...Run Away © 2021, alyazlka...
...Naruto and its characters belong to Masashi Kishimoto...
...·...
...Run Away adalah salah satu cerita fiksi murni karangan dan imajinasi penulis. Pertama kali ditulis pada akhir tahun 2021 dan pertama kali dipublikasikan pada Januari 2022 kemudian dipindahkan ke Noveltoon pada September 2023. Cerita ini merupakan cerita dengan Young Adult sebagai genre utamanya, dimana tokoh utama dalam cerita adalah karakter orisinil milik penulis. Dan, cerita ini dibuat untuk mengekspresikan kesukaan penulis pada anime Naruto karya Masashi Kishimoto....
...Cerita ini dilindungi UUD Republik Indonesia No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Penulis tidak mengizinkan penggunaan atau penggandaan cerita ini dalam bentuk apa pun tanpa izin. Tindak plagiarisme akan dikenakan sanksi yang berlaku....
...Terima kasih telah berkenan mampir ke cerita ini. Semoga kalian menikmatinya dan dapat menghibur. Sebagai dukungan, jangan lupa untuk menekan jempol di pojok kiri. Atau berikan suntikan semangat dengan memberikan komen....
..._Selamat Membaca_...
Riuh orang-orang yang berlalu-lalang merupakan hal yang wajar dia temui ketika kedua kakinya baru saja menginjak Bandar Udara Internasional Narita. Begitu keluar, seorang laki-laki—yang beberapa hari lalu diberitahukan oleh kakak sepupunya—menghampirinya lalu mengajak untuk menepi.
Laki-laki yang seumuran dengan kakak sepupunya itu adalah bagian dari tim sukses untuk rencananya selama berada di Jepang. Tanpa banyak bicara laki-laki itu menyerahkan sebuah pouch kepada Reyana dan langsung pergi dari sana setelah berujar singkat sebagai bentuk sopan santun. Reyana sendiri tidak terlalu memusingkannya, lagipula setiap orang pasti punya kesibukan. Apalagi ini Jepang.
Setelah persiapan kurang lebih sembilan hari, yang dia akui tidak cukup matang, akhirnya Reyana bisa mendarat di Negeri Sakura ini. Sekarang dia hanya perlu mencari taksi untuk mengantarnya ke hotel yang sudah di-booking. Dengan tangan yang sibuk menarik kopernya, dia berjalan keluar dari bandara.
Setelah mendapatkan taksi, Reyana langsung memberitahukan nama hotel tujuannya kepada sopir. Di dalam taksi Reyana memperhatikan pemandangan kota dari balik kaca jendela mobil.
Tidak salah dirinya memilih Negeri Sakura ini sebagai tujuannya. Negara dengan kebudayaan yang masih kental, tata kota dan arsitektur bangunan yang luar biasa, dan juga dikenal sebagai kampung halaman anime-anime yang terkadang ditonton Reyana di waktu luang. Benar-benar keputusan yang tepat dia memilih negara ini.
Langit di atas sana yang harusnya terang oleh matahari, siang ini tertutupi gumpalan-gumpalan awan kelabu yang mungkin sebentar lagi akan menjatuhkan muatannya.
"Kita sudah sampai, Nona," ujar supir taksi itu setelah memberhentikan mobil di depan hotel.
Setelah membayar Reyana berlari kecil sambil menggeret kopernya dengan susah payah untuk segera masuk ke dalam hotel. Rintik gerimis datang tiba-tiba beberapa menit sebelum taksi yang ditumpanginya sampai di depan hotel.
Selesai berbicara dengan resepsionis, Reyana diantar ke kamar hotel yang sudah di-booking olehnya. Kamar itu berada di lantai empat belas dengan nomor 0326. Setelah membantu Reyana dalam membawa koper milik gadis itu, pekerja itu langsung meninggalkan Reyana di depan pintu kamarnya.
Reyana menempelkan kunci berbentuk kartu ke sensor yang ada di bawah gagang pintu. Setelah terdengar bunyi dan cahaya berubah menjadi hijau, pintu pun terbuka. Dia segera menggeret kopernya masuk ke kamar.
Kamar yang di-booking Reyana adalah sebuah kamar superior dengan nuansa krem dan putih yang membuat kamar itu tampak hangat. Reyana hanya akan menginap di hotel ini selama lima hari. Dan selama enam hari itu Reyana akan mencari apartemen kecil yang akan dijadikan tempat tinggal selama berada di Negeri Sakura ini. Benar-benar tidak matang rencana yang dibuatnya dalam keadaan terburu-buru itu.
Untuk hari ini, Reyana hanya akan beristirahat sepanjang hari di kamarnya. Dia masih merasa jet lag setelah perjalanan jauh melintasi benua yang sangat melelahkan.
Reyana membiarkan kopernya tergeletak begitu saja di dekat pintu. Dengan godaan rasa lelah yang sangat besar, dia langsung menjatuhkan tubuhnya di atas ranjang. Tidak butuh waktu lama bagi Reyana untuk jatuh terlelap, dan mungkin sudah mulai menyelami lautan mimpi.
Saat matahari sudah terbenam di ufuk barat, barulah Reyana bangun dari tidur lelapnya. Setelah seluruh nyawanya terkumpul kembali, Reyana langsung ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya.
Selesai kegiatan bersih-bersih untuk melepas penat itu, Reyana keluar dari kamar mandi dengan menggunakan jubah mandi. Dia menuju jendela yang ada di kamar itu kemudian membuka tirainya. Tampak di luar sana berliter-liter air hujan jatuh membasahi bumi. Pantas saja Reyana merasakan suhu kamarnya yang terasa dingin. Hujan di luar sanalah penyebabnya.
Dengan membiarkan tirai jendela tetap terbuka, Reyana menuju kopernya yang berada di dekat pintu. Ia menggeret koper itu mendekati ranjang. Setelah menaikkan koper itu ke atas ranjang, Reyana mulai membuka resleting koper.
Reyana mengambil sepasang pakaian dalam, tank top hitam, hoodie oversize berwarna hijau tua, dan celana levis hitam. Setelah semua itu terpasang di tubuhnya, Reyana keluar dari kamarnya untuk menuju restoran yang ada di lantai dasar hotel.
Sampai di restoran Reyana memesan shoyu ramen dan juga cappucino dengan bahasa Jepang yang lancar. Tidak sia-sia dia mengikuti les bahasa asing selama ini. Setelah pesanannya datang, Reyana langsung menyantapnya dengan lahap. Mungkin ini dikarenakan rasa lapar yang sudah menderanya sejak terbangun dari tidur tadi.
Reyana makan sambil memainkan ponselnya yang dipegang dengan tangan kiri. Selama tinggal di Jepang Reyana tidak menggunakan nomor ponsel yang biasa digunakannya sebelum itu. Hal itu juga membantunya 'bersembunyi' dengan baik. Pun selama di Jepang dia hanya akan berkirim pesan dengan Alex, kakak sepupunya, melalui surel. Ya, hanya Alex satu-satunya keluarga yang akan dia hubungi selama berada di Jepang. Surel yang dia gunakan pun baru dan menggunakan nama samaran agar tidak ada yang mengetahuinya. Untuk masalah komunikasi seperti ini dia memang sudah cukup memikirkannya dengan baik.
Setelah menghabiskan makanan dan minumannya, Reyana kembali ke kamarnya. Karena suhu udara yang semakin rendah, sesampainya di kamar Reyana langsung menyalakan penghangat ruangan.
Reyana berdiri di depan jendela untuk melihat ke luar. Hujan masih turun dengan derasnya untuk membasahi bumi. Banyak orang di luar sana yang menggunakan payung untuk menghindarkan diri dari tetesan air hujan.
Bunyi notifikasi dari ponselnya membuat Reyana mengalihkan pandangannya. Ada sebuah surel masuk dari Alex. Sebelum membacanya Reyana menuju ranjang. Ia ingin berada di posisi nyaman sebelum membaca surel itu.
From : alexn.dr(at)mail.com
To : bloomycrhysan(at)mail.com
Subject : -
Hei, adik kecil. Apa kau sudah sampai di hotel? Kau tahu, sejak kepergianmu aku selalu merasa tidak tenang. Takut saja jika Uncle dan Aunty tahu aku membantumu kabur dari rumah. Aku juga takut kalau terjadi apa-apa padamu, tapi semoga saja tidak terjadi apa-apa.
Oh ya, berapa lama kau akan berada di sana? Kau tentu tahu kalau kau tidak bisa bersembunyi terlalu lama. Mungkin setelah kembali dari New York, Uncle dan Aunty akan langsung panik mengetahui kau tidak ada di sana. Dan pastinya tidak perlu waktu lama Uncle akan menyebarkan anak buahnya di seluruh London.
Itu saja yang mau aku ucapkan. Jaga dirimu baik-baik di sana. Jangan terlalu dekat dengan orang asing. Siapkan semprotan merica kalau perlu.
With much love and worries,
Your best cousin.
Reyana tersenyum membaca surel dari kakak sepupunya itu. Tidak menunda lebih lama, dia segera membuat surel balasan untuk Alex. Setelah melihat tanda dengan tulisan 'terkirim' Reyana keluar dari aplikasi surel.
Sekarang Reyana merasa bosan. Ingin menjelajahi media sosial, hanya saja sebelum berangkat ke Jepang dia sudah menghapus semua aplikasi media sosial yang ter-install di ponselnya. Setelah berpikir sejenak, satu-satunya hal yang terlintas di benaknya adalah tidur. Ya, lagi pula ini sudah malam.
...* * *...
Alex sedang memeriksa berkas-berkas berisi keterangan mengenai pasien-pasiennya saat sebuah surel masuk. Melihat nama pengirim dari surel itu membuat Alex memastikan keadaan terlebih dahulu. Saat sudah yakin tidak akan ada siapa pun yang akan datang ke ruangannya, Alex segera membuka surel itu.
From : bloomycrhysan(at)mail.com
To : alexn.dr(at)mail.com
Subject : -
Hai, sepupu. Aku sudah sampai di hotel sejak siang tadi. Aku juga baru selesai makan malam.
Kau tidak perlu merasa takut, bersikap biasa saja. Malahan jika kau menunjukkan rasa takutmu, semua orang akan tahu dan rencanaku akan gagal total. Tentunya aku akan menyalahkanmu jika rencanaku gagal.
Aku tidak tahu sampai kapan aku akan tinggal di sini, tetapi yang pasti aku akan pulang jika Mom dan Dad membatalkan rencana tidak masuk akal mereka. Tidak apa-apa jika sesekali mereka panik. Mungkin dengan begitu mereka bisa memahami perasaanku.
Kau juga tidak perlu mengkhawatirkan diriku, aku bisa menjaga diriku sendiri. Sampai jumpa saat aku kembali nanti.
With luv,
Beautiful Reya.
Setelah membaca surel itu Alex menghela napas pelan. Sejak mendengar rencana gila Reyana, dia sering menghela napasnya. Seakan-akan begitu banyak beban diberikan padanya. Semakin bertambah ketika rencana gila itu terlaksana hari ini.
Knock... Knock...
"Ya, masuk!" ucap Alex mempersilahkan orang yang mengetuk pintu ruangannya untuk masuk.
Seorang suster masuk ke ruangan Alex. "Permisi, Dok. Satu jam lagi Anda memiliki jadwal untuk operasi salah satu pasien, jadi sebaiknya Anda segera bersiap," ujar suster itu.
"Ya, saya akan segera bersiap."
Alex menyesap kopi miliknya yang masih tersisa untuk menjernihkan pikiran, kemudian bangkit dari duduknya dan keluar dari ruangan itu bersama si suster.
Sedari kemarin Reyana mengunjungi apartemen-apartemen dalam daftarnya yang sekiranya bisa dijadikan tempat tinggal selama di Jepang. Namun, dari semua apartemen yang dikunjunginya, tidak ada satu pun yang kosong. Dia terlambat mengunjungi apartemen-apartemen itu sehingga ada orang lain yang sudah menempatinya duluan. Padahal besok sudah waktunya bagi Reyana untuk check-out dari hotel.
Setelah mendatangi apartemen terakhir dalam daftarnya, dan kembali mendapati apartemen itu sudah ditempati, Reyana memilih beristirahat sejenak di taman yang berada di dekat sana. Begitu melelahkan, dia sampai beberapa kali menghela napas berat.
Yah, ini adalah risiko dari persiapannya yang tidak cukup matang. Namun, hal melelahkan ini tidak akan membuatnya langsung mundur dan kembali ke rumahnya. Tidak, sampai orang tuanya membatalkan hal konyol yang direncanakan kemarin.
Tidak jauh darinya, seorang perempuan berambut merah muda berdiri dengan tangan yang berada di telinganya. Perempuan itu tampak menawan dengan rambutnya yang seperti warna bunga sakura, bunga khas Jepang. Reyana tidak bermaksud untuk mencuri dengar percakapan perempuan itu, tetapi setelah mendengar kata 'menyewakan apartemen' dia langsung mendekati perempuan itu.
Menunggu hingga perempuan itu menyelesaikan percakapannya, Reyana berdiri dua langkah di belakang.
"Ano, permisi." Reyana berujar untuk mendapat perhatian perempuan itu, sedikit ragu.
Perempuan itu membalik tubuhnya. Rambut merah mudanya ikut bergerak. "Ah, apa ada yang bisa kubantu?" tanyanya.
"Sebelumnya aku minta maaf, aku tidak bermaksud untuk mencuri dengar percakapanmu. Aku sedang mencari apartemen, dan kudengar kau sedang menyewakan apartemen." Reyana berucap pelan dan hati-hati.
Mereka adalah orang asing sekarang, dia tidak ingin dituduh yang tidak-tidak. Dia juga merasa gugup berbicara dengan perempuan itu karena begitu mendapati wajahnya, kemenawanan menyambutnya. Ya walaupun dulu dia terkadang ikut ke acara perusahaan ayahnya, tetapi kebanyakan hanyalah para orang tua penuh wibawa bisnis.
"Oh, tidak apa-apa. Aku juga bersyukur bisa bertemu denganmu." Perempuan itu tersenyum hangat. "Namaku Haruno Sakura." Dia memperkenalkan dirinya pada Reyana.
"Senang bisa bertemu denganmu, Haruno-san." Reyana mengulurkan tangannya untuk menjabat tangan perempuan bernama Haruno Sakura itu. "Kau bisa memanggilku Yana."
"Dan kau juga bisa memanggilku Sakura kalau begitu. Lagipula sepertinya usia kita tidak jauh berbeda," ucap Sakura. "Nah, Yana-chan, kapan kau ingin melihat apartemennya?"
"Apakah bisa hari ini?" Reyana bertanya dengan ragu.
"Tentu saja. Ayo, ikuti aku! Letaknya tidak jauh dari sini," ujar Sakura seraya meraih tangan Yana untuk menuntunnya.
Seperti yang dikatakan Sakura, letak apartemennya tidak terlalu jauh dari taman. Hanya perlu melewati satu blok. Selama perjalanan, jalinan tangan mereka tidak terlepas. Hingga akhirnya mereka memasuki gedung tinggi dan berdiri di depan sebuah apartemen di lantai lima.
Sakura mengeluarkan kunci apartemen yang selalu berada di dalam dompetnya. "Ayo, masuk!" ajaknya begitu pintu terbuka.
Itu adalah apartemen kecil yang sederhana, cocok untuknya yang akan tinggal sendiri. Terdapat dapur kecil yang akan langsung dijumpai ketika masuk, lalu satu kamar tidur, kamar mandi yang bersisian dengan kamar tidur, juga ruang tamu kecil yang lebih cocok sebagai tempat bersantai dengan sebuah sofa untuk dua orang dan satu sofa tunggal.
Reyana sedikit canggung begitu memasuki apartemen bernuansa putih, merah stroberi dan merah muda itu. Sakura mengajak Reyana berkeliling apartemen, menunjukkan setiap ruangan yang ada di sana dan menjelaskan beberapa hal. Hingga akhirnya mereka memutuskan untuk bersantai di ruang tamu kecil yang ada.
"Apartemen ini memang sengaja tidak aku kosongkan karena sebenarnya tidak berniat untuk menyewakannya. Ini semua karena tunanganku yang mendesak untuk tinggal di rumahnya," jelas Sakura. "Ah, tetapi karena kau sudah ada di sini dan tampak sangat membutuhkannya, tentu aku akan menyewakannya."
"Terima kasih, Sakura-san."
"Jadi, bagaimana menurutmu, Yana-chan?" Sakura bertanya dengan ekspresi wajah berharap.
"Ini lebih bagus dari bayanganku. Aku akan menyewanya," ujar Reyana.
"Ah, baguslah kalau begitu." Sakura tersenyum senang. "Apa kau mau minum sesuatu? Aku juga ingin mengabari seseorang sebentar."
"Tidak perlu repot-repot." Reyana menolak halus tawaran Sakura.
"Baiklah, kau tunggu sebentar, ya." Sakura beranjak dari sana menuju dapur kecil yang berada di samping kanan pintu masuk.
Di dapur, dia menghubungi seseorang–lebih tepatnya adalah sang tunangan–untuk memberitahu mengenai apartemennya. Setelah tersambung dia segera berujar.
"Sasuke-kun, aku mendapatkan seseorang yang ingin menyewa apartemen."
"Laki-laki atau perempuan?" tanya orang di seberang.
"Perempuan, seorang remaja perkiraanku."
"Namanya?"
Sakura mendesah kesal. Kekasihnya selalu seperti itu, khas akan interogasi. "Namanya Yana."
"Nama lengkapnya?"
"Entahlah, tadi dia tidak memberitahukannya."
Dapat Sakura dengar kalau kekasihnya itu menghela napas setelah mendengar jawabannya. Dan itu membuatnya sedikit kesal. "Aku bukanlah orang yang suka ingin tahu privasi orang lain, jadi bukan salahku jika aku tidak tahu nama lengkapnya!" serunya dengan kesal.
"Baiklah, Sakura. Aku akan ke sana saja." Setelah mengatakan itu sambungan telepon langsung diputus secara sepihak sehingga membuat Sakura memberenggut kesal.
Membiarkan ponselnya begitu saja di atas pantri, kemudian Sakura berniat untuk membuatkan minuman. Meskipun Reyana tadi sudah menolaknya, tetapi bagi Sakura, gadis itu adalah tamu sekarang. Jadi, dia memiliki kewajiban untuk menjamunya. Untung saja dia masih menyimpan teh instan, tinggal menyiapkan air untuk menyeduhnya.
Sambil menunggu airnya yang sedang dipanaskan, Sakura kembali memperhatikan calon penyewa apartemennya itu.
Kalau memang perkiraan Sakura benar, gadis itu masih belasan tahun, seusia Konohamaru dan Hanabi, adik Hinata. Surai sepunggung Reyana berwarna coklat cerah dengan sedikit aksen bergelombang di ujungnya. Ya, setidaknya cukup normal sehingga Sasuke tidak akan punya alasan untuk curiga pada gadis itu. Sakura benar-benar menyesalkan sifat overprotektif laki-laki itu. Ya, walaupun dia tidak bisa memungkiri Sasuke yang lahir di keluarga bisnis yang tersohor. Itu seperti sudah ada dalam darahnya.
Begitu air yang ditunggunya mencapai suhu yang sesuai, Sakura langsung menuangkannya ke gelas yang sudah dia masukan kantung teh. Setelah itu dia membawanya ke ruang tamu.
"Ah, Sakura-san. Kau seharusnya tidak perlu repot-repot." Reyana menerima cangkir dari tangan Sakura dengan canggung.
"Tidak apa-apa, kau adalah tamuku sekarang. Oh iya, tunanganku juga akan ke sini." Sakura memberitahu. "Sifatnya sedikit ... overprotektif. Katakan saja jika nanti kau tidak nyaman dengan sikapnya."
Reyana mengangguk dengan kaku. Kemudian menyesap sedikit teh yang sudah dibuat Sakura.
Selang beberapa menit, bel apartemen berbunyi. Sakura bangkit untuk membukakan pintunya. Dia kembali dengan seorang laki-laki tampan bersurai raven. Reyana mengakui kalau pasangan di hadapannya itu terlihat sangat serasi.
Reyana berdiri untuk memberi salam pada laki-laki yang Sakura perkenalkan sebagai tunangannya. Auranya terasa mengintimidasi, tetapi Reyana masih bisa menghadapinya karena dia pernah menghadapi yang lebih buruk darinya.
"Nah, Yana, ini Sasuke. Sasuke, ini Yana yang akan menyewa apartemenku." Sakura mulai bersuara ketika mereka semua telah duduk di sofa.
"Siapa nama lengkapmu?" Sasuke bertanya pada Yana. Tidak berusaha menutupi sifatnya yang terlalu waspada.
"Miyaki Yana. Anda sendiri?" Reyana menyebutkan nama Jepang-nya dengan lantang. Dia tidak akan tertekan hanya dengan menghadapi laki-laki yang duduk tidak jauh darinya sekarang ini.
Dalam hati Sasuke mengakui keberanian gadis itu. "Sasuke, Uchiha Sasuke."
"Oh, Uchiha yang itu?" Reyana sedikit tidak percaya. Dia cukup tahu dengan keluarga pebisnis dari Jepang itu. Dari yang didengarnya pun mereka sedang melangkah untuk merambah kancah internasional.
"Jadi, kau tahu tentang Keluarga Uchiha. Tetapi kelihatannya kau tidak seperti orang Jepang."
"Gen dari ayah saya yang seorang Eropa." Yana tidak berbohong. Dia memang masih memiliki darah Jepang dari pihak ibunya.
Sasuke mengangguk kecil. Jawaban yang masuk akal walaupun tidak menjawab semua pertanyaan terselubungnya. "Berapa usiamu?"
"Tujuh belas."
"Apa kau sendirian di sini?" Sakura menyela sebelum Sasuke berhasil mengajukan pertanyaan lain.
"Ya, Sakura-san."
"Di mana orang tuamu sekarang?" Sakura sedikit merasa iba pada gadis di sampingnya ini. Dia merasakan hidup tanpa orang tua sejak tahun terakhirnya sekolah dasar. Mereka meninggal dalam kecelakaan.
"Itu ... sedikit sulit untuk kuceritakan." Sebenarnya Yana tidak tahu bagaimana lagi harus mengarang cerita untuk bagian itu.
"Kau yakin?" Sasuke tampak tidak puas dengan jawaban itu. Jadi, dia berusaha mendesak Reyana agar gadis itu mengatakan yang sebenarnya. Instingnya mengatakan kalau gadis itu menyembunyikan banyak hal, dan dia tidak ingin menerima risiko jika itu bisa membahayakan Sakura di kemudian hari.
Plak!
Sakura menampar lengan Sasuke. "Kau tidak tahu kalau ada yang namanya privasi? Berhentilah untuk bersikap protektif, Sasuke." Lalu dia beralih pada Reyana. "Itu hakmu jika ingin mengatakannya atau tidak. Aku tidak akan memaksamu."
"Terima kasih, Sakura-san."
"Nah, kurasa aku bisa mempercayakan apartemen ini padamu, Yana-chan." Sakura menyerahkan kunci apartemen yang langsung diterima Reyana dengan ceria.
"Sungguh?"
"Ya, tentu saja."
"Terima kasih banyak, Sakura-san."
"Sudah, sudah. Kau terlalu banyak berterima kasih padahal kita baru bertemu."
"Tetap saja—"
"Sudahlah, aku percayakan apartemen ini padamu ya. Dan kapan kau akan pindah ke sini?"
"Aku akan pindah besok."
"Bagus, apartemen ini akan kembali diisi oleh seseorang."
Sekarang Reyana bisa bernapas lega karena masalah tempat tinggalnya sudah terlewati. Dia tidak akan luntang-lantung di jalanan Tokyo.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!