Sinar mentari menembus jendela yang tertutupi gorden tipis. Sinar itu mengenai kelopakmata seorang gadis yang memejamkan matanya di samping pria yang masih terlelap tidur. Terkena sinar mentari, gadis itu menutup netranya dengan tangan untuk menutupi sinar yang menyilaukan. Namun, tiba-tiba dia teringat dengan peristiwa semalam, peristiwa yang membuatnya telah kehilangan kesuciannya yang direngut oleh kekasihnya sendiri. Seorang gadis yang telah menjadi wanita itu menangis dan terisak. Isakan tangis wanita muda tersebut membuat pria yang masih terlelap berada di sebelahnya terusik dan mengerjapkan mata, dia sebenarnya masih sangat sulit untuk membuka kelopak mata yang dimilikinya. Dia masih sangat mengantuk usai pergulatan dengan kekasihnya semalam, namun mendapati wanita tersebut menangis dia segera membuka kelopak matanya.
"Dara, Kenapa kamu menangis?" Wanita yang menangis tersebut bernama Dara. Dia adalah kekasih pria yang tertidur di sebelahnya saat ini. Wanita yang tidak memakai sehelai benang pun itu malah tambah menangis tatkala lelaki disampingnya bertanya kepadanya.
"Sssttt. Sudah jangan menangis lagi. Aku akan bertanggung jawab pada dirimu Dara. Aku tidak akan lari dari tanggung jawab ini." Bastian mengatakannya sambil bangun terduduk lalu memeluk wanita di sampingnya.
Saat ini, sepasang kekasih tersebut sebenarnya sedang merayakan kelulusan mereka. Sebentar lagi mereka akan menyandang gelar sarjana. Tidak hanya mereka berdua, terdapat beberapa teman Bastian dan Dara yang merupakan teman seangkatan mereka ikut menginap di Villa yang telah disewa selama tiga hari dua malam.
Dara masih saja termenung meratapi nasibnya, dia sungguh tidak sadar telah terbuai dengan perkataan Bastian semalam. Setelah mereka dan teman-temannya berbarbeque dan berkaraoke bersama, Dara yang telah mengantuk berkata akan tidur terlebih dahulu. Jam sudah menunjukkan pukul dua belas malam dan dia selalu menguap, Dara sudah sangat ingin mengistirahatkan badannya karena perjalanan menuju Villa memang cukup lama. Bastian yang merupakan kekasihnya sejak dua tahun lalu mengantarkan Dara menuju kamar, tempat di mana gadis itu akan tidur. Saat akan menutup pintu kamar, Bastian menahan pintu tersebut dan memeluk Dara lalu masuk kemudian mengunci pintu kamar tersebut.
"Dar, biarkan aku melakukannya, aku akan bertanggung jawab bila nanti terjadi sesuatu yang tidak diinginkan." Bastian yang masih memeluk Dara mulai mencium ceruk leher gadis yang memang pemikirannya sangat polos.
"Tetapi, aku takut tidak direstui oleh mama kamu. Aku tidak ingin mengambil risiko. Sebaiknya kamu kembali ke kamarmu." Walaupun pemikiran Dara sangat polos namun perempuan ini masih dapat berpikir jernih agar tidak melanggar norma dan etika yang ada. Dia tidak ingin menggadaikan kesuciannya demi kesenangan sesaat. Dara ingin mempersembahkan kesuciannya hanya untuk suaminya seorang.
Bastian yang sudah diselimuti dengan gairah tidak dapat menahannya lagi. Sedari tadi Bastian memang menahan dirinya untuk tidak menyeret Dara menuju kamar. Namun, penolakan dari gadis di depannya ini tidak menyurutkan tekadnya. Bastian ingin memiliki gadis ini seutuhnya.
Pria yang sedari tadi telah mencium ceruk leher Dara sedikit meremas gunung kembar yang berada di hadapannya. Dara yang tidak siap dengan perlakuan Bastian saat ini menjadi marah. Dara menjauhkan dirinya dari Bastian, tetapi Bastian malah mengeluarkan kata-kata yang dapat meluluhkan tekad kuat dan prinsip seorang Dara.
"Apakah kamu tidak mencintaiku lagi?" Sontak Dara melihat ke arah Bastian yang saat ini tertunduk. Bastian seperti sedang memerankan anak kecil yang merajuk ketika tidak diperbolehkan membeli mainan.
"Kamu bicara apa? Tentu saja aku mencintaimu. Kita sudah berhubungan selama dua tahun. Apa kamu masih meragukan cintaku?" Perkataan Dara sontak membuat wajah Bastian kembali ceria dan tersenyum.
"Kalau begitu kamu bisa membuktikannya saat ini juga." Bastian tersenyum dengan penuh kemenangan saat Dara mengangguk dan menyerahkan dirinya sendiri ke pelukannya.
"Aku janji sayang, aku akan bertanggung jawab. Aku akan menikahimu, sayang." Setelah mengatakan hal tersebut dia mulai menyalurkan gairah yang dari tadi telah dia pendam.
Dara yang mengingat peristiwa semalam meruntuki kebodohannya dengan mudah dia terbuai dengan perkataan Bastian. Setelah itu, dengan suka rela dia menyerahkan kesuciannya kepada pria yang belum menjadi suaminya. Dia sangat menyesal dengan perbuatan yang telah dilakukannya. Bagaimana jika laki-laki dihadapannya ini tidak ingin bertanggung jawab? Dia merupakan seorang wanita sebatang kara yang berkuliah juga dengan beasiswanya. Orang tuanya telah lama meninggal, dia pun tidak memiliki sanak saudara yang dapat menjadi tempatnya mengadu. Dara masih saja menangis, hal itu membuat pria di sampingnya sedikit kesal. Namun, dia tetap menahannya karena kekasihnya telah rela memberikan hal yang sangat berharga untuknya.
"Dara, kamu percaya kepadaku, kan?" Tanya Bastian sambil memegangi pundak Dara dan menghadapkan dirinya dan Dara menjadi sejajar.
Wanita dihadapannya mengangguk walau dengan air mata yang masih menetes di pipinya. Dara masih menyesali perbuatannya dan sangat merasa bersalah dengan dirinya sendiri. Andai waktu dapat diputar, Dara tidak akan rela menyerahkan kesuciannya dengan Bastian sekalipun.
"Aku berjanji Dara, aku akan menikahimu." Bastian mengatakan hal tersebut sambil memeluk Dara guna meyakinkan wanita yang masih saja menangis di hadapannya ini.
"Seharusnya aku tidak terbuai dengan perkataan dari Bastian," Batin Dara yang masih mengingat perkataan kekasihnya itu yang menuntut pembuktian cinta mereka.
Penyesalan Dara tidak dapat mengembalikan hal yang sudah terjadi. Gelas yang pecah sudah tidak bisa kembali menjadi utuh. Dia hanya berharap Bastian dapat memegang janji yang dia ucapkan kepada Dara.
Setelah peristiwa yang merenggut kesucian Dara, Bastian masih bersikap seperti biasa. Dia tetap memperlakukan Dara layaknya sepasang kekasih. Bastian berjanji kepada Dara, mereka tidak akan melakukan hal tersebut lagi sebelum mereka menikah. Pria tersebut juga berjanji untuk menikahi Dara setelah dia memberitahukan hubungan mereka kepada keluarganya.
Di tengah kesibukan Bastian yang sudah mulai bekerja di kantor milik keluarganya, dia selalu menyempakan untuk bertemu dengan Dara. Dara sendiri sedang mencari pekerjaan, namun dia menolak saat Bastian ingin merekomendasikan Dara untuk bekerja di kantor milik keluarganya. Seperti kali ini, mereka sedang menonton di suatu mall yang berada di kawasan Semanggi. Selesai menonton, Bastian mengajak Dara untuk makan malam terlebih dahulu.
"Bas, kamu di sini juga? Kenapa tidak bilang sama mama? Kita bisa makan malam bersama." Seorang wanita paruh baya yang masih terlihat sangat cantik menyapa Bastian. Di sapa seperti itu, Bastian menjadi sangat gugup. Di depannya berdiri Mamanya, orang yang sangat tidak ingin Bastian temui saat bersama dengan Dara.
"Eh, iya ya mam. Maaf, Bastian juga ga tau Mama mau ke mall ini untuk makan malam." Dengan canggung Bastian tersenyum menanggapi perkataan Mama Rissa.
"Ini siapa? Cantik sekali." Mama Rissa menyapa Dara sambil tersenyum. Dara yang melihat sikap ramah dari Mama Bastian tersenyum dan mengulurkan tangan ke arah Mama Rissa.
"Dara, Tante." Mama Rissa menerima uluran tangan dari Dara, gadis manis itu tersenyum dan mencium tangan Mama Rissa. Wanita paruh baya yang masih terlihat awet muda itu mengajak Bastian dan Dara untuk makan malam bersama. Setelah itu mereka mengobrol ringan sekaligus Mama Rissa menggali tentang Dara. Dia ingin mengetahui tentang gadis yang nampaknya menjadi kekasih anaknya. Akhirnya, Dara pulang bersama Bastian dan Mama Rissa juga pulang bersama dengan supir yang telah menunggunya.
Dalam perjalanan pulang Mama Rissa, dia menghubungi detektif kenalannya untuk mencari tahu tentang Dara. Dia ingin informasi yang lengkap tentang gadis muda itu. Saat berkenalan dengan gadis tersebut memang kesannya cukup baik namun Mama Rissa perlu memperhatikan latar belakang keluarga Dara.
"Aku ingin kau mencari tau tentang gadis ini. Informasinya harus lengkap, aku membutuhkannya secepatnya." Setelah mengatakan hal tersebut, Mama Rissa memutuskan komunikasi. Dia menatap nanar jalan yang dilaluinya melalu jendela mobil. Pikirannya terus memikirkan gadis yang jalan bersama anak semata wayangnya.
"Semoga apa yang menjadi ketakutanku tidak menjadi kenyataan," batin Mama Rissa sambil masih memikirkan gadis yang bersama anaknya. Ketakutan menjalar dalam dirinya, dia berdoa semoga hasil dari informasi yang dicari oleh detektif tersebut tidak sesuai dengan perkiraannya.
***
Dua bulan setelah pertemuan Dara dengan Mama Rissa, Dara masih berusaha mencari pekerjaan yang sesuai dengan kompetensi yang dia miliki. Ternyata sulit sekali untuk mendapatkan pekerjaan di zaman ini kecuali memiliki koneksi berupa orang dalam. Namun, di tengah dia mencari pekerjaan, pagi itu masih berjalan seperti biasa. Akan tetapi, saat dia ingin sarapan perutnya seperti diaduk-aduk. Dia segera berlari ke wastafel dan memuntahkan cairan berwarna kuning. Pahit sekali rasa mulutnya, kepalanya juga terasa sangat pening. Mencoba berjalan menuju meja, dia tertatih berjalan sambil menutup mulutnya. Dirinya terasa sangat mual.
"Apa yang terjadi pada diriku?" Dara mengerinyit heran sambil berpikir dan mengingat kembali tamu bulanan yang seharusnya sudah dia dapatkan. Dia memang belum mendapatkan tamu bulanannya sudah dua bulan ini. Dara melihat kalender pada ponselnya, dia selalu melingkari tanggal yang berada di kalendernya untuk mengingat hari terakhir dia menstruasi.
"Mungkinkah?" Matanya membulat dengan berbagai pikiran yang berputar dalam kepalanya, dia memahami tanda-tanda yang dialami olehnya ini juga dialami oleh wanita yang sudah menikah. Mendadak rasa pusing menderanya, akhirnya dia memutuskan untuk beristirahat saja pagi itu. Dara berjalan perlahan menuju kamarnya dan membaringkan dirinya di tempat tidur, Dara berusaha memejamkan matanya. Namun, berbagai pikiran masih berkecamuk melanda hatinya.
"Semoga pikiranku tidak benar terjadi," batin Dara sambil masih berusaha memejamkan mata sambil tertidur miring memandangi jam dinding yang berdetak.
Setelah merasa pusing dan perutnya terasa diaduk-aduk pagi tadi. Siang hari ini, tubuhnya sudah tampak lebih membaik. Dara berusaha untuk berjalan dan memakan sarapan pagi yang tadi telah dibuat olehnya. Tidak ingin menunggu lebih lama lagi, Dara menuju ke apotik terdekat. Dia harus memeriksa keadaannya, walau dengan takut dia berusaha untuk bersikap tenang.
"Mba, alat tes kehamilan 3 ya." Dara sebenarnya canggung untuk membeli alat test kehamilan, dia takut pandangan orang terhadapnya. Namun, itu hanya perasaannya saja, penjaga toko melayaninya dengan baik. Dara hanya overthinking karena pemikiran yang memenuhi otaknya sendiri.
"Ini ya mbak." Selesai membayar alat tes kehamilan tersebut, Dara menuju rumah kontrakannya. Dia merasa perasaannya tidak karuan. Penjaga apotik mengatakan kepada Dara tentang cara penggunaan alat tes kehamilan yang saat ini telah ada digenggamannya.
"Hasil lebih akurat jika dilakukan saat pagi hari setelah bangun tidur," Kata penjaga apotik memberitahukan hal tersebut kepada Dara. Dara hanya menganggukkan kepalanya mendengar penjelasan dari perempuan muda yang melayaninya.
Dara pulang menuju kontrakannya, sebelumnya dia membeli pecel ayam karena dia sangat tidak kuat bahkan untuk memasak. Sesampainya di kontrakan dia meletakkan alat test pack. Setelah menimbang dan berpikir sejenak, lebih baik dia menunggu esok hari sebelum memakai test pack tersebut.
Kali ini pikiran Dara beralih kepada Bastian, Dara mencoba menghubungi Bastian karena hampir dua Minggu ini dia tidak dapat menghubungi kekasihnya itu. Kekasihnya tidak bisa dihubungi, dia menghubungi lewat telepon namun selalu tidak diangkat. Awalnya masih tersambung namun saat ini ponsel kekasih yang telah menemaninya selama 3 tahun tersebut tidak aktif. Dara merasa tidak melakukan kesalahan apa pun, namun Bastian seperti hilang ditelan bumi.
Dara khawatir akan keadaan Bastian, namun dia lebih memikirkan keadaan dirinya. Belum juga mendapatkan pekerjaan dan harus dibayangi dengan kehadiran janin yang memang belum pasti kebenarannya. Dara menghembuskan napas menatap nanar layar ponselnya. Entah mengapa hatinya tidak tenang.
***
Pagi ini, Dara kembali bangun dengan mual yang melanda. Perutnya serasa diaduk-aduk, Dara bangun dan segera menuju westafel lalu mengeluarkan semua isi yang ada di perutnya. Dara mengerinyit saat cairan kuning keluar dari mulutnya, pahit terasa di mulutnya. Setelah duduk dulu untuk mengurangi rasa mualnya, dia membuat teh manis.
Dengan tekad yang dikuatkan, Dara mengambil alat tes kehamilan dan melakukan sesuai petunjuk yang berada di bungkus alat tes kehamilan itu. Perasaan berdebar melanda dirinya, Dara memejamkan mata sambil berdoa semoga hasilnya negatif. Sekitar 2 menit berlalu, Dara membuka matanya lalu dia melihat benda ditangannya.
Terdapat dua garis merah yang terlihat dengan jelas di alat tes kehamilan yang berada di tangannya. Dengan bergetar, tubuh Dara jatuh lunglai, lemas tak berdaya. Dara menangis, hancur sudah semuanya. Namun, dia masih belum mempercayai hasil dari 1 alat tes kehamilan, dia mencoba memeriksa kembali keadaannya dengan 2 alat tes yang lain. Hasilnya sama, dua garis merah bermunculan setelah beberapa menit dia menunggu.
Dara masih mencoba menguasai dirinya, dia menangis setelah hingga tertidur di ruang tengah rumahnya. Dara bangun ketika matahari telah berada di atas kepala. Saat bangun dia teringat kembali hasil tes kehamilannya. Dengan segera dia menyambar ponselnya dan menghubungi Bastian. Menunggu lama tidak terdengar nada dering hanya operator yang menyahut.
Nomor yang Anda tuju sedang tidak aktif, silakan hubungi beberapa saat lagi.
Dara terus mencoba menghubungi nomor Bastian, namun lagi-lagibhanya operator yang menjawab teleponnya. Akhirnya dia meninggalkan pesan ke nomor Bastian.
Dara:
[Hubungi aku. Ada yang perlu kita bicarakan. Kamu baik-baik saja kan?]
Dara memandangi ponselnya terus menerus, perutnya berbunyi tanda meminta untuk diisi. Wanita yang tengah berbadan dua tersebut menuju dapur rumahnya dengan berjalan pelan, dia harus tetap bertahan. Dia harus mempertanggung jawabkan perbuatannya, ada satu nyawa yang bergantung kepadanya. Dia tidak mungkin menambah dosa dengan menggugurkan janin yang tumbuh di rahimnya.
Dara termenung sambil memakan makanan yang di buatnya. Telor ceplok dengan kecap manis terasa sangat nikmat. Tiba-tiba dia merasa sangat sedih, dia merasa Bastian tidak menginginkannya lagi. Terakhir kali mereka bertemu adalah saat tidak sengaja mereka bertemu dengan Mama Rissa, Mama dari Bastian.
Pikiran negatif memenuhi benaknya, mungkinkah Mama Rissa yang membuat Bastian tidak dapat dihubungi. Saat bertemu dengannya, Dara yakin Mama Rissa menyukai dirinya. Namun, dalamnya hati tidak bisa ditentukan dengan satu kali pertemuan. Terbukti setelah pertemuan itu, Bastian tidak pernah menghubungi Dara kembali. Walaupun, Dara bukan tipe kekasih yang harus dihubungi setiap waktu. Akan tetapi, ini sudah lebih dari batas kewajaran seorang Bastian. Tidak pernah sehari pun Bastian absen menghubunginya. Saat pikirannya dipenuhi oleh Bastian, terdapat pesan yang masuk melalui ponselnya.
Bastian
[Maaf, aku ingin kita mengakhiri hubungan kita. Jangan pernah menghubungiku lagi]
Setelah membaca pesan dari Bastian, tangis Dara terjatuh. Tubuhnya kembali lunglai dan lemas. Dunianya seakan runtuh saat Bastian mengatakan untuk mengakhiri hubungan mereka. Bahkan, Bastian memutuskannya hanya lewat pesan singkat.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!