NovelToon NovelToon

Pasangan Bencana

Prologue

Di Han'An…

Di tengah kota Mei'Er yang indah…

Matahari yang pucat menembus awan berwarna jingga-kelabu menyinari bercak-bercak warna yang lebih cerah pada kedai-kedai jalanan.

Di mana-mana terdapat kedai jalanan, kios-kios yang menjual obat, perona pipi, gundukan-gundukan buah segar dan kismis, gerobak-gerobak keledai yang sarat dengan berbagai barang. Tumpukan jian bing, buah pomelo, kumquats, loquats, wampee, kabosu dan aneka manisan.

"Besar!"

"Kecil!"

Hardikan-hardikan kasar itu berasal dari sekumpulan pria yang sedang bermain dadu di lapak judi.

"Arrrrrgh!"

Terdengar erangan kesal.

Seorang remaja belasan tahun menggebrak meja dadu itu. Suaranya sedikit terlalu tinggi untuk ukuran laki-laki. Tapi semua orang langsung menciut mendengar hardikannya.

"Ah—ha ha ha!" Seorang remaja lainnya tertawa gelisah di samping remaja tadi. "Sudahlah Tuan Put—"

BEG!

Remaja pertama menginjak punggung kaki remaja kedua. Dan seketika remaja yang kedua langsung gelagapan. "Tu—tu—tuan Muda jangan marah," lanjutnya terbata-bata. Lalu ia merunduk mencondongkan tubuhnya ke arah remaja yang pertama dan berbisik di telinganya, "Hamba akan pulang sebentar untuk mengambil beberapa keping emas lagi!"

"Tidak perlu!" dengus remaja yang pertama. "Aku bisa cari sendiri!" katanya sembari berbalik dan bergegas entah ke mana.

Remaja yang kedua, serentak mengekor di belakangnya dengan tergopoh-gopoh.

Di sana-sini orang-orang bergerak cepat, sibuk, melintas di lorong-lorong, seperti kawanan semut yang mematuhi perintah dan mengikuti aliran yang sudah ditetapkan, tanpa peduli dengan rintangan.

Barisan pria berjalan berduyun-duyun membentuk jalur sendiri, atau mendorong gerobak di sisi jalan.

Para wanita melintas menyeberang jalan, seperti berkas kabur berwarna-warni, terlihat seperti hantu. Kelebat bayangan mereka menyatu dengan udara kemudian lenyap di belakang kereta-kereta kuda.

Sepasang kaki dengan sepatu armor bergerak melewati lapak-lapak pedagang kaki lima di antara puluhan kaki semua orang yang berseliweran di pusat perbelanjaan.

Tatapan para wanita sekarang terpaku pada wajah lancip putih porselen dengan mata rubah berwarna gelap dibingkai alis tegas yang sangat serasi dengan hidung mancungnya yang mendongak angkuh di atas sepasang bibir tipis berwarna merah. Bentuk dagunya yang bulat sangat serasi dengan wajah lancipnya.

Mata rubahnya memberikan tampilan mata pengembara padang belantara yang biasa digunakan untuk meneropong jauh ke medan gelap. Rahangnya yang tinggi menegaskan wajah kokoh yang pantang menyerah.

Pemilik wajah lancip rupawan itu mengenakan mantel armor selutut berwarna hitam khas bangsawan Barat. Rambutnya yang hitam mengkilat selurus penggaris tergerai sebagian di bahunya yang lebar dan melecut lembut di pinggang rampingnya, sebagian rambut itu diikat kencang di puncak kepalanya dalam gaya hun, dihiasi mahkota rambut berbahan emas dua puluh empat karat, menjadikan sosok itu terlihat seperti muncul dari mimpi sebagai khayalan setiap gadis.

Dengan hening, para wanita itu membuka jalan untuk membiarkan pemilik wajah lancip rupawan itu lewat sembari mengaguminya.

Pemilik wajah lancip rupawan itu bernama Zhu Tian Yu.

Menyadari dirinya jadi pusat perhatian, Zhu Tian Yu tiba-tiba menghentikan langkahnya. Sebelah alisnya terangkat tinggi.

Merasa sedikit jengkel!

Tapi lalu…

BRUK!

Seseorang menubruknya dari belakang.

Dan seketika wajah jeleknya langsung keluar.

Ia mengetatkan rahangnya dan memutar tubuhnya ke belakang, melontarkan tatapan tajam, "Kau tak punya mata?" geramnya seraya menggertakkan gigi.

Seorang bocah setinggi dadanya, berkacak pinggang memelototinya tak kalah geram. "Kau yang menghalangi jalan!"

Bocah tengik dari mana berani menantangku? pikir Tianyu tak senang hati. "Jalan ini cukup lebar untuk dilalui beberapa orang, bagaimana bisa kau bilang aku yang menghalangi jalan?" hardiknya tak sabar.

"Jalan ini memang cukup lebar untuk dilalui beberapa orang," tukas bocah itu sambil menyilangkan kedua tangannya di depan dada dengan hidung mendongak. "Tapi aku sedang berjalan di belakangmu. Kenapa kau berhenti tiba-tiba?"

"Memangnya aku tahu kau ada di belakangku?" sanggah Tianyu.

"Sekarang kau sudah tahu!" sergah bocah itu tak mau kalah. "Minggir dari jalanku!"

"Kau—" Tianyu menudingkan telunjuknya ke wajah bocah itu, tapi dengan cepat bocah itu menepis tangannya sambil mencebik dan memalingkan wajah. Lalu bergegas melewatinya.

Orang-orang langsung menyingkir saat bocah itu melintas, beberapa berpaling saat dia mengerling.

Tianyu melirik sekilas melalui sudut matanya. Apa yang mereka takuti dari bocah tengik berbaju kumal? batinnya tak habis pikir.

Bocah itu memakai hanfu kusut berwarna kumal. Rambutnya disanggul kencang di puncak kepala dengan kain tak kalah kumal.

Gaya berjalannya lebih arogan dari Tianyu. Namun secara keseluruhan, entah itu wajah maupun postur tubuhnya, terlihat seperti perempuan.

Dan…

Begitulah nyatanya!

Bocah tengik itu memang perempuan..

Namanya Han Lu Xi.

Dialah remaja belasan tahun yang tadi kalah main dadu.

Gadis manja sulit diatur yang suka berbuat onar, di samping suka berlagak gila.

Tidak seorang pun berani berurusan dengan Han Lu Xi.

Bukan karena dia ditakuti. Tapi karena dia putri kaisar.

Semua orang mengetahui jati dirinya, bahkan ketika dia menyamar sebagai pria. Wajah cantiknya takkan tertukar bagaimana pun ia menyamar. Sayangnya cacat karakter di samping cacat otak juga.

Setiap orang harus berpura-pura bahwa mereka tidak tahu kalau dia sedang menyamar.

Pengawal bayangannya selalu mengikutinya dengan diam-diam.

Dan kakaknya, Pangeran Kedua, selalu membayar ganti rugi di belakangnya.

Apa pun yang dilakukannya, orang-orang hanya perlu berpura-pura takut atau tak tahu. Ganti rugi, urusan belakangan. Para pelayan setianya akan mencatat setiap kerugian, dan Pangeran Kedua akan melunasinya.

Yang terpenting adalah, "Asal Putri senang!"

Bisa dikatakan terlalu dimanjakan!

Dan…

Sesuai dengan judulnya, "Pasangan Bencana" tidak dirancang untuk cerita manis.

Pertemuan pertama mereka tidak seindah cerita cinta lainnya!

Di tengah adegan penting yang seharusnya menjadi kesan pertama yang sangat menggoda, aroma sedap yang berasal dari sebuah kedai ramen paling terkenal di kota itu nyatanya lebih menggoda, membuat perut Tianyu bergemuruh.

Pada saat itulah Tianyu menyadari sesuatu telah lenyap dari ikat pinggangnya. "Kantong uangku!" pekiknya sambil meraba ikat pinggangnya. Bocah tengik itu! ia menyadari. "Bocah tengik itu mengambil kantong uangku!" raungnya sambil melesat ke arah Lu Xi.

"A… a---a---ah, haha!" Seorang pemuda menyergap bahu Tianyu dan menahannya sembari cengengesan.

Tianyu spontan memicingkan mata, melontarkan tatapan tajam ke arah pemuda itu. Lalu mengerling melalui bahu pemuda itu.

Lu Xi berbelok di ujung gang sambil menoleh pada Tianyu dengan sikap mengejek, menjulurkan lidahnya dan membelalakkan sebelah matanya dengan telunjuk.

"Bocah tengik!" hardik Tianyu semakin murka.

Pemuda tadi menahannya lagi, "Katakan saja berapa banyak uang yang harus diganti!" bisiknya.

Tianyu menggertakkan giginya, "Lepaskan!" geramnya seraya mengedikkan bahunya dan melepaskan diri. Kemudian melesat ke ujung gang dan mempercepat larinya.

Gadis itu sudah menghilang.

"PENULIS KEPARAT!" umpat Tianyu pada penulis. "Tidak penulisnya, tidak tokohnya. Tidak ada bagus-bagusnya!"

Dua Negara Menjalin Hubungan Diplomatik

Pada masa pemeritahan Zhu Li Quan, Kekaisaran Zhujia mencapai puncak kejayaannya.

Zhu Li Quan adalah Raja Diraja yang bersemayam di Kota Jiyou. Ayah Zhu Tian Yu. Raja keempat Dinasti Zhu yang menguasai hampir seluruh wilayah, kecuali wilayah Han'An.

Han'An adalah satu-satunya wilayah di Benua Huang yang tidak termasuk Kekaisaran Zhujia.

Dikatakan Kekaisaran Han'An adalah dinasti paling keras kepala yang sulit diajak bekerja sama.

Namun berkat keahlian Tianyu di berbagai bidang, terutama bisnis dan intelijen, keangkuhan Bangsa Han berhasil ditaklukkan.

Pada tahun ketiga puluh satu pemerintahan Zhu Li Quan, Zhujia akhirnya membangun hubungan diplomatik dengan Han'An.

Kaisar Han'An sendiri yang menyerahkan putri semata wayangnya untuk dijodohkan.

Han Lu Xi!

Namun…

Apakah Han Lu Xi bisa terima?

"Siapa yang bilang aku menyetujuinya? Kenal juga tidak!" Han Lu Xi menggerutu dalam kamarnya ketika pelayan pribadinya menyampaikan kabar bahwa Zhujia telah mengirim orang untuk menjemputnya, setelah sebelumnya menerima Dekret Kaisar mengenai perjodohannya dengan Pangeran Zhujia.

"Tapi…" pelayan pribadinya menyela dengan takut-takut.

"Aku tak ingin dengar kata tapi!" sergah Han Lu Xi.

"Tapi orang Zhujia sudah di perjalanan," tukas pelayan itu cepat-cepat. "Diperkirakan nanti malam sudah sampai di ibukota."

"Apa?" Han Lu Xi terperangah. "Nanti malam?"

"Hmh!" pelayannya mengangguk dengan muram.

"Celaka!" erang Han Lu Xi seraya menjatuhkan dirinya di tempat tidur, pura-pura pingsan.

Pelayan pribadinya spontan menghambur keluar dan berteriak panik, "Gawat! GAWAAAATT! Tuan Putri pingsan!"

Sejurus kemudian, pengawal bayangannya yang tampan dan setia menyeruak ke dalam kamar dan membopongnya keluar untuk dibawa ke Paviliun Tabib.

Ketika langkahnya baru mencapai teras, dua utusan Kaisar menghadangnya, "Kaisar sudah berpesan, jika Tuan Putri mengeluh sakit, bawa saja ke Istana Barat."

Lu Xi spontan menahan napas.

Istana Barat adalah kediaman ayahnya yang maha kejam.

Ini takkan berhasil, katanya dalam hati. Lalu menyikut pengawal bayangannya diam-diam.

Pengawal bayangan itu memekik tertahan.

Kedua Utusan Kaisar serentak menoleh pada pengawal itu dan mengawasinya dengan curiga.

Pengawal bayangan itu berbalik cepat-cepat, "Kalau begitu kami siapkan sekalian barang-barang Tuan Putri," katanya beralasan. Lalu menghambur kembali ke dalam kamar, diikuti pelayan pribadi Lu Xi.

Lu Xi melompat dari pangkuan pengawalnya.

Pengawal dan pelayannya mengerang bersamaan.

"Bagaimana ini? Bagaimana ini?" Lu Xi berjalan mondar-mandir dengan ekspresi gusar. "Ayah pasti sudah menebak aku bakal pura-pura sakit. Ini takkan berhasil!" katanya kalang kabut.

"Katakan pada mereka, Tuan Putri sudah sadarkan diri dan baik-baik saja. Hanya sedikit syok!" perintah pengawal bayangan itu pada pelayan Lu Xi.

Pelayan itu segera keluar menemui utusan Kaisar dan mengatakan semua yang diajarkan pengawal tadi.

.

.

.

Sementara itu, di Zhujia…

"Kaisar mengutus Pangeran Kelima ke Han'An untuk menjemput Putri Han!" Pengawal bayangan Tianyu melaporkan.

"Di mana bagian gawatnya?" tanya Tianyu acuh tak acuh.

"Pangeran Kedua menggantikannya tanpa sepengetahuan Kaisar."

"Ingin mencelakai calon mempelaiku? Membatalkan pernikahan?" Tianyu menyeringai. "Kalau begitu aku harus berterima kasih!"

"Hamba belum sampai ke bagian gawatnya," tukas pengawal itu.

Tianyu spontan menoleh pada pengawalnya. Sebelah alisnya terangkat tinggi. "Apa yang lebih gawat dari menikahi Bangsa Han?"

"Kalau terjadi sesuatu pada Putri Han, Pangeran Kelima akan dihukum berat!" Pengawal itu menambahkan.

"Apa?" Tianyu spontan tersentak.

Pengawal itu hanya mengangguk.

Tianyu mendesah kasar seraya mengusap dagunya dan bersedekap. Ini jelas jebakan! ia menyimpulkan.

Pengawalnya masih menunggu.

"Shi Yi!" Tianyu mengerling ke arah pengawal itu setelah sejenak terdiam. "Sudah berapa lama kita tidak berkunjung ke Han'An?" tanyanya dipenuhi omong kosong.

"Apa?" Pengawalnya tidak segera tanggap. "Tidak benar!" tukasnya tergagap-gagap. "Bukankah kita baru saja kembali dari sana?"

"Benarkah?" Tianyu menggeram seraya mengetatkan rahangnya, dan seketika pengawal itu menelan ludah, buru-buru tertunduk, takut disemprot. "Kenapa aku merasa kita sudah lama tidak berjalan-jalan ke Han'An?!" gumam Tianyu bernada mengancam.

Pengawal itu mengerang dalam hatinya. "Pangeran…" bujuknya dengan wajah memelas. "Apa kau tidak merasa lelah?"

Dan sebelum pengawal itu menyelesaikan perkataannya, sebelum ia dapat mengutarakan penolakannya, Tianyu sudah menyelinap keluar dari balik mejanya dan bergegas ke arah pintu.

"Pangeran—" pengawal itu tergagap-gagap. Lalu menghambur mengikutinya dengan tergopoh-gopoh.

Beberapa saat kemudian, Tianyu sudah melesat keluar gerbang dengan menunggangi kudanya dikawal si Kembar Shi.

Shi Yi dan Shi Mo.

.

.

.

Di Han'An…

"Gawat! Gawaaaaat!" Seorang pelayan menghambur ke dalam ruang kerja Kaisar dengan tergopoh-gopoh. "Yang Mulia! Tuan Putri sudah mendengar Dekret Kaisar. Sekarang Tuan Putri mengamuk di pekarangan, menghancurkan semua tanaman kesayangan Yang Mulia!"

Kaisar mengernyit dan meringis. Tapi lalu mendesah dan mengibaskan tangannya. "Biarkan saja!" katanya.

Pelayan itu pun memohon diri.

Beberapa saat kemudian, pelayan itu kembali lagi. "Gawat! Tuan Putri merobek kaligrafi kesayangan Yang Mulia!" ia melaporkan dengan terengah-engah.

Kaisar menelan ludah dengan susah payah. Celaka, pikirnya mulai gemas. Tapi tetap berusaha memasang wajah tak peduli. "Biarkan saja!" katanya pura-pura tenang.

Pelayan itu membungkuk dan memohon diri lagi.

"Tunggu!" Kaisar tiba-tiba tersentak dan menghentikan pelayan itu dengan raut wajah tak tenang. "Kunci pintu kamarku!" perintahnya cepat-cepat.

"Baik!" Pelayan itu menanggapi juga dengan cepat-cepat. Lalu menghambur keluar dengan terburu-buru.

Tapi sudah terlambat!

Lu Xi sudah bertengger di meja kecil dekat kepala tempat tidur ayahnya dengan sebelah kaki terangkat ke meja dan berkacak pinggang.

Seisi ruangan sudah kacau balau seperti kapal pecah.

Lukisan-lukisan gantung teronggok di sana-sini di sudut-sudut ruangan, buku-buku bacaan pengantar tidur berserak di lantai bersama selimut dan jubah tidur ayahnya.

Cangkir-cangkir dan poci teh di meja terbelah berkeping-keping. Guci-guci dan vas bunga berguling di mana-mana.

Pelayan pribadi Kaisar itu melemas di ambang pintu.

Lu Xi mendengus dan menyeringai ke arah pelayan itu dengan raut wajah penuh kemenangan.

Pelayan itu kembali ke ruang kerja Kaisar dengan raut wajah frustrasi dan melaporkan semua yang dilihatnya.

Kaisar mengusap kasar wajahnya dan memijat-mijat pelipisnya.

Menjelang sore, Lu Xi berteriak di dalam kamarnya, memanggil pelayan pribadinya yang kocar-kacir sejak siang dan belum beristirahat. "Bagaimana dengan orang tua itu?" tanyanya untuk keseratus kalinya dalam beberapa jam terakhir.

Pelayan itu menggeleng lemas dengan raut wajah tak berdaya.

Lu Xi mengerang dan menjatuhkan dirinya di kursi dengan kedua bahu menggantung lemas di sisi tubuhnya.

Pengawal bayangannya melangkah ke dalam dan berlutut. "Tetap tak bisa," ia melaporkan.

Lu Xi merengek seraya menghentak-hentakkan kedua kakinya seperti anak kecil yang sedang merajuk. "Sekarang bagaimana?" ratapnya putus asa.

"Tak ada yang bisa dilakukan," pengawal bayangan itu mencoba membujuknya. "Dekret Kaisar sudah keluar, tak ada yang bisa membatalkannya."

Lu Xi menjatuhkan dirinya ke lantai dan merengek semakin keras.

Pengawal dan pelayannya bertukar pandang dengan raut wajah tak berdaya.

Tak lama kemudian, Pangeran Kedua memasuki ruangan.

Pengawal dan pelayan itu menghela napas lega.

Pangeran Kedua adalah satu-satunya orang yang paling tahu cara mengatasi Lu Xi.

Entah Yang Mana Yang Sial?

"Dengar!" kakak Han Lu Xi memperingatkan kedua pengawalnya setelah pelayan pribadinya selesai menata rambutnya, "Nanti malam… Tuan Putri… ingin keluar," ia menjelaskan dengan hati-hati. "Kalian tahu apa yang harus dilakukan? Jangan buat kegaduhan. Jika kalian menemukan gerak-gerik penyusup yang mencurigakan… pura-pura saja tidak melihat."

"Baik!" Kedua pengawal itu membungkuk dengan kedua tangan tertaut di depan wajah. Lalu keduanya memohon diri dan menyebarkan perintah itu pada para penjaga secara diam-diam.

Begitu malam tiba, para penjaga itu melihat pergerakan mencurigakan di tembok benteng di pekarangan belakang kediaman Lu Xi. Seseorang mengenakan pakaian serba hitam, lengkap dengan jubah gelap dengan tudung kepala dan penutup wajah mengendap-endap dalam kegelapan, menggelantung dan merayap di dinding benteng.

Dua penjaga yang sedang patroli serentak berhenti.

Seseorang yang sedang menggelantung di dinding benteng itu seketika membeku.

Dua pengawal itu menggulirkan mata mereka dan berbalik cepat-cepat. Pura-pura tidak melihat.

Celakanya, penyusup di tembok benteng itu adalah penyusup sungguhan.

Tuan Putri mereka belum selesai berdandan.

Melihat reaksi para pengawal itu, si penyusup mengerutkan keningnya.

Tak lama kemudian, dua pengawal lain muncul dari sisi lain.

Penyusup itu segera melompat ke atas.

Tapi reaksi kedua pengawal itu juga sama saja. Berbalik cepat-cepat dan bergegas pergi.

Ada apa dengan para penjaga ini? Penyusup itu bertanya-tanya dalam hatinya.

Tiba-tiba seseorang dengan pakaian ninja, lengkap dengan ikat kepala kain hitam yang menjadi satu dengan selubung wajah meletakkan tangga dari bambu ke dinding benteng, tepat di bawah penyusup itu, kemudian menaiki tangga dan menyergap pergelangan tangan si penyusup.

Penyusup itu spontan membeku.

Seorang pencuri bekerja sama dengan orang dalam! Penyusup itu menyimpulkan.

Penyusup yang membawa tangga itu menarik dirinya ke atas dengan menjadikan tangan penyusup yang pertama sebagai pegangan. Kemudian mendudukkan dirinya di sisi penyusup yang pertama sembari terengah-engah.

Penyusup pertama meliriknya dengan mata terpicing. Apakah pencuri ini mengira aku rekannya? pikirnya.

Penyusup kedua yang membawa tangga itu adalah Han Lu Xi, dan ia mengira penyusup di sampingnya pengawal bayangannya yang tampan dan setia. Lalu dengan tanpa ragu, Lu Xi menarik lengan penyusup itu ketika ia merayap turun ke luar benteng dengan menggunakan tali yang sudah diikatkan pada sebatang pohon di dekat tembok benteng.

Penyusup itu mengikutinya saja untuk mencegah kehebohan. Dasar pencuri amatir! pikirnya.

Lu Xi menarik lengan baju penyusup itu ke ujung gang dan membawanya berlari.

Penyusup itu menyentakkan tangannya, mencoba melepaskan diri.

Tapi Lu Xi mengetatkan cengkeramannya dan memaksanya untuk terus berlari.

Di samping sebuah kedai makanan, Lu Xi akhirnya berhenti dan melepaskan cengkeramannya. Lalu melepaskan penutup wajahnya seraya membungkuk menekuk perutnya dengan napas tersengal.

Penyusup itu tersentak, ia mengenali wajah Han Lu Xi. Beberapa hari lalu gadis itu mencuri kantong uangnya. "Bocah Tengik!" geramnya seraya menyambar tangan Han Lu Xi.

Lu Xi terperanjat dan tergagap-gagap. "An Zu, kau kenapa?" tanyanya tak mengerti.

Penyusup itu merenggut penutup wajahnya dan mengetatkan rahangnya.

Mata Lu Xi spontan membulat. Tatapannya sekarang terpaku pada wajah lancip rupawan dengan sepasang mata rubah di atas hidung mancung mendongak.

Zhu Tian Yu!

"Kenapa bisa kau?" Lu Xi terpekik dan tergagap. Matanya mengerjap-ngerjap dengan ekspresi konyol.

Sebenarnya, Tianyu menyelinap ke kediaman Lu Xi hanya untuk memastikan Pangeran Kedua tidak mengirim orang untuk mencelakai calon mempelainya. Siapa sangka calon mempelai yang diduganya sebagai anak laki-laki liar yang suka mencuri itu malah merusak rencananya.

Tianyu mendesah kasar dan menyentakkan tangannya dari cengkeraman Lu Xi.

Lu Xi terhuyung dan tergagap-gagap. "Di mana An Zu? Bagaimana bisa kau ada di sini?"

"Kau yang menarikku!" hardik Tianyu tak sabar.

"Tunggu dulu," tiba-tiba saja Lu Xi memicingkan matanya, kemudian mendekatkan wajahnya ke wajah Tianyu.

Tianyu menarik wajahnya menjauh.

"Apa yang kau lakukan di benteng rumahku?" tanya Lu Xi sembari menudingkan telunjuk di depan wajah Tianyu.

"Rumahmu?" Tianyu menautkan alisnya.

"Aku tahu…" desis Han Lu Xi bernada menuduh. "Kau pasti sedang mencuri!"

Tianyu mengeplak telunjuk Lu Xi, menyingkirkannya dari depan hidungnya.

"Katakan! Apa yang kau curi dari rumahku?" desak Han Lu Xi sembari meraba-raba pinggang Tianyu.

Tianyu menyergap kedua tangan gadis itu dan menyentakkannya. "Kau kira aku percaya itu rumahmu," dengusnya. "Kau sendiri seorang pencuri!"

"Aku tidak mencuri di rumahku sendiri!" sergah Lu Xi tanpa beban sedikit pun.

"Minggir!" sembur Tianyu sembari mendorong Lu Xi.

"Hei—" Lu Xi merenggut jubah Tianyu dan menahannya. "Siapa yang mengizinkanmu pergi?" geramnya.

Tianyu mendesah kasar dan memutar-mutar bola matanya dengan eskpresi sebal. "Lepaskan!" desaknya seraya menepiskan cengkeraman Lu Xi.

Bersamaan dengan itu, pengawal bayangan Lu Xi menyeruak dari ujung gang, membawa perangkat panahan dengan tergopoh-gopoh. "Putri!" panggilnya terengah-engah.

Putri? Tianyu tersentak dan terbelalak. Lalu menoleh ke arah Lu Xi dengan mata terpicing. Bocah tengik ini…

"Ssssttt!" Lu Xi mendesis ke arah pengawalnya seraya membungkuk, menempelkan telunjuk ke mulutnya.

Pengawal itu berhenti dan tergagap, kemudian melirik ke arah Tianyu. Pengawal berwajah imut itu terperangah dengan mata dan mulut membulat. Ia mengenali wajah Tianyu.

Tianyu juga mengenalinya. Bocah tengik kedua yang menghalangiku sewaktu aku berusaha menangkap pencuri kecil ini, pikirnya.

Pengawal itu menghambur ke arah Tianyu, bersiap untuk mengatakan sesuatu.

Tapi Lu Xi buru-buru menahan pengawal itu dengan merentangkan tangannya di depan Tianyu. Lalu ia merenggut lengan baju Tianyu dan menariknya menjauh dari pengawal itu, kemudian menjambak kerah mantelnya hingga membungkuk, "Kau harus membantuku," bisiknya bernada mengancam. "Kalau tidak…" ia menyorongkan wajahnya ke wajah Tianyu.

Tianyu menarik kepalanya ke belakang, menjauhkan wajahnya sambil mengernyit.

"Aku akan menyuruh An Zu membawamu ke pengadilan," ancam Lu Xi sembari menunjuk pengawalnya dengan ekor matanya.

Tianyu mengerang dalam hatinya.

"Apa kau mengerti?" Kuku Lu Xi menancap di lengan Tianyu.

"Baiklah, baiklah!" sahut Tianyu sambil meringis.

Lu Xi melepaskan cengkeramannya sembari mendesah dan menyeringai, menampakkan ekspresi senang seorang anak kecil.

Tianyu mendengus tipis dan membeliak sebal. Kenapa nasibku begitu sial? pikirnya. Calon permaisuriku ternyata seorang penyamun tak masuk akal!

Sampai-sampai aku sendiri pernah menjadi korban.

Tak mungkin karena kekurangan uang, kan?

Dia putri kaisar! Tianyu tak habis pikir.

Apa jadinya pernikahan kami? Tianyu bergidik membayangkan masa depannya.

An Zu mengawasi Tianyu dengan curiga, tapi tidak berani berkomentar.

"Sekarang katakan apa yang harus kulakukan?" tanya Tianyu bernada jengkel. Pasti sedang merencanakan pencurian lagi, pikirnya.

Lu Xi mengerling ke arah pengawalnya. Kemudian pengawal itu menghampiri mereka dan menyerahkan perangkat panahan yang dibawanya.

Lu Xi merenggut lengan baju Tianyu sekali lagi, dan mendekatkan wajahnya lagi, "Kau bisa memanah?" tanyanya seraya menaik-naikkan sebelah alisnya.

"Hmh!" Tianyu menjawab singkat sembari menarik wajahnya menjauh.

"Baguslah!" seru Lu Xi bersemangat, kemudian menyampirkan quiper ke punggungnya dan menenteng busurnya di tangan kiri. Lalu menarik Tianyu ke bagian belakang kedai makanan tadi.

Tianyu mengerang lagi. Paling tidak keselamatannya masih terjamin, pikirnya. Kalau bukan karena adikku akan dihukum jika terjadi sesuatu padamu, aku takkan peduli! rutuknya dalam hati. Kemudian mengerling melewati bahunya.

Anzu tidak mengikuti mereka.

"Sebenarnya toko apa yang ingin kau rampok?" tanya Tianyu acuh tak acuh. "Toko senjata? Toko perhiasan?"

"Ssssttt!" Lu Xi mendesis seraya mengetatkan cengkeramannya di lengan Tianyu. "Kecilkan suaramu. Kita bukan mau merampok!"

"Lalu kenapa kita mengendap-endap?" Tianyu balas mendesis sembari memelototinya.

"Ini namanya misi pembantaian," bisik Lu Xi dengan dramatis.

Tianyu tertawa dalam hatinya. Sebenarnya dia idiot jenis apa? pikirnya merasa tergelitik.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!