NovelToon NovelToon

LOST WAY

Tanpa gejala...

"Ngiiiiuuuung...ngiiuuung....ngiiiuuunngg....." suara sirine ambulan terdengar memilukan hati bagi siapapun yang mendengarnya.

Sore itu jalanan nampak sangat sibuk. Para karyawan berlalu lalang menuju rumah mereka masing-masing.

Sia berjalan kaki ditrotoar, menenteng tas belanjaan di kiri berisi bermacam-macam sayuran, dan di tangan kanan berisi berbagai macam makan kecil.

Wajahnya yang pucat dengan penampilan lusuh, menandakan betapa dia tidak punya waktu untuk mengurus dirinya sendiri. Rambut yang panjang ia gelung sebisanya dengan poni acak-acakan berhamburan diwajahnya.

Ia berjalan terburu-buru mengingat kedua anaknya yang masih kecil tinggal hanya berdua dirumahnya yang tidak terlalu besar.

"Sia!!!" seseorang memanggil dari seberang jalan sambil melambaikan tangan.

Suci, teman semasa kuliah Sia yang bekerja di sebuah bank. Penampilannya berbanding terbalik dengan dirinya. Meski sudah sore, Suci tetap nampak rapi, dengan wajah yang dipoles sempurna.

"Minum nih!!" kata Suci sambil menyerahkan minuman dingin ke tangan Sia. "Sini, belanjaannya yang satu kubawakan." suci tampak peduli sahabatnya ini kerepotan.

"Enak ya, kerja kayak kamu, bisa cantik terus." kata Sia sambil menatap temannya itu.

"Ye... Enakan juga kayak kamu. Nggak usah berusaha tersenyum terus melayani beeeerbagai macam pertanyaan konsumen yang kadang aneh-aneh."

"Tapi kan kucel begini. Nggak ada waktu buat diri sendiri."

"Setidaknya kamu punya anak-anak menggemaskan yang selalu bisa membuatmu tersenyum." Suci menghibur Sia.

Sia hanya menghela nafas sambil menikmati minuman dingin pemberian temannya itu.

"Suami kamu lembur terus?"

"He-em."

"Mayan dong... dapet uang lembur."

"He-em... Bisa nabung buat si kecil ,tahun depan masuk sekolah."

Suci gantian menghela nafas. Dengan sendu dia berkata: "Lihat aku, punya pacar tapi rasa jomblo. Gara-gara kamu nih."

"Loh..kok aku?"

"Gara-gara keseringan bergaul dengan ibu rumah tangga, teman main ku cuma Suni sama Sean. Bahkan malam mingguku juga cuma nge-date sama mereka."

"Lah... Salah sendiri kamu keseringan main kerumahku. Aku juga tidak pernah mengundanmu."

"Cepetan yuk... Aku jadi kangen sama Suni dan Sean. Anak-anakmu beneran bikin gemes." Suci mempercepat langkahnya.

..............

"Suni!!!!! Sean!!!!! Tante datang!!!!" teriak Suci dihalaman rumah Sia.

"Tante....!!!!!" Suni dan Sean membalas berteriak dari balik jendela.

Sia membuka kunci pintu. Disambut Sean Dan Suni.

"Ate beliin apa buat Sean?" Tanya bocah 3 tahun itu dengan gemas.

"Itu belanjaan Mama. Tante kesini nggak bawa apa-apa." kata Sia

"Yeeee... Siapa bilang Tante nggak bawa apa-apa. Tante selalu punya sesuatu untuk kalian." kata Suci sambil membuka tas selempangnya.

"Apa ate...apa ate..." Sean kegirangan.

"Hmmmm apa coba... Tebak..." Suci menggoda.

"Pasti coklat!" seru Suni. Anak pertama Sia yang berusia 9 tahun.

"Kakak salah.... Yang bener adalah... Lolipop!!!!" seru Suci.

Sia memandanginya dari balik meja dapur. Sambil membereskan belanjaannya.

"Terima kasih ate!!!" seru anak-anak Sia kegirangan.

"Jangan sering-sering. Kamu juga harus nabung. Kalau pas nikah nanti biar tetep punya uang sendiri."

"Siap Bu."

Suci memang sangat senang menemani Suni dan Sean mainan. Dalam hatinya ingin sekali segera menikah dan memiliki anak sendiri. Namun pacar yang dicintainya masih sibuk bekerja diluar kota. Rasa kesepian membuatnya lebih sering main ke rumah Sia daripada nongkrong dengan teman single lainnya.

.......................

"Aku bantu masak ya... Kamu istirahat dulu... Kayaknya kamu capek banget. Pucat gitu." seru Suci saat memperhatikan Sia.

"Ah, agak pusing sebenarnya. Punggungku juga rasanya mau copot." Keluh Sia.

"Hm.... Pas anak-anak tidur siang, kamu nggak istirahat?" tanya Suci dan hanya dibalas gelengan kepala hampir tanpa tenaga.

"Aku rebahan sebentar ya." Pamit Sia.

"Oke."

"Bangunin setengah jam lagi."

"Siap."

Suci menatap sahabatnya yg berjalan sedikit terhuyung dengan wajah semakin pucat. diseberang dapur, ada sofa panjang yang biasanya dipakai Sia dan keluarganya berkumpul sambil melihat tv. Sofa menghadap ke barat menempel tembok. Dan Tv menghadap timur ditata sedemikian rupa di atas meja tv bergaya minimalis berbahan kayu jati asli. Meja tv ditata mepet di tembok sebrang sofa. Jika kamu duduk di sofa lalu menoleh ke kanan, akan terlihat meja makan kotak berukuran 80cm x 120cm. Meja makan juga terbuat dari kayu jati asli, tampak polos,namun mengkilap. Dan beberapa langkah di sebelahnya set meja makan, tampak dapur yang selalu tertata rapi dan bersih.

Jadi dari sofa tempat tv, akan sangat jelas melihat aktivitas dapur, dan meja makan karena memang sengaja tidak diberi pembatas apapun, agar rumah yang tidak terlalu besar itu menjadi tampak lapang.

Belum sampai tubuhnya terbaring di sofa, hanya tinggal satu langkah saja, namun Sia sudah jatuh dan pingsan. Suci tampak terkejut dan panik.

"Sia!!!!" Suci melempar sayuran yang dipegangnya entah kemana, dan segera menghampiri Sia.

"Mama kenapa Tant?" Suni mendekat.

"Mama pingsan Nak, tolong ambilkan hp tante di tas itu." kata Suci sambil menunjuk tas yang terletak di atas meja makan.

"Mama.... Kenyapa ma..." Sean tampak khawatir dan mulai menangis.

"Mama sakit Sean.. Jangan sedih."

"Tante... Mama berdarah.!! Hidung Mama!!!" Suni tampak histeris setelah menyerahkan hp Suci.

"Suni!!! Jangan panik.!Ada tante disini! Ajak adik main!! " saking paniknya karena kedua anak itu menangis, tak sengaja Suci membentak anak-anak itu.

Bukannya tenang, anak-anak Sia malah semakin menangis karena bentakan Suci. Namun meskipun sambil menangis, Suni pergi ke kulkas mengambil 2 batang es krim.

"Adik,,,, jangan nangis... Makan es krim yuk." kata Suni sambil mengusap air matanya yang tak mau berhenti.

"Nggak mauuuuu...." Sean masih menangis sambil menerima es krim dari kakaknya.

"Mamaaaaa..... Tanteeeee...." Suni masih tidak bisa menguasai dirinya sendiri sambil memeluk adiknya yang menangis.

Tak lama kemudian bu Samsi, ibunda Suci datang. Kebetulan rumah mereka masih satu komplek, hanya berjarak sekitar 200 meter.

"Nenek.... Mama Nek.... Mama kenapa Nek?"

"Tante sudah memanggil dokter. Nanti cepet-cepet diobati, trs langsung sembuh." kata Bu Samsi menghibur kedua anak kecil itu.

"Hidung Mama beldalah Nek. Kata Tante mama satit... kalena Sean nakal ya nek? Sean janji nggak nakal lagi..." Dengan sangat polos Sean membuat mata Bu Samsi berkaca-kaca karena terharu.

"Cup...cup... Kalian yang tenang ya... Kita berdoa yuk... Biar mama cepetan bangun." sang nenek menenangkan cucunya.

"Es kelinna meleleh kak..." (es krim nya meleleh kak) kata Sean dengan polos sambil menyerahkan ea krim ditangannya untuk kakanya.

Dengan tabah Suni menaruh kembali es krim yang tadi diambilnya ke tempat semula.

Ambulan datang. Anak- anak tetap dirumah bersama sang nenek. Suci menemani Sia ke rumah sakit.

Rumah sakit sore itu tampak sangat sibuk. Berbagai macam manusia berlalu lalang dirumah sakit. Ada yang datang, ada yang pergi. Ada yang datang tergesa-gesa, ada yang datang tampak santai. Ada yang datang dengan penampilan kumal, ada yang datang dengan setelan mahal.

Banyak yang pergi dengan senyuman lebar dan anggukan untuk para perawat sebagai ucapan terima kasih. ada juga yang pergi diiringi isak tangis pilu dan kesedihan karena kehilangan orang tersayang.

"Tidak,,,, tidak akan terjadi apa-apa." rasa pilu, khawatir ,was-was dan penuh harap, Suci rasakan saat ini. Mondar-mandir ia menunggu dokter yang sudah sejak setengah jam lalu masih memeriksa Sia.

"Sia bagaimana Ci?" dengan tergopoh-gopoh seorang lelaki menghampiri Suci.

"Masih diperiksa Mas." kata Suci singkat.

.........

Sementara itu di ruang pemeriksaan.....

"Pasien belum siuman dok, usia 33, wanita. tekanan darah 110/70. mimisan sudah berhenti. seorang perawat melaporkan hasil pemeriksaan kondisi pasien." ada bintik kemerahan di bagian belakang lengan kanan, suhu 38'8°. Ada memar di atas lutut ,bulat, diameter 2 cm.

"Hubungi bagian Hematologi. Minta complete blood count, dan biopsi sumsum tulang." kata dokter memberikan arahan setelah memeriksa kondisi Sia.

Petugas medis bagian Hematologi pun segera datang. Mereka memasang pita ketat (tourniquet) di lengan Sia,di atas area pengambilan sampel darah

Mereka membersihkan kulit Sia dan kemudian memasukkan jarum kecil ke pembuluh darahnya. Selanjutnya, mereka menempelkan botol kecil atau alat menyuntikkan ke jarum untuk mengeluarkan darah. Mereka mengisi beberapa botol kecil.

Setelah mereka mendapatkan sampel semuanya, mereka melepaskan pita di lengan Sia. Mereka kemudian mengeluarkan jarum dan menekan area tersebut dengan bola kapas atau kain kasa kecil selama beberapa menit. Ini membantu menghentikan pendarahan dan memar.

(\=sumber !>>cancerresearchuk.org)

Para petugas medis bagian Hematologi bergerak dengan cepat dan tepat.

..................

Tak lama dokter keluar dari ruang pemeriksaan. Diikuti dua orang perawat.

"Keluarga Ibu Sia?"

"Saya suaminya,Dok." Sundan mendekati dokter.

"Hasil pemeriksaan fisik mengarah pada infeksi kelenjar getah bening. Kami sedang melakukan tes darah untuk pemeriksaan lanjutan. Kita tunggu hasilnya sebentar lagi."

"Boleh saya tengok istri saya Dok?"

"Silahkan."

Suci dan Sundan segera masuk ke bangsal itu, Sia tampak pucat dan sangat lemah. Tak tega rasanya. Sundan menatap gelisah wajah istrinya yg terlihat lebih tirus, hampir tidak dikenalinya.

"Kamu kenapa Sia?" Sundan melonggarkan dasi yang sedari pagi menyekek lehernya. Ia duduk disamping istrinya yang masih terbaring lemah.

Hp Sundan berdering .... Anak-anaknya terlihat menangis.

"Papa... Mama atit...!!!! Papa bisa sembuhin mama ya...." kata Sean dengan video call.

"Iya Sean... Papa ini lagi nemenin mama. Mama baru diperiksa, nanti pulang kok." Sundan berusaha terlihat baik-baik saja untuk menghibur anak-anaknya.

"Mama cuma kecapean aja kan,Pa?" Tanya Suni.

"Iya... Tungu dirumah sama Nenek. Jangan lupa makan. Papa bentar lagi pulang sama Mama dan Tante."

"Ok Pa.. Bye."

"bye." Sundan mengakhiri video call dengan anaknya."Kamu tidak pernah sakit, meskipun cuma masuk angin.tapi sekalinya sakit, bikin orang khawatir setengah mati."

"Kamu tidak pernah memberinya waktu untuk istirahat, Mas." kata Suci.

"Apa maksudmu? Dia selalu dirumah. Aku juga tidak pernah menyuruhnya bekerja. Salah apa aku?"

"Kamu pikir yang melelahkan itu hanya bekerja? Melakukan pekerjaan rumah tangga sendirian, sambil menjaga 2 anak, itu tidak mudah,Mas. Rasa lelah dan stressnya melebihi rasa lelah dan stressmu." kata suci lg.

"Dia bisa mengerjakannya dengan santai. Harusnya dia bisa ambil waktu sendiri untuk istirahat."

"Jika dia istirahat, pekerjaannya tidakakan selesai. Wanita akan merasa tidak puas, jika pekerjaannya tidak selesai. Dorongan itulah yang membuat wanita harus bekerja keras agar tampak sempurna di mata laki-lakinya."

Belum sempat Sundan membalas olokan adiknya, tiba-tiba ada alat medis yang terpasang disana berbunyi..

"Bip...bip...bip."

Sundan dan Suci tampak panik, lalu memanggil perawat...

"Sia!!!!!"

..................

Penyesalan...

Suci dan Sundan tampak sangat bingung dan panik. Saat perawat datang, saat itu pula terdengar suara Sia memanggilnya.

"Mas... Aku dimana?"perlahan Sia membuka mata dan menatap sekeliling. "Kenapa ada perawat?"

"Selamat malam bu... Bagaiamana, apakah masih pusing?" kata si perawat dengan ramah sambil memeriksa nadi dan tensi Sia.

"Sedikit mbak. Lemes banget, nggak punya tenaga."

"Sebaiknya ibu banyak istirahat." kata si perawat. "Nah, sudah selesai... Saya pamit dulu... Ibu harus banyak istirahat dan minum air putih." nasehat dari si perawat.

"Anak-anak dimana Mas?" tanya Sia.

"Anak-anak dirumah sama Ibu." jawab Suci.

"Aku haus.."

Sundan menopang tubuh Sia agar bisa duduk nyaman. Dan memberikan air putih padanya. Tak lama seorang perawat masuk bangsal itu.

"Keluarga terdekat bu Sia, dimohon ke ruangan dokter, sekarang." kata si perawat.

Sundan mengikuti perawat yang mengantarnya ke ruangan dokter.

Dokter menyerahkan hasil uji lab darah Sia. Sundan menerimanya dengan perasaan campur aduk berharap semoga hasilnya adalah kabar baik.

"Positif?" seakan tak percaya dengan semua keterangan yang dilihatnya. Matanya menjadi berkaca-kaca. Tubuhnya lunglai. Namun akal sehatnya membuatnya tetap terjaga. Bagaimana pun dia adalah lelaki yang harus tetap kuat.

"Benar. Sudah berapa Lama istri anda mengeluh sering pusing? Atau mudah lelah?"

"Itu...." Sundan tampak mengingat-ingat.

Suatu sore saat Sundan pulang kerja tanpa lembur.

"Dibikinin minum apa, Mas?"

"Nggak usah. Air putih aja kasih es batu. Panas banget hari ini." jawab Sundan sambil melepas kemeja dan celana kerjanya.

"Ini, Mas... " kata Sia samnil menaruh gelas di meja di depan suaminya yang masih fokus memegang hp dengan kolor dan singlet saja yang menempel ditubuhnya. Hanya dijawab dengan anggukan oleng sang suami

Sia meraih baju kotor suaminya dan membawanya ke keranjang baju kotor disamping mesin cuci.

"Anak-anak masih tidur?" seru suaminya kemudian.

"Iya." jawab singkat Sia.

"Tadi jam berapa mereka tidur?"

"Biasa... Jam 2. Suni pulang sekolah jam 1. Sampai rumah cuma makan. Terus tidur." jawab sia sambil memasukkan cucian kotor ke dalam mesin cuci. Kemudian memberika tambahan sabun secukupnya. Dan menyalakan mesin cuci.

"Nanti malem kita keluar Yuk... Mumpung aku nggak lembur."

"Brrrruuuuuk!!!!" Sia tak sadarkan diri dengan wajah pucat.

Buru-buru Sundan menghampiri istrinya lalu membopongnya dan membaringkannya di sofa depan tv. Sundan berlari mengambil minyak kayu putih lalu menggosokkannya ke bagian hidung dan telapak tangan Sia yang terasa sangat dingin.

"Sia!!!! Bangun!!! Kamu kenapa?" Sundan tampak terengah-engah dan panik.

Beberapa menit kemudian Sia membuka mata. Sundan tampak memegang erat tangan Sia dengan penuh kasih sayang.

"Mas..."Suara Sia tampak lemah.

"Kamu kenapa? Pusing?" Sundan yang tadinya akan segera manggil ambulan mengurungkan niatnya saat Sia mulai sadar.

"He-em. Sedikit pusing. Mungkin kurang darah." jawab Sia sambil berusaha bangun. Sundan membantunya bangun dan menyandarkan punggung Sia di sandaran sofa.

"Mau minum?" Sundan menawarkan.

"He-em. Air putih hangat, tolong ya ,Mas." jawab Sia sudah semakin membaik.

"Kita ke dokter ya. Biar anak-anak dijaga Ibu."kata Sundan.

"Nggak usah Mas... Paling aku cuma capek aja."

"Makanya kalau anak-anak tidur, ya kamu ikut tidur sebentar. Biar nggak kecapean gini. Kalau dirumah nggak ada siapa-siapa gimana?Lagian dirumah ngapain aja sih, sampai kecapean banget kayak gitu."Sundan malah mengomel.

Sia yang tak habis pikir mendengar omelan Sundan, hanya terdiam lalu beranjak menuju kamar anaknya dan tidur disana.

..........

Kita kembali ke ruangan dokter dengan Sundan yang masih menatap tajam membaca berulang hasil tes lab darah Sia.

"Pertama kali saya tahu dia pingsan mungkin sudah beberapa bulan lalu. Sudah lama sekali ,Dok."

"Kenapa tidak periksa saat itu?"

"Dia selalu menolak. Dia bolang hanya kecapean dan kurang darah. Masalahnya setelah istirahat sebentar dan minum suplemen penambah darah, dia langsung membaik,Dok."

"Bagaimana dengan mimisan?"

"Mimisan dok? Seingat saya, saya tidak pernah melihatnya." jawab Sundan sambil mengingat-ingat.

"Tapi dia sering mengeluh punggungnya terasa sakit dan kaku. Makanya dia sering meminta anak kami untuk berdiri dan berjalan dipunggungnya."

"Sudah berapa lama?"

"Saya tidak ingat pasti,Dok. Dua atau tiga bulan belakangan ini,mungkin."

"Baiklah. Kita lakukan beberapa langkah pengobatan bertahap. Bagaimana,Pak?"

"Saya ngikut bagaimana sebaiknya dokter. Tapi istri saya bisa sembuh kan dok?"

"Masih ada beberapa pemeriksaan lanjutan,untuk tahu leukimia ini jenis apa, sehingga akan menentukan langkah pengobatannya." dokter menjelaskan.

"Jaga pola hidup dan perbanyak istirahat. Untuk sementar bisa rawat jalan dulu. Sambil menunggu hasil pemeriksaan lanjutannya. Dan untuk berjaga-jaga, persiapkan anggota keluarga yang memiliki hubungan darah, jika sekiranya dibutuhkan pendonor sumsum tulang. "

Bagaikan hujan badai dimusim kemarau. Sundan tampak lesu keluar dari ruang dokter menuju barak istrinya. Dengan amplop coklat di tangan kanannya, ia berjalan menuju istrinya. Dan segera memeluk istrinya yang berbaring di ranjang rumah sakit.

"Maafkan aku sayang... Aku tidak pernah memperhatikanmu. Maafkan kelalaian ku sebagai suamimu. Aku yang seharusnya dihukum." Sundan terisak sambil memeluk Sia.

"Ada apa sih,Mas? Aku nggak apa-apa. Aku sudah baikan. Ayo kita pulang. Aku sudah nggak betah disini." kata Sia sambil menepuk punggung suaminya.

Suci meraih amplop coklat dan membaca isinya. Ia tak mampu menahan air mata. Lalu keluar ruangan dan menyembunyikan surat keterangan hasil lab itu di dalam tasnya.

"Sungguh malang sahabatku.... Aku yang seharusnya dihukum. Aku seharusnya tidak mengenalkannya pada kakakku yang brengsek itu.

Suci menyalahkan dirinya sendiri sambil sesenggukan menangis di bangku taman rumah sakit.

...............

Lamunan Suci mendarat di tahun-tahun awal perkuliahannya.

"Suci!!!! Kakakmu ngajakin aku keluar... Gimana,,, direstui nggak?"

"Kalau kamu juga suka abangku, ya silahkan aja. Tapi kalau kalian beneran jadian sampai menikah. Jangan paksa aku panggil kamu kakak ya. Kita seumuran."

"Ok. Terima kasih."

"Katanya mau diajak nge-date kemana?" Suci tampak penasaran.

"Katanya nonton film Batman terbaru." jawab Sia dengan senyum merekah.

"Yaaaah Abangku bener-bener... Ngajakin cewek kencan, nontonnya film batman. Nggak ada romantis-romantisnya dong. Yang diajak juga mau-mau aja."

"Nggak apa-apa... Yang penting nge-date."

"Dasar kalian sama aja. Gendeng. " kata Suci sambil geleng- geleng kepala. "Kalau kebetulan ketemu aku pas kamu jalan sana kakakku, pura-pura nggak kenal aja ya. Aku malu punya abang yang aneh. Herannya,,, ada sahabat baikku yang suka sama abangku yang aneh itu." Suci meledek.

"Nggak mau denger.... Bye Suci ...gadis jomblo." Sia membalas ledekan Suci.

"Kudoakan kalian nggak jadian!!" seru Suci sambil tertawa.

..........

Kita kembali ke rumah sakit.

"Suci... Ngapain disitu. Ayo pulang. Kalian ini aneh." kata Sia yang berjalan sendiri disamping Sundan, seakan tidak ada rasa sakit di tubuhnya.

"Sia..." Suci bangkit mdan memeluk Sia.

"Kalian kenapa sih... Aku cuma kecapean dan kurang darah aja.... Seperti biasanya. Lihat ini sudah sehat lagi." kata Sia ."Tingkah kalian ini aneh. Kayak aku mau mati aja..."

"Sia!!! Jangan ngomong kayak gitu. Nggak enak didengernya." seru Sundan.

"Ya habisnya tingkah kalian ini aneh."

Hari ini semua tampak biasa saja. Sundan dan Suci menyembunyikan kenyataan. Penyesalan mereka membuat mereka tidak tega mengatakan hal sebenarnya pada Sia.

........

Malam itu Sundan tidak bisa tidur. Ia memandangi Sia yang tertidur pulas. Sesekali ia melihat ke kamar anak-anaknya sekedar untuk melihat keadaan anak-anaknya dengan perasaan khawatir dan hancur.

"Apa yang harus Papa lakukan sekarang... Apa se-melelahkan itu mengurus kalian... Sampai mama harus menderita seperti itu... "kata Sundan sambil mengelus kepala kedua anaknya yang tertidur pulas.

"Ah tidak... Itu bukan salah kalian. Papa yang pantas disalahkan." gumamnya lagi sambil mengusap air disudut matanya.

Sundan kembali berjalan menuju kamar. Dan melihat istrinya terbangun.

"Ada apa Sia? Kamu butuh sesuatu?"

"Cuma mau ke kamar mandi. Buang air kecil." kata Sia dengan mata setengah terpejam.

Sundan menghampiri Sia hendak memapahnya.

"Kamu ngapain ,Mas? Aku bisa jalan sendiri. Aku sudah sehat." katanya saat sang suami tiba- membopongnya.

"Aku khawatir." Sundan jujur.

"Ya ..tapi jangan selebay ini... Aku masih kuat jalan."kata Sia "Kamu tidak merayuku kan?"

"Apa yang kamu pikirkan. Aku benar-benar khawatir kamu pingsan lagi."

Sundan mengantar Sia sampai ke dalam kamar mandi.

"Mas, aku mau buang air kecil. Kamu bisa keluar dulu nggak?"

"Silahkan buang air kecil. Aku tunggu disini." kata Sundan tak beranjak dari samping Sia yang sudah duduk ditoilet duduknya.

"Jangan ribut... Cepetan buang air kecilnya..." Kata Sundan sambil membantu Sia menurunkan celana tidur dan celana dalam Sia.

"Mas..!!!" teriak Sia kaget.

"Apa sih??! Buang otak kotormu!! Aku membantu karena beneran khawatir." Sundan tampak serius dengan ucapannya. Namun itu malah membuat Sia terkekeh.

"Mas,,,, tolong kamu keluar dulu. Kalau kamu disini, aku nggak bisa buang air kecil. Nanti malah aku pingsan karena menahan buang air kecil dan ketawa lihat tingkah konyolmu." kata Sia sambil mendorong pelan tubuh suaminya yang masih jongkok didepannya itu.

"Oh...gitu ya... Oke-oke...aku keluar. Kamu yakin nggak apa-apa?"

"Mas..." Sia memelototkan matanya.

Sundan menuruti Sia.

"Tapi pintunya dibuka ya?" seru Sundan dari pintu kamar mandi.

"Maaaaasss......"Sia makin melotot.

"Oh...Oke-oke."Sundan menutup pintu kamar mandi dan terlihat bayangan kepalanya yang berdiri berjaga dibalik pintu.

"Dia begitu cuma kalau aku sakit atau hamil atau habis melahirkan. Kalau sudah sehat ya kembali cuek lagi. Hmmmmm dasar Sundan." gumam Sia.

"Sudah belom?!" seru Sundan dari luar.

"Sudah... Kenapa?" jawab Sia sambil membuka pintu kamar mandi.

Dengan sigap, Sundan kembali membopong tubuh istrinya dan merebahkannya pelan diranjang. Lalu ia pun berbaring disamping istrinya itu.

"Kamu mau?" kata Sia sambil memperhatikan perilaku tak biasa suaminya.

"Eeeeee.... Buang otak mesummu... Kamu tuh nggak bisa bedain suami yang khawatir sama suami yang nafsu." kata Sundan sambil menjitak pelan dahi istrinya itu.

"Auw... Malah dijitak sih?" Sia protes.

"Diperhatiin malah dianggap yang aneh-aneh. Dah ah!!! Aku ngantuk!" seru Sundan kemudian membalikkan badan membelakangi Sia.

"Dih... Marah."Sia menggelitik suaminya. Dan tentunya membuat suaminya itu kembali membalikkan badan menghadap dirinya.

"Uda sayangku... Kita tidur. Besok kita bangun pagi. Olahraga bareng. Jalan-jalan komplek." kata Sundan sambil memeluk istrinya.

"Nggak berangkat pagi?"

"Nggak... Udah ah...ayo tidur."

..............

Sementara itu... Suci masih terjaga di depan laptop di dalam kamarnya. Suci terus menggali informasi di internet, mencari tahu segala kemungkinan untuk penyembuhan Sia.

"Suci..... Kamu masih belum tidur?" sapa sang ibu dari luar pintu.

"Ini baru mau tidur bu...ada apa?" jawab Suci dari dalam kamar.

"Nggak apa-apa, ibu dari kamar mandi. Lihat lampu kamarmu masih nyala. Ibu pikir kamu ketiduran ata apa." kata bu Samsi sambil membuka pintu kamar Suci dan melongokkan kepalanya ke dalam.

"Oh... Ini Suci sudah selesai... Mau tidur." Suci buru-buru menutup laptopnya. Dia tidak berani memberi tahu ibunya perihal hasil tes lab Sia. Ia takut ibunya terkejut. Bahkan Suci dan Sundan pun tak berani mengabarkannya pada orang tua Sia.

"Ya udah... Buruan tidur." kata bu Samsi sambil menutup kembali pintu kamar Suci.

Bu Samsi tampak berpikir, ia melihat sesuatu yang tidak asing di meja Suci. Bu Samsi kembali membuka kamar Suci dan masuk ke dalam.

Bu Samsi mendekati Suci yang belum beranjak dari mejanya.

"Ini sudah bu.... Siap- siap mau tidur ini... " seru Suci terburu-buru karena kaget tak menyangka ibunya kembali masuk. Suci sangat gugup, karena tidak sempat menyembunyikan amplop coklat dari rumah sakit.

Suci benar- benar deg-degan saat tangan ibunya menjulur ke arah mejanya.

"Kenappa ada toples ini disini? Kamu stress lagi ya? Ada apa? Kangen pacar apa karena kerjaan?" tanya bu Samsi yang mengambil toples isi makanan yang terletak berdampingan dengan amplop coklat yang untungnya terbalik. Jadi kop amplop yang bertuliskan nama rumah sakit dan pasien tidak terlihat oleh bu samsi.

"Oh... Iya bu... Enggak.... Eh... Iya..iya... Ini.. banyak pekerjaan dari pak bos tadi. Tapi udah selesai kok. Udah beres." Suci berusaha bersikap sewajarnya.

"Yakin? Kalau ada apa-apa cerita ke ibu atau bapak. Jangan suka dipendam sendiri. Nanti gila loh... Depresi...." kata si ibu dengan sangat ekspresif.

"Ibu macam apa yang mengatai anak sendiri gila... Udah bu...aku mau tidur..... Dicariin Bapak nanti... 'Istrikuuuu dimanakah kamu berada?' hahahahah.."Suci menggoda ibunya sambil menuntunnya ke arah pintu.

"Dasar anak durhaka. Beraninya nggodain orang tuanya.... Mimpi indah ya sayang... " kata Bu Samsi mengecup kening anaknya lalu meninggalkan Suci.

Di dalam kamar Suci masih termenung menyalahkan diri sendiri. Doa-doa dia panjatkan kepada Tuhan, memohonkan mujizat dan jalan kesembuhan untuk Sia.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

To be continue.....

Berubah bukan hal mudah....

Pagi yang datang begitu cepat... Rasa malas menggelayut. Sundan meregangkan seluruh otot tubuhnya. Dikumpulkan seluruh tenaganya. Samar-samar ia mendengar percakapan diluar kamarnya. Bergegas ia bangun mwnuju sumber suara.

"Papa sudah bangun!!!" seru Suni saat melihat dirinya keluar dari kamar. Sundan melirik jam dinding yang terpasang di dinding samping meja makan.

"Kakak bangu jam berapa? Ini masih jam 5 pagi loh."

"Barusan juga Pah.... Sebelum belajar,Aku mau bantu mama sapu-sapu. Tapi nggak dibolehin sama Mama."

"Biasanya kamu bangun jam berapa?"

"Jam 5 pa... Aku pasti denger kalau Mama ngidupin kran dapur. Jadi aku pasti kebangun tanpa harus dibangunin Mama." kata anak sulung Sundan dengan bangga.

"Kamu ngapain aja bangun jam 5. Kan sekolah berangkat jam setengah 7?"

"Ya belajar dong Pa... mberesin kamar, ngecek jadwal, mandi, dandan, sarapan." jawab Suni dengan muka sesikit kesal.

"Selama ini, kemana saja sih kamu ,Sundan... Sampai nggak tahu rutinitas pagi keluargamu sendiri." pikir Sundan dalam hati.

"Kalau Mama bangun jam berapa? Sekarang Mama kemana?"

"Mama bangun jam 4, kadang setengah 4. Sekarang baru BAB dikamar mandi." kata Suni sambil ngeloyor masuk ke kamarnya.

"Aku tidak pernah peduli bagaimana dia mengerjakannya, tapi aku selalu senang dengan bau wangi rumah yang bersih setiap aku bangun tidur. Tak kusangka istriku mengerjakan semuanya di pagi yang masih sangat buta. Jika dia sekarang sakit, akulah yang pantas dihukum karena selalu mengabaikan kelelahannya." Sundan berjalan menuju kamar mandi dan berdiri di depannya.

" Sayang... Kamu baik-baik saja?" seru Sundan.

"Oh!!! Ya... Kamu sudah bangun? Kamu butuh sesuatu? Sebentar lagi aku selesai." jawab Sia dari dalam kamar mandi.

"Oh... Tidak... Cuma memastikan kamu baik-baik saja."

Tidak terdengar jawaban dari Sia. Hanya terdengar suara air dalam toilet yang menggeluyur membawa pergi kotoran Sia.

"Udah... Cepetan masuk gih." kata Sia sambil membuka pintu kamar mandi.

"Kenapa? Perutnya sakit?" tanya Sundan saat melihat istrinya mengelus-elus perut.

"Kamu mau ke toilet kan? Buruan..."Sia tidak menggubris pertanyaan suaminya.

"Enggak... Aku nggak mau BAB. Aku cuma mau tahu keadaan...."

Mendengar jawaban sang suami, Sia berbalik dengan cepat, dan kembali masuk ke kamar mandi. Hal itu tentu membuat suaminya heran.

"Kamu...kamu kenapa lagi sayang?" seru Sundan.

"Melanjutkan BAB. Tadi kupikir kamu buru-buru mau BAB juga. Jadi aku keluar."

Sundan tersentak mendengar jawaban polos dari istrinya. Ia teringat dengan keributan yang ia timbulkan setiap saat.

.........

Suatu hari dikeluarga Sundan.

"Tok...! Tok!!!...tok!!!!...tok!!..." pintu kamar mandi diketok terus menerus oleh Sundan.

"Sayang!!!! Cepetan dong!!! Gantian ini!!! Buruan sakit banget perutku!!!" teriak Sundan saat istrinya juga sedang BAB.

Tak lama sang istri keluar masih dengan mengelus-elus perutnya, namun Sundan tak peduli. Ia langsung masuk kamar mandi dan menikmati kegiatannya dengan santai tanpa memikirkan orang lain.

Dan tak jarang saat Sundan selesai BAB, ia selalu mencium bau minyak angin dari tubuh istrinya.

"Pagi-pagi kok parfumnya minyak angin sih... Bikin nek aja...." lagi-lagi kalimat Sundan keluar dari mulut seenaknya.

"Maaf Mas." hanya jawaban singkat 'maaf' yang selalu keluar dari mulut Sia.

"Bangunin Suni... Sudah hampir jam 6. Suruh belajar!" kata Sundan sambil masuk kamar mandi lagi untuk mandi. Hanya kalimat suruhan atau komentar tidak menyenangkan yang selalu keluar dari mulutnya.

Sia tidak pernah membantahnya. Ia lebih sering menghela nafas tanpa banyak berkomentar.

"Sayang!!!! Celana dalemku yang itu dimana? Dasiku yang garis biru tua dimana? Kamu tahu kertas yang...." Teriakan-teriakan manja Sundan setiap pagi selalu terdengar riweh. Sundan tidak pernah memperhatikan istrinya yang sudah sangat lelah bahkan sebelum pagi datang.

.........

Kita kembali ke keluarga Sundan pagi hari ini...

Sundan tampak merasa sangat menyesal. Selama ini ternyata dia hanya menjadi beban untuk istrinya tanpa mau sedikitpun mengerti betapa repot pekerjaan istrinya. Sia yang tidak pernah mengeluh dengan rengekan Sundan. Sia yang tidak pernah protes saat Sundan pulang kerja langsung mandi dan tidur tanpa peduli dengan kabar anak dan istrinya pagi itu.

Sundan terduduk di depan pintu kamar mandi. Ia tak bisa lagi menahan rasa bersalah pada istrinya. Air mata penyesalan tak bisa ia bendung lagi.

"Papa kenapa? Menangis kok di depan kamar mandi? Mama belum selesai? Perut Papa keburu sakit?" Si anak Sulung mendekati Papanya dengan cercaan pertanyaan.

"Maafkan Papa ya Sayang.... Papa tidak pernah memperhatikan kalian."

"Kata Mama, Papa itu sibuk bekerja untuk cari uang yang banyak, untuk mencukupi semua yang kami butuhkan. Jadi Papa tidak punya banyak waktu untuk istirahat. Jadi kami mengerti kok Pa."

Bahkan Sia sangat bijak mendidik anakanaknya agar tidak membenci ayahnya yang sebenarnya selalu banyak alasan untuk tidak peduli dengan kabar keluarganya.

"Oh...anakku... Betapa kita sangat beruntung memiliki Mama Sia sekarang."

"Papa baru sadar kalau Mama itu baiknya luar biasa?"

Sundan semakin terharu dengan kalimat-kalimat polos dari putri sulungnya.

"Kalian ngapain pada pelukan di depan kamar mandi?" kata Sia.

"Ini loh Ma... Perut Papa keburu sakit. Habis.... nungguin mama BAB lama banget. Kasian si Papa Mam... Makanya Suni peluk Papa sebentar."

Sundan menepis air matanya, lalu membopong Suni lalu mengajaknya duduk dimeja makan.

"Suni... Anak Papa yang cantik.... Mulai sekarang, jangan ada yang marah-marah atau salahin Mama ya... Papa nangis cuma karena kangen sama kalian."

"Dari kemarin kamu aneh banget Mas... Tiba-tiba jadi over perhatian." Komentar Sia saat memperhatikan perilaku suaminya yang berubah 360°.

"Terima kasih dan maafkan aku ya Sayang... Kamu selalu sabar, tidak pernah mengeluh selalu bertahan dengan tingkahku yang manja dan kasar." kata Sundan sambil mendekati Sia yang sedang sibuk mempersiapkan menu sarapan dan bekal.

"Kenapa aku merinding ya Mas, denger kamu ngomong kayak gitu." komentar Sia masih dengan pisau di tangan kanan dan sayuran ditangan kiri.

"Aku serius,Sayaaang..." Sundan memeluk Sia dari belakang.

"Mas, aku bawa pisau ini loh."

"Ajarkan aku keahlian-keahlianmu di rumah. Biar aku bisa membantu pekerjaanmu." Sundan tampak serius.

"Kamu duduk aja tuh, temenin Suni dandan. Kali aja dia butuh bantuan."

"Hmmm gitu... Oke." Sundan menurut dan berjalan menuju Suni." Suni sayang... Ada yang bisa Papa bantu?"

"Aku sudah selesai!!! Papa tinggal kuncir rambutku aja. Emang Papa bisa?" jawab Suni tanpa memalingkan pandangannya dari layar televisi.

"Papa coba ya..." Sia memperhatikan Sundan dari dapur.

"Pa... coba kita tebak, Mama masak apa pagi ini. Yang bener, harus nurutin kemauannya yang menang. Gimana? Setuju?" tantang si gadis kecil.

"Oke. Menurut Papa... Mama masak sayur bayam hari ini."

"Ah... Papa pasti nggak tahu nama-nama sayuran. Makanya jawabnya ngawur."

"Loh... Kenapa?"

"Kan Mama nggak ngambil bayam dari kulkas. Yang Mama siapin cuma Brokoli, wortel, sama bakso. Otomatis Mama masak sop dong Pa..." Suni menjawab dengan penuh percaya diri.

"Oke.. Kita lihat Nanti."kata Sundan sengaja mengalah untuk anaknya.

........

"Suni!!!!" teriakan nyaring terdengar dari halaman depan.

"Tante Suci Pa!!!" Suni tampak girang saat mendengar teriakan tantenya. Suni segera berlari membuka pintu untuk Suci.dan mengajaknya masuk.

"Tante bawain bekal buat Suni....!!!! Ada juga buat Sean.... "

Suci hanya memandang sinis pada Sundan. Entah kenapa Suci rasanya ingin memaki laki-laki itu habis-habisan.

"Kamu masak buat sarapan aja. Bekel buat anak-anak sudah siap ini."kata Suci saat menghampiri Sia.

"Kamu kenapa malah repot gini sih." tukas Sia

"Tadi sekalian aku tiba-tiba pengen bawa bekel. Jadi sekalian aku masak buat Suni dan Sean."

"Bikin apa?"

"Nih!!! Icip deh... Gimana rasanya?" kata Suci sambil menyodorkan mangkok kecil yang disambut Sia tentunya.

"Hmmmm... Enak... Kamu juga punya bakat masak. Kemana aja selama ini Neng?"

"Keluar angkasa bu... " kelakar Suci disambut tawa Sia san Suni. Sundan hanya bisa salah tingkah di depan televisi.

"Sekali-kali mbok ya suamimu itu suruh bantu pekerjaan rumah. Nyapu kek, ngepel kek, lap-lap apa gitu. Sukur-sukur sekali-kali masak. Bikin bekel sendiri. Suruh jajan aja beres sih." Suci tampak melupakan kekesalannya pada pria yang hanya duduk di depan tv.

"Nggak Usah Suci, aku bisa menghandle semua... Kasian Mas Sundan sudah capek kerja di kantor, masa dirumah juga masih harus kerja. Kalau dia sakit giman? Siapa yang akan mengurus kami nanti?" Sia menjawab penuh dengan kasih sayang.

"Hmm.. Beruntungnya ya laki-laki yang dapet istri kayak kmu. Sayangnya kamu nggak beruntung dapet suami yang nggak pekaan."

Sundan yang disindir hanya bisa tertunduk sambil pura-pura menata sesuatu di laci meja tv.

"Kalau kata sinetron... Suami kamu nikah sama kamu, itu adalah Anugrah. Sebaliknya kamu yang nikah sama suamimu, itu adalah Musibah."

"Sebut saja nama Sundan. Tidak usah menyindir pakai suamimu suamimu... Memang... aku laki-laki pembawa musibah. Tapi aku sudah berjanji akan berubah." kata Sundan sambil meraih handuk dijemuran, lalu mendekat ikut mencicipi isi dari mangkok kecil yang dibawa Suci. Dan menuju kamar mandi.

"Iiih... Palingan berubahnya cuma sehari. Besok udah lupa lagi." Suci masih saja meledek Kakak tertuanya itu.

"Hush!!! Suci... Sudah dong, dia itu Kakakmu loh. Nanti kualat." Sia menasihati adik iparnya.

"Dia sudah kualat dari lama. Makanya dia nggak nikah-nikah... Itu karena kualat sama Kakaknya yang nggak peka ini." Sundan masih meladeni ledekan Suci.

"Mama selalu bilang, kalau Kakak sama adek itu harus saling mendukung dan saling menyayangi kan ya Ma?.... Tapi Papa sama Tante Suci malah saling njelek-njelekin. Nggak baik kan ya Ma?"

Suni yang sedari tadi tampak sibuk menikmati hasil masakan mamanya, tiba-tiba mengejutkan semua orang. Termasuk Sundan yang masih memegang gagang pintu, hendak masuk ke kamar mandi.

"Tuh!!!! Anak kecil aja tahu... Masa kalian yang udah pada tua nggak malu!" kata Sia.

"Harus baikan dulu dong Pa... "seru Suni pada Papanya. "Salim dulu sama Papa dong,Tante..." guliran Suci juga dapat instruksi dari Suni. "Terus berpelukan. Sama-sama minta maaf. Gitu kan ya Ma?"

"Aaaahhhh anak Mama pinter banget. Terima kasih ya...udah bantu Tante Suci baikan lagi sama Papa." Sia mencium kening Suni lalu mengelus kepalanya dan memberi isyarat pada Sundan dan Suci agar segera menuruti apa yang Suni mau.

Dari dalam kamar tidur, terdengar hp Sundan berdering. Sundan segera berlari menuju kamar,dan menerima telponnya.

"Siapa,Mas?"

"Hah?! Oh...cuma ibu..."

"Ibu??!!! Kok jawab nya Dok?" Sia protes.

"Hah?!"

"Tadi jawabnya 'iya dok... Terima kasih dok...' begitu.

"Hah??!!".. Sundan bingung harus menjelaskan bagaimana pada Sia. Dokter memanggilnya hari ini untuk membicarakan pengobatan Sia.

"Kalian bersua ini aneh... Apa sih yang kalian sembunyikan dariku?!" Sia tampak curiga

..............

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!