Tok tok tok
"Ibu!!" Terdengar suara di luar rumah.
Ceklek
"Loh kamu toh ndo? masuk masuk sini, duduk dulu ibu buat kan wedang jahe untuk mu dan suami mu di luar dingin kan?" Ucap Ibu perhatian.
"Nggak usah bu, merepotkan ibu saja." Sahut Talita juga Dimas.
"Nggak sama sekali, wong ibu tadi habis bikin kalian nginep kan?" Tanya ibu, Lita mengangguk.
"Nginep bu." Jawab nya membuat ibu senang.
"Syukur lah kalian datang, rumah ini sepi, apa lagi tuh adik kamu sering banget ngeluh rumah sepi." Tutur ibu mereka memasuki ruang makan.
"Memang kemana Lia bu?" Tanya Lita mencari adik kesayangan nya.
"Keluar katanya sih beli martabak tapi nggak pulang pulang." Ucap ibu tersenyum.
"Lah kenapa bu?" Tanya Lita khawatir.
"Biasa pergi sama Afan." Jawab ibu, Lita juga Dimas terkekeh.
"Lah ibu mah, orang Lagi pacaran mah gitu lupa pulang." Sahut Lita.
"Mereka kapan nikah bu?" Tanya Dimas.
"Sebentar lagi Afan kan lulus katanya setelah itu langsung nikah." Jawab Ibu.
"Mereka awet banget ya bu, seneng liat nya adem ayem aja hubungan mereka padahal kan lama sejak dari sma." Ucap Lita kagum.
"Iyah Ibu juga sreg sama Afan, anak nya serius niat macarin adik kamu langsung izin sama ibu, eh lulus sma kan langsung bawa orang tua nya ke sini." Jawab Ibu kagum, Lita dan Dimas mengangguk setuju.
"Takut keduluan sama yang lain itu bu, Secara Lia kan cantik." Sahut Dimas, Lita mengangguk setuju.
"Iya aku aja yang kakak nya iri loh kok bisa Lia cantik banget gitu dia juga baik banget anak nya." Sambung Lita, Dimas tersenyum.
"Kamu juga cantik dan baik Lita." Ucap Dimas sambil mengelus rambut istri nya ini.
"Kalian anak anak ibu semua nya baik dan ibu bersyukur punya mantu dan calon mantu juga baik nya gak ketulungan." Ucap Ibu.
"Ibu,!!" Teriak Lia, ibu Lita dan Dimas kompak menoleh.
"Nah ini anak nya panjang umur." Ucap Lita, Lia tersenyum dia menyalami ibu, kakak, dan kakak ipar nya.
"Mbak sama mas dari tadi di sini?" Tanya Lia.
"Baru aja dek." Jawab Lita Lia mengangguk.
"Ini ada martabak mbak, mas farian baru katanya lah kalau ini pesenan ibu boled madu." Ucap Lia menaruh makanan yang ia bawa.
"Makasih dek." Kompak Lita dan Dimas.
"Di mana Afan dek." Tanya Ibu.
"Tadi mas afan udah di luar bu mau masuk terus dapet telfon dari bapak nya suruh pulang adik nya jatuh dari motor, katanya maaf bu nggak pamit sama ibu, mas Afan cumq nitip salam."Ucap Lia Ibu mengangguk kaget.
"Ya ampun, tapi adik nya nggak papa kan?" tanya ibu khawatir.
"Aku juga nggak tau Bu, tadi nya mau ke sana tapi nggak boleh sama mas Afan soal nya udah malem." Jawab Lia.
"kalau begitu besok kita jengukin adik nya Afan dek." usul ibu dan Semua mengangguk.
"Iya bu." jawab Lia tersenyum, mereka makan cemilan di selingi canda tawa, kebersamaan yang jarang mereka rasakan semenjak bapak pergi juga Lita sang kakak menikah, karna semenjak menikah ikut sang suami.
.
.
.
.
Malam semakin larut, suasana sudah nampak sepi ketika Lia ingin mengambil air di dapur tak sengaja netra nya melihat sang kakak sedang duduk di ruang tamu sendirian menghadap pintu keluar yang tertutup sambil melamun.
"Loh mbak belum tidur?" Tanya Lia, Lita menatap Lia tersenyum.
"Sini dek." Lita menepuk nepuk pada sofa di sebelah nya, Lia duduk di samping Lita.
"Kenapa belum tidur mbak? si utun nendang terus yah." Tanya Lia sambil mengelus perut buncit kakak nya gemas dengan gerakan ringan si keponakan.
"Nggak dek, cuma lagi pengin duduk aja di sini, dek Kamu bahagia sama Afan?" tanya Lita membuat Lia mengerutkan alis nya, ada apa kenapa kakak nya mempertanyakan sesuatu yang sudah jelas jawaban nya pikir Lia dalam hati.
"Maksud mbak apa? kan mbak tau Lia bahagia sama mas Afan." Jawab Lia heran.
"Mbak hanya tanya dek."
"Memang kenapa mbak? mas Afan selingkuh." Tanya Lia dengan nada lirih membuat Lita terkekeh.
"Mbak percaya Afan setia sama kamu dek, mbak hanya tanya saja tidak boleh kah?" jawab Lita sedang Lia memegang dada nya lega mendengar kekasih nya tak seperti yang ia pikirkan
"Mbak mah bikin Lia deg degan tau!" Dengus Lia.
"Kalau lagi kaya gini kangen bapak ya dek." Cletukan kakak nya membuat Lia mengerutkan alis nya.
"Maksud mbak?" Lita terkekeh melihat wajah Lia yang menegang.
"Dek, jika nanti di saat masa persalinan mbak ada kejadian tak terduga sama mbak, kamu mau nggak gantiin mbak jadi ibu? rawat anak mbak, didik anak mbak dengan cinta dan kasih sayang mu, mbak percaya kamu ibu juga istri yang baik dek." Pinta Lita tiba tiba.
Deg deg deg.
"Mbak apa apaan sih!" Ucap Lia marah.
"Kan seandai nya dek, umur cuma tuhan yang tau kan, gimana?" Tanya Lita.
"Mbak, ada atau tidak ada mbak, tetep kan si utun ini juga anak aku mba, aku akan bantu mbak jaga dia didik dia, rawat dia, kita sama sama melakukan nya mbak, kita sama sama menjaga nya iya kan mbak?" Ucap Lia tersenyum getir, entah lah dadanya tiba tiba sesak.
"Kalau mbak nggak ada, bisa kan kamu juga jaga mas Dimas dek." Pinta Lita memelas Lia menggeleng.
"Ndak mau mbak! orang nya dingin, muka nya judes gitu." Jawab Lia bergidik ngeri membuat Lita terkekeh.
"Mas Dimas baik tau, dia perhatian juga sayang, asal kamu bisa mengetahui isi hati nya." Petuah Lita.
"Bodo amat mbak, suami mbak inih bukan aku, Mending aku sama mas Afan mbak dia orang nya asik, humoris romantis lagi." Jawab Lia tersenyum sendiri.
"Lah kamu mah, mbak nggak mau tau yah, inget kata kata mbak inget permintaan mbak." Ucap Lita sambil melangkah menuju kamar nya Meninggal kan Lia yang sedang melongo.
"Minta tolong kok maksa." Gerutu Lia sambil melangkah menuju dapur.
Namun bayang bayang perkataan embak nya barusan membuat Lia berfikir keras, kenapa kejadian seperti ini seperti dejavu saja, seperti saat ayah nya pergi meninggal kan mereka semua, saat Lia harus di paksa kuat menjadi sandaran untuk ibu dan kakak nya, Lia menghela nafas berharap ini semua tak akan terulang lagi seperti kejadian beberapa tahun lalu.
"Tuhan tolong jangan lagi." Batin Lia memohon berharap hati nya sedang salah mengira.
ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ
Novel baru cui ketemu macil lagi.
Konflik baru beda lagi..
Selamat membaca..
Salam sayang dari macill😘😘
Pagi menjelang, Lia dan ibu sedang sibuk di dapur memasak keinginan ibu hamil, nasi uduk dengan segala teman teman nya.
"Sibuk sekali bu, dek?" Tanya Dimas sambil duduk di meja makan, melihat ke dua wanita sedang sibuk di dapur karna ulah istri nya, Lia menoleh dan melihat kakak ipar nya sendirian lantas ia meninggal kan irisan sayur nya.
"Loh kamu sudah bagun nak? istri mu belum bangun?" Tanya ibu, Dimas menggeleng.
"Katanya masih mengantuk bu." Jawab Dimas.
"Semalam duduk di ruang tamu mas, malem malem ngobrol sama Lia." Jawab Lia sambil mengaduk kopi yang ia buat untuk kakak ipar nya.
"Iya kah? kok mas nggak tau?" Tanya Dimas, Lia memberikan kopi yang ia buat untuk kakak ipar nya.
"Mungkin tidur mas terlalu nyenyak, kopi nya mas."
"Makasih dek." Ucap Dimas sambil menerima kopi pemberian Lia, seperti biasa rasa nya pas di lidah nya.
"Biasa itu nak, kalau hamil umur umur tua ya gitu Susah tidur malam, hawa nya panas, gelisah maklum perut nya semakin besar, apa lagi beberapa hari lagi kan hari persalinan nya." Ucap ibu, Dimas mengangguk.
"Iya bu, kemaren Lita pengin nginep sini seminggu, nggak papa bu?" Tanya Dimas canggung.
"Ya nggak papa atuh nak, ibu malah seneng, di rumah sepi cuma ada ibu sama adik mu ini." Jawab ibu sambil memasak membuat Dimas tersenyum.
"Nggak usah di bangunin mas, nanti kalau laper juga bangun sendiri, mas kalau mau berangkat kerja nggak papa mas Lia di rumah kok nggak ke kampus." Ucap Lia.
"Kamu nggak ke kampus dek?" Tanya Dimas.
"Nanti siangan mas." Jawab Lia sambil melanjut kan memotong sayur nya.
"Sukur kalau kamu di rumah soal nya ibu mau ke pasar dulu nanti sore jadi jengukin adik nya Afan?" Tanya ibu Lia mengangguk.
"Jadi kok bu beli buah ya bu sekalian." Pinta Lia Ibu mengangguk.
"Iya Ibu ke pasar dulu yah." Pamit ibu, Lia dan Dimas mengangguk.
"Hati hati bu." Ucap Lia juga Dimas.
"Mas mau sarapan dulu?" Tawar Lia, Dimas mengangguk karna memang perut nya sudah keroncongan.
"Udah mateng emang dek?" Tanya Dimas penasaran saat Lia mengambil piring dan menaruh nasi uduk serta lauk nya.
"Sudah mas, mas makan sendirian nggak papa Lia mau lanjut masak." Tanya Lia sambil menaruh makanan untuk Dimas di meja makan.
"Makasih dek." Jawab Fahmi sambil menerima makanan yang sudah Lia siap kan.
Dimas makan dengan lahap nya, yah dia tau adik ipar nya ini pandai memasak tangan nya seolah di ciptakan dengan pas untuk mengolah setiap jenis makanan yang ia pegang.
.
.
.
.
Sore menjelang Lia ibu juga Lita dan Dimas menengok adik Afan.
"Permisi selamat sore." Sapa ibu di ambang pintu.
" Ternyata ada keluarga Lia toh? ibu, mbak dan mas nya Lia mari masuk." Untung lah ibu Afan sudah menggelar karpet.
"Bagaimana keadaan kamu dek." Ujar Lia pada Afin, Adik Afan.
"Sudah mendingan mbak, makasih mbak sekeluarga sudah mau jengukin Afin." Lia tersenyum.
"Kenapa bisa jatuh dek kamu ngebut yah?" Ledek Lia membuat Afin mendengus.
"Nggak mbak, aku di tabrak dari belakang sama mobil kayak nya ngantuk mba." Jelas nya Lia mengangguk.
"Maaf bu, Afan semalam langsung pergi nggak mampir dulu ke rumah." Ucap Afan sambil menyalami tangan ibu Lia dia merasa tak enak hati.
"Nggak papa atuh nak, nama nya juga ada musibah untunglah masih di beri keslamatan udah bisa lari nak Afin." Semua terkekeh.
"Gimana bisa lari bu? ini masih nyantol." Adu Afin pada gip di kaki nya.
"Sabar nak."
"Bu, doain Afan ya bu, Afan sedang mengerjakan skripsi, semoga di permudah di lancarkan semua nya, biar bisa langsung nikahin Lia." Semua terkekeh mendengar penuturan Afan.
"Kamu pasti bisa nak, semoga lancar semua nya." Jawab Ibu, Afan mengangguk semangat, dia menatap Lia sambil mengedipkan satu mata nya menggoda membuat Lia memalingkan muka nya malu.
Setelah cukup lama keluarga Lia berpamitan pulang.
"Mas kamu kenapa?" Tanya Lita saat Dimas sempat melamun.
"Oh nggak papa kok, mau mampir makan dulu nggak? sore sore gini enak kalau nyoto Ibu mau?" Tawar Dimas, ibu mengangguk.
"Ok kita makan dulu kamu nggak lelah kan ta?" Tanya Dimas memastikan, Lita menggeleng mereka memasuki parkiran soto kambing langganan mereka.
Mereka menikmati makanan nya, namun berbeda dengan Lita yang malas makan.
"Mbak Nggak suka makanan nya? mau Lia pesan yang lain?" Tanya Lia, Dimas menatap istri nya.
"Kamu mau makan apa ta?" Tawar Dimas.
"Nggak papa mas, Lidah aku kaya hambar gitu."
"Besok kita ke dokter aja yah? takut kamu kenapa napa." Pinta Dimas, Lita menggeleng.
"Nggak usah mas, nggak papa kok, semua nya aman, cuma lagi males makan aja." Dimas mengangguk, Lia menatap mata Lita seperti ada hawa beda di muka kakak nya ini, namun Lia lebih memilih diam enggan terlalu di fikirkan jika membuat hati nya gundah.
Semua akan baik baik saja lia. Batin Lia mencoba tenang, mencoba berfikir positif.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Tanda tanda🤔🤔
Seminggu berlalu setelah menginap di rumah orang tua nya Lita berserta suami kembali ke rumah nya yang tak jauh dari rumah ibu nya.
Sedang Lia pagi hari seperti biasa berangkat ke kampus dengan Afan.
Lia masuk ke kampus nya di antar Afan.
"Gimana ke adaan adik kamu mas? udah mendingan?" Tanya Lia setelah turun dari motor matic milik Afan.
"Sudah dek, udah di jengukin sama calon kakak ipar nya ya semangat dia." Jawab Afan membuat Lia terkekeh.
"Mas bisa aja ih, mas ada kelas." tanya Lia. Afan menggeleng.
"Mas lagi ngerjain skripsi, doain ya dek biar mas bisa melewati ini dengan tenang, dan sukses, biar mas cepet cepet kerja terus nikahin kamu." Pinta Afan, Lia mengangguk.
"Iya mas, Lia doakan yang terbaik agar semua nya lancar."
"Makasih dek, masuk kelas gih." Titah Afan.
"Lia masuk kelas dulu ya mas, nanti pulang nya Lia sendiri aja yah." Pinta Lia dia tau kekasih nya sedang sibuk, Afan mengangguk setuju namun.
"Asal hati hati yah." Titah Afan, Lia mengangguk dan pergi masuk ke kelas.
Lia berjalan cepat menuju kelas nya karna sebentar lagi kelas akan di mulai.
Brug.
"Aaawws." Desis Lia kesakitan.
"Kamu nggak papa dek?" Lia mendongak ternyata kakak ipar nya.
"Nggak papa mas, mas kenapa kok lari lari gitu?" Ucap nya sambil baju nya.
"Mbak mu mengabari mas, katanya perut nya mules." Jawan Dimas, Lia membola.
"Ayuk kalau gitu mas kita balik." Ucap Lia sambil berlari keluar kampus meninggal kan Dimas yang terbengong karna di tinggal.
Dimas berlari menyusul adik ipar nya yang sudah berada di sebelah pintu mobil nya.
"Mas cepet buka kunci nya." Desak Lia.
"Iya ya." Dimas segera membuka pintu mobil nya.
"Ta Tuhan, cepet dong mas." Ucap Lia gugup, Dimas menggeleng kan kepala nya heran dengan adik ipar nya ini.
"Iya sabar, kalau kita ngebut terus ada apa apa sama kita gimana." Ucap Dimas.
"Ya takdir." Jawab nya enteng membuat Dimas menghela nafas nya.
Tak lama mereka tiba di rumah, Lia dan Dimas segera menuju ke dalam rumah.
"Ya ampun mbak.!" Pekik Lia ketika melihat Lita sang kakak sedang duduk di bawah bersimpah air ketuban juga darah.
"Cepet mas mendong kita bawa ke rumah sakit." Dimas segera mengangkat tubuh istri nya mereka segera menuju rumah sakit terdekat.
.
.
.
.
.
"Dokter.! tolong istri saya!" Pekik Dimas sambil menggendong Lita.
Beberapa suster berlari mendekat segera membawa ke UGD.
"Ya Tuhan lindungilan mbak Lita selamat kan mbak juga dede bayi nya." Gumam Lia, Air mata nya mengalir deras.
Tak jauh berbeda dengan Lia kakak ipar nya Dimas tampak kacau, baju nya berlumuran darah, rambut nya acak acakan.
"Mas, Lia cari toilet dulu." Mamit Lia Dimas mengangguk mengangguk.
Lia menyusuri rumah sakit mencari di mana letak taman untuk menenangkan hati.
Lia duduk termenung di taman yang tak jauh dari UGD.
"Kenapa hati ku semakin gelisah seperti ini." Gumam Lia, Akhir nya Lia memilih menenangkan terlebih dahulu hati nya.
Lia berjalan dengan sedikit Lebih tenang dar yang tadi, dari jauh Lia dapat melihat sosok kakak ipar nya sedang duduk bersama ibu nya.
"Loh mas kok kamu di sini?" Tanya Lia, dia menyalami tangan ibu nya.
"Lita di dalam." Jawab Dimas lemas, Lia mengangguk hati nya semula sedikit tenang kini berdebar kembali saat melihat ruangan operasi, dulu bapak juga di operasi sebelum meninggal.
Ada setitik rasa trauma Lia terhadap ruangan satu ini, air mata nya terus mengalir dengan deras.
"Ndo.?" panggil ibu lembut Ia tau bagaimana perasaan putri ke dua nya.
"Bu bapak bu? mbak nggak mungkin kan Bu?" Ucap Lia ngelantur.
"Tenang ndo." Ibu memeluk putri ke dua nya, Ia pun turut risau.
Dimas dapat melihat Lia yang kacau, namun pandangan nya beralih saat melihat suster keluar ruang operasi.
"Suster bagaimana dengan istri saya?" Tanya Dimas.
"Syukur ibu beserta bayi nya selamat pak." Jawab suster membuat Dimas, Lia juga ibu berucap syukur.
"Terimaksih sus." Ucap Dimas tersenyum lega, Lia memeluk ibu nya erat.
" Bu mbak dan dede nya selamat." Ucap Lia senang.
"Iya ndo, puji syukur kita doakan agar mbak mu cepet sehat." Ucap Ibu.
"Mas, mas bawa baju ganti nggak? Itu baju mas bayak darah nya." Tanya Lia, Dimas menatap kemeja nya.
"Mas bawa di mobil." Jawab Dimas.
"Biar Lia aja yang ambil, mas tunggu sini sama ibu." Tawar Lia menghapus sisa air mata nya.
"Makasih ya dek." Lia menerima kunci mobil dia segera menuju parkiran.
Lia segera kembali ke ruangan operasi.
"Ini mas ganti gih sebelum mbak pindah kamar." Titah Lia, Dimas mengangguk.
"Lia." panggil Ibu.
"Iya Bu." Lia duduk di sebelah ibu nya.
"Ibu senang denger mbak mu selamat, tapi kenapa ibu gelisah ya ndo, jantung ibu deg degan terus padahal ibu seneng loh, tapi kenapa dada ibu sesek yah?" Keluh Ibu.
Deg deg deg
Jantung Lia berdebar kala mendengar penuturan ibu nya pasal nya Lia pun juga merasakan apa yang ibu nya rasakan, dia sengaja mengalih kan perhatian nya dengan mengambil baju kakak ipar nya, namun dada nya tetap sesak hati nya gelisah tak menentu.
"Ndo." Panggil ibu lagi.
"Ah iya Bu emm itu nggak papa kok bu mungkin masih syok karna tadi." Kilah Lia.
Dimas kembali dengan membawa baju kotor nya di dalam paper bag.
"Mas kok lama yah mbak di dalem?" Tanya Lia, Dimas menatap adik ipar nya, dia juga heran pasal nya ini cukup lama namun dokter juga belum ada yang keluar.
"Mungkin sebentar la." Ucapan Fahmi menggantung ketika ada suster yang keluar lagi memindahkan Lita ke kamar rawat inap.
Mereka mengikuti kemana Lita di bawa.
Begitu sampai dan Lita sudah nyaman di brangkar nya, Lia mendekat pada kakak nya.
"Mbak jangan banyak gerak yah kalau mbak butuh apa sama Lia mas Dimas mau ke bagian administrasi dulu." Ucap Lia tersenyum kepada Lita.
"Mas jangan pergi dulu." Lirih Lita, Dimas mengurungkan niat nya dia mendekat pada istri nya.
"Kenapa? kamu butuh sesuatu?" Tanya Dimas lembut Lita tersenyum.
"Mas sayang Lita?" Dimas mengangguk.
"Ya iya pake di tanya." Jawab Dimas terkekeh.
"Apa mas mau menuruti keinginan Lita?" Pinta Lita Dimas mengangguk dengan mantap.
"Apa pun mau mu mas akan turuti." Jawab Dimas tegas.
"Mas Lita mohon jika terjadi sesuatu dengan Lita tolong jadikan Lia sebagai ibu sambung Tata, sayangi Lia, aku percaya jika hanya Lia yang bisa menjaga anak kita." Pinta Lita dengan lirih, Dimas mengerut kan Alis nya.
"Lita kamu bicara apa!"
"Mas tolong berjanji pada ku, biar ibu yang jadi saksi nya." Ucap nya tersenyum.
"Kamu akan baik baik saja sudah kamu istirahat mas mau ke depan dulu." Ucap Dimas Lita menggeleng lemah.
"Lita sudah nggak kuat mas."
"........"
"Mas Lita mohon." Pinta Lita memelas, Dimas mengangguk lemah tak kuasa terlebih dengan nafas Lita yang sudah mulai tersendat.
"Terimakasih mas, maaf kan Lita yang banyak salah sama mas, sama ibu sama kamu juga dek." Ucap Lita membuat air mata ibu juga Lita berderai.
"......."
"Maaf kan Mbak, jika merenggut kebahagiaan mu dengan Afan dek, mbak Titip Tata juga Mas Dimas." Ucap Lita tersendat sendat lantas Lia langsung memanggil dokter.
Tubuh Lia bergetar hebat ketika dokter menggeleng setelah Lita menutup mata nya, tangis ibu menggema, Dimas menunduk dengan isak nya.
Lia terdiam dengan tatapan kosong nya Ini seperti dejavu ketika ayah nya keluar ruangan operasi menitip pesan agar Lia menjaga ibu serta kakak nya sama seperti tadi dan sekarang Lia pun di titipi suami serta anak kakak nya.
Kepala Lia seperti di tindih batu besar mata nya buram.
brug.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!