NovelToon NovelToon

Tentang Kita

Keisya Amora

Keisya Amora, gadis berambut panjang, baru saja keluar dari sebuah minimarket sambil membawa kantong plastik putih berisi barang-barang keperluannya.

Hari ini adalah hari pertama pindah ke kota bogor. Setelah mengemasi barang-barangnya di rumah barunya, Keisya berinisiatif membeli apa yang dibutuhkannya di minimarket. Benda-benda itu kini berada dalam plastik putih.

Sore ini langit tampak agak mendung, angin bertiup kencang menembus dedaunan di jalan. Hembusan angin membuat rambut Keisya sedikit berantakan. Keisya merasa sedikit tidak nyaman karena beberapa helai rambut mulai menutupi matanya.

"Sshh!!" Keisya mendengus saat helaian rambutnya menyentuh matanya.

Keisya segera mengedarkan pandangannya untuk mencari sesuatu yang bisa ia gunakan untuk bercermin, lalu pandangannya terhenti pada satu-satunya kendaraan roda empat yang terparkir tak jauh dari tempatnya berdiri. Keisya berjalan menuju mobil berwarna merah bergaris putih, awalnya berniat hanya melihat ke kaca spion dan tidak mencurinya ya.

“Um, cantik..” Keisya tersenyum memuji dirinya sambil merapikan poninya yang berantakan, lalu terkejut, "E, huh!!"

Kaca mobil tiba-tiba diturunkan, menyebabkan pantulan Keisya terpancar keluar. Dari dalam mobil muncul seorang pria berjaket kulit berwarna coklat sambil sedikit menurunkan kacamata hitamnya. Lalu Keisya dan pria itu saling pandang selama beberapa detik.

“Kamu petugas parkir?" Pria itu bertanya dengan ekspresi dingin.

Keisya mengerjap. Apa yang dia katakan? Tukang parkir? "TIDAK." Tentu saja Keisya bukan tukang parkir!

"Kalau begitu silakan, jangan menghalangi jalan."

"Oh ya. Maaf." Keisya melangkah mundur, merasa sedikit malu. Lalu, pria itu membuka pintu mobil dan keluar. Tanpa berkata apa-apa atau bahkan melirik ke arah Keisya, dia langsung masuk ke dalam minimarket tersebut.

"Hah! Apa menurutnya aku mirip tukang parkir?"

Keisya sedikit tidak senang melihat sikap arogan pria itu. Menurut Keisya, pria itu telah bersikap kasar padanya dan malah Keisya yang meminta maaf?

"Sialan! Apakah orang harus bersikap kasar ketika mereka punya banyak uang dan barang bagus?" Keisya mencibir lalu menendang ban mobil berwarna merah itu setelah Keisya memastikan pemilik mobil itu masuk ke dalam minimarket ada dan tidak melihatnya

******

Sore harinya, Keisya terbangun dari tidur siangnya dengan perut keroncongan. Sebelumnya jika ingin makan, Keisya hanya perlu ke dapur untuk memakan masakan ibunya. Meski kini berbeda, Keisya harus melakukan semuanya sendiri tanpa bantuan orang lain. Karena mulai hari ini dia akan hidup sendiri..

Lupakan ayahnya, Carson Amora, CEO Astra Light Company, salah satu perusahaan terbesar saat ini. Lupakan pula rumah luas dan mewah yang ditinggali Keisya sejak kecil. Bagi Keisya, itu semua hanyalah masa lalu. Sejak Stevany Amora, ibu kandung Keisya meninggal dunia dan Carson menikah lagi dengan wanita bernama Elena Rosalina, kehidupan Keisya tiba-tiba berubah drastis, seolah-olah dia hidup sendiri.

Elena meminta Keisya untuk tidak tinggal satu rumah dengannya, karena itulah Keisya memilih meninggalkan Jakarta, ayahnya, rumah mewahnya, lalu pergi ke Bogor dan tinggal sendirian di rumahnya.

Keisya berdiri dan memandangi pemandangan di luar jendela, menyadari bahwa pemandangan di luar tidak terlalu buruk meski awan semakin gelap. Keisya berpikir setidaknya ayahnya tidak memberinya rumah jelek. Meski rumah ini tergolong kecil, namun memiliki dua lantai. Selain itu, kamarnya berada di lantai paling atas dan memiliki balkon yang cukup nyaman. Selain itu, Keisya juga dapat mengagumi pemandangan pagi dan sore yang indah dari balkon.

“Ternyata hujan,” gumam Keisya saat melihat lantai balkon agak basah. Keisya mengambil cardigan berwarna pink dan menuju ke balkon untuk menikmati pemandangan sore hari. Saat itu, dia melihat ke jalan di depan rumahnya dan melihat banyak orang berkumpul di sana. Ada beberapa mobil polisi dan juga ambulans.

Melihat kerumunan yang tidak biasa itu membuat jiwa Keisya penasaran, Keisya segera turun ke bawah dan keluar rumah untuk mencari tahu apa yang terjadi. Emosinya semakin kacau saat melihat pita polisi kuning terbentang di depan minimarket tempatnya berbelanja tadi.

“Maaf Bu, kenapa di minimarket ada garis polisi??” tanya Keisya pada seorang wanita bertubuh langsing yang mengenakan piyama kebesaran.

“Ada pembunuhan, kata polisi, korbannya adalah pegawai toko minimarket.” Penjelasan singkat wanita itu langsung membuat tubuh Keisya merinding.

“Katanya pembunuhan itu terjadi tadi siang, temannya dari tim lawan shift nya baru mengetahuinya. Pintunya ditutup selama 4 jam sehingga orang-orang tidak masuk ke sana karena Mereka mengira pintunya benar-benar tertutup."

Penjelasan tambahan itu semakin membuat Keisya takut. Sekitar 4 jam yang lalu Keisya ada di sini. Dalam situasi yang mengerikan ini, Keisya merasa sangat beruntung karena cepat kembali.

Jika Keisya berada di sana lebih lama lagi, dia mungkin akan bertemu dengan si pembunuh.

******

Keesokan paginya, masih dalam keadaan setengah sadar, Keisya berangkat ke sekolah barunya. Saat berangkat pagi, Keisya melewati toko minimarket tempat terjadinya pembunuhan kemarin dan beberapa petugas polisi serta dokter forensik masih terlihat di sana.

Keisya mendengar sekilas bahwa pembunuhnya belum ditemukan. Tidak ada petunjuk mengenai pelaku, tidak ada senjata pembunuh yang tertinggal, dan kamera CCTV tiba-tiba mati pada saat kejadian.

Sangat buruk. Jika polisi dan detektif tidak menemukan petunjuk apapun dalam kasus ini, apakah pembunuhnya adalah seorang profesional?

Mengapa pembunuhan itu terjadi saat Keisya baru saja pindah? Membuat Keisya merasa hidupnya benar-benar tidak beruntung saat ini.

"Keisya Amora? Pindahan dari SMA Luar Antariksa Jakarta?"

Pikiran Keisya terhenti dan dia mengangguk.

"Kenapa kamu pindah? Bukankah itu sekolah favorit?" tanya guru berambut pendek sebahu sambil mengecek data pindahan sekolah, katanya wanita itu adalah Bu Rina yang akan menjadi wali kelas Keisya.

Saat ini Keisya berada di ruang guru di sekolah barunya di Bogor, SMA Angkasa 2 Bogor. Tubuh Keisya ada di sana, namun pikiran dan jiwanya masih berkeliaran di sekitar kasus pembunuhan di toko minimarket.

Keisya mencoba berkonsentrasi dan memikirkan kalimat yang cocok untuk menjawab pertanyaan Bu Rina. Karena alasan dia pindah bukanlah alasan yang baik dan Keisya menganggap alasan sebenarnya yang dia berikan pada bu Rina tidak terlalu penting untuk diketahui. Toh Bu Rina baru akan mengecek datanya hari ini. Keisya tak perlu memberitahu bu Rina tentang ibu tirinya kan?

Kemudian Keisya menemukan alasan yang tepat dan sederhana untuk menjawab pertanyaan tersebut dengan baik. “Karena orang tuaku pindah ke sini untuk bekerja, Bu.”

Bu Rina mengangguk paham. "Tunggu sebentar yaa, sedikit lagi ketua kelas akan datang."

"Baik, bu."

Beberapa menit kemudian, ketua kelas yang disebutkan bu Rina datang dengan mengenakan pakaian rapi. Laki-laki itu bertubuh tinggi sehingga Keisya harus mengangkat kepalanya jika menatap lurus ke wajahnya. Dia tampak baik dan ramah. Mereka pun segera berpamitan dengan Bu Rina.

Teman Baru

"Aku Riski,” kata pria tersebut sambil memperkenalkan diri. “kamu Keisya Amora? dipanggil apa?"

Keisya berusaha menyunggingkan senyuman di wajahnya yang mengantuk dan menggeleng. “Panggil Keisya aja”

Riski mengangguk. Perjalanan menuju kelas cukup jauh, akan terasa canggung jika mereka berdua berdiam diri. Oleh karena itu, Riski berinisiatif menemukan topik pembicaraan.

Setelah melihat ke arah Keisya beberapa saat, akhirnya Riski bertanya, "Key, mmm. Kamu terlihat lelah?'” tanya ketua kelas Riski dengan canggung. “Atau kamu lagi sakit?”

Keisya menggelengkan kepalanya. "Aku tidak sakit. Aku hanya kurang tidur tadi malam. Mmm...apa kamu tahu tentang pembunuhan di minimarket kemarin?"

Riski mengangguk paham dan bertanya-tanya kenapa Keisya tiba-tiba menyinggung soal pembunuhan kemarin?

"Pembunuhan itu dekat rumahku."

Riski tentu saja terkejut, ia juga pernah mendengar kejadian tersebut. Saya tidak menyangka bisa bertemu langsung dengan orang-orang yang tinggal di dekat tempat pembunuhan itu terjadi.

"Apa? kamu serius?" tanya Riski dengan wajah kaget dan mata melotot. Sedetik kemudian, dia merasakan simpati pada Keisya. “Kamu pasti khawatir dan takut karena kamu baru saja pindah. Begitukah?"

Keisya mengangguk dan menambahkan dalam hatinya. Aku sendirian lagi, siapa yang tidak takut sih?

“Oh iya, aku mau ngasih tahu kalau di kelas kita tinggal satu tempat duduk lagi,” ucap Riski terlihat sangat hati-hati, seolah-olah pernyataan tersebut akan menyinggung perasaan Keisya.

Keisya yang tidak tahu apa-apa hanya mengangguk. “Berarti jumlah siswa di kelas kita ganjil dan aku jadi penggenap?

Riski membenarkan "Mmm...siswa yang duduk sendirian dan siapa yang akan menjadi teman satu mejamu itu agak.." Riski tidak melanjutkan, membuat Keisya mengerutkan keningnya bingung. “Saya harap kamu betah.” Pada akhirnya, hanya itu yang diucapkan Riski.

Melihat itu Keisya jadi semakin penasaran dengan teman sebangkunya itu. Apakah murid yang sebelumnya duduk sendiri itu nakal? Atau memiliki masalah seperti bau badan? Atau ada sesuatu? Sepertinya memang ada sesuatu yang tidak baik tersirat dalam ucapan Riski.

Sepertinya Riski dan Keisya sampai juga di kelas XII IPA 1. Riski memberi tahu teman-teman sekelasnya bahwa Keisya akan bergabung dengan kelas mereka mulai hari ini. Keisya pun memperkenalkan dirinya ke kelas.

"Karena kelas kita ganjil dan hanya tersisa satu kursi, Keysa akan duduk di sana bersama...Evan Mahendra." Riski menunjuk kursi di sisi kanan baris terakhir ruang kelas. Akhirnya Keisya bisa mengetahui siapa orang yang duduk di sebelahnya.

Keisya penasaran mengikuti jari telunjuk Riski. Keisya sedikit terkejut saat melihat sosok yang terlihat familiar.

Benar sekali, pria sombong itulah pemilik mobil merah itu dan yang kebetulan ditemuinya kemarin di halaman minimarket.

Apa pria kasar ini adalah teman sebangkunya? Sungguh awal yang indah untuk memulai hidup baru.

Dengan berat hati Keisya berjalan menuju kursi di sebelah pria sombong itu. Letakkan tas dan duduk. “Hei, jumpa lagi,” sapa Keisya dengan senyum yang dipaksakan dan suara yang berusaha terdengar ramah dan lembut.

“Ternyata kamu bukan tukang parkir,” kata Evan Mahendra, dengan nada yang mencibir.

Untuk kedua kalinya, laki-laki arogan ini ... benar-benar! Seketika Keisya menemukan alasan kenapa laki-laki ini duduk sendiri, tidak ada murid lain yang mau duduk dengannya. Selain Keisya yang tidak ada pilihan lain?

Kedua kalinya, pria sombong ini. sungguh! Keisya langsung mengetahui alasan dibalik kenapa laki-laki ini duduk sendirian, tidak ada murid lain yang mau duduk bersamanya. Selain Keisya, yang tidak punya pilihan lain?

Keisya memikirkan kejadian kemarin dan membuat Keisya berpikir untuk menanggapi perkataan pria itu. "Oh, jadi kamu juga pelajar?" Saya pikir kamu adalah seorang pembunuh?" Keisya menyeringai. "kamu tahu tidak kalau saat kita bertemu kemarin ada kejadian pembunuhan? OH! Haruskah aku menelepon polisi karena aku melihatmu di sana? Kamu juga tampaknya orang yang sangat mencurigakan."

Evan menyeringai. Lalu tanpa ragu dia menatap Keisya dengan sorot mata yang tajam, membuat Keisya ketakutan.

“Bagaimana jika kamu benar dan aku memang seorang pembunuh?”

Masih dengan senyuman puas, Evan mendekatkan wajahnya ke arah Keisya, membuat Keisya gugup dan dia pun segera mundur. Apa yang akan Evan lakukan di kelas?

Saat Evan sudah sangat dekat dengan wajah Keisya. Keisya memejamkan matanya merasa bingung juga takut. Diam-diam Keisya mengepalkan tangannya di bawah meja, siap memukul Evan jika berani macam-macam.

Lalu, apa yang terjadi selanjutnya di luar pikiran Keisya, menyebabkan seluruh tubuh Keisya membeku.

"Kamu anggap aja aku pembunuhnya."

Ya, hanya itu yang Evan katakan, namun Keisya langsung membuka matanya dan mengedipkan matanya beberapa kali.

Sementara Evan tersenyum semakin lebar, merasa puas dengan reaksi Keisya. Lalu Evan berbisik lagi, "Aku jamin kamulah orang berikutnya yang ku bunuh, karena kamu melihatku di sana."

Evan duduk kembali di kursinya setelah mengatakan itu. Evan terlihat sangat puas saat melihat Keisya membeku seperti balok es.

Setelah melihat Keisya tak mampu lagi merespon perkataannya, Evan mengeluarkan sepasang Airpods dari sakunya, lalu memasukkan masing-masing ke telinganya, lalu meletakkan tangannya di atas meja dan membenamkan kepalanya.

Sikap Evan tanpa sadar memberitahunya bahwa pembicaraan sudah selesai.

“Bagaimana dia bisa bercanda dan mengatakan hal seperti itu!” desis Keisya setelah hening beberapa saat. Keisya melihat Evan kini membelakanginya, mulutnya terbuka dan tak mampu berkata apa pun lagi.

Keisya baru 10 menit duduk di sana tapi dia sudah ingin pindah kelas saja.

Tiba-tiba kedua gadis yang duduk di depan Keisya berbalik dan memberikan Keisya selembar kertas bertuliskan: ayo kita ke kantin bersama nanti istirahat! -Nurul dan Keyla.

Keduanya segera kembali setelah menyerahkan kertas tersebut.

Mengapa mereka berdua harus menuliskannya di kertas? Apa karena mereka tidak bisa bicara? Atau...karena Evan Mahendra ini? Keisya langsung menatap Evan dengan tatapan sinis.

Selama di kelas, Keisya tidak memperhatikan Evan. Sejak jari mereka secara tidak sengaja bersentuhan satu sama lain, mereka akan menjauh sejauh mungkin tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Begitu seterusnya sampai waktu jam pelajaran berakhir dan sampai waktu istirahat.

“Kamu Nurul?" Keisya menunjuk gadis berkacamata dengan rambut diikat layaknya dua ekor kuda. “Dan Kamu, Keyla?” Gadis berambut sebahu di sebelah Nurul itu mengangguk.

Mereka bertiga kini sedang duduk di kantin sekolah. Untungnya, mereka menemukan meja selama jam istirahat yang sibuk ini.

Keisya meminum es teh lalu mengambil pisang gorengnya dari piring di atas meja.

"Maaf Key, kami tidak bisa ngobrol karena ada Evan" jelas Nurul merasa bersalah.

Keisya mengangguk, sesuai dugaannya. Lalu dia menepuk pundak Nurul. “Tidak apa-apa, aku tahu.”

Berdasarkan pantauan yang diterima Keisya hari ini, Evan mungkin akan merasa terganggu dan mungkin akan mengucapkan kata-kata yang tidak nyaman didengar jika mereka bertiga sedang asyik ngobrol di dekatnya.

Tertarik

"Hmm...kalau boleh tanya kenapa kamu pindah ke bogor? Apa kamu ikut bersama orang tuamu?" tanya Keyla mengalihkan topik pembicaraan.

Keisya mendengar pertanyaan itu untuk kedua kalinya hari ini.

Karena yang bertanya adalah orang-orang yang akan menjadi sahabatnya, Keisya merasa sangat ingin menjawab dengan jujur. "Lebih tepatnya, aku diusir dari rumah."

"Hah? Diusir?" kedua gadis itu berteriak bersamaan.

“Ayahku menikah lagi setelah ibuku meninggal. Sejujurnya, aku tidak keberatan dengan keputusan ayahku, tapi aku merasa ibu tiriku tidak menyukaiku.”

Saat Keisya bercerita, wajahnya tidak menunjukkan kesedihan. Sepertinya Keisya sedang membicarakan kisah orang lain, bukan kisahnya sendiri. Meski begitu, Nurul tampak sangat kasihan pada Keisya karena mendengar cerita sedihnya.

"Jadi kamu tinggal di mana sekarang? Kamu tinggal di kos-kosan?"

"Meskipun aku dikeluarkan dari rumah, ayahku memberiku sebuah rumah. Lain kali kalian pergi ke sana ya?" Keisya tersenyum lalu memasukkan kembali pisang goreng itu ke dalam mulutnya.

Saat mereka sedang membicarakan hal lain, Nurul membuang muka dan teringat akan nasib Keisya ke depannya. “Jujur Key, aku sangat mengkhawatirkan mu,” kata Nurul tiba-tiba.

"Kenapa? Karena orang tuaku mengusirku?" Keisya bertanya dengan ekspresi sangat santai.

Nurul menggeleng.

“Aku sangat mengkhawatirkan mu karena hal itu,” Nurul menunjuk ke belakang Keisya dan menunjuk sekelompok anak nakal di meja kantin di pojok.

Di antara anak-anak nakal, Keisya melihat Evan. Semua kancing kemejanya tidak dikancingkan, memperlihatkan kaus putih polos di dalamnya. Penampilan keempat bocah itu tak jauh berbeda dengan Evan.

Kalau penasaran, pernahkah anak-anak nakal ini ditegur oleh gurunya? Tentu saja, mereka tidak pernah jera.

Salah satu lengan Evan melingkari gadis berpenampilan sexy yang terlihat bahagia di pelukan Evan. Gadis itu sesekali menyuapi Evan dan bercanda dengan dua gadis lain yang juga hadir.

Saat Keisha melihatnya. Kebetulan atau tidak, Evan juga memperhatikannya. Keduanya saling memandang untuk waktu yang lama.

"Gadis yang duduk di sebelah Evan itu yang pakai kemeja ketat dan rok yang bahannya tidak cukup. Namanya Nadira."

Keyla mulai menjelaskan pada Keisya apa yang akan terjadi karena dialah yang duduk di kursi Evan.

"Gadis itu sangat posesif dan tidak segan-segan menyerang gadis mana pun yang berani mendekati pacarnya Evan."

"Aku tidak ingin dekat-dekat dengan Evan, dan aku juga tidak punya niat untuk mencintai Evan." Keisya keberatan sekaligus memberikan klarifikasi.

“Tapi kamu duduk di kursi yang sama dengannya,” kata Keyla.

Apakah Nadira berencana memukulnya karena Keisya duduk satu kursi dengan Evan? Sangat kekanak-kanakan tapi itu benar.

Setelah jam istirahat, Keisya pergi ke kamar mandi sebelum berangkat ke kelas. Kebetulan toiletnya kosong, menjadi peluang bagi Nadira untuk berhadapan dengan Keisya.

Gadis jangkung itu menghampiri Keisya yang sedang mencuci tangannya di wastafel. Gadis itu sedang mencuci tangannya di samping Keisya sambil menatap pantulan Keisya di cermin dengan sorot mata tidak puas.

“Kudengar kamu gadis yang duduk di sebelah Evan?” Nadira menatap Keisya dengan tatapan menakutkan.

Namun hal itu nampaknya tidak menyurutkan Keisya.

"Ya, ini aku." Keisya tidak berniat menyangkal hal itu. “Sebelum aku datang, siswa di kelas itu ganjil, dan aku jadi penggenap.” Ucap Keisya dengan tenang, lalu menggunakan tisu untuk menyeka tangannya.

Terlihat jelas Nadira merasa risih dengan jawaban Keisya. Nadira ingin sekali menarik rambut Keisya namun ia menahannya. Dia memandang Keisya dari atas ke bawah untuk mengevaluasinya. Gadis ini lebih pendek darinya tapi terlihat lebih cantik. Bahkan tinggi badan Keisya pun membuatnya semakin manis. Nadira benci kalau dia mengakui kelebihan Keisya.

“Jangan pernah mencoba menggoda.” Peringatan keras dari Nadira yang kini berdiri di hadapan Keisya sambil menyentuh rambut Keisya dari atas hingga bawah.

“Atau kamu akan kehilangan rambut favoritmu.”

“Kamu juga harus tahu bahwa aku tidak tertarik untuk mengenal pacarmu.” Keisya menepis lembut tangan Nadira dan keluar dari kamar mandi.

Tepat di dalam pintu masuk kamar mandi, Keisya melihat Evan bersandar di dinding dan memainkan ponselnya.

Evan tersenyum setengah pada Keisya. Lalu mempersilahkan Keisya pergi dengan gestur tangannya.

Evan setengah tersenyum pada Keisya. Dia lalu mengusir Keisya dengan gestur tangannya.

Keisya hendak pergi tapi Keisya tiba-tiba berhenti di depan Evan.

“Kamu perlu memberi tahu pacarmu bahwa dia bisa hidup damai, karena aku tidak bisa dan tidak akan pernah merayu pacarnya!” Keisya berkata tegas pada Evan dengan ekspresi mengejek yang menunjukkan ketidaksenangannya. Bagaimana hari pertama Keisya di sekolah bisa seburuk itu?

“Mmm…” jawab Evan dengan tenang. Hal itu membuat Keisya kesal.

Saat Keisya berjalan pergi. Sebelum mengambil langkah kedua, Evan meraih tangannya dan menarik Keisya kembali ke posisi semula. Berhadapan dengan Evan.

Mata Keisya terbelalak, ia memandang ke arah kamar mandi, takut Nadira melihat mereka berdua dan salah paham.

“Tapi aku merasa aku pria yang cukup menarik. Kamu bisa terobsesi padaku dan mengejar ku suatu hari nanti?”

Keisya tersenyum tipis mendengar perkataan Evan. "Gila!"

Mendengar umpatan itu, Evan menyeringai. Dia terlihat sedikit senang saat Keisya membentaknya dengan kesal. Hingga sosok Keisya sudah tak ada lagi di hadapannya, senyuman di bibir Evan masih terlihat jelas. Hingga Nadira melangkah keluar dari kamar mandi, Nadira langsung mengerutkan keningnya saat melihat Evan tersenyum sendirian.

Nadira merasa aneh melihat Evan seperti itu. Evan yang dia kenal selalu memiliki ekspresi dingin dan acuh tak acuh sepanjang waktu. “Sayang, ada apa denganmu?”

"Ada sesuatu yang lebih membuatku tertarik."

******

Hujan deras yang tiba-tiba pada pagi hari ini tidak hanya membasahi tanah, tetapi juga menghambat aktivitas masyarakat pagi ini. Masyarakat yang tidak memiliki kendaraan pribadi terpaksa berlindung di halte dekat sekolah. Hal ini pula yang menyebabkan halte dekat sekolah dipenuhi orang-orang yang berteduh setelah Keisya baru saja turun dari bus.

Keisya melihat ke arah halte, tak ada tempat untuknya berteduh. Keisya kemudian memilih berlari menuju sekolahnya. Lebih baik cepat sampai ke sekolah daripada harus terburu-buru ke terminal bus dan tetap akan basah kuyup.

"Ssst.dingin sekali." Keisya menggigil setelah sampai di sekolah dan menurunkan tas yang semula dia gunakan untuk menutupi kepalanya. Seragam dan rambutnya juga basah.

Sepertinya pagi ini sekolah cukup sepi. Keisya hanya melihat beberapa siswa di lorong saat ia memasuki kelas. Saat langkahnya semakin dekat ke ruang kelas, Keisya mendengar seseorang sedang berbicara di dalam kelas.

"Ya. Aku di sekolah. kamu bisa pergi sendiri."

Setelah Keisya sampai di depan pintu, Keisya akhirnya tau siapa yang berbicara di telepon sebelumnya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!