Hari ini adalah hari ulang tahunku yang ke 29 tahun, seperti biasa dihari ulang tahunku ayah dan ibuku selalu sibuk membuat acara syukuran dengan mengundang anak yatim dirumah kami.
Ayah dan Ibu selalu meminta mereka untuk mendoakan ku agar cepat dipertemukan dengan jodohku. Maklum saja meskipun usiaku sudah tidak muda lagi tapi aku belum memiliki seorang pasangan hidup. Jangankan kekasih, bahkan teman pria pun aku tak punya.
Tentu saja bukan karena aku tidak cantik, atau fisikku yang tidak sempurna. Sebagai seorang wanita aku nyaris sempurna, aku terlahir dari keluarga yang cukup terpandang, dengan paras cantik khas wanita jawa. Memiliki hidung mancung, kulit kuning Langsat dan rambut hitam panjang, dengan tinggi badan 168 cm.
Bukan hanya wajahku yang cantik namun aku juga memiliki kecerdasan intelektual yang lumayan mumpuni. Terbukti saat aku menjadi salah satu lulusan terbaik sebuah kampus di Jakarta.
Begitupun dengan karierku yang terbilang mulus sebagai seorang sekretaris di sebuah perusahaan swasta nasional.
Meskipun karier dan kehidupan ku berjalan baik namun tidak dengan kisah asmaraku. Berkali-kali aku selalu diputuskan oleh kekasihku hanya karena aku dianggap sebagai wanita aneh.
Memang sebagai seorang Indigo kadang aku terlihat aneh dimata mereka yang awam.
Kadang aku suka tertawa sendiri, berbicara sendiri bahkan menangis sendirian. Itulah sebabnya orang-orang mengira aku ini aneh bahkan ada yang menganggap ku stress.
Berbagai macam pengobatan sudah aku lakukan untuk menutup mata batinku, namun nyatanya tak satupun yang berhasil menutup indra keenam ku ini.
"Sepertinya itu adalah warisan dari leluhur mu nduk, jadi susah untuk di tutup," ucap salah seorang paranormal yang ku datangi.
Karena sudah bertahun-tahun usahaku tidak membuahkan hasil maka aku putuskan untuk berhenti berobat dan menerima kelebihan ku ini dengan ikhlas.
Hingga pada suatu hari aku dipertemukan dengan mas Bimo. Mas Bimo adalah seorang lelaki yang diam-diam menyukaiku selama ini, hanya saja ia tidak berani mengungkapkan perasaannya karena ia hanya seorang karyawan biasa.
Mungkin ia segan atau apa aku tidak tahu. Namun pada suatu kesempatan saat acara gathering perusahaan kami menjadi dekat karena berada dalam tim yang sama.
Sejak hari itu Mas Bimo sering mengantar jemput ku pulang, kita juga sesekali jalan bareng untuk lebih mengakrabkan diri.
Saat mengenal Mas Bimo aku sengaja tidak memberitahunya jika aku seorang indigo. Aku takut ia akan menjadi ill feel seperti pacarku yang dulu hingga memutuskan aku.
Alhamdulillah hubunganku dengan Mas Bimo berjalan lancar hingga kami memutuskan untuk menikah.
Pernikahan kami bahkan digelar besar-besaran sebagai ucapan syukur kedua orang tuaku karena aku akhirnya menikah juga.
Pernikahan ku dengan Mas Bimo sangatlah bahagia. Ia adalah tipe lelaki yang menerima ku apa adanya dan selalu mendukung apapun yang aku kerjakan.
Sayangnya pernikahan kami tak juga dikaruniai seorang putra. Sudah hampir lima tahun pernikahan kami tapi belum juga memiliki keturunan. Entah kenapa setiap kali aku hamil selalu saja keguguran.
Aku sempat berpikir apa kandungan ku lemah dan aku harus melakukan bed rest saat hamil, tapi hasilnya sama saja. Bahkan saat ini aku sengaja memutuskan untuk berhenti bekerja agar bisa hamil lagi. Namun lagi-lagi saat aku positif hamil di usia kehamilanku yang ke 7 minggu aku kembali mengalami keguguran.
Saat itu aku dan suami hendak memeriksakan kehamilan ku. Kali ini Mas Bimo memilih pergi ke rumah sakit menggunakan mobil karena tak mau ambil resiko.
Tak ada yang aneh selama perjalanan menuju ke rumah sakit, hanya saja saat melewati pemakaman tiba-tiba aku melihat seorang nenek tiba-tiba melintas di depan mobil kami.
Aku reflek menjerit dan meminta Mas Bimo untuk menghentikan mobilnya.
Mas Bimo yang kaget langsung menghentikan mobilnya.
*Ciitt!
*Dug!
"Aduh!" kulihat Mas Bimo mengusap keningnya yang terbentur setir
"Kebiasaan deh suka ngasih aba-aba yang gak jelas. Orang jalanan sepi gini kok kamu bilang ada nyebrang, memangnya siapa yang nyebrang, mana orangnya mana!" seru Mas Bimo kesal
"Iya Mas gak ada, maaf ya,"
"Kamu tuh kenapa sih sering sekali seperti ini, kayaknya kamu perlu ke psikiater deh!" gerutu Mas Bimo kemudian kembali melajukan mobilnya.
Meskipun Mas Bimo kadang suka melihat ku berbicara sendiri atau salah memberikan informasi seperti hari ini namun ia sama sekali tak pernah curiga kalau aku seorang indigo.
Ia bahkan selalu mengira aku stress karena terlalu memikirkan masalah anak.
Pukul empat sore kami pun tiba di rumah sakit Harapan Sehat. Saat aku hendak turun dari mobil tiba-tiba aku merasakan punggungku terasa sakit, dan dadaku mulai sesak.
Aku berusaha memberitahu kepada Mas Bimo namun belum sempat aku berbicara tiba-tiba semuanya terasa gelap.
Beberapa menit kemudian saat tersadar aku sudah berada di dalam ruangan UGD. Tidak lama Mas Bimo datang menghampiri ku. Dia mengusap lembut rambutku dan mencium keningku.
"Sabar ya Neng, sepertinya kali ini Allah masih belum memberikan kepercayaan kepada kita untuk merawat seorang anak," ucapnya seketika membuat tangisku pecah.
Mas Bimo terus berusaha menghiburku dengan berbagai cara, termasuk dengan mendatangkan seorang ustadz untuk memberikan nasihat kepadaku.
"Sabar ya Neng, segala sesuatu itu ada masanya. Mungkin sekarang Neng belum dipercaya untuk memiliki seorang anak tapi kita tidak tahu beberapa bulan yang akan datang. Ingat Allah tidak akan memberikan cobaan di luar kemampuan umatnya. Yakin saja jika memang neng dan asep memang subur pasti suatu saat akan diberikan keturunan. Hanya saja waktunya belum sekarang, jadi sabar saja ya neng,"
Aku sedikit merasa lega setelah mendengar cerita dari sang ustadz. Ia juga mendoakan aku agar cepat diberikan kesembuhan dan juga keturunan.
Malam itu aku terpaksa menginap di rumah sakit karena kondisi ku yang belum pulih.
Pukul sebelas malam aku terga entah kenapa suhu di ruangan itu tiba-tiba menjadi panas, padahal AC masih menyala.
Saat aku sedang mengipasi tubuhku, tiba-tiba kulihat sesosok wanita menghampiri ku. Aku tahu wanita itu bukan manusia. Sebagai seorang Indigo aku sudah bisa membedakan mana manusia mana hantu.
Hantu wanita itu ternyata datang untuk memberitahu ku jika penyebab aku selalu keguguran adalah karena aku seorang indigo. Ia mengatakan jika makhluk gaib yang sering berada di dekatku tak suka jika aku memiliki keturunan oleh karena itu mereka selalu berusaha untuk membuat ku selalu keguguran.
Percaya atau tidak tapi semua yang diceritakan hantu wanita itu memang ada benarnya.
Disaat yang sama suamiku melihatku sedang berbicara sendirian, karena ia panik kemudian Mas Bimo pun menelpon ibuku.
"Mah maaf mau tanya, apa orang kalau keseringan keguguran itu bisa depresi?" tanya Mas Bimo
"Memangnya kenapa Sep (panggilan untuk pria di daerah sunda, asep),"
"Itu mah si Eneng ku lihat tadi ia bicara sendiri, kadang-kadang juga pernah aku lihat dia nangis sendiri, ketawa sendiri, apa emang suka begitu mak?" tanya Bimo
"Eh kalau itumah sudah biasa atuh Sep, emang Asep gak tahu kalau Siti itu Indigo??"
Seketika Bimo terkesiap saat mendengar kalau istrinya adalah seorang Indigo.
Ku lihat Mas Bimo berlari menghampiriku. Ia duduk di sampingku dan mengusap lembut wajahku.
"Neng, kenapa gak pernah bilang sama Mas kalau kamu ini Indigo?"
Seketika aku terkejut mendengarnya.
"Mas tahu darimana?" tanyaku penasaran
"Dari emak,"
"Terus Mas gimana ill feel ya sama aku?" jawabku merasa takut.
Meskipun pernikahan kami sudah berjalan cukup lama, namun tetap saja aku khawatir kalau Mas Bimo akan merasa kecewa dan menceraikan aku jika tahu ternyata istrinya adalah seorang Indigo.
"Tentu saja tidak, aku justru senang kalau kamu memang seorang Indigo,"
"Alhamdulillah, ku kira kamu bakal Ill Feel Mas,"
"Justru aku dari dulu tuh pengin bisa lihat makhluk gaib kaya kamu supaya aku bisa mengobati orang," jawab Mas Bimo
Kami pun berbincang cukup lama, ternyata aku baru tahu kalau Mas Bimo ternyata begitu senang saat tahu aku seorang Indigo.
"Kamu udah pernah lihat apa aja Neng?"
"Semuanya aku udah lihat Mas,"
"Wah keren Neng, coba aku bisa kaya Neng pasti aku seneng banget," ucap Mas Bimo yang begitu antusias saat mendengar ceritaku
"Emangnya Mas mau jadi Indigo?" tanyaku penasaran
"Iya Neng, sebenarnya ayah Mas Bimo itu pergi meninggalkan Ibu karena kena pelet salah satu karyawannya. Aku berpikir jika aku menjadi seorang Indigo maka aku bisa menolong ayahku, tapi apa daya aku cuma seorang biasa," sesal Mas Bimo
Karena Mas Bimo sudah mengetahui keadaan ku yang sebenarnya maka akupun memberanikan diri untuk memberitahunya tentang keguguran yang baru aku alami. Aku menceritakan jika selama ini yang menjadi penyebab keguguran ku adalah para hantu yang tidak suka melihat ku hamil.
"Itulah sebabnya dari dulu aku sangat ingin menutup mata batin ku agar aku bisa hidup normal seperti orang lain,"
"Kalau begitu kapan-kapan Mas ajak ketemuan sama teman Mas ya,"
"Gak mau ah,"
"Kenapa Neng?"
"Pokoknya gak mau aja Mas, udahlah aku mau tidur,"
Entah kenapa setiap kali Mas Bimo ingin mengajakku bertemu dengan temannya yang seorang paranormal aku tidak pernah mau.
Rasanya malas saja bahkan pernah karena tak enak dengan Mas Bimo yang sampai meliburkan diri demi mempertemukan aku dengan temannya, tiba-tiba saja kakiku kram dan aku tak bisa berjalan.
"Katanya mau menutup mata batinnya, nah kalau kamu selalu nolak saat diajak ketemu sama orang pinter terus kapan dong ke tutupnya!" seru Mas Bimo seolah putus asa
Setelah kejadian hari itu, Mas Bimo jadi sering pulang malam. Kalau aku tanya darimana ia selalu jawab dia sedang berusaha berguru agar bisa mengobati ku.
Awalnya aku bangga dengan Mas Bimo, yang begitu peduli dan care terhadap ku hingga mau melakukan apapun demi kesembuhan ku. Akupun mengijinkan dia untuk berguru kepada seorang guru yang katanya seorang dukun sakti. Toh selama ia tak menyimpan dari ajaran agama dan tidak mengganggu pekerjaannya aku gak masalah. Apalagi niat Mas Bimo berguru itu adalah tulus untuk membantu mengobati orang.
Hingga pada suatu hari Mas Bimo pergi menemui seorang guru di daerah Pangandaran. Karena begitu sulitnya untuk bertemu dengan lelaki itu maka ia pun memanfaatkan kesempatan itu untuk bertanya kepada Mbah Wage.
#Pov Bimo
"Mbah aku mau nanya apa kalau Indigo itu masih bisa ditutup mata batinnya?"
"Bisa tapi memang sulit, hanya orang-orang tertentu saja yang bisa melakukannya. Memangnya siapa yang Indigo?" tanya Mbah Wage
"Istri saya Mbah,"
"Oh istri kamu, siapa namanya?" tanya Mbah Wage lagi
"Siti Sarah mbah,"
"Bisa ditulis siapa nama bapaknya, wetonnya juga jangan lupa,"
"Inggih Mbah,"
Tanpa pikir panjang aku langsung menulis nama Ayah dan Weton lahir Siti.
Dan ajaibnya, keesokan harinya tanpa di sangka-sangka Siti yang biasanya selalu menolak saat ku ajak bertemu dengan Mbah Wage tiba, tiba-tiba Ia langsung meminta untuk bertemu dengan Mbah Wage.
#Pov Bimo end
Siang itu, aku dan Mas Bimo mendatangi sebuah padepokan di daerah Pangandaran.
Suasana Padepokan sangat ramai dipenuhi oleh orang-orang yang datang dari berbagai kota di seluruh Indonesia untuk mengobati penyakitnya.
Sebagai seorang Indigo harusnya saat memasuki rumah tua itu aku bisa melihat semua makhluk gaib yang ada di sana.
Tapi entah kenapa aku hanya bisa melihat makhluk halus yang ada dalam tubuh pasien saja. Dan aku sama sekali tak bisa melihat peliharaan Mbah Wage ataupun makhluk gaib lain yang menghuni padepokan tersebut.
Hanya bayangan hitam yang ku lihat setiap menatap Mbah Wage dan para rewang yang membantunya.
Mbah Wage tampak ramah menyambut kedatangan ku hari itu. Ia bahkan memintaku untuk membantunya mendeteksi apa penyakit yang diderita oleh beberapa pasien yang datang ke tempat itu.
"Coba Neng Siti lihat apa yang terjadi dengan pasien itu?" tanya Mbah Wage kala itu
Kulihat seorang wanita yang terlihat kesakitan sambil memegangi perutnya. Hanya dengan melihatnya saja aku sudah tahu kalau wanita itu di guna-guna oleh seseorang.
"Dia di guna-guna oleh seseorang dengan mengirimkan sesosok makhluk gaib yang bertugas mencabik-cabik perutnya," jawabku
"Ternyata kamu memang benar-benar Indigo Neng, yaudah kalau gitu gak usah ditutup mata batinnya atuh. Gimana kalau kamu bantu embah untuk mengobati pasien di sini. Daripada kelebihan yang kamu miliki gak dimanfaatkan bukankah lebih baik di pakai untuk menolong orang?" bujuk Mbah Wage
Apa yang dikatakan Mbah Wage memang ada benarnya juga, mungkin dengan membantu mengobati orang sakit akan membuat ku dipermudah untuk mendapatkan keturunan.
Karena Mas Bimo juga tidak keberatan maka aku pun menerima tawaran Mbah Wage. Cukup lama juga aku membantunya mengobati pasien di sana hingga suatu hari Mas Bimo mengatakan kepada Mbah Bimo mengenai saya yang kesulitan untuk mendapatkan keturunan karena sering di ganggu oleh para lelembut.
"Oh begitu rupanya, yaudah kalau begitu Insya Allah Mbah akan bantu kalian supaya bisa segera punya momongan," jawab Mbah Wage membuat aku dan Mas Bimo begitu senang.
Tentu saja aku dan Mas Bimo sangat percaya dengan Mbah Wage. Meskipun dia seorang dukun namun berbeda dengan dukun lainnya, dimana Mbah Wage selalu menggunakan cara-cara islami dalam mengobati pasiennya. Selain itu lebel Haji yang di sandangnya membuat aku tak berani meragukan niat baiknya saat ia mengajakku dan Mas Bimo ke sebuah desa di daerah pelabuhan ratu Sukabumi.
Karena kami tiba di sana sudah malam maka kami memutuskan untuk menginap disebuah penginapan.
Entah kenapa saat memasuki penginapan aku merasakan hawa panas di villa itu. Entah hanya aku yang merasakan betapa panasnya ruangan itu hingga aku berkali-kali memintanya karyawan penginapan untuk menaikan suhu AC. Namun tetap saja meskipun suhu AC sudah diubah ke angka 15 tetap saja aku masih kepanasan.
"Yaudah kalau Neng panas mending nunggu di kamar saja, kali aja AC dikamar lebih dingin!" seru Mbah Wage
Lalu akupun mengajak Mas Bimo untuk masuk ke kamar kami. Tumben banget hari Itu Mas Bimo yang biasa selalu betah melek tiba-tiba lebih cepat tidur bahkan mendahului ku yang tak bisa tidur karena kepanasan.
Pukul sebelas mala aku baru bisa terlelap. Namun baru saja aku memahamkan mataku tiba-tiba ku dengar suara derap langkah kaki menuruni tangga.
*Tak, tak, tak!
Semakin lama suara itu semakin terdengar jelas dan aku yakin langkah kaki itu menuju ke kamarku
*Tak, tak, tak!
Semakin lama suaranya semakin terdengar jelas. Apalagi posisi kamarku ada tepat di bawah tangga.
Aku bisa memperkirakan jika orang yang sedang menuruni tangga adalah orang yang bertubuh besar atau gemuk, karena langkahnya terdengar begitu kuat dan berat. Entah kenapa suara derap langkah kaki itu benar-benar mengganggu, hingga aku tak bisa tidur.
Karena tak bisa tidur aku memutuskan untuk keluar kamar mencari udara segar.
Saat keluar kamar tak ada siapapun di lobby, meskipun penginapan ini cukup besar namun tak banyak tamu yang menginap sehingga tampak sepi.
Saat aku hendak melangkah keluar tiba-tiba petugas resepsionis muncul.
Seorang wanita paruh baya tersenyum ramah kepadaku.
"Ada yang bisa di bantu teh?" sapanya begitu ramah
"Gak kok teh, aku cuma mau nyari angin aja. Soalnya di dalam panas banget,"
"Lah kok bisa, memangnya AC mati kah?" tanya sang receptionist lagi
"Nyala kok, tapi gak tahu aku merasa panas aja,"
"Apa mau pindah ke kamar lain Teh, mungkin di kamar itu AC nya kotor dan perlu dibersihkan?" tanya wanita itu lagi
"Gak usah, nanti biar aku nyalain kipas angin aja,"
"Oh begitu, baik teh. Kalau ada apa-apa tinggal hubungi saya saja," ucap wanita itu kemudian ia kembali ke tempatnya.
Saat melihat sekitar penginapan terasa sepi akupun mengurungkan niat untuk mencari angin.
Sebagai seorang Indigo aku tahu benar tempat-tempat sepi seperti ini pasti banyak dihuni oleh para lelembut.
Saat kembali ke kamar ku lihat jarum jam sudah menunjukkan pukul dua belas malam. Aku pun segera naik ke atas ranjang dan membaringkan tubuhku di samping Mas Bimo.
Meskipun malam itu aku tidak bisa tidur tetap saja aku lebih memilih berdiam di kamar hingga akhirnya akupun terlelap saat menjelang subuh.
Pagi-pagi sekali Mbah Wage membangunkan kami. Ia mengajak kami mendatangi seorang paranormal yang ia panggil sebagai bapak guru.
Setibanya di kediaman Bapak Guru tubuhku Tiba-tiba terasa berat, dan rasanya sangat panas.
Melihat gelagat yang tak biasa dari diriku sepertinya Bapak guru tahu kalau aku merasakan sesuatu saat memasuki kediamannya.
"Apa yang kamu rasakan Neng?" tanyanya dengan logat sunda yang kental
"Panas, terus badan saya rasanya berat Aki,"
Biasanya aku tidak pernah mengalami reaksi apapun saat bertemu atau berinteraksi dengan makhluk gaib kecuali jika mereka menyerangku. Tapi entah kenapa saat memasuki rumah Bapak Guru tubuhku seperti menolak untuk masuk ke rumah ini hingga efeknya membuat ku merasa lemas seperti ini.
Bahkan hentakan di dadaku membuat sampai kesulitan bernafas hingga nyaris pingsan. Keringat dingin membasahi seluruh tubuhku. Aku seperti merasakan jika tubuhku sedang di serang oleh kekuatan besar yang tak bisa ku lihat.
Melihat kondisiku yang lemas seperti itu Bapak Guru menyuruh Mas Bimo mengajak ku ke toilet.
"Coba ajak ke air dulu Sep, tenangin dulu di sana. Kali aja di sana si Eneng bisa enakan. Jangan lupa suruh cuci muka si Enengnya biar adem," ucap Mbah Wage
Mas Bimo pun menurut, ia kemudian memapah ku dan membawa ku menuju ke kamar mandi. Di sana aku langsung membasuh muka dan tak lama aku pun muntah-muntah.
Selesai muntah-muntah tubuhku mulai terasa enteng namun tetap saja hawa panas dan dadaku masih terasa sesak.
Tidak lama Bapak guru datang dengan membawa segelas air putih.
"Coba diminum dulu Neng, mudah-mudahan setelah minum air ini jadi baikan," ucap Bapak Guru
"Air apa ini Aki?" tanyaku sebelum menerima air tersebut
Jujur saja dari dulu aku tidak pernah mau menerima minuman yang diberi doa dari orang belum aku kenal. Karena dulu almarhum Abah pernah berpesan jika aku tidak boleh minum air-air doa seperti itu terlalu banyak apalagi dari orang yang belum dikenal.
"Ini teh air doa Neng, Aki sengaja memberikan air ini untuk menetralisir rasa panas yang eneng rasakan, mudah-mudahan setelah minum air ini neng gak sakit lagi. Lagipula Kan kata si wage teh, Eneng pengin menutup mata batin eneng kan?" tanya Bapak guru membuat ku sedikit percaya
"Iya Aki, tapi beneran ya Aki ini hanya air doa buat nutup mata batin Eneng, bukan yang lain-lain!" jawabku masih sedikit ragu
"Ya atuh bener Neng, saya yang tanggung jawab dunia akhirat kalau terjadi sesuatu sama Neng," jawab Mbah Wage berusaha meyakinkan aku
"Iya tapi beneran ini gak papa kan ya kalau aku minum?" tanyaku lagi
"Iya Eneng, masa sih gak percaya sama Pak Haji!" celetuk Mbah Wage
"Sudahlah Neng minum saja, mana mungkin Pak Haji bohongin kita sih Neng," imbuh Mas Bimo
Meskipun masih sedikit ragu, aku beranikan diri untuk meminum air itu.
"Bismillah,"
Setelah meminum air itu rasa panas yang ku rasakan mulai menghilang. Kini aku merasakan hawa sejuk dan tubuhku terasa enteng.
Setelah kondisiku mulai membaik, Bapak guru pun mengijinkan kami pulang.
Karena masih pagi Mbah Wage pun mengajak aku jalan-jalan ke laut. Tapi aku langsung menolaknya. Jujur saja seumur hidup aku memang belum pernah melihat laut.
Bukan tanpa alasan tapi almarhum Abah selalu melarang ku menginjakkan kaki di laut. Aku tidak tahu alasannya kenapa. Yang jelas ia pernah berpesan kepada ku, "Jangan pernah datang ke laut jika memang tidak ada keperluan yang penting, karena di laut itu banyak sekali mistisnya,".
Namun meskipun Abah tak seratus persen melarang ku, meski begitu aku memang paling takut jika mendengar kata laut. Entah kenapa bisa begitu.
Jangankan untuk melihatnya bahkan mendengar namanya saja aku sudah ketakutan.
Namun lagi-lagi Mbah Wage meyakinkan aku jika kedatangan kami ke laut cuma mau refreshing aja.
"Kita ke laut itu buat refreshing aja Neng. Kali aja dengan melihat pemandangan laut yang indah bisa menghilangkan semua penyakit,"
Bukan hanya Mbah Wage yang terus membujuk ku untuk ikut ke laut namun Mas Bimo juga ikut-ikutan membujukku.
Karena bujukan Mas Bimo akupun luluh.
"Lagian kan Ada Mas, jadi kamu gak usah khawatir. Insya Allah Mas akan jaga Neng," ucap Mas Bimo meyakinkan aku
Pukul sebelas pagi kamu tiba di pantai pelabuhan ratu. Selama 35 tahun hidup di dunia baru pertama kali ku lihat yang namanya laut.
"Gimana Neng, indah kan Laut?" tanya Mbah Wage
"Iya," jawabku mengangguk
"Nah sekarang coba neng lihat ke tengah laut apa yang neng lihat di sana?" tanya Mbah Wage lagi
"Memangnya ada apa Pak Haji?" tanyaku
"Coba lah Neng lihat sendiri, kan Neng Indigo!" sahut Mbah Wage
Aku pun mulai memejamkan mataku, menyatukan diri dengan alam. Ku rasakan deburan ombak laut dan desiran angin yang menerpa wajahku.
Saat aku mulai merasakan diri sudah menyatu dengan alam, ku buka mataku perlahan. Seketika ku lihat sebuah gerbang Istana di tengah Laut.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!