NovelToon NovelToon

Duda Tanpa Malam Pertama Dan Janda Luar Biasa (Menikah Karena Anak)

1 : Ancaman, Kecelakaan, Dan Juga Nazar

“Triiiiiiiiittttt ... bruuuugggggg!”

Dengan kepala dan kedua matanya, Rere menyaksikan mobil sedan yang ia kemudikan, terjun bebas dari jalan layang sesaat setelah ditabrak secara keji dari samping belakang, oleh sebuah truk yang sedari awal terus memepetnya.

“Mommyyyyyy!”

Teriakan Adam, bocah laki-laki yang usianya belum genap tiga tahun dan kini duduk tepat di sebelah Rere, mengantarkan Rere pada kenyataan. Rere bergidik, jantungnya seolah lepas detik itu juga. Nyawa wanita berhijab merah jambu itu layaknya tengah dicabut paksa. Terlebih bersama sang putra, kini mereka benar-benar tengah berada di pusara antara ada dan tiada.

Di tengah kepanikan akibat keadaan tersebut, Rere mendadak teringat ancaman seseorang. Ancaman yang ia dapatkan sekitar tiga hari lalu.

“Jika kamu tetap berharap aku menjadi papahnya, jika kamu tetap tidak menikah dalam waktu dekat, ... Adam anakmu akan mati! Aku akan mengirim pembunuh bayaran untuk menghabis*inya!” tegas Cikho selaku ayah biologis Adam.

Di ruang besuk yang ada di lapas, kejadian tersebut terjadi tiga hari lalu. Saat itu, Cikho yang telah berpenampilan jauh lebih bersahaja dari sebelumnya, menatap Rere dengan bengis. Bersamaan dengan itu, layaknya biasa juga, tangan kanan Cikho tak segan mencek*ik Rere.

Kejadian yang benar-benar akan selalu terjadi tak lama setelah Rere memohon, agar Cikho mau memperbaiki hubungan mereka demi Adam. Kemudian, mantan suami Rere tersebut berdalih, apa yang pria itu katakan menjadi peringatan terakhirnya kepada Rere yang masih saja memperjuangkan hubungan mereka demi Adam sang putra.

Karenanya, kini, di antara hidup dan matinya, Rere bersumpah akan melakukan apa pun asal ia dan sang putra diberi kesempatan hidup. Termasuk itu, melupakan Cikho sekaligus menganggap pria itu tak pernah ada dalam hidup mereka. Sungguh apa pun itu akan Rere lakukan asal ia dan sang putra diberi kesempatan untuk hidup, agar ia bisa menjadi orang tua yang lebih baik lagi.

Rere ingin memberi sang putra papah layaknya harapkan sekaligus impian yang selama ini Adam utarakan. Karena sejak lahir, Adam belum pernah merasakan kasih sayang seorang papah. Jangankan sosok papah yang hadir secara langsung, sekadar menunjukkan foto Cikho kepada Adam saja, Rere tidak berani.

Sejauh mengenal di masa lalu, Cikho memang Tuan Muda baji*ngan. Karena andai bukan seorang baj*ingan, mana mungkin pria itu mau menjalin hubungan terl*arang dengannya, secara sadar.

Di masa lalu, Rere yang pernah menjadi sekretaris pribadi Cikho, memang sengaja menjadi pelakor dalam hubungan Cikho yang saat itu sudah akan menikah. Kendati demikian, mereka yang memang berteman baik, juga sama-sama menikmati hubungan terl*arang yang mereka jalani. Keduanya bahkan sempat menikah siri secara diam-diam, atas restu keluarga Rere karena Rere telanjur hamil di luar nikah, hingga lahirlah Adam.

Namun, hancurnya hubungan Cikho dengan wanita yang akhirnya pria itu nikahi secara resmi meski saat itu Rere masih berstatus istri siri, selain masa lalu Cikho yang mengantarkan pria itu masuk ke dalam bui, membuat Cikho dendam sekaligus melampias*kannya kepada Adam.

“Daddy! Tolong kamiiiiii!”

Mendengar jerit ketakutan dari Adam yang terus memanggil sang daddy sekaligus berharap sang daddy menolong layaknya super hero yang akan selalu melindungi istri sekaligus anak-anaknya, air mata Rere menjadi makin sibuk berjatuhan.

“Ya Allah, hamba mohon. Tolong beri hamba kesempatan sekali saja! Terlebih selama ini, hamba belum bisa membahagiakan Adam! Apa pun itu asal Adam bahagia, hamba benar-benar akan melakukannya!” batin Rere untuk ke sekian kalinya.

Keringat dingin terus mengucur di tengah kenyataan Rere yang juga sudah gemetaran hebat. Ia terus memeluk Adam sangat erat. Memastikan putranya itu tidak terkena pecahan kaca jika pada akhirnya, mobil sedan yang mereka tumpangi mendarat. Cukup ia saja yang terluka akibat pecahan kaca maupun luka lainnya. Tidak dengan Adam dan bagi Rere telah menjadi korban nyata dari kesalahannya di masa lalu.

“Daddy Ojan aku takut!” jerit Adam lagi bersamaan dengan mobil sedan mereka yang berakhir terbanting hingga tubuh mereka juga mengalami hal serupa, mengikuti jatuhnya mobil. Kendati demikian, selama itu juga, Rere terus mendekap erat sang putra.

Rere berhasil menahan segala rasa sakit sekaligus ketakutannya. Namun sekali lagi, di tengah kesadaran mereka yang sama-sama sudah nyaris tak tersisa, lagi-lagi yang Adam panggil masih “Daddy Ojan.”

“Ya Allah ... Hamba mohon sekali saja, tolong beri hamba kesempatan untuk membahagiakan Adam. Lindungi dan biarkanlah Adam bahagia hingga akhir. Karena jika mas Ojan memang bahagianya Adam, biarkan hamba mengabulkannya. Hamba akan menerima perjodohan kami, hamba akan menikah dengan mas Ojan kemudian menjadi orang tua yang selalu membahagiakan Adam,” batin Rere nyaris tak sadarkan diri. Alasan yang juga membuat dunianya seolah nyaris berhenti.

Kedua mata Rere yang sudah sangat berat untuk terbuka, masih bisa melihat sedikit cahaya. Termasuk juga dengan kedua telinganya. Suara klakson silih berganti sibuk ditekan dari sekitar hingga keadaan di sana masih terasa bising sekaligus mencekam.

Darah segar sudah memenuhi wajah dan membuat kerudung maupun gamis merah jambu Rere, berubah menjadi merah darah. Yang membuat Rere teramat bersyukur, sampai detik ini, ia tetap berhasil mendekap Adam. Meski selanjutnya, Rere tak lagi tahu mengenai apa yang terjadi. Karena baik Rere maupun Adam sama-sama tak sadarkan diri.

Mobil sedan yang Rere dan Adam tumpangi mendarat di tengah jalan yang awalnya dalam keadaan ramai lancar. Beruntung, mobil mereka tak sampai menimpa maupun ditabrak pengendara lain. Meski kecelakaan yang Rere dan Adam alami sudah langsung menimbulkan kepanikan sekaligus kemacetan panjang.

Bunyi sirene dari suara ambulans maupun mobil polisi, akhirnya terdengar selang setelah dua puluh menit dari jatuhnya mobil Rere, berlalu. Yang mana selama itu juga, di malam yang teramat mencengkam, Rere dan Adam hanya menjadi bahan tontonan karena tak ada satu pun yang berani menolong.

***

Rere masih ingat semua itu. Baik itu ancaman, kecelakaan, maupun nazar yang kemudian ia lontarkan. Karenanya, kini, setelah Rere sempat koma selama dua hari akibat kecelakaan yang ia alami, adanya keluarga Ojan di sana, membuat Rere mengambil keputusan besar. Terlebih, Adam yang tak mengalami luka berarti, lagi-lagi sudah langsung lengket kepada Ojan.

“Kalau memang ... Mas Ojan serius sayang ke Adam. Kalau memang, Mas Ojan yakin bisa menjadi daddy yang baik untuk Adam, ... saya siap menikah!” ucap Rere sambil menunduk dalam.

Hati Rere sudah langsung menangis pedih. Sebab keputusannya menerima perjodohan dengan Ojan, otomatis membuatnya harus melupakan keluarga impian yang sangat ingin kembali ia bangun bersama Cikho.

Sampai detik ini Rere sangat yakin, seorang anak akan lebih baik tumbuh dengan orang tua kandungnya dalam formasi lengkap. Masalahnya, Cikho membenci Adam. Nyawa Adam benar-benar terancam terlebih sederet t*eror sudah Adam maupun Rere rasakan. Dan Rere tak mau kejadian mencekam layaknya malam tiga hari lalu, kembali mereka alami.

Kini, meski berat, Rere yang masih menunduk dalam berangsur berkata, “Kalau bisa, hari ini juga, ... hari ini juga kita harus menikah. Karena saat kecelakaan, Adam begitu sibuk memanggil nama mas Ojan. Sementara saya yang mendengarnya refleks bernazar, bahwa saya akan langsung melangsungkan pernikahan dengan Mas Ojan, asal Adam baik-baik saja, ... asal Allah memberi saya kesempatan untuk tetap hidup.”

Rere merasa, dirinya harus segera menikah meski itu dengan Ojan, agar mereka khususnya Adam, baik-baik saja.

Karena meski Ojan terkenal kurang waras dan selalu bertingkah nyeleneh semenjak selalu ditinggal oleh setiap wanita yang dinikahi tepat di malam pertamanya, kepada Adam, Ojan sangat sayang. Ojan selalu memanjakan Adam hingga Adam juga jadi manja kepada pria berusia empat puluh empat tahun itu.

“Mas Ojan mau kan, jadi daddy Adam? Mas Ojan mau, kan, ... sama-sama dengan saya, menjadi orang tua yang akan selalu membahagiakan Adam?” lanjut Rere sembari meremas selimut yang menutupi tubuh bagian bawahnya.

Dari ranjang rawat Rere duduk selonjor, wanita itu menatap saksama pria tua yang tengah ia ajak untuk sama-sama mengarungi rumah tangga, demi Adam sang putra. Air matanya berlinang, dan kali ini ia membiarkannya. Hingga semua mata yang di sana termasuk kedua mata tak berdosa sang putra, menatapnya dengan iba.

Rere yakin, alasan mereka menatapnya iba, bukan semata karena permintaannya. Melainkan juga karena kenyataan Ojan yang memang dikenal kurang waras.

2 : Benar-Benar Langsung Menikah

Masih demi Adam yang juga telanjur sangat dekat dengan Ojan, terlebih keluarga Rere sudah sampai menjodohkan mereka, Rere setuju dinikahkan dengan Ojan, meski Ojan bukan pria idaman Rere. Karena jangankan mencintai, tertarik saja, Rere belum merasakannya. Atau mungkin, hati Rere telanjur terkunci oleh sosok Cikho yang selama ini wanita itu perjuangkan?

“SAH!”

Kata itu akhirnya mereka dapatkan setelah lafal ijab kabul ketiga yang Ojan lakukan, dan itu penuh ancaman. Karena seperti kabar yang beredar, Ojan memang berbeda dari pria maupun orang normal pada kebanyakan. Cara pikir bahkan otak Ojan seolah kurang sempurna.

Pernikahan benar-benar sudah langsung dilangsungkan hari itu juga. Rere dan Ojan sudah menikah secara siri, tapi mereka akan segera mengurus pernikahan mereka, agar pernikahan mereka juga resmi secara hukum.

Ketakutan Rere terhadap ancaman Cikho perlahan bisa teratasi karena akhirnya wanita itu benar-benar sudah menikah dengan laki-laki lain. Selain itu, perhatian Ojan kepada Adam, serta kenyataan Adam yang begitu yakin bahwa Ojan merupakan papahnya, juga menjadi angin segar tersendiri untuk Rere. Rere mulai bisa bernapas lega, selain wanita itu yang mulai merasakan sedikit kedamaian dalam hidupnya.

“Re, kamu tahu Ojan punya banyak kekurangan ... duh, gimana ya? Kalian yang nikah, malah aku yang jadi kepikiran,” ucap Sepri.

Sepri merupakan pria yang selama ini mengurus tak ubahnya pengasuh Ojan, meski Ojan belasan tahun lebih tua dari Sepri—baca novel : Pernikahan Suamiku (Istri yang Dituntut Sempurna).

Rere yang masih duduk selonjor di atas ranjang rawatnya, memberikan senyumnya. “Enggak apa-apa, Mas Sepri. Saya juga masih banyak kekurangannya. Saya bukan wanita sempurna. Yang terpenting sekarang, kami sama-sama belajar. Yang penting mas Ojan sayang Adam. Insya Allah, kami bisa jadi orang tua baik untuk Adam agar Adam juga seperti anak-anak lain.”

Karena kini, yang terpenting bagi Rere memang kebahagiaan Adam, serta bagaimana caranya agar ia bisa menciptakan keluarga bahagia dengan orang tua dalam formasi lengkap untuk Adam. Keluarga yang terdiri dari mamah, papah, juga Adam sebagai anaknya.

“Sudah Re ... sudah. Mbak tahu, semuanya pun tahu bahwa menikah dengan Ojan ibarat musibah!” ucap ibu Septi selaku mamah dari Sepri, dan selama ini turut mengurus Ojan.

Ibu Septi yang awalnya duduk di kursi sebelah ranjang rawat Rere berada, berangsur berdiri. Wanita berhijab kuning itu memeluk Rere dengan hangat. “Bismilah ya Re, semoga pelan-pelan Ojan jadi mikir. Kalau setua itu tetap enggak mikir, nanti Mbak martil kepalanya, biar otaknya bisa dicetak ulang, dibentuk sesuka kita!”

“Oh iya, Re. Ojan kan belum ada pekerjaan tetap, paling nanti kamu saja yang awasi sekaligus arahkan dia buat urus usaha kontrakan, sawah, dan beberapa usaha lainnya di kampung. Cukup diawasi, yang kerja orang lain saja, enggak usah kamu apalagi Ojan,” timpal Sepri.

Setelah menghela napas pelan, Rere berkata, “Urusan itu gampang, Mas. Andai memang mas Ojan belum punya pekerjaan, untuk sementara, saya yang bekerja dan Mas Ojan urus Adam juga enggak apa-apa. Toh memang sama saja, saling kerja sama.” Ia menatap kedua wajah di hadapannya, dengan senyum yang benar-benar tenang. Rasa tenang yang ia dapatkan dari pernikahannya dengan Ojan. Bahkan meski tidak ada emas kawin mewah apalagi pesta akbar, menyadari akhirnya ia telah memberikan papah impian untuk Adam, Rere merasa dirinya telah menepati nazarnya, selain ia yang tak lagi harus mengkhawatirkan ancaman dari sang mantan suami.

Seperti yang Rere sampaikan, ke depannya, Rere dan Ojan cukup bekerja sama. Terlebih hasilnya pun pasti sama saja. Karena andai Rere bekerja mengurus perusahaan tahu dan tempe milik kakaknya di Jakarta, tanpa ada yang mengawasi Adam, hasilnya pasti kacau. Namun jika Rere bekerja dan Ojan membantunya mengurus Adam, insya Allah hasilnya lebih nyata. Hasilnya berkali lipat jauh lebih baik.

Tanpa mereka sadari, yang sedang mereka bicarakan yaitu Ojan, justru sudah ada bersama mereka. Ojan melongok setiap wajah di sana dengan tatapan yang benar-benar lugu, sambil sesekali mengawasi wajah Adam yang ada dalam dekapannya.

“Kalian kenapa? Padahal enggak lagi nonton sinetron kumenangis, tapi kok kalian malah menangis berjamaah?” lirih Ojan masih menatap wajah-wajah di sana dengan tatapan tak berdosa.

Hingga akhirnya Ojan pergi membaringkan Adam di sofa lipat yang ada di seberang, ketiga orang yang sempat dihampiri masih kompak diam. Begitulah Ojan yang kadang sering melakukan hal di luar nalar dan kadang tidak nyambung dengan hal yang jelas-jelas sudah sangat jelas tanpa perlu dijelaskan. Namun kini, Ojan yang kembali, dengan bangga duduk di sebelah Rere.

Ojan yang jadi sibuk senyum berkata, “Priiii, ini beneran istriku! Aku sudah punya suami! Eh, maksudnya, aku sudah jadi suami dan sekarang, aku dipanggil dasy, eh daddy! Daddy Kim Oh Jan! Cihuy ... akhirnya!” Sesekali, ia mendorong asal sekaligus gemas, sebelah lengan Sepri.

Memiliki istri secantik Rere dan penampilannya sangat bersahaja, Rere bahkan orang kota dan memiliki pekerjaan mentereng, memang menjadi kebahagiaan sekaligus kebanggaan tersendiri untuk seorang Ojan. Namun kini, dengan perasaan yang mendadak gugup, selain ia yang juga jadi deg-degan tak karuan, Ojan memberanikan diri untuk memegang kedua lengan Rere dari belakang.

Rasa gugup langsung Rere rasakan seiring dada wanita itu yang mendadak berdebar. Meski gara-gara ulah Ojan juga, ia sempat terkejut bukan main dan memang karena belum terbiasa.

“Pelan-pelan dong, Jan. Istrimu beneran takut ke kamu!” omel ibu Septi, tak lama setelah Sepri menjewer gemas telinga kanan Ojan dan sampai detik ini masih berlangsung.

“Enggak apa-apa, Mas Sepri. Enggak apa-apa Ibu Septi. Mas Ojan enggak salah. Memang saya saja yang belum terbiasa. Terlebih efek kecelakaan bikin saya terngiang-ngiang adegan ketika mobil saya ditabrak. Adegan itu benar-benar mengejutkan dan memang sangat menyeramkan!” Rere sengaja memberikan alasan agar Ojan tak sepenuhnya disalahkan.

Jujur, Rere memang sama sekali belum ada rasa kepada Ojan. Namun jika pria yang sangat disayangi Adam itu terluka apalagi jadi bahan marah-marah bahkan itu oleh Sepri dan ibu Septi, ia sungguh tidak tega. Terlebih dalam kasus mereka, Rere menyadari, dirinya yang bersalah. Dirinya yang telah memulai, menarik sekaligus membuat Ojan ada bersamanya dalam sebuah ikatan pernikahan sakral. Mereka sepakat menikah demi Adam.

“Dek Rere, mulai sekarang Dek Rere enggak boleh takut lagi. Karena apa pun yang terjadi, aku yang sudah menjadi suami Dek Rere pasti akan melindungi Dek Rere maupun Adam, sampai titik darah penghabisan!” ucap Ojan sambil menggenggam erat tangan kanan Rere yang tidak diinfus.

Detik itu juga hati Rere terenyuh. Rere merasa memiliki pelindung, terlebih sejauh ini, Cikho yang selalu ia harapkan hanya sibuk memberinya ancaman sekaligus siks*aan.

Tanpa terasa air mata Rere jatuh, tapi dengan sigap Ojan menghapusnya. Pria itu menggunakan ujung kemeja lengan panjangnya untuk menghapus setiap air mata Rere. Ibu Septi dan Sepri yang menyaksikan itu langsung memberi Ojan peringatan keras. Namun Rere yang diperlakukan spesial versi Ojan, justru menjadi menahan tawanya. Tawa pertama Rere setelah sekian lama, dan Rere baru menyadarinya.

Seorang Ojan mampu membuatnya tertawa dengan hal tak terduga. Pantas Adam bisa sangat nyaman dengan Ojan—pikir Rere.

3 : Ojan, Pria yang Berbeda

Malam makin larut, tapi Rere tetap tidak bisa tidur. Rere masih berpikir keras, memikirkan bagaimana caranya mengabarkan pernikahannya kepada Cikho, agar mantan suaminya itu berhenti mengincar nyawa Adam, sementara dirinya masih belum bisa beraktivitas secara normal. Namun karena apa yang terjadi di antara mereka rahasia, Rere merasa harus mengabarkannya langsung kepada Cikho, segera.

Kini, di ruang VIP keberadaannya, Rere ditemani ibu Septi, Ojan, dan juga Adam. Ketiganya sama-sama sudah tidur, tapi Adam tetap memilih tidur bersama Ojan karena memang Ojan juga yang telah menidurkan Adam, meski di sana ada ibu Septi maupun Rere.

“Ibaratnya, ini malam pertama kita, Dek. Aku berharap, pernikahan kita ini enggak seperti pernikahanku yang sebelumnya. Tolong jangan tinggalkan aku apa pun yang terjadi, Dek. Aku janji, apa pun akan aku jalani, asal kita tetap sama-sama. Sumpah, aku sayang banget tulus cinta sampai mampus enggak putus-putus ke Dek Rere dan juga Adam. Aku beneran bakal jadi daddy yang baik,” ucap Ojan lirih. Setelah mendadak datang menghampiri Rere, kali ini Ojan juga menjadi tersedu-sedu.

Di titik kini, Rere jadi bertanya-tanya. Kenapa Ojan selalu ditinggal setiap istrinya, tepat di malam pertama? Ada apa? Memangnya ada rahasia yang pria itu sembunyikan? Atau, Ojan memiliki kekurangan lebih fatal dari sekadar tingkah nyeleneh yang selama ini Ojan tunjukan?

Terlepas dari semua itu, hati Rere kembali dibuat terenyuh oleh tingkah Ojan, ketika pria itu menyerahkan dompet, juga sisa-sisa uang termasuk itu uang receh, dari setiap saku di pakaian Ojan.

Rere yang masih berbaring berangsur duduk. “Ini apa, Mas? Kenapa Mas kasih semua ini?”

“Aku enggak punya banyak uang, Dek. Uangku beneran tinggal segitu, tapi kata Sepri, aku punya tabungan dan harusnya masih cukup buat biaya pengobatan kamu.” Ojan menatap sendu kedua mata Rere. “Namun aku janji, nanti kalau kamu sudah sembuh, dan bisa jaga Adam, aku akan langsung kerja. Sekarang adanya gini, lagi disuruh sakit, ya yang sabar ya. Dijalani dulu. Habis ini kan, bisa sama-sama cari rezeki lagi. Syukurnya, Adam enggak kenapa-kenapa dan alhamdullilah, kamu pun mulai sehat.”

Setelah mendengarkan ucapan Ojan barusan, Rere merasa jika suaminya merupakan pria yang berbeda. Ia menemukan sisi lain yang selama ini belum pernah ia dengar tentang Ojan.

“Ya sudah, kamu tidur lagi. Ini disimpen dulu. Apa Dek Rere mau makan? Dek Rere mau minum? Atau mau saya antar ke kamar mandi?” Sambil merapikan dompet dan uangnya yang ia simpankan di tas Rere yang ada di laci nakas sebelah, Ojan sibuk memberikan perhatiannya.

Ibarat tanah gersang yang mendadak diguyur hujan, itulah gambaran perasaan, hati, bahkan kehidupan Rere sekarang. Terbiasa menghadapi mantan suami yang bengis dan tak segan kasar, kini Allah mengiriminya suami sangat perhatian dan itu Ojan.

***

Dua hari kemudian Rere yang sudah jauh lebih sehat memilih untuk menemui Cikho. Rere benar-benar akan mengakhiri semuanya, baik drama, maupun hubungan Cikho dengan Adam layaknya yang pria itu inginkan.

Sampai detik ini, Rere masih bisa mengelabuhi semuanya. Baik itu keluarganya, maupun Ojan suaminya, untuk pertemuannya dan Cikho. Pertemuan yang Rere pastikan menjadi akhir dari hubungan mereka.

Kehadiran Cikho sudah langsung membuat jantung Rere berdetak lebih cepat akibat ketakutannya kepada Cikho. Namun, Rere berusaha menguatkan diri agar semuanya bisa secepatnya berakhir.

Kini, meski belum berani sekadar mengangkat wajah bahkan melirik Cikho, Rere yakin pria itu sudah sibuk meliriknya penuh emosi. Karenanya, Rere yang juga tidak banyak memiliki waktu, sengaja menyerahkan sebuah amplop putih yang segera ia dorong ke tengah meja.

“Apa lagi? Memangnya yang kemarin kurang?!” hardik Cikho meski ia berucap lirih. Tentu yang ia maksud, kecelakaan Rere dan Adam. Ketika mobil yang Rere kemudikan, terlempar dari jalan layang.

Dihardik layaknya kini, benak Rere jadi dihiasi senyum bahagia antara Adam dengan Ojan. Kedua sosok yang jujur saja sudah menjadi sumber semangatnya. Bahkan karena bayang-bayang wajah keduanya juga, Rere jadi memiliki keberanian untuk menatap Cikho. “Aku sudah menikah, jadi jangan pernah mengusik apalagi melukai Adam lagi. Aku janji ini akan menjadi kedatanganku yang terakhir kalinya.”

Rere berusaha menyudahi urusannya dan Cikho secepatnya, agar Adam baik-baik saja. “Amplop itu berisi surat keterangan pernikahanku, sementara sisanya merupakan akta kelahiran Adam, selain kartu keluarga kami yang lama. Aku tetap menjadi orang tua tunggal untuk Adam. Sementara surat pernikahan kita, termasuk semua foto kita, sudah aku bakar tanpa sisa agar Adam tidak pernah mengetahuinya. Kamu tidak usah khawatir karena selama ini, sekadar nama apalagi foto kamu saja, Adam tidak pernah mengetahuinya. Dan Alhamdullilah, Adam sudah menemukan daddy yang tepat!”

“Selebihnya, andai kamu masih berani mengusik apalagi melukai Adam lagi, aku benar-benar tidak akan tinggal diam!” Kali ini Rere benar-benar marah. Terlebih jika ia ingat ketakutan Adam ketika mobil mereka terlempar dari jalan layang.

“Kamu sudah menikah?” Cikho mengernyit dan menatap ragu Rere yang kali ini memakai setelan biru muda. Di hadapannya, Rere yang menatapnya penuh dendam, langsung mengangguk. Membuatnya segera memastikan surat pernikahan yang wanita itu serahkan.

Cikho penasaran, dengan siapa Rere menikah, dan kenapa begitu cepat?

Setelah membuka isi amplopnya, yang langsung Cikho tatap dengan saksama ialah nama suami Rere. “Muhammad Faojan Abdul ...,” lirihnya sambil melirik penasaran Rere. “Namanya enggak asing,” batinnya yang kemudian bertanya, “Siapa? Orang mana?”

“Bukan urusan kamu karena apa pun yang ada dalam hidupku maupun Adam, memang tidak ada kaitannya dengan kamu!” tegas Rere.

“Aku hanya memastikan kamu beneran nikah sama orang, bukan orang-orangan hanya untuk mengelabuhi aku!” emosi Cikho meski ia masih berucap lirih.

Rere yang telanjur muak, sengaja mengeluarkan ponselnya dari dalam tas tentengnya. Ia menunjukkan video kedekatan Adam dan Ojan, yang ia rekam secara diam-diam.

“Kamu nikah sama Ojan?! Kamu nikah sama orang enggak waras dan ... kamu membiarkan orang enggak waras itu dekat dengan Adam?” marah Chiko dengan suara yang naik drastis.

“Otak kamu di mana? Kalaupun kamu memang enggak punya otak, harusnya sebagai ibu yang melahirkannya, kamu mikir! Mana yang baik dan mana yang enggak seharusnya enggak ada dalam hidup Adam!”

Dengan kasar, Rere berdiri meninggalkan bangku kayu tempatnya duduk. Ia menatap marah kedua mata Cikho di tengah dadanya yang bergemuruh menahan amarah, lebih dari sebelumnya. “Ojan boleh saja kurang waras, tapi dia berkali lipat jauh lebih tanggung jawab dari kamu yang mengaku waras! Dia lebih manusiawi dan tulus menyayangi kami! Dan jika kamu ingin tahu siapa yang tak sepantasnya ada dalam hidup Adam, jawabannya tentu kamu! Karena sejahat-jahatnya manusia, dialah yang dengan sengaja melukai bahkan berusaha memb*unuh anaknya!”

“Sekali lagi aku tegaskan, Ojan pria yang berbeda. Ojan tulus menyayangi kami, dan aku sangat bersyukur karena telah menikah dengannya!” tegas Rere untuk terakhir kalinya. Tanpa pamit bahkan sekadar basa basi, ia sengaja berlalu di sana.

Rere melangkah tegas sekaligus cepat. Dalam hatinya Rere yakin, bersama Ojan, ia dan Adam akan bahagia. Mereka akan mengarungi pernikahan sekaligus rumah tangga manis versi mereka, meski mereka dipersatukan dengan kelebihan sekaligus kekurangan masing-masing.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!