Di sebuah desa terpencil, dibawah kaki gunung Merbabu. Hidup seorang gadis yatim piatu yang bernama Kiara maharani yang kerap disapa Kia.
Kiara tinggal bersama budhe dan sepupu laki-laki nya yang selalu bertindak seenaknya, sebab mereka menganggap Kiara hanya menumpang dan menjadi benalu di rumah yang mereka tinggali bersama.
Sebenarnya rumah tersebut dan semua perkebunan sayur milik budhe Kiara adalah peninggalan dari orang tua Kiara untuk Kiara, tetapi budhe Kiara memanipulasi kepemilikan perkebunan menjadi atas namanya. Dan soal rumah, ia menganggap sebagai penebus biaya hidup kiara selama Kiara tinggal bersamanya.
Padahal sejak kecil Kiara sudah mencari uang jajan sendiri dengan cara membantu tetangganya berjualan dan sering di suruh bersih-bersih atau mengantar sesuatu oleh tetangganya. Kebanyakan tetangga Kiara merasa kasihan dan sayang sama Kiara, sehingga mereka selalu memberi upah yang lebih pada Kiara. Tetapi hasil kerja keras Kiara malah sering di minta budhe nya dengan alasan untuk membeli beras dan lauk yang nantinya juga dimakan oleh Kiara.
Rio kakak sepupu Kiara, juga sering kali memaksa Kiara untuk memberikan sebagian uangnya. Bahkan kadang tabungan milik Kiara juga diambilnya secara diam-diam, tetapi kakak sepupunya tersebut tidak pernah mau mengakuinya.
Apalagi setelah menginjak dewasa. Rio kakak sepupu Kiara suka sekali bermain judi dan mabuk-mabukan sehingga membuat ibunya marah-marah setiap hari, dan pada akhirnya Kiara juga ikut kena imbasnya.
Sebenarnya Kiara ingin sekali tinggal sendiri dengan cara mengontrak kamar kost. Tetapi ia selalu kehabisan uang. Tiap kali Kiara mencoba untuk menabung, ujung-ujungnya pasti diambil budhe atau kakak sepupunya.
Malam ini entah ada angin apa, tiba-tiba kakak sepupunya pulang membawa martabak untuknya. Kiara yang tak biasa diperlakukan seperti itu merasa ada yang aneh.
"Kenapa malah diam saja? Ayo ambil ini! Mumpung aku lagi baik. Aku baru saja menang judi sepuluh juta, anggap saja ini syukuran atas kemenangan ku" Ucap Rio dengan di iringi dengan sedikit tersenyum.
"Menang judi kok pake syukuran." Batin Kiara merutuki kegilaan kakak sepupunya tersebut. Tapi ia tidak berani berkata langsung, khawatir kakak sepupunya akan marah.
Akhirnya Kiara menerima martabak pemberian Rio, daripada nanti Rio marah lagi seperti biasanya.
"Makasih ya mas Rio" Ucap Kiara kemudian menutup pintu kamarnya tanpa menunggu jawaban dari kakak sepupunya tersebut.
Kiara mencoba mencicipi martabak tersebut sepotong. Setelah dirasanya sangat enak, Kiara menambah lagi sepotong. Dan setelah menghabiskan potongan ke tiga, kiara merasakan kantuk yang luar biasa. Akhirnya Kiara memilih tidur tanpa sempat melakukan aktifitas bersih-bersih terlebih dahulu, seperti yang biasa ia lakukan saat akan tidur.
Tak lama kemudian, Rio kembali mengetuk pintu kamar Kiara. Setelah beberapa kali ketukan, Kiara tak kunjung membuka pintunya, akhirnya Rio membuka pintu kamar kiara dengan menggunakan kunci cadangan yang sudah di persiapkannya.
Rio tersenyum senang melihat Kiara yang sudah tak sadarkan diri. Rupanya Rio sudah menabur bubuk obat tidur pada martabak yang diberikannya pada Kiara.
"Si Bos pasti suka dengan barang yang ku bawa malam ini." Ucap Rio sembari menggendong Kiara menuju mobil yang sudah disewanya untuk membawa kiara pergi bertemu dengan seseorang yang di anggap Bos nya.
Setelah menempuh perjalanan beberapa menit akhirnya Rio sampe juga ke tempat tujuannya.
Seorang wanita setengah tua, berpenampilan anggun dan seksi dengan bibir merah merona segera keluar dari rumah menyambut kedatangan Rio.
"Mana dia?" Ucap wanita itu.
Rio langsung membukakan pintu mobil dan memperlihatkan Kiara yang masih tak sadarkan diri. "Gimana bos? Sesuai permintaan bos kan?" Ucap Rio penuh percaya diri.
"Hmm bagus sih, tapi apa kamu yakin dia masih perawan? Kalo ternyata udah blong gimana?." Tanya wanita itu memastikan.
"Seratus persen aku yakin dia masih perawan bos. Dia sepupu aku, kita tinggal dalam satu rumah. Yang aku perhatikan dia tidak pernah dekat dengan laki-laki, malah dia cenderung menghindar. Jadi bisa di pastikan dia masih ORI bos." Jawab Rio meyakinkan.
"Oke, Kalo sampe pelangganku komplain karna tidak sesuai yang kamu bilang, kamu yang harus bertanggung jawab." ucap perempuan tersebut yang kemudian menyuruh pegawainya untuk mengantar Rio masuk membawa kiara ke dalam kamar yang sudah di persiapkan nya.
Esok harinya Kiara terbangun dari tidurnya dan ia merasakan kepalanya sangat pusing. Perlahan Kiara membuka matanya, samar² Kiara melihat dinding warna krem. Padahal dinding di kamarnya warna pink muda.
Kiara mencoba mengumpulkan kesadarannya untuk memastikan ia tidak salah lihat. Dan setelah sadar sepenuhnya, kiara merasa terkejut. Sebab ternyata dirinya tidak berada di kamar yang biasa ia tiduri.
"Aku dimana?" Ucap kiara sembari mengubah posisinya menjadi duduk, Kiara merasa lebih terkejut lagi ketika mendapati tubuhnya hanya tertutup selimut tanpa sehelai benang, dan ia juga merasakan sakit di pangkal pahanya ketika ia berusaha untuk bergerak.
Kiara mencoba mengingat apa yang terjadi semalam, tetapi ia hanya mengingat saat Rio datang membawakan martabak untuknya dan setelah memakan martabak tersebut, ia sudah tidak mengingat apa-apa lagi.
Kiara merasa hancur dengan apa yang terjadi pagi ini. Sungguh ia tak menyangka, Rio akan tega berbuat segila ini. Bukankah selama ini ia sudah berbaik hati dengan sering memberinya uang dan menolong dia saat mengalami kesulitan seperti ditangkap polisi dan lain-lain. Tapi apa yang dilakukannya pada Kiara. Bukannya membalas budi tetapi malah menghancurkan masa depan Kiara.
Hari ini juga Kiara akan berontak. Ia tidak akan mau lagi diperlakukan semena-mena oleh kakak sepupunya yang jahat itu.
Dengan sekuat tenaga, Kiara mencoba untuk bangkit dan memunguti pakaiannya yang berceceran di lantai. Setelah mengenakan pakaiannya. Pelan-pelan Kiara membuka pintu dan mengintip keluar.
Ternyata ia sedang berada di hotel terbagus di daerahnya. Kiara merasa sedikit lega, karna pasti tidak akan ada orang yang menahan dia untuk keluar dari ruangan terkutuk itu.
Kiara sempat membayangkan, ia dijual ditempat yang banyak bodyguardnya dan disuruh melayani om-om hidung belang setiap malam. Membayangkan itu membuat Kiara merasa ngilu dan mual.
Saat sudah mendekati tempat resepsionis, Kiara mencoba mencari cara supaya bisa keluar dari hotel tanpa diketahui oleh resepsionis. Kebetulan sekali tak lama kemudian tempat resepsionis tampak sepi tidak ada orang. Kiara langsung buru-buru keluar, sampai ia tak sadar hampir menabrak seseorang.
"Kiara, kamu ngapain disini?" Ucap seseorang yang mengenal Kiara.
Kiara merasa sial bertemu Tania disini. Tania adalah teman sekolahnya yang suka mem bully dan menghinanya.
"Hah anu eum. Aku kerja disini sekarang." Jawab Kiara sembari menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Ia bingung harus menjawab apa, hingga akhirnya ia terpaksa berbohong.
"Ooh. Memang kerja di bagian apa? Kok penampilan kamu acak-acakan seperti ini?" Tanya tania menelisik penampilan Kiara dari atas kepala sampai ujung kakinya yang terlihat berantakan.
"Bagian bersih-bersih" Jawab Kiara terpaksa mengaku sebagai tukang bersih-bersih. Sesuai penampilannya saat ini, supaya Tania tidak curiga.
"Ooh gitu." Ucap Tania mengangguk paham.
"Oh ya kebetulan banget ketemu disini. Besok aku mau ngadain syukuran di rumah. Kamu datang ya! Aku diterima kerja di perusahaan daerah kota jakarta. Jadi besok lusa aku udah nggak disini lagi. Aku akan tinggal di kota jakarta, kota impianku." Ucap Tania lagi, memberitahu pada Kiara dan mengundangnya untuk datang ke acara syukuran dirumahnya.
Setelah Kiara menyanggupi undangan acara syukuran di rumah Tania, keduanya segera melangkah pergi menuju tujuannya masing-masing.
Bersambung...
"Apa? Aku mendapat tambahan bonus 10 juta?" Ucap Rio pada seseorang yang sedang berkomunikasi dengan dirinya melalui sambungan seluler. Rio tampak melompat kegirangan setelah mengakhiri panggilan tersebut.
Kiara yang baru sampai rumah tidak sengaja mendengar obrolan Rio. Kiara yakin pasti Rio baru saja berbicara dengan orang yang sudah membelinya. Seketika rasa sesak dan marah menguasai dada Kiara.
"Mas Rio..." Teriak Kiara sembari membuka pintu dengan keras.
"Eh kamu. Sudah pulang rupanya? Gimana semalam? Enak nggak?" Ucap Rio tanpa merasa berdosa dan bersalah sedikitpun.
"Keterlaluan kamu mas, kamu jahat. Tega kamu mas. Apa salah aku sama kamu mas? Apa pun yang kamu mau, selalu aku lakukan. Tapi kenapa seperti ini balasan kamu mas?" Marah Kiara sembari menangis histeris dan memukuli punggung Rio dengan tangan mungilnya.
"Udah, nggak usah lebay! Gitu aja nangis.Tenang! Nanti aku belikan baju yang bagus buat kamu. Sepertinya orang yang sudah pakai kamu itu orang kaya. Aku saja semalam dikasih dua puluh juta, eh sekarang ditambah lagi sepuluh juta." Ucap Rio diakhiri dengan tertawa bahagia
Kiara mengabaikan ucapan kakak sepupunya, dan kemudian ia masuk ke dalam kamarnya. Kiara merasa percuma jika harus berdebat dengan orang nggak waras seperti Rio.
Di dalam kamar, Kiara menangis sembari memandangi foto kedua orang tuanya. Ia merasa hidupnya sudah tak berarti lagi. Tidak ada semangat dan tidak ada yang bisa dibanggakan lagi.
"Kiara, buka pintunya! keluar kamu!" Teriak budhe Kiara dari luar kamar sambil menggedor-gedor pintu kamar Kiara. Terpaksa Kiara membuka pintunya, sebab ia tidak mau menambah masalah lagi.
"Ya budhe ada apa?" ucap Kiara setelah membuka pintu kamarnya.
"Kamu ya, jam segini masih enak-enakan dikamar. Apa kamu nggak lihat rumah masih berantakan? Makan siang juga belum ada. Belum lagi kamu harus ke hutan buat cari kayu bakar. Sana buruan! Selesaikan pekerjaan kamu!" Marah budhe pada Kiara.
Kiara hanya mengangguk, kemudian mulai membersihkan rumah. Kiara tidak berani melawan budhenya. Ia juga tidak mau mengadu tentang kejadian semalam.
Sebab menurut Kiara percuma. Apapun yang dilakukannya akan selalu salah, dan pasti budhe nya juga akan lebih berpihak pada anak kandungnya, sekalipun anaknya itu bersalah.
Menjelang sore hari, Kiara pergi ke hutan untuk mencari kayu bakar. Hal yang sudah biasa ia lakukan hampir setiap hari, selain mengurus kebun sayur.
...................
Di dalam hutan, tampak tiga pemuda yang ingin mendaki gunung tapi malah tersesat, entah apa penyebabnya. Padahal ketiganya sudah melakukan pendakian sesuai instruksi.
"Gimana kalo kita nggak bisa pulang lagi ke rumah?" Tanya salah satu dari pemuda tersebut yang bernama Aldi.
"Iya, mana gue belom kawin." Saut pemuda satunya lagi yang bernama Dion.
"Diem loe pada! Daripada kalian mengeluh terus mending kita berdoa, semoga ada orang sekitar sini yang bisa menolong kita." Ucap salah satu pemuda yang paling tampan, bernama Yoga.
Keduanya menjawab aamiin secara serentak dan kemudian menengadahkan tangannya sembari bibirnya berkomat kamit, entah doa apa yang keduanya panjatkan.
Yoga geleng-geleng kepala melihat kelakuan kedua temannya yang absurd.
"Gue mau bernazar" Ucap Yoga ketika kedua sahabatnya sudah berhenti berdoa.
"Kalo seandainya ada yang menolong kita keluar dari hutan ini dan dia adalah seorang ibu-ibu, maka gue akan jadikan dia ibu angkat, tapi seandainya yang menolong kita itu bapak-bapak, maka gue akan jadikan dia bapak angkat." Ucap Yoga dengan serius.
Belum selesai Yoga berbicara Aldi sudah menyela ucapannya.
"Kalo seandainya dia laki-laki atau perempuan yang belum menikah, gimana?" Tanya Aldi ingin tau.
"Eum. Kalo dia laki-laki, akan gue jadikan saudara angkat. Tapi kalo dia perempuan akan gue jadikan bini ha ha ha." jawab Yoga diakhiri dengan tertawa lebar dan menganggap ia hanya sedang bercanda.
Tapi tiba-tiba suara petir menggelegar, membuat ketiganya terkejut dan ketakutan.
"Loe sih ngomong sembarangan, ini hutan angker lho. Tidak boleh ngomong sembarangan disini!" Ucap Dion menyalahkan Yoga.
"Itu cuma kebetulan kali, percaya amat loe sama mitos." Balas Yoga tidak percaya.
Setelah itu ketiganya melanjutkan lagi perjalanannya, dan mencoba mencari arah sembari berusaha mengecek signal setiap saat, berharap menemukan jaringan.
Hari sudah mulai hampir gelap, tetapi ketiganya tak kunjung menemukan jalan pulang. Mereka merasa sudah putus asa, bahkan ada yang beranggapan bahwa sebenarnya mereka sudah mati seperti dalam film horor yang pernah ia tonton di bioskop kala itu.
"Loe jangan bikin gue takut dong! Mana ada kita udah mati? Kita masih hidup keles." Seru Aldi tidak terima dengan pendapat Dion.
Kemudian terdengar suara seperti sapu lidi yang diseret-seret, Ketiganya langsung merinding, apalagi hari sudah semakin gelap. Ada yang berpikir bahwa suara tersebut adalah rambut kuntilanak yang menjuntai ke tanah, seperti yang pernah di ceritakan orang-orang. Ada juga yang membayangkan jasad manusia yang sudah dibunuh kemudian mayatnya mau dikubur, Karna tidak kuat mengangkat sendiri jadinya diseret.
Segala pikiran buruk dan horor melintas bebas di pikiran ketiganya, hingga suara tersebut semakin terdengar mendekat dan ketiganya langsung berteriak ketakutan sembari berlarian untuk sembunyi dibalik pohon besar.
Di saat yang bersamaan, juga terdengar suara perempuan yang berteriak kaget.
Menyadari ada suara perempuan berteriak, ketiganya langsung mengintip.
"Hei, kalian siapa? Kenapa ada disini? Apa yang sedang kalian lakukan disini?" Teriak perempuan tersebut pada ketiga pemuda yang sedang bersembunyi dibalik pohon.
Mendengar suara pertanyaan dari seorang perempuan, Ketiganya langsung bernafas lega dan kemudian keluar dari persembunyiannya.
"Astaga mbak, bikin kaget kami saja." Ucap Aldi sembari mengusap pelan dadanya di bagian letak jantungnya.
"Iya mbak, Kita kira mbak nya kuntilanak atau penjahat." sambung Dion.
"Lagian loe perempuan, ngapain jam segini ada di hutan?" Tanya Yoga sinis.
"Dih orang nanya bukan di jawab malah balik nanya." Perempuan itu merasa kesal, kemudian berjalan lagi mengacuhkan ketiga pemuda tersebut.
Yoga menelisik wajah perempuan itu, samar-samar seperti pernah melihat perempuan tersebut. Tetapi karna hari sudah gelap, jadi wajah perempuan itu juga tidak terlihat jelas.
"Sepertinya ada sesuatu yang kita lupa?" Ucap Aldi dengan wajah bengong.
"Ituuu. Itu tadi kaaan?" Sambung Dion tampak sedikit lemot dalam berpikir dan berucap.
"Bego, itu tadi kan orang yang bisa kita tanyakan arah kemana kita bisa pulang." Ucap Yoga yang kemudian melangkah mengejar perempuan tadi.
"Mbak, mbak, tunggu mbak!" Teriak ketiganya sembari berlari mengejar perempuan itu.
Mendengar ketiga pemuda tadi berteriak ke arahnya, perempuan itu berhenti.
"Ada apa?" Tanya perempuan itu pada ketiga pemuda tersebut.
Dengan nafas ngos-ngosan ketiganya berjongkok didepan perempuan itu.
"Mbak tolongin kita mbak! kita tersesat. Dari tadi siang muter-muter nyari petunjuk jalan tidak ketemu." Ucap Aldi menjelaskan.
"Iya mbak tolongin kita mba! Kita tidak mau mati konyol disini." Sambung Dion.
"Berapapun yang loe minta bakal gue kasih, asal loe bisa bawa kita keluar dari hutan ini." Ucap Yoga merasa punya banyak duit.
Perempuan tersebut yang bernama Kiara merasa kesal dengan ucapan yoga yang menurutnya sangat sombong.
"Aku tidak tau daerah tempat tinggal kalian, tapi kalian bisa ikuti aku! Nanti kalian aku antarkan ke tempat pak RT, biar pak RT yang bantu kalian pulang." Ucap Kiara yang kemudian kembali melangkah melanjutkan perjalanannya untuk pulang.
Tidak biasanya Kiara pulang dari hutan sampai kemalaman seperti ini. Berhubung hari Ini sedikit kesulitan mencari kayu bakar dan tadi juga berangkat kesorean, akhirnya Kiara jadi telat pulang ke rumah.
Karna merasa bahagia dan bersyukur, Dion dan Aldi membantu Kiara membawa kayu bakar yang dibawa Kiara. Dengan senang hati, Kiara menyerahkan kayu bakar tersebut untuk dibawa Dion dan Aldi. Sedangkan yoga, ia tampak cuek tidak peduli sama sekali.
Bersambung..
Setelah berjalan sekitar lima menit, akhirnya Kiara dan ketiga pemuda tersebut, sampai juga di daerah perkampungan. Kiara langsung mengantar mereka bertiga ke rumah Pak RT.
Setelah mengetuk pintu dan mengucap salam, tak lama kemudian Pak RT keluar menemui mereka.
"Oh Kiara toh? Ada apa neng? kok rame-rame? Siapa mereka?" Ucap pak RT memberondong beberapa pertanyaan, sebab tak biasanya melihat kiara bersama teman laki-lakinya, apalagi mereka terlihat sangat asing. Kemudian Kiara menceritakan maksud dan tujuannya.
Setelah Pak RT menyarankan ketiga pemuda tadi untuk bermalam di rumah pak RT dan berjanji akan mengantarkan mereka ke terminal besok siang, Kiara langsung pamit untuk kembali pulang ke rumah.
Sesampainya di rumah, lagi-lagi budhe nya merasa marah sama Kiara. Sebab sudah larut malam Kiara baru pulang. Kiara merasa bodo amat karna badannya sudah terasa sangat lelah. Tanpa menghiraukan ocehan budhenya, Kiara berlalu menuju kamar mandi untuk membersihkan seluruh badannya yang terasa kotor dan lengket.
Esok harinya seperti biasa setelah membereskan pekerjaan rumah, Kiara pergi ke kebun sayur untuk mengurus kebun sayur milik orang tuanya yang sudah di manipulasi menjadi milik budhe nya.
Dalam perjalanan menuju kebun, ia tidak sengaja bertemu lagi dengan ketiga pemuda yang semalam diantar nya ke rumah pak RT.
"Lho, mbak ini yang semalam antar kita ke rumah pak RT kan?" Ucap Aldi pada Kiara yang kebetulan berpapasan di jalan.
"Iya. Bener, ini mbak yang semalam. Oh ya semalam kita lupa bilang, makasih ya mbak sudah mau mengantar kita. Kalo nggak ada mbak, mungkin kita sudah dimakan harimau di hutan." Sambung Dion, tidak lupa mengucap terima kasih, Sebab semalam mereka lupa belum mengucapkan terimakasih.
"Iya mas nggak papa kok" Balas Kiara dengan senyum manisnya.
Sementara Yoga, ia hanya diam saja memandangi wajah Kiara dan menelisik tubuhnya dari bawah sampai atas.
"Ternyata dugaanku tidak salah, perempuan ini adalah perempuan yang kemarin malam itu." Batin Yoga merasa sudah pernah bertemu Kiara sebelumnya.
Aldi dan Dion yang menyadari Yoga sedang menatap Kiara sampai tak berkedip langsung berdehem.
"ehm ehm, sepertinya ada yang lagi terpesona." Ucap Dion menyindir Yoga
"Judulnya jatuh cinta pada pandangan pertama? Apa bertemu jodoh dikampung orang nih?" Sambung Aldi ikut menyindir.
Yoga yang baru sadar dari lamunannya langsung menoyor kepala Aldi dan Dion. Ia merasa tidak terima dengan sindiran kedua sahabatnya tersebut. Tapi Kedua sahabatnya itu malah tertawa terbahak-bahak.
"Saya permisi duluan ya mas!" Ucap Kiara hendak melanjutkan perjalanannya.
Dion dan Aldi segera menghentikan tawanya, dan meminta izin pada Kiara agar diperbolehkan mengikutinya pergi ke kebun untuk melihat-lihat dan menambah pengetahuan tentang perkebunan.
Sebenernya Yoga enggan untuk ikut, tapi berhubung bingung mau ngapain jadinya terpaksa mengikuti mereka.
"Mbak ini sebenernya cantik lho, tapi kok mbak mau sih kerja berkebun kayak gini? Kenapa nggak bekerja di kota saja mbak?" Tanya Dion penasaran sembari membantu Kiara mencabuti rumput yang tumbuh disekitar pohon sayur.
"Nggak papa mas, seneng aja setiap hari bisa melihat sayuran yang seger-seger seperti ini, bikin pikiran juga ikut adem." Jawab Kiara setengah berbohong. Sebab walaupun Kiara suka merawat tanaman, tapi sebenernya ia juga pengen kerja di kota. Hanya saja budhe nya tidak mengizinkan Kiara pergi.
Dion dan Aldi hanya mengangguk dan menjawab "ooh begitu" secara serentak.
Sementara Yoga, ia tidak mau ikut membantu kiara. Yoga memilih duduk disebuah batu besar sembari sibuk dengan ponselnya. Yoga berusaha mengabadikan pemandangan pegunungan yang terlihat sangat indah di siang hari yang cerah.
"Oh ya mas, panggil aku kiara saja ya! Jangan mbak! Berasa aneh saja kalo dipanggil mbak." Ucap Kiara yang merasa tidak nyaman dipanggil mbak.
"Oke, tapi kamu juga jangan panggil aku mas ya! panggil aja Dion." Ucap Dion dengan senyum manisnya.
"kalo aku Aldi" sambung Aldi juga ikut tersenyum manis.
"Kalo dia namanya Yoga. Tapi kalo sama dia, panggil mas saja gak papa! Soalnya dia sudah tua." Ucap Dion dengan bercanda sembari menunjuk yoga yang sedikit menjauh dari lokasi mereka berada.
Ketiganya bercanda dan tertawa bersama, hingga tak terasa waktu sudah mulai sore.
Sehabis Maghrib, Kiara bersiap-siap untuk datang ke acara syukuran Tania. Kalo bukan karna ingin menghargai undangan Tania, sebenernya Kiara malas datang kesana.
Dengan menaiki ojek, Kiara sampai juga di rumah Tania. Rumahnya tampak sudah ramai oleh tamu yang datang.
"Hei Kiara, akhirnya kamu datang juga. Aku pikir kamu nggak bisa datang." Ucap Tania menyambut kedatangan Kiara.
Kiara hanya tersenyum dan kemudian menjabat tangan Tania serta mengucapkan selamat sekali lagi dan mendoakan Tania sukses di jakarta.
Tak lama kemudian acara di mulai, semua tamu fokus mendengarkan pembawa acara menyambut para tamu undangan, hingga acara inti di mulai, semua tampak khusu' dalam berdoa. Dan kini tiba waktunya menikmati sajian yang sudah tersedia.
Selama mengobrol dengan teman sekolahnya, Tania tidak hentinya membanggakan dirinya dan merendahkan Kiara yang hanya bekerja mengurusi kebun sayur dan menjadi tukang bersih² di hotel.
Kiara yang mendengar pembicaraan Tania hanya bisa mengelus dada, berusaha untuk sabar. Menurutnya itu hal yang sudah biasa Kiara dengar selama mereka menjadi teman di sekolah.
Sepulang dari acara tasyakuran, Kiara tidak menemukan tukang ojek. Jadi terpaksa, pelan-pelan ia melangkahkan kakinya mencari jalan yang lebih singkat supaya segera sampai di rumahnya.
Sesampainya di jalan tidak jauh dari rumahnya, tiba-tiba ada motor berhenti tepat disampingnya.
"Kiara ayo ikut aku!" Ucap pengendara motor tersebut yang ternyata adalah Rio Kakak sepupu Kiara.
"Nggak mau." Ucap Kiara yang kemudian melangkahkan kakinya lebih cepat lagi.
"Kurang ajar, kamu sudah berani melawanku?" Marah Rio merasa tidak terima diabaikan.
"Mas Rio tolong stop, jangan ganggu aku! Aku udah nggak mau kenal lagi sama mas Rio. Bagiku mas Rio sekarang bukan kakak ku lagi." Ucap Kiara merasa masih sakit hati dengan perlakuan kakak sepupunya yang sudah tega menjualnya.
Dengan amarah yang meledak-ledak Rio menampar Kiara dan kemudian menariknya, memaksa Kiara untuk naik ke motornya.
Kiara yang merasa yakin, kakak sepupunya akan menjualnya lagi berusaha untuk memberontak.
"Woy jangan jadi banci! Beraninya cuma sama cewek doang! sini lawan gue!" Ucap seorang pemuda yang tiba-tiba muncul dari arah pohon besar.
"Diam kamu!! Ini nggak ada urusannya sama kamu. Dia ini adik ku, jadi terserah aku mau ngapain dia." Ucap Rio pada laki-laki tersebut.
"Mas yoga, tolong aku mas! Orang gila ini mau jual aku pada laki-laki hidung belang, aku nggak mau mas, tolong! Aku mohon!" Teriak Kiara memohon, meminta pertolongan diiringi isak tangis.
"Diam kamu Kiara! Orang itu sudah bayar aku mahal, setengahnya dari kemarin. Aku janji, nanti kamu aku kasih bagian setengahnya. Yang penting kamu layani dulu dia sampai puas! Siapa tahu dapet bonus." Rio mencoba membujuk Kiara tanpa merasa bersalah dan berdosa sedikitpun.
Rio berusaha menyeret paksa Kiara, walaupun Kiara sudah menolak sampai menangis, tapi Rio seolah tidak peduli.
Yoga yang melihatnya merasa geram, lalu ia memukuli Rio hingga Rio tampak tak berdaya.
Sebenernya Yoga melakukan itu bukan karna ingin menolong Kiara. Tetapi karna entah mengapa ada perasaan tidak rela jika ada orang lain yang menjamah tubuh Kiara.
Bersambung..
APAKAH YOGA SAMA JAHATNYA DENGAN RIO? ATAU MALAH LEBIH JAHAT LAGI?
SIMAK DI EPISODE SELANJUTNYA!
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!