NovelToon NovelToon

My Disable Husband

Bab 1

"Saya terima nikah dan kawinnya Zee Hayfa Zeira binti Danu Wijaya dengan mas kawin tersebut dibayar tunai!"

"Bagaimana, saksi? Sah?"

"SAH...!!"

"Alhamdulillah............"

Lantunan doa-doa setelah ijab qobul pernikahan terdengar dari bibir seorang pria berambut putih dengan kacamata bening yang hari ini berlaku sebagai wali nikah itu. Doa terpanjat dengan khidmat di ruangan itu, mengiringi dimulainya babak baru kehidupan sepasang anak manusia yang kini telah resmi menjadi sepasang suami istri itu.

Tuan Danu Wijaya mengusap lelehan air matanya. Suasana haru menyelimuti hati duda satu anak itu. Sang putri yang baru menginjak usia sembilan belas tahun itu kini resmi menyandang predikat sebagai seorang istri. Istri dari seorang pria dewasa pilihannya, pria anak dari sahabat dekatnya, Dewangga Bima Caturangga.

Perjodohan berjalan dengan sukses. Sepasang pria wanita yang terpaut usia cukup jauh itu kini resmi menikah. Lega rasanya, kini Zee telah berada di tangan yang tepat. Pria matang yang ia yakini dapat membimbing putri semata wayangnya itu menjadi pribadi yang lebih baik lagi.

Sementara itu, setitik air mata menetes di pelupuk mata sang pengantin wanita. Dadanya sesak. Untuk sekedar bernafas pun seolah ia tak sanggup.

Masa mudanya telah selesai. Kisah cintanya dengan sang kekasih kandas. Kini ia resmi menikah dengan seorang pria asing yang sama sekali tidak ia kenal. Seorang laki-laki yang usianya enam belas tahun lebih tua darinya. Seorang laki-laki cacat, tidak mampu berjalan dengan normal. Laki-laki pilihan ayahnya yang dianggap terbaik untuknya.

Sungguh, gadis muda itu tidak menyukai pernikahan ini. Ia benci pernikahannya sendiri. Ia benci laki laki yang kini menjadi suaminya ini! Karena harus menikah dengannya, membuat Zee harus rela melepaskan laki laki yang sangat ia cintai.

Kenapa harus ada perjodohan? Sedangkan ia sudah memiliki kekasih. Laki laki yang sangat ia cintai, yang sudah membersamainya sejak dua tahun terakhir. Jahat sekali.

Serentetan doa untuk kedua mempelai telah selesai dilantunkan. Kini laki laki gagah, bertubuh tegap dengan jambang tak terlalu lebat itu nampak meraih sebuah kotak cincin disana. Diambilnya satu buah cincin emas itu, lalu memasangkannya di jari manis wanita muda yang kini telah resmi menjadi istrinya.

Semua mata tertuju pada pengantin baru itu. Termasuk Tuan Danu, ayah Zee, Tuan Adiawan dan Nyonya Dewanti, kedua orang tua Dewangga, serta seorang gadis cantik yang duduk di belakang mempelai, Nadira Asyifa, sahabat terbaik Zee. Mereka menjadi saksi hari yang entah bahagia atau tidak untuk sepasang anak manusia itu.

Cincin terpasang dengan sempurna di jari manis Zee Zee. Pria yang lebih akrab disapa Dewa itu diam diam mencuri pandang ke arah Zee yang sejak tadi diam menunduk dengan mata sembabnya. Ia tahu betul bagaimana perasaan gadis itu.

"Sekarang giliranmu," lirih pria itu pada sang istri. Zee menatap pria itu. Giginya nampak mengetat. Ia benci pria itu. Tapi ia tak mungkin mengungkapkan kekesalannya pada Dewa saat ini. Masih banyak orang disini

Zee menarik nafas panjang. Ia meraih satu cincin yang tersisa disana, lalu mulai memasangkan benda melingkar itu di jari manis Dewa yang kokoh.

Dewangga mengulurkan tangannya. Zee meraihnya. Ia kemudian mencium punggung tangan itu dengan terpaksa. Dewangga meraih kening sang istri, lalu hendak mengecupnya. Namun belum sampai bibir itu menempel di kulit Zee, wanita itu sudah menarik kepalanya dari tangan Dewa.

Beberapa pasang mata yang menyaksikan adegan itu sedikit mengernyitkan dahinya. Dewangga hanya bisa tersenyum kaku. Sedangkan Zee nampak memalingkan wajahnya, seolah tak mau menatap wajah para tamu undangan yang tak seberapa banyak itu.

...****************...

Sementara itu di luar gerbang rumah megah tempat berlangsungnya acara akad nikah.

Buughh....

"Akkhhh!!"

"Zee!!"

Buughh....

"Anj...."

Buughh....

Pemuda itu jatuh tersungkur lagi. Penampilannya sudah acak acakan. Wajahnya babak belur. Darah mengucur di pelipis serta ujung bibirnya. Kancing kemeja itu sebagian sudah lepas. Kemeja putih yang ia kenakan itu kini nampak berubah coklat dengan beberapa bekas telapak sepatu terbentuk disana.

Tangan itu terulur ke arah pintu gerbang yang tertutup rapat..

Bugghh....

Preman bayaran yang Tuan Danu kerahkan secara khusus untuk menghadang kekasih putrinya itu kembali melayangkan tendangannya pada tubuh yang nampak ringkih itu.

Ya, itu adalah Airlangga Abimanyu, kekasih Zee yang hari ini ditinggal nikah oleh pujaan hatinya.

Hancur hati pria itu. Remuk. Semua telah kandas. Cinta yang terbina dua tahun lamanya pupus di tengah jalan. Wanita itu memilih menikah dengan pria lain dengan dalih perjodohan. Ia tidak melihat, betapa tengah berjuang nya laki laki itu kini untuk mempertahankannya.

Dihajar, dipukuli, dikeroyok para pria pria berbadan algojo suruhan Tuan Danu itu dengan sangat membabi buta.

"Zee...!!!" teriak Angga lagi.

Bugghh...

Satu tendangan mendarat di wajah Angga. Darah muncrat dari dalam mulutnya. Laki laki itu terkapar dalam posisi terlentang. Ia memejamkan matanya menatap langit. Sekujur badannya merasa remuk dan sakit.

Laki laki itu perlahan mulai lemah.

Diam.

Pingsan!

Angga tergeletak di depan gerbang rumah mewah itu dalam kondisi tak sadarkan diri.

...----------------...

Visual..!

Hanya sesuai imajinasi Author. Kalau nggak cocok, skip aja..!

Zee Hayfa Zeira 👇

Dewangga Bima Caturangga 👇

Airlangga Abimanyu 👇

Nadira Asyifa👇

Kimmy Alexandria 👇

Bab 2

Malam menjelang. Hari mulai gelap. Semilir angin terasa menerpa kulit wanita yang kini nampak berdiri diam di jendela kamar barunya. Di sebuah rumah bernuansa minimalis tak bertingkat yang kini menjadi tempat tinggal barunya bersama sang suami.

Wajah itu nampak muram. Mata itu terlihat sendu. Acara ijab kabul sudah selesai sejak pagi tadi. Status istri orang kini sudah resmi disandangnya. Masa mudanya mungkin sudah berakhir. Dan mulai hari ini, ia harus memerankan peran barunya sebagai istri dari pria cacat itu.

Akkhhh...!! Tidak mau!!!

Zee tidak mau Dewa. Ia hanya mencintai Angga! Ia sangat merindukan pria itu. Sedang apa ia sekarang? Akh, Zee rindu ingin bertemu. Tiga hari setelah Zee pamit dan minta putus dari laki laki itu, ia sudah tak pernah lagi bertemu dengan pria pujaannya itu.

Baik baik kah ia sekarang?

Entahlah...

Ceklek...

Pintu kamar tak begitu luas namun nampak rapi dan nyaman itu terbuka. Seorang pria pincang dengan sebuah tongkat sebagai penyangga tubuhnya itu nampak masuk ke dalam kamar tersebut.

Itu Dewa! Suami Zee.

Zee menoleh. Ia diam. Begitu juga dengan Dewa yang hanya menatap datar ke arah istri kecilnya itu lalu berjalan menuju ranjangnya dengan bantuan tongkat itu.

Pria berusia tiga puluh lima tahun itu kemudian mendudukkan tubuhnya di ujung ranjang. Menghadap ke arah kaca lemari yang cukup besar yang berada di kamar itu. Di sandarankan nya tongkat miliknya itu di dinding. Laki laki tersebut kemudian melepaskan kaos putihnya dan meletakkannya di ranjang. Membuat tubuh tegap berhias tato yang tak sedikit itu terekspos jelas disana.

"Tidurlah, ini sudah malam!" ucap pria itu tanpa menoleh ke arah sang istri dengan pembawaannya tenang.

Zee tak langsung menjawab.

"Gue mau pulang!!" Ucapnya.

"Pulang kemana? Ini kan rumah kita," jawab pria pincang itu.

"Ini rumah lo, bukan rumah gue!"

Dewa tak langsung menjawab. Ia nampak menghela nafas panjang.

"Tidurlah!" Ucap laki laki itu lagi pada istri kecilnya.

Zee mengangkat satu sudut bibirnya.

"Lo pikir gue mau tidur seranjang sama lo?" tanya wanita itu.

Dewa menoleh tanpa berucap.

"Asal lo tau, ya. Gue nggak pernah menginginkan pernikahan ini! Ini semua kemauan Papa!" ucap Zee.

Dewa diam. "Aku tahu," jawabnya kemudian.

"Gue nggak suka sama lo! Gue udah punya pacar!!" ucap Zee lagi dengan penuh amarah.

"Ya. Aku juga tahu," jawab Dewa lagi dengan tenang.

Zee menatap kesal ke arah Dewa.

"Gue benci sama lo!" tambah wanita itu.

Dewa memejamkan matanya. Ia tersenyum, lalu mengangguk.

"Aku juga tahu," jawabnya.

Zee kesal dengan respon Dewa yang terus menjawab 'aku tahu' itu. Gadis itu melipat kedua lengannya di depan dada.

"Tahu, tahu! Tahu doang tapi nggak ada reaksi apa apa!" gerutu Zee.

"Dasar pinc*ng!" tambahnya dengan suara yang lebih pelan.

Dewa diam. Ia kemudian bergerak. Meringsut memposisikan tubuhnya di atas ranjang sembari menyeret kakinya yang lumpuh sebelah.

"Aku tahu semua yang kau rasakan. Aku juga tahu kau meninggalkan seorang laki laki saat kau memutuskan untuk menikah denganku," ucap Dewa. Ia mulai menarik selimutnya.

"Aku juga tidak begitu menginginkan pernikahan ini, Zee. Aku melakukan ini hanya demi kedua orang tuaku. Usiaku sudah matang, orang tuaku ingin melihatku berkeluarga."

"Aku minta maaf, jika keegoisan keluargaku serta ayahmu sudah merenggut kebahagiaanmu. Kalaupun kau tidak menginginkan untuk menikah denganku, setidaknya lakukanlah ini demi membahagiakan orang tua kita."

"Ayahmu khawatir dengan pergaulanmu yang terlampau bebas. Itulah sebabnya dia memilih untuk menikahkanmu denganku di usiamu yang masih sangat muda."

"Kita jalani saja alur cerita ini. Kita mulai berumah tangga sampai semampu kita. Jika memang nanti pada akhirnya kita benar benar tidak sanggup, aku tidak keberatan jika harus menceraikanmu," ucap Dewa.

Zee terdiam sejenak, lalu mengangkat satu sudut bibirnya sinis.

"Enak di elo! Lo udah pegang pegang gue, lo udah make gue, abis itu lo seenaknya ngelepeh gue gitu aja! Ogah! Kalau lo emang nggak tertarik sama pernikahan ini, ya udah, ceraiin gue sekarang!!" bentak Zee Zee.

"Jangan bodoh kamu! Kau lupa kalau ayahmu punya riwayat sakit jantung? Kau mau membunuhnya dengan ulahmu?!" tanya Dewa.

Zee tak menjawab.

 "Aku tidak akan menyentuhmu kalau kau tidak menginginkannya. Aku bukan laki laki brengseek yang mudah terpancing jika melihat wanita! Lagipula, kalaupun aku sang*, aku juga akan berfikir ulang, aku tidak begitu tertarik dengan perempuan tepos sepertimu!" ucap Dewa dengan santainya.

Zee melotot. Ia menatap kesal ke arah Dewa. "Cih! Sembarangan banget lo ngomong. Lo pikir gue juga sudi apa disentuh Om Om pinc*ng kek lo!"

Dewa tak menjawab. Ia hanya mengangkat satu sudut bibirnya.

"Di rumah ini hanya ada satu kamar tidur. Kalau kau tidak mau tidur disini, terserah. Tidurlah di dapur atau kamar mandi!" ucap Dewa sembari mulai memeluk gulingnya dan memejamkan matanya.

Zee berdecak kesal sembari menghentakkan kakinya ke lantai.

"Serah!" ucapnya kesal kemudian berlalu pergi dari kamar itu sembari membawa sebuah bantal. Entah mau kemana, yang penting tidak seranjang dengan pria itu.

Dewangga hanya tersenyum simpul. Ia pun tak peduli. Ia lebih memilih untuk segera tidur dan mengistirahatkan tubuhnya.

...****************...

Sementara itu di tempat terpisah. Di sebuah tempat hiburan malam yang penuh dengan hingar bingar kawula muda.

Pemuda tampan itu kembali menenggak alkohol dalam gelas slokinya. Entah sudah berapa gelas yang ia tenggak malam ini. Entah sudah berapa jam ia yang frustasi mencari hiburan di tempat ini. Hatinya hancur. Asmara kandas. Alkohol dan club malam pun menjadi tempat pelariannya.

Model pendatang baru sekaligus leader dari sebuah grub band terkenal yang bernama Great Mates itu mabuk parah. Pria yang akrab disapa Angga itu sesekali terdengar berteriak, mengumpat, memaki, memukuli meja, memukuli dirinya sendiri, menangis, memanggil manggil nama Zee.

Hancur. Kacau balau. Kisah cinta yang sudah terjalin dua tahun lamanya tiba tiba sirna dalam sekejap mata. Sungguh, ini sangat menyakitkan baginya.

"ZEEEEE....!!!" teriak pria itu lagi. Ia kembali meraih gelas slokinya, lalu menenggaknya. Tempat itu begitu riuh, namun hati Angga terasa sepi. Beberapa hari yang lalu ia juga pernah datang ke tempat ini, menghabiskan waktu berdua dengan Zee guna merayakan diterimanya wanita itu di sebuah universitas di kota tersebut. Setelahnya mereka pulang di malam hari. Angga bahkan sempat mencicipi manisnya bibir kekasihnya itu sebelum mereka berpisah. Namun keesokan paginya, Zee datang padanya, ia mengatakan bahwa ia tak bisa melanjutkan hubungannya dengan Angga. Zee harus menikah dengan laki laki pilihan orang tuanya.

Siapa yang tak sakit? Siapa yang tak marah? Siapa yang tak kecewa??!

Angga tahu pernikahan itu bukan keinginan Zee Zee, tapi wanita itu tak punya kuasa untuk melawannya karena semua sudah menjadi kehendak ayah Zee yang tak pernah menyukai hubungan mereka.

Angga kembali meraih gelas slokinya. Ia berniat untuk kembali menenggak alkohol itu, namun tiba tiba...

.

.

.

Seeett...

Sebuah tangan lentik menghalangi pergerakan pria mabuk itu. Angga yang sudah dalam pengaruh alkohol itupun menoleh. Dilihatnya disana, seorang wanita cantik nampak berdiri di sampingnya, merampas gelasnya dan menatapnya iba.

"Cukup, Ngga! Berhenti nyiksa diri lo sendiri!!" Ucap wanita itu, Nadira Asyifa, atau yang lebih sering dipanggil Dira.

 "Aakkhh!!" Ucap Angga mencoba menepis tangan Dira dan hendak kembali meraih gelas slokinya, namun wanita itu tak mengizinkannya. Ia merampas gelas itu dari tangan Angga lalu menenggaknya sendiri. Pemuda itu mengumpat hebat. Dira menarik sebuah kursi disana lalu duduk. Ia mendekatkan wajahnya pada Angga yang nampak babak belur baik wajah maupun hatinya itu. Tangan lentik Dira tergerak, menyentuh pundak pria tampan itu.

"Semua akan baik baik aja, Ngga! Dunia tetap berjalan dengan indah walaupun nggak ada Zee Zee di sisi lo," ucap wanita itu.

Angga dengan mata merah akibat alkohol yang ditenggaknya itu nampak menoleh, menatap wajah cantik wanita yang kini nampak tersenyum manis itu.

Angga tersenyum. "Semua akan baik baik aja?"

"Ya..." Jawab Dira.

Angga yang mabuk itu tersenyum. Ia terkekeh. Lalu tertawa terbahak bahak. Entah, apa yang ia tertawakan. Nasibnya? Atau mungkin kata katanya!

Yah, namanya juga mabok!

...----------------...

Bab 3

06:30 Pagi.

Laki laki bertato itu keluar dari kamarnya. Dengan bantuan sebuah tongkat sebagai alat bantu jalannya, laki-laki itu nampak mengayunkan kakinya yang lumpuh sebelah menuju dapur rumah miliknya.

Laki laki itu melewati ruang tengah. Dewa tiba tiba menghentikan langkah kakinya kala mendengar suara dengkuran halus di sana. Pria berjambang tipis yang hendak berangkat bekerja sebagai seorang guru musik di sebuah SMA internasional di kota itu kemudian menoleh ke arah sumber suara.

Dilihatnya di sana, televisi masih menyala. Zee, istri kecilnya, nampak tertidur dengan pulas nya di sebuah sofa panjang ruangan itu. Selimut tebal bahkan masih menutupi tubuhnya yang sedikit berisi itu. Ia seolah tak peduli dengan sinar mentari yang mulai berani memancarkan panasnya ke permukaan bumi.

Dewa menghela nafas panjang. Laki-laki yang sudah terbiasa bangun pagi itu lantas melongok menatap ke arah jam dinding. Padahal jam sudah menunjukkan pukul setengah tujuh lebih, tapi wanita itu belum juga bangun dari tidurnya.

Bukankah hari ini ia kuliah? Pikir Dewa.

Laki laki matang itu menghela nafas panjang. Ia kemudian berjalan mendekati sofa tempat dimana Zee tidur sejak semalam. Laki laki itu kemudian mendudukan tubuhnya di tepian sofa. Sebuah ruang sempit tepat di samping tubuh Zee yang berbalut selimut tebal. Laki laki itu kemudian meraih sebuah remote tv yang berada di atas meja lalu mematikan kotak canggih yang sepertinya tidak dimatikan sejak malam itu.

"Zee..." Ucap Dewa, namun tak ada sahutan dari wanita muda itu. Wanita itu bahkan tak bergerak sama sekali.

Dewa menggerakkan tangannya, menyentuh pundak istri kecilnya itu lalu mulai menggoyang goyangkannya dengan posisi tubuh yang sedikit membungkuk.

"Zee, bangun! Ini sudah siang. Kau tidak kuliah?" Ucap Dewa.

"Emmgghh....." Gadis muda itu menggeliat di atas sofa panjangnya. Matanya masih terpejam. Dewa menarik tangannya. Zee perlahan mulai membuka matanya. Gadis itu menguap. Dewa reflek sedikit memundurkan wajahnya.

Zee nampak mengedip-ngedipkan matanya, mengedarkan pandangannya ke segala arah sembari mengumpulkan kesadarannya yang masih jalan jalan entah kemana.

Zee kemudi menatap sosok tinggi tegap yang kini duduk di sampingnya dengan wajah datar itu. Mereka saling diam sejenak. Lalu...

.

.

.

"Aakkhh...!!!" Pekik gadis itu sambil terlonjak dari tidurnya. Dewa yang berada di sofa yang sama dengan Zee pun ikut kaget.

Gadis itu reflek bangkit, duduk di pojokan sofa sambil menarik selimutnya guna menutupi bagian depan tubuhnya. Ia menatap penuh selidik ke arah Dewa yang kini nampak kesal.

"Ngapain lo disini?!" Tanya Zee dengan suara sedikit ngegas.

Dewa diam. Ia menghela nafas panjang sambil menatap datar ke arah istrinya.

"Apa kau tidak lihat? Ini sudah siang! Bukankah kau harus kuliah?! Bisa bisanya anak perempuan jam segini masih tidur!" Ucap Dewa menggerutu di akhir kalimatnya.

Zee diam sejenak. Ia menatap jendela kaca itu. Benar, di luar sudah terang benderang. Sepertinya ini memang sudah mulai siang. Wanita itu kemudian melongok ke arah jam dinding. Dilihatnya di sana jam sudah menunjukkan hampir pukul 07.00 pagi.

Zee menoleh ke arah Dewa yang masih memasang wajah datar. Ia kemudian menetralkan ekspresinya. Ia tak mau terlihat bodoh di mata Dewa.

"Apasih?! Gue tahu ini udah siang. Gue tuh biasa dibangunin pembantu! Ya maaf kalau gue bangunnya kesiangan! Lagian ya udah sih, toh gue juga bisa bangun sendiri. Nggak usah sok sokan perhatian! Cari cari kesempatan buat pegang pegang gue!" Ucap Zee.

Dewa diam. Ia mengangkat satu sudut bibirnya. "Aku tidak pernah punya maksud untuk mencari cari kesempatan. Kalau aku mau, aku bisa melakukannya kapanpun padamu. Kau kan istriku?" Ucap Dewa tanpa beban.

Zee berdecih sembari memutar bola matanya.

Dewa mengangkat dagunya. Ia kemudian bangkit dari posisi duduknya.

"Bangun! Cepat mandi. Bereskan ini semua sebelum kau berangkat kuliah! Aku tidak suka rumahku kotor!" Titah pria itu sembari berjalan menjauh dari tempat itu menggunakan bantuan tongkatnya.

"Biriskin ini sibilim biringkit kiliih!" Ucap Zee menirukan ucapan Dewa.

"T*i lo!" Gerutunya kemudian. Entahlah, melihat wajah pria itu benar benar membuatnya seolah tak bisa berhenti meratapi nasibnya yang malang. Menikah dengan pria yang usianya jauh diatasnya.

Wanita itu kemudian meraih bantal dan selimutnya. Ia bergegas masuk ke dalam kamarnya untuk membersihkan diri dan berganti baju sebelum berangkat ke kampus.

Ya, Zee Hayfa Zeira atau lebih akrab dipanggil Zee Zee itu adalah seorang gadis muda berusia sembilan belas tahun yang saat ini tercatat sebagai seorang mahasiswi di sebuah universitas ternama di kota itu. Belum ada tiga bulan ia mencicipi bangku kuliah setelah lulus SMA, wanita itu sudah dipaksa menikah dengan laki laki pilihan ayahnya.

Laki laki yang kini menjadi suaminya itu bernama Dewangga Bima Caturangga, biasa dipanggil Dewa. Ia adalah seorang pria dewasa berusia tiga puluh lima tahun. Seorang pria yang berprofesi sebagai guru musik di sebuah Sekolah Menengah Atas bertaraf internasional yang berada di kota itu.

Pernikahan mereka terjadi tanpa rasa cinta. Keduanya bahkan baru sekali bertemu sebelum akhirnya dipaksa untuk menikah. Perjodohan yang terjadi diantara mereka adalah hasil kesepakatan dari kedua orang tua masing-masing, yaitu Tuan Danu Wijaya, ayah Zee, serta Tuan Adiawan Caturangga, ayah Dewa.

Kedua pria paruh baya itu adalah sepasang sahabat lama. Pergaulan Zee yang dianggap terlampau bebas di usianya yang masih sembilan belas tahun itu membuat Tuan Danu seolah begitu khawatir akan masa depan putri tunggalnya tersebut. Alhasil, ia memutuskan untuk menjodohkan Zee dengan Dewa, pria matang yang belum memiliki pendamping di usianya yang sudah menginjak kepala tiga.

Dewa adalah pria mapan dan dewasa dengan kisah hidup yang dramatis. Ia adalah mantan bad boy dan penyanyi yang cukup dikenal pada masanya. Yang dimana laki laki itu harus mendapatkan teguran dari Tuhan saat pamornya sedang di atas awan kala itu.

Dewangga Bima Caturangga dulunya adalah seorang musisi yang cukup dikenal di kalangan anak muda. Ia adalah seorang penyanyi papan atas dengan segala ketenaran yang ia miliki. Berada di puncak karir, memiliki paras yang tampan, serta terlahir dari keluarga yang berada, membuatnya seolah lupa daratan. Kehidupannya begitu bebas. Pergaulannya begitu liar. Ia dipuja-puja banyak wanita. Orang-orang yang berada di sampingnya juga kebanyakan bukan orang-orang yang baik. Hingar bingar dunia benar benar membuatnya lupa.

Hingga suatu ketika, teguran datang padanya. Laki laki itu mengalami kecelakaan dahsyat kala ia tengah dalam kondisi mabuk berat. Kecelakaan itu berhasil mengubah kehidupannya dalam sekejap mata. Ia dinyatakan lumpuh. Karirnya hancur. Kekasihnya pergi meninggalkannya, termasuk kawan kawannya. Dewa yang dulu diagung-agungkan sebagai bintang muda yang bersinar, dalam sekejap mata berubah menjadi pecundang yang tak berguna. Semua menjauh, meninggalkan ia dengan kelumpuhan yang hingga kini belum dapat disembuhkan. Kekasihnya bahkan dengan tega mencampakkan dan memilih menikah dengan laki laki lain.

Dewangga yang dulu hilang. Berganti dengan Dewangga si pincang yang gagal dalam segala hal.

Lama terpuruk, pria itu perlahan kemudian mencoba untuk bangkit. Ia mulai menata hidupnya. Ia memilih menyalurkan hobi bermusiknya dengan menjadi seorang guru musik di sebuah SMA internasional di kota itu. Kehidupannya pun mulai kembali tertata, namun hingga saat usianya sudah menginjak tiga puluh lima tahun, laki laki itu belum juga mendapatkan pendamping hidup.

Hingga ketika sang ayah berencana menjodohkan dirinya dengan anak dari sahabatnya, Dewa pun mau mau saja. Ia sudah tidak punya kriteria khusus. Ia tidak punya angan angan untuk menikah dengan siapa dan seperti apa. Ada yang mau dengan pria cacat sepertinya saja ia sudah sangat bersyukur. Yang penting ia punya pendamping, dan keinginan sang ayah yang tak sabar ingin segera menimang cucu bisa terwujud. Tak peduli seperti apa wujud istrinya. Ia sudah tak tertarik untuk mencintai dan mencari wanita. Ia sudah trauma pasca di tinggal menikah oleh kekasih hatinya. Ia menikah hanya karena pasrah dan demi menyenangkan hati kedua orang tuanya. Selebihnya, terserah!

...****************...

Beberapa menit kemudian,

Zee yang sudah rapi nampak keluar dari satu satunya kamar yang berada di rumah tak bertingkat itu. Dewa memang sengaja membeli rumah yang tak terlalu luas tanpa anak tangga dan hanya memiliki satu kamar tidur. Tidak lain dan tidak bukan adalah untuk memaksa istrinya itu agar mau tidur seranjang dengannya. Tentu, paksaan dalam hal ini adalah paksaan secara halus.

Dewa tahu, Zee tak menyukai pernikahan ini. Sebenarnya hampir sama dengan dirinya. Bedanya, Zee menolak mentah mentah pernikahan itu, sedangkan Dewa, lagi lagi hanya pasrah. Nikah boleh, enggak juga nggak apa apa.

Mengingat latar belakang pernikahannya adalah atas dasar perjodohan, pasti akan sangat sulit mengajak wanita itu melakukan aktivitas selayaknya sepasang suami istri nantinya. Itulah sebabnya ia sengaja mempersempit ruang gerak Zee, agar wanita itu terus bergantung padanya.

Ia memang tak begitu tertarik pada Zee Zee dan pernikahan ini. Bocah ingusan itu sebenarnya sama sekali tak menarik baginya. Tapi ya sebagai seorang laki laki, tentunya ada hasrat yang butuh dilampiaskan. Sebuah hasrat yang sudah terkubur sejak bertahun tahun lamanya. Kini, ia tinggal serumah dengan seorang gadis muda belia. Masa iya mau dianggurin?? Kan sayang🤭😝

Zee berjalan mendekati meja makan. Dengan mengenakan celana jeans sobek, kaos oversize hitam, sneaker, jam tangan si salah satu lengannya, serta rambut yang digerai, wanita itu nampak mendekati Dewa yang tengah menyantap sepotong roti miliknya.

Zee diam sejenak. Dilihatnya disana, meja berbentuk persegi itu nampak kosong. Tak ada makanan secuil pun selain roti dan susu di hadapan Dewa.

"Sarapan gue mana?!" Tanya Zee.

Dewa menoleh sambil memasukkan sepotong roti di ujung garpunya itu ke dalam mulutnya.

"Apa?" Tanyanya.

"Sarapan gue mana?" Tanya Zee.

"Selain pincang, budek juga nih orang!" Gerutu Zee dengan suara pelan.

Dewa memalingkan wajahnya dari istrinya. Ia menatap lurus ke depan.

"Apa kau tidak salah ucap? Harusnya kau yang bangun sejak pagi dan menyiapkan sarapan untuk suamimu. Bukan bangun siang dan teriak teriak minta sarapan!" Ucap laki laki itu yang kemudian mulai menyeruput susu di hadapannya.

Zee mendengus kesal. "Gue nggak biasa nyediain sarapan orang asing. Gue nggak bisa!" Ucapnya kemudian.

"Mulai sekarang biasakan. Sarapanku gampang. Aku hanya perlu sepotong roti untuk mengganjal perut. Aku tidak pernah makan nasi di pagi hari. Aku yakin kau tidak sebodoh itu sampai tidak tahu caranya menyiapkan roti di atas meja!" Ucap Dewa sambil menoleh ke arah istri kecilnya.

Zee mengetatkan gigi-giginya. Ia menghentakkan kakinya ke lantai. Ia kesal sekali dengan pria tua di hadapannya ini. Wanita itu nampak jengkel. Tanpa basa basi ia meraih sisa roti di hadapan Dewa lalu menggigitnya beberapa kali, membuat laki laki itupun terkejut melihat ulah sang istri kecil.

"Hei!!" Ucap Dewa.

Zee tak peduli. Tanpa permisi, ia lantas meraih gelas susu milik Dewa, lalu menyeruput minuman itu hingga hanya tersisa seperempat gelas saja.

"Kau...." Ucap Dewa kesal.

Zee selesai dengan sarapan singkatnya. Ia kemudian mengusap area sekitar bibirnya yang basah.

"Makasih, Om!" Ucapnya yang kemudian berlalu pergi meninggalkan tempat itu. Ia tak peduli dengan Dewa yang terus menerus menggerutu memanggil namanya.

Zee berjalan keluar dari rumah itu. Namun baru saja ia sampai di depan pintu utama rumah itu, tiba tiba ia menghentikan langkahnya.

Kosong. Hanya ada halaman tak terlalu luas dengan rumput hijau disana. Zee berjalan ke samping rumah. Tak ada garasi. Tak ada motor ataupun mobil.

Zee mengernyitkan dahinya. Wanita itu berdecak kesal, lalu berlari kembali ke dalam rumah, menemui sang suami yang kini sudah berjalan menuju ruang tamu.

"Dewa!!!" Ucap Zee.

Dewa menghentikan langkah kakinya.

"Mobilnya mana?" Tanya Zee.

"Mobil apa?" Tanya Dewa balik.

"Ya mobil lo lah!" Jawab Zee.

"Aku tidak punya mobil!" Jawab Dewa santai.

Zee mengernyitkan keningnya lagi.

"Yang kemarin buat nganter kita kesini?" Tanyanya.

"Mobil Papa,"

Zee mengernyit lagi.

"Trus kita gimana?"

"Apanya?"

"Perginya..!"

"Aku dijemput temanku!" Ucap Dewa.

"Gue?" Tanya Zee sambil menunjuk ke arah dirinya sendiri.

Dewa diam sejenak. Lalu mengangkat satu lengannya seolah berkata "tidak tahu".

Zee menipiskan bibirnya kesal.

"Atau...kau mau berangkat bersamaku? Kita searah.." ucap Dewa.

Zee menatap kesal pria itu.

"Ogah!" jawabnya.

Dewa tersenyum samar. "Ya sudah kalau begitu. Jalan kaki aja. Kan kakinya lengkap!" jawabnya santai. Laki laki itu kemudian berlalu pergi melewati istrinya dengan bantuan tongkatnya.

Zee menatap kesal ke arah punggung kokoh Dewa.

"Udah pincang, budek, miskin, ngeselin lagi! Iiihhh...gue gimana berangkat kuliahnya..!! Akkhh...!!" Rengek gadis muda itu.

...----------------...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!