sudah mengeluh saat di pegang ke pergelangan kakinya.
"Biar saya urut!"
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!