"Apa maksud kamu Dodi? Kamu sadar, Saras itu lebih pantas menjadi ibumu, ketimbang kekasihmu? Kamu mau membunuh ibumu ini secara perlahan-lahan karena malu?" Seorang wanita paruh baya berteriak pada putra bungsunya itu dengan wajah penuh emosi.
"Bu, tapi Dodi mencintai mbak Saras...Dodi tau usia kami terpaut sangat jauh, tapi cinta tidak memandang itu semua bu!" Ucap seorang pemuda berusia sekitar dua puluhan tahun sambil bersimpuh di kaki ibunya.
"Oke, jika kamu tetap bersikeras ingin bersamanya lanjutkan saja ibu tak akan melarang, tetapi..." Wanita berparas ayu itu menggantungkan ucapanya.
"Tetapi apa bu?" Tanya Dodi.
"Kamu bersiaplah untuk angkat kaki dari rumah ini dan bersiaplah untuk dihapus dari kartu keluarga dan terbuang dari keluarga besar kita!" Wanita itu tersenyum sinis menatap putra bungsunya dan kemudian meninggalkan Dodi yang terduduk lemas di lantai keramik itu.
"Suruh orang untuk menyelidiki siapa wanita tua tak tau malu yang telah berani mencintai adikmu, Diah!" Setelah berucap demikian pada Diah putri sulungnya, Dia masuk keruangan kerjanya.
Ayu Kinasih, seorang wanita pengusaha yang sukses dalam bisnisnya. Wanita Jawa yang masih memegang teguh semua prinsip keluarganya. Putri sulungnya Diah Rara Ayu, si tengah bernama Denok Kedasih dan putra bungsunya Dodi Kusumadiningrat.
Ayu Kinasih memeluk sebuah bingkai foto seraya meneteskan air matanya.
"Aku tak mau nasib percintaan kita terulang pada putra bungsu kita, mas Arya!" Isaknya.
"Keluarga besarku masih memegang prinsip bibit bebet dan bobot dalam mencari menantu, dan wanita pilihan Dodi sama sekali tak masuk dalam kriteria keluarga ini! Jangan sampai nasib rumah tangga kita yang terhalang oleh restu keluarga akan dialami pula oleh Dodiku!" Isaknya lagi.
"Aku bahkan tak pernah tau lagi apakah mas Arya masih hidup atau sudah meninggal sekarang ini!" Lirih Ayu.
Sementara itu...
"Ya Allah? Aku memang sudah menduga ibu akan menentang keras hubunganku dengan mbak Saras, apa yang harus aku lakukan? Jika aku jujur mengatakan bahwa mbak Saras sudah mengandung anak ku, aku takut akan terjadi sesuatu yang lebih buruk pada mbak Saras, aku bukan hanya harus memperhatikan mbak Saras dan calon bayiku, tetapi aku juga harus memperhatikan Abim dan Anis kedua anak mbak Saras, aku tidak mau terjadi sesuatu pada mereka bertiga!" Ucap Dodi lirih.
"Salahkah jika aku mencintai wanita yang usianya jauh lebih tua dariku? Seandainya saja aku bukan terlahir dari keluarga ningrat seperti ini, seandainya aku terlahir dari keluarga biasa saja tentu tak akan jadi seperti ini nasib percintaanku!" Keluh Dodi seraya berdiri dengan kedua lututnya yang terasa lemas.
"Pak Parjo, selidiki siapa saja wanita yang dekat dengan adik ku karena salah satu dari mereka adalah pacar Dodi!" Perintah Diah Rara Ayu pada orang kepercayaannya itu.
"Ndoro putri punya foto wanita itukah?" Tanya pak Parjo.
"Nggak ada pak, kalau ada sudah aku sendiri yang turun tangan melabrak wanita itu, selama ini Dodi sudah diijinkan oleh ibu walau dengan terpaksa untuk mencari pengalaman hidup di luar sana, bahkan ibu sangat menentang Dodi yang ingin bekerja sebagai cleaning service waktu itu, tetapi Dodi menangis memohon-mohon pada ibu bahwa dia bekerja hanya sekedar mencari pengalaman saja untuk merasakan kerasnya hidup di luar sana, tapi sekarang kok malah menjalin hubungan dengan wanita yang seyogyanya pantas menjadi ibunya!" Geram Diah.
Pak Parjo hanya diam. Dia tau majikannya yang satu ini sangat keras dan tegas sama seperti tuan Kusumadiningrat majikannya dulu, ayah dari Ayu Kinasih.
Pelayan tua itu dulu bekerja pada Kusumadiningrat, lalu beliau meminta pak Parjo untuk ikut dengan putri kesayangannya dan menjaga Ayu hingga sekarang.
"Baik Ndoro putri, secepatnya akan saya kasih kabar pada Ndoro Diah!" Jawab pak Parjo lalu pamit undur diri.
**********
"Kamu lama sekali datangnya, aku bawa nasi goreng lebih, sekotak kubawakan untukmu!" Ucap wanita yang barusan menyapa.
Dia adalah Saraswati. Wanita yang dicintai oleh Dodi dan telah mengajarkannya bagaimana menjadi seorang lelaki sehingga hubungan mereka kini masuk terlalu jauh.
"Aku sudah makan, kamu bawa saja kembali untuk makan siangmu!" Ucap Dodi dingin seraya berlalu meninggalkan Saras.
Saraswati termenung menatap punggung kekar lelaki muda yang mampu meruntuhkan benteng pertahanannya yang kini berjalan semakin jauh meninggalkannya.
"Dodi? Apa aku ada salah padamu? Mengapa kini kamu berubah? Apa karena kamu tau aku sekarang tengah mengandung anakmu?" Lirih Saras.
Saras memasukan kembali kotak bekal kedalam tasnya. Padahal tadi pagi Abim dan Anis masih minta tambah saat sarapan waktu akan pergi ke sekolah, tetapi karena dia ingat Dodi yang dia tau jarang sarapan pagi, maka jatah nasi goreng itu dia bagi empat bahkan dia sendiri tidak sarapan di rumah.
Sampai detik ini Saras sama sekali tidak tau siapa Dodi sebenarnya, dia hanya tau pemuda jangkung yang selalu mengendarai vespa saat pergi bekerja itu tinggal di kos-an sempit tempat mereka sering memadu kasih.
"Maafkan aku mbak Saras, bukan aku ingin menyakiti perasaanmu dan bayi kita, aku hanya ingin melindungi kalian dari amukan keluargaku karena aku tau pasti mbakyu Diah nggak akan tinggal diam, dia pasti turut menyelidiki atas perintah ibu!" Gumam Dodi.
Dodi merasakan sesuatu yang mengiris perih di dalam hatinya, dia tau perasaan wanitanya terluka, dia tau pasti Saras sangat sedih karena perlakuannya tadi.
Mereka berdua memang bekerja di gedung yang sana hanya berbeda lantai. Dodi ada di lantai tiga sementara Saras di lantai satu.
Dengan cepat Dodi masuk kedalam lift menuju lantai atas bersama dengan kawan-kawannya yang lain diiringi tatapan sedih Saraswati.
"Hei Dod, mbak Saras dari tadi aku perhatikan memandangmu terus, jangan-jangan dia suka sama kamu ya! Suit...suit...Dodi ditaksir tante...tante!" Goda Dimas dan Koko temannya yang bekerja satu lantai dengannya.
"Hush, ngawur aja kalo bicara!" Ucap Dodi seraya mendorong pundak Dimas.
"Nggak apa-apa juga sih, mbak Saras itu masih cantik dan seksi kok walaupun dia seorang janda anak dua!" Goda Koko menimpali.
"Nggak usah bicara yang aneh-aneh!" Ucap Dodi karena dia takut pembicaraan mereka ada yang mendengar, dia takut terjadi sesuatu pada wanitanya itu.
Dugaan Dodi tidak salah karena ada seseorang yang sejak tadi ada bersama mereka bahkan ikut masuk kedalam lift bersama mereka.
Mereka bertiga keluar dari dalam lift sementara orang itu terus naik kelantai berikutnya.
Setelah sampai di lantai empat dia langsung menuju ke lobi berdiri di salah satu sudutnya dan mulai menelpon.
*
*
***Bersambung...
Maaf ya reader, author tidak bisa melanjutkan cerita novel yang terdahulu, karena ponselnya hilang dan othor juga lupa sandinya jadi tidak bisa masuk kembali keakun yang dulu.
Mereka bertiga keluar dari dalam lift sementara orang itu terus naik kelantai berikutnya.
Setelah sampai di lantai empat dia langsung menuju ke lobi berdiri di salah satu sudutnya dan mulai menelpon.
📱"Halo bos, tadi saya satu lift dengan den bagus!"
📱"Lalu kabar apa yang kamu dapatkan?"
📱"Mereka menyebut sebuah nama tapi saya belum tau yang mana orangnya, ini saya akan mengadakan penyelidikan lagi!"
📱"Oke lanjutkan tugasmu!"
Tuuut....
*********
"Ada anak baru lho mbak Saras, orangnya agak culun pakai kaca mata badannya tinggi jangkung!" Kata Novi pada Saras.
"Terus gunanya kamu melapor padaku untuk apa, Nov?" Tanya Saraswati.
"Kan dia di lantai satu dulu sama mbak Saras, baru setelah bisa nanti dinaikan kelantai tiga!" Jawab Novi.
"Ngajari orang baru lagi!" Ucap Saras mendengus.
"Nggak apa-apa mbak, kalau dia nggak nurut cabut aja kacamatanya!" Jawab Novi sambil tertawa.
"Nah itu orangnya!" Tunjuk Novi dengan mulutnya.
Mata Saras dan si orang baru itu saling berpandangan lama sekali.
Deg...deg
Jantung Saras tiba-tiba berdegup kencang saat mata mereka saling menatap.
"Ala mak perasaan apa ini? Di mana letak bagusnya nih bocah? Ganteng juga nggak, badan kayak tiang listrik!" Batin Saras.
"Ini namanya mbak Saras yang akan mengajarimu di lantai satu ini!" Ucap mas Handoko supervisor mereka.
"Ehm...nama saya Dodi!" Katanya mengulurkan tangan.
"Saraswati!" Jawab Saras singkat.
"Manisnya, dia keibuan banget! Masa iya aku jatuh hati pada pandangan pertama pada mbak ini?" Batin Dodi masih menatap Saras lekat.
"Ya sudah kamu ikut mbak ya Dodi, nanti mbak kasih pengarahan tentang apa saja yang harus kamu kerjakan!" Ajak Saras berusaha seramah mungkin walaupun dia agak dongkol karena sejak tadi si mata empat ini terus mencuri pandang padanya.
Saras mulai memperkenalkan ruangan demi ruangan dan alat-alat yang akan digunakan. Dodi tampak menyimak dengan seksama setiap arahan dari Saras tanpa Saras menyadari mata itu selalu menatap dalam padanya.
"Kamu sudah mengertikan Dodi?" Tanya Saras.
"Iya mbak, sudah mengerti kok!" Jawab Dodi.
"Ya sudah, kita mulai aja ya...kalau kamu capek nanti istirahat saja, sebab kulihat kamu belum pernah kerja begini ya!" Kata Saras seraya menoleh pada Dodi.
Sesaat mereka saling menatap. Saras yang lebih dulu memalingkan wajahnya dengan jengah karena dia kalah bertatap mata dengan pemuda tanggung itu.
Dodi hanya tersenyum melihat wajah Saras yang memerah saat berpaling tadi.
"Aku suka sama kamu mbak, walaupun aku belum tau rasa sukaku padamu sebatas apa!" Batin Dodi.
Seharian itu Dodi memang selalu menempel pada Saras hingga Saras tau di usia semuda itu Dodi harus bekerja memenuhi kebutuhan hidupnya karena dia orang perantauan, keluarganya semua ada di Yogyakarta.
"Kamu sekarang ngekost di mana Dod?" Tanya Saras disela istirahat makan siang mereka.
"Nggak jauh dari sini kok mbak, kenapa? Mbak Saras mau main ke kostanku?" Tanyanya bercanda.
"Nggak ah, nanti ketauan berduaan kita nanti malah dinikahkan oleh pak RT!" Jawab Saras.
"Ya bagus dong mbak, jadi aku nggak usah pacaran lagi langsung nikah aja!" Jawab Dodi enteng.
"Gundulmu itu Dod...kalo bicara enak benet!" Jawab Saras tak terasa tangannya mengacak rambut ikal Dodi.
"Aku nggak gundul lho mbak, aku atas bawah gondrong sampai di tempat yang tersembunyi, mbak Saras mau lihat?" Seloroh Dodi menggoda Saras.
Awal perkenalan yang singkat namun penuh kesan bagi keduanya. Entah siapa yang memulai tetapi benih cinta mulai tumbuh di antara keduanya.
**********
"Motor mbak Saras mana?" Tanya Dodi saat sore itu dia melihat sang pujaan hati pulang berjalan kaki menelusuri jalan raya mencari angkutan umum yang lewat.
Walaupun keduanya kini sangat dekat tetapi Saras dan Dodi tetap menjaga jarak agar hubungan mereka tidak diketahui oleh siapapun.
Saras menoleh pada Dodi yang menyapanya dan mensejajarkan vespanya di samping Saras.
"Motorku masuk bengkel!" Jawab Saras.
"Kenapa nggak bilang tadi, tau gitu kujemput dan kuantar!" Jawab Dodi.
"Jangan Dod, nggak enak sama omongan anak-anak di sini!" Tolak Saras.
"Tapi aku nggak rela melihat bebebku pulang jalan kaki!" Jawab Dodi terlihat kesal.
"Nggak peduli, ayo cepat naik...lihat hari mulai mendung jangan sampai mbak Saras kehujanan dijalanan." Jawab Dodi.
Terpaksa Saras mengikuti kemauan Dodi, tetapi sayang belum sempat sampai kerumah Saras, hujan turun sangat deras.
Mau tak mau keduanya mampir dulu ditempat Dodi mengekost sementara menunggu hujan sedikit reda.
"Masuk dulu mbak, aku mau ganti baju dulu! Kalau mbak Saras lapar, di lemari aku menstok mie sama telur, maklum anak perantauan!" Sahut Dodi.
Sementara Dodi berganti baju, Saras memasak mie dan membuatkan teh untuk mereka berdua.
"Kalau begini, aku jadi ingat sewaktu mas Rinto masih hidup!" Lirih Saras yang teringat pada mendiang suaminya.
"Siapa Rinto?" Tanya Dodi yang tiba-tiba sudah ada dibelakang Saras yang rupanya tadi mendengar gumaman Saras.
"Siapa Rinto?" Tekan Dodi tampak raut kecemburuan di wajahnya.
"Mendiang suamiku!" Jawab Saras singkat seraya menunduk lalu membawa dan memindahkan mie rebus kedalam mangkuk lalu membawanya keruang tamu.
"Kamu makanlah, udara di luar dingin sekali! Aku akan mengambilkan teh hangat untukmu!" Jawab Saras lalu kembali kedapur.
"Maaf...kupikir kamu menduakanku!" Jawab Dodi penuh rasa bersalah.
Mereka berdua makan dalam diam sementara hujan di luar turun semakin deras.
Saras membawa sisa piring dan gelas kotor kebelakang lalu mencucinya.
Saat dia kembali keluar dia melihat Dodi tampak memijit pelipisnya.
"Kamu sakit?" Tanya Saras khawatir.
"Aku punya asam lambung, aku sering terlambat makan, setelah berasa benar-benar lapar baru kadang aku ingat bahwa aku belum makan!" Jawab Dodi.
Saras tau bagaimana keadaan anak rantau seperti Dodi, persis sama seperti saat dia dan mendiang Rinto dulu saat merantau ke Kalimantan tanpa sanak saudara dan hanya tinggal di rumah kontrakan kecil serta harus serba berhemat.
"Maaf mbak, bisakah aku minta tolong kerokan belakangku?" Pinta Dodi tiba-tiba mengagetkan Saras.
"Hah? Ta...tapi?" Kata Saras sedikit ragu.
"Tenang mbak, aku nggak akan berbuat macam-macam kok!" Sahut Dodi yang memang masih tampak mengerenyit kesakitan membuat Saras tidak tega untuk menolaknya.
"Ya sudah kamu baring tengkurap di kasur lantai itu biar aku bisa mengerok punggungmu lebih leluasa!" Jawab Saras.
Dodi tak lagi banyak bertanya langsung mengikuti permintaan Saras menengkurapkan dirinya kelantai di atas kasur busa tipis miliknya.
Saras mengambil minyak angin lalu mulai mengerok punggung Dodi walaupun hatinya sedikit berdebar.
*
*
***Bersambung....
Apa yang akan terjadi selanjutnya dengan mereka?
Ikuti terus kisah selanjutnya ya!
"Ya sudah kamu baring tengkurap di kasur lantai itu biar aku bisa mengerok punggungmu lebih leluasa!" Jawab Saras.
Dodi tak lagi banyak bertanya langsung mengikuti permintaan Saras menengkurapkan dirinya kelantai di atas kasur busa tipis miliknya.
Saras mengambil minyak angin lalu mulai mengerok punggung Dodi walaupun hatinya sedikit berdebar.
Tiba-tiba Dodi berbalik lalu menatap wajah ayu itu.
"Mbak, apa mbak Saras nggak keberatan jika aku melamar mbak Saras jadi istriku?" Tanya Dodi dengan tatapan mata yang serius.
"Kamu jangan main-main Dod, usia kita terpaut sangat jauh, kamu pantasnya jadi a..." Suara Saras terputus saat tangan Dodi menutup mulutnya.
"Aku nggak peduli, asalkan mbak Saras mau menerimaku apa adanya aku tidak akan peduli pada semua itu!" Jawab Dodi perlahan.
Dodi menarik tubuh mungil itu kedalam pelukannya, Saras tidak sempat untuk mengelak.
Deg...deg
Dua jantung berdetak hebat saat keduanya berpelukan dengan erat.
"Mbak, boleh ya?" Ijin Dodi lalu mulai mengecup bibir mungil milik Saras.
Awalnya hanya sebuah kecupan tetapi pada akhirnya mereka berdua saling menuntut untuk berbuat lebih jauh. Satu gelora jiwa muda yang membara dan yang satu gelora seorang wanita yang sudah bertahun-tahun tak pernah disentuh dan mendapat belaian kasih sayang.
Saras menarik bajunya untuk menutupi sebagian tubuhnya yang polos sementara Dodi terkapar mandi keringat memejamkan matanya di samping Saras.
"Apa yang sudah aku lakukan?" Lirih Saras.
"Terima kasih mbak, aku bahagia sekali hari ini! Aku tidak akan meninggalkan mbak Saras, aku akan bertanggung jawab pada perbuatanku!" Bisik Dodi di telinga kekasihnya.
"Tapi janji ya Dod, jangan sampai teman-teman tau tentang hubungan kita, karena jika mereka tau salah dari kita akan dikeluarkan!" Ucap Saras.
Awalnya Dodi nampak keberatan tapi akhirnya karena Saras memohon akhirnya dia dengan berat hati setuju.
"Tapi mbak janji, karena hubungan kita sudah terlalu jauh maka aku nggak mau kalau mbak bersama dengan yang lain karena mbak Saras hanya milikku!" Kata Dodi lalu menarik tubuh Saras dan kembali mereka mengulang dan mengarungi gelora cinta berdua.
*********
"Om ini siapa bu?" Tanya si kecil Abim saat melihat Saras pulang diantar oleh Dodi ke rumah kontrakan mereka.
"Panggil ayah ya jangan panggil om, karena sebentar lagi om akan jadi ayah kamu!" Kata Dodi lalu mengacak rambut Abim.
"Hore, Abim dan kak Anis akan punya ayah!!" Seru Abim gembira.
"Jadi kalian hanya tinggal bertiga di sini? Lalu bagaimana keduanya jika mbak Saras bekerja?" Tanya Dodi memandang iba pada kedua bocah itu.
"Ya mereka tinggal berdua aja, Dod!" Sahut Saras.
Dodi hanya menggelengkan kepalanya mendengar itu.
"Ya sudah aku langsung pulang ya!" Kata Dodi akhirnya.
"Kamu nggak masuk dulu?" Tanya Saras.
"Pengennya sih! Tapi nanti kita berdua nyetrum lagi kayak listrik tegangan tinggi!" Sahut Dodi sambil mencubit hidung bangir milik Saras.
"Otakmu mesum melulu!" Cibir Saras.
"Kamu yang membuat aku jadi berpikiran mesum terus!" Tangkis Dodi tak mau kalah.
"Oh iya, aku ada sedikit uang untuk uang saku Abim dan Anis sekolah nanti kalau gajian besok pegang semua uangku, paling aku hanya ambil untuk bayar kontrakan dan bensin, selebihnya kamu yang mengatur!" Kata Dodi.
"Kok aku?" Tanya Saras.
"Kamukan istriku, lagipula aku makan di sini juga paling dikontrakan cuma numpang tidur doang, jika kita sudah menikah aku akan segera pindah kemari supaya nggak buang uang lagi!" Kata Dodi.
"Ya sudah terserah kamu lah...hati-hati dijalan ya!" Kata Saras.
"Kamu kelupaan sesuatu!" Sahut Dodi.
"Apa?" Tanya Saras bingung.
"Kiss me?" Sahut Dodi lagi.
"Tapi, bagaimana jika Abim dan Anis melihat?" Tanya Saras.
"Ah...kelamaan!"
Cup...cup
"Dod...i!!" Mata Saras mendelik memandang Dodi yang cengar cengir lalu bergegas menuju Vespanya takut cubitan Saras mendarat di pinggangnya.
"Bu, apa betul om Dodi akan jadi ayah kita?" Tanya Abim dengan polosnya.
"Berdoa saja, nak!" Sahut Saras.
"Anis juga pengen punya ayah seperti teman-teman bu, Anis pengen diajak jalan-jalan sama ayah, selama ini ibu hanya bilang ayah lagi tidur setiap kali kita pergi kerumah ayah!" Kata Anis yang membuat hati Saras bagai diiris pisau.
"Berdoa aja semoga om Dodi bisa menjadi ayah kalian ya!" Kata Saras.
***********
""Dodi, ibu melihat ada penarikan dana sebesar sepuluh juta rupiah dari atm kamu, untuk apa kamu mengeluarkan uang itu?" Tanya Ayu Kinasih.
"Bu, hanya sepuluh juta tidak membuat ibu rugi...kalau mbakyu Diah dan mbakyu Denok yang melakukan penarikan ibu diam saja walaupun sampai puluhan juta tapi giliran Dodi aja ibu selalu mempertanyakan, ibu pelit!" Kata Dodi.
"Dodi juga pengen seperti teman yang lain, ini Dodi makannya cuma mie sama telor doang!" Gerutu Dodi.
"Siapa yang menyuruhmu keluar dari rumah dan memilih bekerja sebagai cleaning service dan tinggal di kontrakan kumuh? Kan mau kamu sendiri!" Kata Ayu Kinasih.
"Dodi juga ingin mandiri bu, Dodi anak laki-laki! Dodi ingin melihat dan merasakan langsung bagaimana kehidupan di luar sana karena sedari kecil Dodi tak pernah hidup sengsara seperti mereka!" Jawab Dodi.
"Dasar kamunya aja yang memang pembangkang nggak pernah mau nurut nasehat ibu!" Jawab Ayu Kinasih kesal pada putra bungsunya itu.
"Ya sudah ibu akan meminta pak Parjo untuk mengurus keuanganmu setiap bulannya!" Kata Ayu Kinasih akhirnya mengalah.
"Bukan itu juga yang Dodi mau bu, yang Dodi inginkan jika Dodi membutuhkan jangan halangi Dodi untuk menarik uang itu, itukan juga uang tabungan Dodi sendiri! Dodi juga sudah punya gaji sendiri bu!"Jawab Dodi lagi.
Begitulah setiap kali bertemu mereka selalu ribut dengan pembahasan yang itu-itu saja, itu sebabnya Dodi jarang pulang kerumah besarnya semenjak dia ngekost sendiri apalagi kini ada Saras yang selalu ada bersamanya.
**********
"Mbak mari kita menikah! Tapi begitulah, aku hanya bisa menikahimu secara siri terlebih dahulu!" Kata Dodi yang masih memeluk kekasihnya setelah aktifitas panas yang sudah mereka lakukan barusan.
"Aku ingin menikahimu karena jika kamu hamil aku bisa membawamu pada keluargaku dan bisa langsung menikahimu secara resmi." Jawab Dodi mengelus rambut Saras dan menciuminya.
"Sebentar ya!" Kata Dodi lagi lalu bangkit dari pembaringan menuju kelemari kecil tempat dia menyusun pakaiannya.
Dia mengambil sebuah kotak kecil lalu membawanya kehadapan Saras.
Dodi membuka isinya yang ternyata ada dua pasang cincin kawin dengan motif yang sama dengan mengukir nama Saras dan Dodi di bagian dalam cincin tersebut.
*
*
***Bersambung...
Mohon dukungannya untuk author receh ini ya reader😊😊
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!