Suara kicauan burung terdengar dari jendela kamar Jemima, seorang Ibu muda yang usianya genap 30 tahun di bulan kemarin. Jemima baru saja membangunkan sang suami yang harus bekerja pagi ini. Dia adalah Agam, usianya hanya beda 5 bulan lebih tua dari Jemima. Mereka dulu satu almamater di salah satu perguruan tinggi di kota mereka. Jemima dan Agam sudah menikah kurang lebih 8 tahun lamanya dan dikaruniai seorang putra yang saat ini sudah mengenyam pendidikan di sekolah dasar. Putra yang begitu menggemaskan dan sangat tampan. Perpaduan wajah antara Jemima dan juga Agam. Putra kecil yang mereka beri nama Carel yang memiliki arti kuat sama seperti nama Agam itu sendiri. Agam ingin anaknya tumbuh menjadi anak yang kuat di tengah terpaan hidup yang tidak akan selalu mulus.
“Pa…sarapannya sudah siap” Jemima kembali membangunkan suaminya yang sepertinya begitu kelelahan. Maklum, Agam bekerja sebagai asisten pribadi seorang pengusaha sukses. Kalau bukan karena Galih (nama boss Agam) sangat berjasa selama ini pada Agam, sudah dari lama Agam ingin mengundurkan diri. Menjadi asisten pribadi Galih begitu melelahkan dan menguras emosi. Selain tukang perintah, istri dari Galih sangat cemburuan dan itu membuat tugas Agam semakin sulit karena setiap saat harus laporan pada istri bossnya tersebut.
“Ya.. sebentar lagi” Agam menjawab dengan gumaman.
Jemima membuka jendela kamarnya agar Agam semakin terusik. Apalagi suara kicauan burung semakin keras terdengar. Belum lagi suara hilir mudik motor yang melintas di depan rumah mereka. Tentu akan membuat Agam lebih terganggu tidurnya.
Dan benar saja, tak butuh waktu lama Agam pun terpaksa bangun karena suara motor yang cukup mengganggu.
Jemima sendiri sudah kembali ke dapur. Selain menjadi Ibu rumah tangga, Jemima juga aktif di sosial media. Dia gemar membagikan tips seputar parenting dan sekarang perbekalan anak. Dia juga gemar membuat konten kecantikan. Walau tidak terlalu terkenal tapi setidaknya Jemima sudah menghasilkan cukup uang dari kegiatannya tersebut. Dia juga banyak mendapat endorse produk kecantikan, alat masak dan lain-lain.
Setiap menyiapkan bekal untuk anaknya, kamera atau handphone pasti sudah standby mengambil gambar kegiatan Jemima. Walau sibuk dengan kegiatannya, tapi Jemima tidak pernah sekalipun melupakan tanggung jawabnya sebagai seorang istri dan juga Ibu yang baik.
“Ma… bekal aku sudah?” tanya Carel yang saat ini sudah duduk di meja makan seorang diri.
“Sebentar lagi sayang” sahut Jemima dengan mempercepat gerakannya. Dalam sekejap dia sudah menyulap bahan makanan menjadi bekal makan siang yang begitu cantik.
“Ini dia bekal anak ganteng sudah jadi” ucap Jemima sambil memasukkan kotak makanan tersebut ke dalam tas putranya.
“Thanks Ma” sahut Carel.
“Sama-sama sayang”.
Jemima lalu menuangkan susu ke gelas dan menyerahkannya pada sang putra. Dia sudah menyiapkan sarapan sesuai pesanan Carel kemarin. Spaghetti dengan tambahan bacon yang banyak.
Berbeda dengan Agam yang seleranya sangat Indonesia sekali. Dia terbiasa sarapan dengan nasi hingga setiap harinya Jemima akan memasakkan nasi goreng atau aneka makanan khas Indonesia lainnya. Dan pagi ini Jemima membuatkan Agam tumis labu siam, Ikan goreng sambal tomat dan tambahan potongan buah semangka. Jemima tidak membawakan Agam bekal karena biasanya dia akan makan siang bersama Galih.
Tak berapa lama Agam pun ikut bergabung. Seperti biasa penampilannya akan selalu terlihat tampan.
“Morning Pa” Sapa Carel saat Agam sudah duduk disebelahnya.
“Morning. Buku-buku sudah siap semua kan?” seperti biasa Agam akan memastikan kelengkapan anaknya.
“Sudah pa, mama yang siapkan” jawab Carel. Agam pun menganggukkan kepala.
Mereka pun sekeluarga sarapan dengan sesekali bercerita. Tidak ada yang salah dalam keluarga mereka. Semuanya normal seperti keluarga kebanyakan.
Carel sudah naik ke dalam mobil sedangkan Agam masih berdiri di luar mobil karena saat ini Jemima mengajaknya berbicara.
“Pa…nanti siang aku akan titip Carel di rumah Oma ya sepulang sekolah. Aku mau bertemu teman-teman” ucap Jemima meminta izin.
“Iya, ingat waktu saja” sahut Agam.
Jemima menganggukkan kepala kemudian mencium punggung tangan suaminya.
“Aku kerja dulu” pamit Agam dan segera masuk ke dalam mobil.
“Hati-hati ya, Carel semangat ya belajarnya” ucap Jemima sambil melambai pada mobil Agam yang mulai bergerak.
“Bye Bye Mama, jangan telat jemput Aku” sahut Carel yang ikut melambaikan tangan.
“Iya sayang”balas Jemima. Jemima tersenyum sambil memperhatikan bayangan mobil suaminya yang mulai menghilang lalu masuk ke dalam rumah.
….
Selesai dari mengantar putranya ke sekolah, Agam bergegas menuju kediaman Galih. Sudah menjadi kewajiban Agam harus menjemput Agam di rumahnya. Kalau tidak, Mili (istri Galih) akan marah-marah dan mengira kalau Galih sengaja pergi sendiri agar bisa keluyuran mencari wanita idaman lain. Bukan tanpa alasan Mili bisa sampai cemburuan seperti itu. Pernikahannya dengan Galih bukanlah atas dasar cinta sama-sama cinta melainkan karena perjodohan. Apalagi Galih pernah berkata sendiri kalau sebenarnya dulu dia mempunyai wanita yang begitu dicintai. Itu yang membuat Mili sangat posesif, dia takut kalau Galih berpaling dan mencari wanita itu.
“Akhirnya kamu datang juga. Kepalaku sudah pusing mendengar ocehan mili” keluh Galih saat melihat kedatangan Agam.
Agam tidak menjawab karena sudah setiap harinya begitu.
“Jalan sekarang boss?” tanya Agam.
“Iya, ayo sebelum Mili berulah” jawab Galih lalu bergegas masuk ke dalam mobil. Agam pun ikut masuk ke dalam mobil. Sudah menjadi sarapan sehari-hari baginya melihat kejadian ini jadi dia menganggapnya angin lalu saja. Menurutnya Galih tidak tegas dan Mili terlalu posesif.
Tiga puluh menit saja berkendara akhirnya mereka tiba di perusahaan. Disana sudah ada Inez, sekretaris sekaligus teman kuliah Agam dulu. Mereka bertiga ini sebenarnya berteman sejak di bangku SMA hingga sekarang. Galih melihat kemampuan dari teman-temannya yang memang sudah tidak perlu diragukan lagi sehingga saat dia meneruskan usaha keluarga, dia langsung menawarkan pekerjaan tersebut pada kedua temannya.
Inez selain pintar juga sangat cantik. Sayangnya walau cantik tapi percintaannya tidak pernah mulus. Beberapa kali diselingkuhi dan ditinggal begitu saja membuat Inez trauma dan hingga kini betah hidup sendirian padahal usianya sudah menginjak kepala tiga.
Itu juga yang membuat Mili kerap cemburu karena Galih mempunyai sekretaris yang begitu cantik. Tapi sebenarnya bukan hanya Mili yang cemburu pada Inez, melainkan Jemima pun sama demikian. Hanya saja Jemima tidak seperti Mili yang bisa mengungkapkan apa saja keluh kesahnya. Jemima lebih banyak menyimpan semua rasa cemburu dan ketakutannya karena tidak ingin Agam menjadi marah dan meninggalkannya.Karena sejak awal memang Jemima lah yang lebih dulu mencintai dan mengejar-ngejar Agam hingga Agam pun akhirnya memilih Jemima sebagai istrinya.
Bersambung...
Jemima sudah siap untuk bertemu dengan teman-temannya semasa kuliah dulu. Dia sengaja berdandan lebih cantik dari biasanya karena sudah tahu akan seperti apa sindiran-sindiran teman-temannya. Bukan teman-temannya melainkan Yura saja sebenarnya. Hal itulah yang membuat dia malas untuk berkumpul-kumpul seperti ini tapi sudah habis alasan dia untuk menolak. Ini bukanlah ajakan pertama kali untuk bertemu dan sudah berkali-kali, Jemima hanya tidak ingin dicap sombong.
Waktu kumpul sebenarnya jam 3 sore, tapi Jemima lagi-lagi sengaja datang terlambat agar tidak terlalu lama berada disana. Ketika memasuki ruang private sebuah restoran, dia sudah disambut oleh kelima temannya. Maria, Kayla, Nancy, Yura dan Nicky. Dulu mereka berteman sangat akrab dan membentuk genk yang terdiri dari Jemima, Yura, Nicky dan Nancy sedangkan Kayla mereka mulai akrab di semester akhir termasuk dengan Inez juga. Tetapi setelah lulus Inez semakin menjauh dan lebih mengejar karir. Berbeda dengan Jemima yang malah tidak membuang kesempatan dan memilih langsung menikah dengan Agam. Sebenarnya dulu mereka berteman dengan begitu akrab dan tidak adanya sindir-sindiran. Tapi entah kenapa semenjak Jemima memutuskan menikah muda dengan Agam, teman-temannya menjadi berubah. Jemima pun tidak mengerti apa alasannya. Yang jelas mereka, terutama Yura seperti tidak menyukai hubungan dirinya dengan Agam.
“Hai sis, apa kabar?” Yura bangkit dari duduknya dan menyambut Jemima yang baru saja tiba.
“Baik, kamu apa kabar?” balas Jemima basa basi.
“Baik juga dong” sahut Yura pula. Jemima kemudian menyapa satu persatu sahabatnya.
“Dari tadi kami nungguin kamu, mau pesan apa?” ucap Nicky.
“Aku pesan cappucino, baru saja selesai makan” jawab Jemima berbohong.
Nicky menganggukkan kepala kemudian memesankan minuman sesuai keinginan Jemima.
“Bagaimana rasanya mempunyai anak SD? Kamu sendiri yang anaknya sudah besar. Aku bahkan belum memiliki anak” Maria bertanya pada Jemima yang memang duduk bersebelahan.
“Kamu kan baru menikah. Sedangkan dia sudah lama menikah.” sela Yura.
Jemima tidak membalas. Akan kemana-mana bila dia menjawab apalagi membantah ucapan Yura.
“Teman seperjuangan kita malah ada yang belum menikah. Kamu lupa dengan Inez?” Nancy ikut berkomentar.
“Kamu jangan membahas wanita itu. Wanita sombong” celetuk Yura jengkel.
“Agam masih bekerja dengannya?” tanya Maria pada Jemima. Dia tidak peduli dengan ocehan Yura.
Jemima pun mengangguk sebagai jawaban.
Yura terlihat mengedikkan bahunya.
“Kamu tidak takut Agam sekantor dengan Inez? Kamu tidak lupakan kalau sebenarnya yang Agam sukai dulu itu Inez bukan kamu?” ucap Yura sarkas.
“Itu kan dulu, Sekarang kan Agam hanya mencintai Mima” Seperti biasa Nicky pasti akan membela Jemima.
Yura hanya mencebikkan bibirnya.
“Semoga Agam memang mencintaimu ya. Bukan terpaksa karena sudah terlanjur lama menikah” ucap Yura pula.
“Kamu apa-apaan sih. Kenapa jadi kemana-mana?” Nicky nampak kesal.
Jemima sendiri sekarang sedang mengontrol emosinya. Dia tidak ingin terpancing. Dia masih berpikiran jauh. Kalau sampai dia bertengkar dan musuhan akan panjang sekali urusannya.
“Tentu saja Agam mencintaiku. Kalau tidak mana mungkin kami bisa bertahan selama delapan tahun ini” Jemima menjawab dengan tenang dan tersenyum. Padahal dalam hati dia sangat marah dan kesal. Bila ada yang bisa membaca aura pasti sudah bisa menebak kalau Jemima sangat-sangatlah marah saat ini.
“Syukurlah kalau begitu. Jangan dibawa ke hati apa yang aku katakan. Aku hanya khawatir padamu. Setiap hari Agam bertemu dengan cinta pertamanya, apalagi Inez masih single. Kan bisa saja cinta lama bersemi kembali” entah apa yang Yura pikirkan hingga dia bisa berkata seperti itu.
Jemima hanya tersenyum tipis dan memilih meminum capucinonya yang baru datang daripada menimpali ucapan Yura. Tapi sejujurnya Jemima pun kepikiran. Dari awal memang hanya dia yang mengejar-ngejar Agam. Satu kampus juga tahu kalau Agam awalnya memang menyukai Inez. Tapi entah kenapa mereka malah tidak melanjutkan hubungan dan kesempatan itu tentu Jemima gunakan untuk dengan gencar mendekati Agam.
Agam awalnya tidak merespon, cuek dan terlihat tidak peduli. Tapi siapa sangka setelah lulus dia malah menerima lamaran iseng dari Jemima. Lamaran yang awalnya hanya keisengan semata dan karena diterima oleh Agam maka tanpa babibu Jemima langsung menyampaikan niat baiknya pada keluarganya dan mengajak keluarganya menemui keluarga Agam. Memang terbalik tapi itulah kenyataannya. Dari awal memang Jemima yang lebih besar effortnya dalam hubungan mereka.
Dan sekarang Jemima pun tidak tahu apakah Agam mencintainya atau tidak. Jujur dia sangat takut kalau sebenarnya Agam sangat terpaksa. Pasalnya Agam tidak romantis sama sekali. Mana pernah Agam merangkul istrinya atau sekedar berpegangan tangan saat jalan-jalan berdua. Kata “I Love You” pun Jemima tidak pernah mendengarnya. Tapi kenapa Jemima tetap bertahan? Karena Agam walau tidak romantis dan terkesan cuek, tapi dia tidak pernah aneh-aneh. Agam tidak pernah terlihat dekat dengan wanita manapun. Dia setia dan juga termasuk suami yang siaga. Segala kebutuhan Jemima dan anaknya selalu dia penuhi. Tapi yang namanya perempuan pasti butuh pengakuan kan? Jemima sejujurnya juga ingin mendengar kata cinta yang keluar dari bibir suaminya.
….
Carel sudah beristirahat di kamarnya sedangkan Jemima memilih menonton TV di ruang keluarga sambil menunggu suaminya pulang. Tadi setelah pertemuannya dengan teman-temannya Jemima langsung meluncur ke rumah orang tuanya dan menjemput Carel. Dalam perjalanan hingga sampai di rumah, Jemima tidak ada hentinya memikirkan perkataan Yura. Kata-kata yang Yura lontarkan seolah-olah menari-nari di kepalanya.
“Apa benar Agam akan kembali pada Inez? Apa Agam mencintaiku?”.
Jemima termenung. Dia kemudian membuka sosial medianya dan mencari tanda-tanda suami yang mencintai istrinya. Dari semua artikel yang dia baca selalu saja ada yang menuliskan kalau suami yang memang mencintai istrinya akan berlaku manis dan sering memberikan kejutan serta hadiah. Sedangkan Agam sama sekali tidak begitu. Padahal Jemima dari delapan tahun lalu ingin saat dia bangun tidur akan melihat suaminya yang tersenyum padanya dan mengucapkan selamat pagi serta tidak lupa memuji dan mengatakan kalau dirinya begitu mencintai istrinya. Tapi sepertinya Jemima harus mengubur itu semua karena Agam terlihat tidak hangat sama sekali.
Jemima hanya menghela nafas. Dia tidak ingin berpikiran buruk. Tapi dia juga ingin sekali mendengar kalau Agam memang mencintainya.
Sekitar pukul 8 malam akhirnya Agam tiba dirumah. Walau sedih Jemima tetap menyambut suaminya dan menyiapkan makan malam.
“Kamu kenapa?” Agam cukup peka karena istrinya tidak seceria biasanya.
Jemima hanya menggeleng dan tersenyum tipis.
“Setiap kamu habis bertemu teman-temanmu itu, kamu pasti seperti ini. Kalau sudah tidak nyaman kamu tidak perlu memaksakan berteman dengan mereka. Lihat Inez, dia bahagia dan damai tidak berteman dengan mereka”.
Jemima seketika tersenyum kecut ketika mendengar Agam membanggakan Inez.
“Iya, Aku memang tidak bisa seperti Inez” Jemima memaksakan tersenyum lalu sibuk membereskan meja makan dan membawa barang yang sudah tidak terpakai ke dalam dapur.
Di dapur Jemima berusaha menahan laju air matanya. Dia tidak ingin menangis untuk alasan yang sederhana dan asumsinya semata.
Bersambung...
Entah Agam menyadari kesalahannya atau tidak, yang jelas dia hanya diam saja dan tidak lagi menceramahi apalagi membandingkan Jemima dengan Inez seperti yang tadi dia lakukan. Agam kembali melanjutkan makannya sedangkan Jemima sibuk dengan urusannya di dapur.
Selesai makan, Agam pun ke dapur dan membantu istrinya mencuci piring.
“Ma…”panggil Agam pelan. Dia sadar betul kalau istrinya saat ini sedang tidak baik-baik saja.
“Iya” sahut Jemima tanpa melihat ke arah Agam. Dia masih menyibukkan diri merapikan peralatan memasak yang biasanya dia gunakan untuk membuat konten. Dia takut akan menangis bila melihat ke arah Agam.
“Kamu kenapa?” Agam mengulang pertanyaan nya yang tadi walau Jemima sudah menjawab dia baik-baik saja.
“Tidak apa-apa , Pa” jawab Jemima tersenyum tipis. Senyum yang Agam tahu kalau itu dipaksakan.
Agam pun tidak memperpanjang lagi. Dia lebih baik menunggu Jemima siap menceritakannya daripada memaksa seperti ini.
“Aku ke kamar dulu kalau begitu” ucap Agam saat dia sudah selesai mencuci piringnya. Jemima hanya mengangguk tanpa menjawab apapun lagi.
….
Agam sudah terbuai ke alam mimpi saat Jemima masuk ke kamar mereka. Tak heran bila Agam begitu cepatnya tidur mengingat bagaimana lelahnya pekerjaannya seharian ini.
Jemima ikut masuk ke dalam selimut. Dia pandangi wajah Agam yang terlihat damai itu. Tanpa sadar air matanya berjatuhan. Sekarang saat Agam sudah tertidur seperti ini dia baru berani menangis. Jemima tidak ingin terlihat cengeng di depan suaminya. Agam tidak menyukai wanita manja dan cengeng. Dia mencintai wanita yang mandiri dan juga tegas. Persis seperti sifat Inez.
“Aku ingin sekali mendengar kamu mengatakan mencintaiku” gumam Jemima dalam hati. Dia hapus air matanya dan masuk ke dalam pelukan Agam. Sudah menjadi kebiasaan kalau dia harus tidur sambil memeluk suaminya. Karena bila menunggu Agam yang memeluk terlebih dahulu rasanya seperti menunggu hujan salju di gurun sahara. Tak menunggu lama Jemima pun ikut masuk ke alam mimpi menyusul suaminya.
Entah di menit keberapa, Agam pun membalas pelukan istrinya. Sadar tidak sadar sebenarnya Agam pun sudah begitu terbiasa dengan istrinya walau orang-orang tahunya kalau dulu Agam tidak mencintai istrinya.
Pagi menyapa, seperti biasa Jemima bangun lebih awal walau tidurnya selalu paling belakang. Dia langsung ke dapur menanak nasi kemudian melanjutkan membuat menu sarapan lainnya. Biasanya untuk membersihkan rumah akan dia lakukan saat anak dan suaminya sudah pergi bekerja dan sekolah. Hari ini mood Jemima kurang baik, dia masih mengingat bagaimana Agam membandingkan dirinya dengan Inez padahal itu hal yang biasa saja tapi terasa begitu menyesakkan karena Jemima tahu kalau Agam pernah menyukai Inez sebelumnya.
Apalagi kata-kata Yura saat pertemuan mereka kemarin masih berlarian di kepala Jemima.
“Apa benar Agam masih menyukai Inez?” Jemima bergumam dalam hati tapi dengan cepat dia menggelengkan kepalanya.
“Kalau Agam memang mencintainya tidak mungkin dia mau menikah denganku” Jemima berusaha menguatkan hatinya dan percaya kalau Agam memang mencintainya.
“Aku ingin dengar, ingin mendengar kalau dia mencintaiku”.
Jemima menghela nafas berat. Rasanya mustahil kalau Agam mau mengungkapkan perasaannya seperti itu.
Lagi-lagi Jemima menghela nafas dan memilih melanjutkan memasak sarapannya. Dia harus segera membangunkan duo tampannya agar tidak terlambat. Selesai membuat sarapan, Jemima lebih dulu membangunkan Carel yang masih bergelut dengan selimutnya.
“Sayang, Ayo bangun…nanti terlambat” Jemima membangunkan Carel dengan lembut. Tak butuh waktu lama Carel pun terbangun sambil menggeliatkan tubuhnya.
“Sudah pagi Mama?” tanya Carel dengan imutnya.
“Sudah sayang, Ayo bangun” jawab Jemima dengan tersenyum.
Carel memeluk Ibunya yang cantik itu dan mengucapkan selamat pagi. Tak apa Agam tidak romantis padanya, sekarang sudah ada Carel yang memperlakukannya bagai ratu dan begitu mencintainya.
Setelah memastikan Carel bersiap untuk sekolah, Jemima pun hendak membangunkan Agam. Tapi rupanya setelah sampai di kamar suami tampannya itu sudah terbangun. Terdengar gemericik air dari dalam kamar mandi yang artinya Agam sedang mandi disana.
Jemima lalu kembali ke dapur untuk menghidangkan sarapannya. Terpaksa nanti siang dia harus membuat ide konten baru mengingat tadi dia sangat tidak memiliki mood untuk itu. Padahal dia sudah ada kerjasama dengan salah satu alat masak set yang jadwal postingnya malam ini. Benar-benar sistem kebut yang harus Jemima gunakan. Untung saja idenya sudah ada tinggal eksekusinya saja.
“Pagi pa” Jemima menyambut ramah kedatangan suaminya ke meja makan.
Agam hanya menganggukkan kepala merespon sapaan istrinya. Agam memang sekaku itu. Mungkin hanya Jemima yang paling tahan menghadapi sifat kakunya itu.
“Mama…” dengan riang Carel menghampiri ke meja makan. Dia bahkan memeluk Ibunya, padahal tadi pagi dia sudah memeluk Ibunya. Sedangkan pada Agam dia hanya menyapa sewajarnya.
“Pagi papa” sapa Carel dan duduk di sebelah Papanya.
“Pagi, sudah siapkan semuanya?” pertanyaan yang hampir setiap hari Agam ajukan.
“Sudah pa” jawab Carel cepat.
Mereka sekeluarga pun sarapan seperti biasa. Jemima bisa mengubur sejenak perasaan sedihnya, karena dia tidak ingin Carel ikut sedih melihat dirinya yang ternyata tidak baik-baik saja. Jemima tidak mengerti kenapa dia malah begitu sensitif padahal biasanya dia tidak seperti ini.
Andai Agam mau mengatakan sekali saja kalau dia mencintai Jemima, mungkin dia tidak akan sesedih ini. Tapi bagaimana Agam bisa tahu kalau Jemima sendiri lebih memilih memendamnya? Agam bukanlah cenayang yang bisa membaca apa yang Jemima pikirkan.
….
“Ma, aku pulang malam hari ini. Galih ada makan malam dengan rekan bisnis dan aku harus menemaninya” jelas Agam saat istrinya mengantar sampai di depan mobil.
“Iya pa” balas Jemima dengan tersenyum. Dia pun mencium punggung tangan suaminya.
“Papa, kenapa tidak cium mama? Daddynya Malik selalu mencium Mommy nya” tanya Carel menceritakan tentang orang tua temannya.
Agam tersenyum kecil kemudian menuruti keinginan putranya. Dia kemudian mencium kening Jemima sebelum masuk ke dalam mobilnya. Suatu hal yang sangat-sangat jarang dan bisa dihitung jari. Tapi bukan berarti kalau di atas ranjang Agam juga seperti itu, kalau mereka sedang bercinta dia tidak seperti Agam yang biasanya. Dia layaknya suami yang mencintai istrinya walau tidak seperti pria yang lain yang pasti akan mengatakan I Love You setelah sesi percintaan mereka berakhir. Agam hanya akan memeluk istrinya dengan mesra tanpa mengucapkan kata cinta yang selalu Jemima tunggu-tunggu. Ya mau bagaimana lagi Agam memang sekaku itu. Entah dia malu atau memang tidak mau mengatakannya. Yang jelas sampai detik ini Jemima belum pernah mendengar kalau Agam mencintainya.
Tak heran Jemima selalu bertanya-tanya apakah Agam memang benar mencintainya atau hanya sebatas tanggung jawab karena mereka sudah terlanjur menikah.
Bersambung....
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!