Antara ada dan tiada, tidak semua orang dapat melihat juga merasakan keberadaan mereka. Jangankan ingin berlari dan bersembunyi. Melihatnya saja sudah membuat siapa saja yang melihat penampakan aneh tersebut Langsung gemetar tidak bisa melawan rasa takut. Pasar hantu di alam bunian itu nyata. Inilah kisah indigo, gadis bermata biru membawa lentera ghaib sebagai penerangan jalan.
Kisah yang panjang, berpindah bersama putaran pasir Waktu yang terus jatuh memenuhi perjalanan jejak menuju bunian. Petualangan misteri menembus dimensi ghaib. Hawa dingin melebur menusuk tulang dan sendi-sendi tubuh. Salah satu gadis indigo begitu bingung saat menyusuri jalan untuk menemukan jalan keluar. Biasanya hanya di alam bawah sadar saja dia dapat menembus ruang ghaib atau hanya pada saat-saat tertentu dia melihat suasana ghaib di alam nyata. Hari yang menggulirkan filsafat kuno atau mesin waktu versi mata batin indigo memasuki alam misterius.
"Kemana rute susunan pepohonan ini berakhir?" gumam Rani menghela nafas panjang menyusuri jalan.
Air muka Rani seketika memucat dan jantung berdebar, pompa detak jantung seolah sedang lomba lari maraton mencapai garis finish. Dia melihat Keadaan di sekitar begitu sibuk. Tidak ada yang mengira disana bahwa Rani adalah manusia biasa. Rani mengucapkan salam dan melihat kegiatan mereka, para makhluk yang belum pernah dia jumpai seumur hidupnya.
Maharani, seorang gadis berusia 17 tahun yang mempunyai kehidupan dua dimensi yang berbeda. Dia masuk ke tempat aneh dan misterius akibat tersedot lubang hitam yang di dekati. Pusaran tengah lubang hitam yang terdapat di halaman belakang rumah. Rani adalah seorang anak bungsu kesayangan dari dua bersaudara. Kakaknya bernama Alfa, dia juga sangat menyayangi adik satu-satunya itu. Ayahnya bekerja di salah satu perusahaan swasta dan ibu Aisyah mengurus mereka di rumah. Alfa berkerja di salah satu pabrik yang berjarak dekat dengan rumah mereka. Rani sudah bisa melihat makhluk halus dari usianya yang menginjak empat tahun.
Namun ibunya selalu melarang untuk tidak dekat dengan bangsa makhluk ghaib. Di usianya yang menginjak remaja kini cobaan datang silih berganti dan dia menemukan makhluk halus yang lain yaitu sebangsa makhluk bunian. Semua berawal dari cahaya putih yang masuk tepat di tengah nur kening nya. Bukan hanya bisa melihat berbagai makhluk halus, Rani juga bisa melakukan perjalanan ke dua dimensi alam yang berbeda di alam nyata maupun di alam bawah sadar.
Karena keistimewaan yang di miliki menjadi incaran para makhluk ghaib yang menginginkan kematian Rani untuk mengambil alih kekuatan indera keenam yang di miliki. Banyak dari Makhluk berusaha untuk masuk menguasai tubuh Rani namun usaha semuanya gagal. Di perjalanan hidup Rani di warnai dengan kehadiran Tamsi, seekor kucing jelmaan yang menjadi pelindung Rani sedangkan Bara adalah penyihir dari bangsa bunian yang sejak awal berjumpa menginginkan Rani bersatu untuk menyatukan kekuatan yang besar.
...----------------...
"Permisi, permisi saya numpang lewat mbah", ucap Rani.
Seraya dia meminta izin kepada penghuni yang menempati dimensi ghaib ruang dan waktu.
(Dengan langkah terbata-bata dia melewati seorang wanita tua). Dia tidak menjawab dan wajahnya pucat dan lirikannya tajam. Rani melangkah lagi berjalan menuju keramaian dengan ekspresi raut wajah yang sangat kebingungan.
"Silahkan cicipi makanan lezat ini" ucap seseorang berambut pirang dan berkuku tajam.
"ihihih kemarilah anak manusia, nikmatilah makanan ini bagus untuk mu."
Sambil tertawa menyeringai dia menawarkan daging tikus-tikus mentah yang di tusuk dengan ranting kering.
"kau boleh memakannya tanpa harus membeli", kata orang tua itu sekali lagi kepada Rani.
Respon Rani hanya bisa menggelengkan kepala tanpa menjawab. Pasar sangat berisik di telinganya dengan campur aduk berbagai macam suara aneh yang baru di dengar.
Tercium aroma darah segar hewan-hewan mati yang bergantung di kedai mereka membuat Rani ingin cepat-cepat pergi dari tempat itu.
Ada dedaunan yang di letakkan di atas meja dengan berisi buah yang menyerupai buah tomat berwarna merah darah.
Tempat apa ini? sekeliling terlihat mengerikan sekali! batin Rani.
Rani mendongakkan wajahnya ke atas , langit tidak nampak terlihat matahari dan bulan, hawa panas dan dingin juga tidak terasa saat di tempat itu. Kemudian Rani Berjalan kembali mencari kendaraan pulang. Saat perputaran waktu di antara alam nyata dan alam bawah sadar, langit tiba-tiba berwarna gelap.
Bagaimana aku bisa kembali ke rumah gumamnya.
"Nak.. bawalah lampu lentera ini, pulang lah dengan sepeda ku dan ijinkan aku mengantar mu pulang, kata kakek tua membungkuk dan mendekati.
Rani tidak mengenal siapa dia dan bagaimana bisa dia bisa mempercayai begitu saja? gumamnya kembali.
"Terimakasih kakek yang baik, tapi aku akan menerima pemberian lampu mu saja" sahutnya.
Lalu sang kakek tua membalas dengan senyuman sedikit menyeringai. Dia melambaikan tangan ke arahnya lalu Rani membalas lambaian kakek misterius tersebut. Rani terus saja berjalan ke arah perumahan yang sangat sepi penduduk.
"Dimana ini? kenapa aku tak mengingat jalan pulang?" di dalam benak Rani begitu sangat kacau.
Terlihat anak kecil yang hanya mengenakan memakai cawet berlari mengelilingi Rani.
Srek, srek.
"Hahahah, Ahahah apakah kau penghuni baru di tempat kami?" tanya sang makhluk.
Seketika anak-anak itu bergerak mengejar Rani.
Ya ampun, dia mengejar ku! gumamnya.
Rani berusaha berlari menjauh sejauh mungkin akan tetapi langkah Rani tidak bisa lepas dari pandangan sang Makhluk.
"Hei, hentikan kau sangat menggangu!" Jerit Rani melirik tajam.
Bruggghhh.
Dia tersungkur jatuh di dekat pohon yang besar. Dengkulnya luka karena tersandung batu padas membuat luka dan robekan pada kulit.
"Argh, argh!"
Rani menjerit kembali dengan rasa ketakutan dan berlari sekuat tenaga.
Nafas terengah-engah dan langkah sejenak terhenti memandang tempat itu. Tampak dari depan ada tatapan Makhluk yang wajahnya sangat tua, hanya badannya saja yang terlihat seperti anak kecil pada umumnya. Wujud yang aneh, mendekat.
"Astaga, Aku sangat ketakutan. Kenapa aku bisa sampai kesini? Adik kecil tolonglah jangan menggangguku"
Namun anak kecil itu tidak menghiraukan dan terus tertawa. Terdengar suara cekikikan ketawa anak yang menyeramkan itu sangat melengking di telinga Rani. Rani berlari menuju ke sebuah rumah yang terbuat dari kayu. Di sana banyak para wanita yang sedang menggendong anak-anak mereka masing-masing.
"Kakak, kakak mau kemana? lihatlah anakku ini" ucap seorang ibu paruh baya sambil menggendong anak.
Rani melihat sosok anak makhluk bunian dengan langkah kaki mendekatinya, rupa dan bentuk tubuh yang tidak bisa dia ceritakan dalam kata-kata. Sebentar saja sambil Rani gendong anak bayi itu dengan badan yang menggigil gemetar menahan rasa takut.
"Kakak mau kemana? sepertinya Kau bukan berasal dari tempat ini."
Ucap wanita yang tak terlihat kakinya tertutup baju yang menyapu pasir.
"Aku mau pulang namun aku tidak tau arahnya!"
Rani bersender di antara bebatuan besar dekat teras rumah mereka. Dia begitu kelelahan berlari tanpa arah seakan terdampar di tempat yang hampir membuatnya mati berdiri.
"Kami akan mengantarkan mu", sahut Makhluk yang satunya lagi.
Dengan menggendong anak- anak mereka berjalan menuju jalan yang sunyi dan gelap.
Rani bergegas menyusul mereka dan berharap secepatnya bisa kembali. Sesampainya disimpang jalan, langkah mereka menjauh dan memberikan sebuah pesan.
"kak.. kami hanya bisa mengantarkan mu sampai disini, tunggulah sebentar lagi bus akan datang. Jangan berbicara apapun pada para penumpang ya" ucap salah satu mereka dan menunjuk jalan arah datangnya bus.
"Terimakasih banyak atas pertolongan kalian semua kepadaku" jawab Rani .
Setelah mereka pergi ,Rani melihat bus yang begitu tinggi dan tidak berpintu. Rani berusaha naik dengan menggunakan tangga yang menempel di bus itu. Dia tidak melihat wajah supir pengemudi. Di dalam bus sangat sepi, hanya dua atau empat orang saja yang duduk tanpa menoleh ke arah Rani.
KKrekk, nging (Suara-suara aneh yang terdengar dari bus)
Astaga guncangannya terasa kencang sekali!
Srek, Tin (Bunyi klakson mengiri laju bus tersebut)
Tangan Rani berpegangan sekuat-kuatnya. "Inikah yang namanya bus hantu?"
"Rani ayo cepat sarapan", kata ibu dari dapur.
"Iya Bu sebentar lagi Rani akan segera turun."
Cepat-cepat Rani bergegas merapikan baju dan membawa ransel di pundak. Rani dengan singkat mengunyah sarapan hangat yang di suguhkan lalu bergegas berbenah, mengingat apa-apa yang ketinggalan.
"Bu boleh Rani minta ijin hari ini kuliah sampai sore ya Bu? ada kelas tambahan dari dosen."
Rani terburu-buru meraih buku-buku dan mencium punggung tangan ibu untuk pergi.
"Hati-hati di jalan ya jangan lupa telpon kak Alfa minta jemput kalau mau di jemput", pesan ibu ke Rani yang sudah lari kalang kabut.
"Baik Bu.."
SESAMPAINYA DI KAMPUS.
Hari itu hujan sangat deras dan lebat, Rani melambai-lambai tangan ke arah Mia. Mia adalah teman sekelas di kampus, dia adalah salah satu dari beberapa sahabat yang dekat dengannya. Rani adalah seseorang yang suka menyendiri, itulah sebab dia hanya punya beberapa sahabat dekat. Mereka adalah Mahasiswa Fakultas Biologi. Disana terlihat ruang kelas begitu sepi. Dari kejauhan Rani melihat seorang perempuan melambaikan tangan.
"Rani kesini lah. Ahahah, Hahahah!"
Sayup-sayup terdengar suara tawa mereka.
Posisi tempat orang-orang yang duduk di bawah pohon sangat jauh dari ruang kelas. Hujan yang begitu deras, dari kejauhan terlihat sekelompok perempuan duduk di bawah pohon dan salah satunya melambaikan tangan sambil terus saja memanggil. Pandangan mata Rani kabur karena lebatnya air hujan tersapu oleh angin yang kencang.
Aku rasa ini bukan nyata, iya aku yakin, gumamnya.
"Rani, ayok kita pulang aja ya seperti nya dosen nggak datang dan hujan semakin lebat", ujar Mia.
Namun pandangan Rani tetap menghadap lurus ke depan, di depan pintu kelas dia seperti patung manusia yang tidak memperdulikan air hujan yang menyiram sekujur tubuh.
"Rani, apakah kau dengar aku?"
Suasana hening tidak ada jawaban sepatah katapun yang terdengar oleh Rani saat Mia berbicara. Dia terus saja menatap dengan fokus dan serius ke arah Panggilan.
"Rani, kamu kesambet apa?"
Mia memperhatikan wajah pucat Rani dan berbicara lebih keras sambil mengguncangkan badannya.
"Ah tidak benar! ini mungkin hanya ilusi belaka. Tapi kalau ilusi kenapa diantara mereka terdengar suara makhluk yang sama saat ku temui waktu itu? Ah sudahlah, Sekarang ini adalah dunia ku yang sebenarnya kenapa aku menjadi bingung. Terkadang aku merasa letih karena aku berpijak menghadapi dua dunia yang berbeda. Terkadang pula ini sangat mengganggu ku. Menjalani dua kehidupan yang berbeda!" batin Rani untuk yang kesekian kalinya.
Warna cat lukisan Rani hampir basah menyelip di sela-sela ranselnya karena hari itu hujan seakan tumpah dan membanjiri seluruh kota. Beberapa menit kemudian mereka tiba di rumah Rani. Mia adalah sahabat yang setia mengantarkannya pulang.
"Seharusnya Rani minta jemput kak Alfa aja Mi dari pada lu repot-repot gini", kata Rani.
Rani turun dari boncengan Mia sambil menyodorkan helm.
"Ah sudahlah aku pulang ya!" Rani menganggukkan kepala dan tersenyum lebar.
"Nanti malam aku telpon kamu, ya hal ini sangatlah penting", kata Mia menarik sudut manik netra sahabat indigo Tersebut.
Sahabatnya itu yang paling mengerti dan paham berbagai jenis tingkah laku Rani.
SESAMPAINYA DI RUMAH.
"Hikss, hiks. Ahihihh."
Begitu keras suara tangis dan ketawa itu sampai gendang telinga Rani di masukkan pecahan bom atom Hiroshima dan Nagasaki.
"Hentikan suara aneh itu. Aarghh, Bu!"
Rani berlari menuju ibunya dengan memeluk ibu sambil menangis. Setelah bercerita begitu lamanya sampai larut malam. Ibu adalah orang yang paling mengerti Rani di dunia ini. Satu hal yang selalu Rani ingat bahwa dia berkata Jangan lupa berdoa dan selalu ingat kepada sang pencipta, berbekal imam di hati dan banyak hal lagi nasehat yang selalu ibu pesankan pada anak gadisnya itu. Begitu lembut nasehat beliau bagai angin di surga. Ibu juga selalu berpesan ketika Rani mengalami dua dunia lagi maka Rani harus ingat jalan pulang dan jangan sampai tidak bisa pulang. Begitu khawatir dan rasa was-was dia lihat di raut wajah ibu.
Entah mengapa hanya aku saja, tidak seperti kakakku yang tidak pernah mengalami hal aneh seperti hidup ku ini, gumam Rani sambil mengusap wajah.
Biji bola mata Rani seakan semakin mengecil, lingkaran panda berbentuk hitam di tambah berat badannya yang semakin berkurang.bSampai detik ini dia tidak bisa terpejam. Dia mengisi rasa bosan yang belum bisa tertidur ini dengan mencoret-coret beberapa guratan kertas lukis. Setiap hari dia selalu menggambar semua kejadian demi kejadian aneh yang di alami di hidup.
Gubrak, Prang.
Jam dinding terjatuh tanpa ada angin disekitarnya dan tercium aroma aneh.
Dari kejauhan kali ini Rani mendengar suara aneh. Bunyi pintu belakang yang begitu berisik dan suara aneh lainnya membuatnya ingin menghampiri dengan membawa lampu senter. Rani melihat dari jendela belakang rumah. Rumah begitu sepi, nyanyian suara jangkrik terdengar menggema.
"Apakah ada maling yang masuk ke dalam rumah? Atau apakah mereka yang ku temui kemarin."
Rani berjalan perlahan mendekat memegang Gagang pintu.
Rani menoleh ke sekeliling tanpa satupun sudut demi sudut ruangan yang terlewatkan di amati. Terlihat dapur ibu begitu banyak piring dan gelas-gelas kaca tergeletak yang masih basah baru di susun, hanya kuali yang di letakkan di sudut ruangan. Lantai tampak basah dan terasa licin di telapak kaki Rani , sesekali pandangan tertuju ke arah kamar mandi. Dia melihat banyak sekali sisa-sisa busa sabun cuci.
"Siapa yang melakukan semua ini tadi malam?" gumamnya.
Terdengar di luar juga begitu berisik, jendela berembun sehingga menutupi suasana malam. Dia perlahan membuka pintu dengan perasaan campur aduk.
"Ayah, ibu, kakak!"
Anggota keluarga Rani seakan tertidur pulas, tidak ada yang menjawab akan tetapi langkah kaki Rani terus berjalan mendekati asal suara tersebut.
"Kak Alfa bangun!" teriak Rani lalu melempar batu kerikil ke arah jendela kamar Alfa.
Diluar rumah penuh pohon-pohon besar yang bergoyang tanpa ada angin yang menambah suasana mencekam. Rani memegang lampu dan tongkat bisbol milik ayahnya.
"Dingin sekali, aku sebaiknya masuk rumah saja" batinnya.
Langkahnya terhenti ketika mendengar suara ribut, samar-samar di telinga. Dengan menyorot lampu senter ke arah halaman. Rani berdiri di depan pintu belakang rumah. Berjarak sekitar 5 meter dari rumahnya tampak barisan rapi orang-orang ramai berjejer dengan pimpinannya sosok pria bertubuh besar, tinggi dan tegak berdiri di depan.
Mereka seperti melakukan suatu ritual upacara atau juga sedang berdiskusi. Tidak jelas perkumpulan yang mereka lakukan. Kedengarannya juga begitu gaduh dan ramai. Rani melihat makhluk yang sedikit mirip seperti manusia namun perbedaan hanya pada bentuk wajah dan tubuh tertempel sejenis akar pohon. Ada beberapa diantara mereka tersenyum menyeringai padanya.
Sepertinya ada yang mengetahui kehadiran Rani yang bisa melihat mereka. Sosok makhluk pandangan mereka begitu tajam dan kosong. Rani menemui beberapa diantara mereka, makhluk yang tubuhnya kecil dengan kaki-kaki seakan terbalik. Ada pula yang kaki sebelah kanan lebih besar dari yang kiri. Rambut mereka pirang lusuh, hanya sebagian saja yang tersusun rapi.
Makhluk-makhluk aneh berbaris di dekat pepohonan yang rindang. Menurut cerita tempo dahulu, rumah yang di tempati Rani dan keluarganya bekas lapangan zaman para kolonial Belanda. Para makhluk bunian sudah menempatinya sebagai rumah, jauh sebelum Rani dan keluarganya tinggal. Rani bergegas menuju pintu rumah. Tiba-tiba saja sosok nenek tua menghentikan langkah kakinya dan berkata dengan suara lirih.
"Ayo nak, silahkan jika kau mau ikut gabung dengan kami. Kemari lah, kami tidak akan menyakiti mu. Ahihihh."
Terdengar suara nenek itu sangat mengerikan. Sepasang kaki tanpa alas penuh dengan lumpur. Bajunya ciri khas kebaya nuansa jaman dulu. Rahang terbuka lebar langit-langit mulut mengeluarkan warna mirip darah.
"Oh astaga, apa yang terjadi? itu bukan darah. Itu kunyahan buah pinang dan daun sirih!" kata Rani.
Spontan saja sambil Rani menunjuk mulut makhluk itu yang lebar dengan jari telunjuknya hampir tersentuh. Saat dia semakin mendekatinya, urat kepala sampai ke leher berwarna hijau pekat. Rani hampir mual ingin mengeluarkan semua isi lambung.
"Tidak, Tolong Pergilah Nek!"
Rani berusaha menutupi wajah memalingkan mencari ke pandangan lain.
Ketakutannya bertambah saat dia melihat anak kecil, alias dan hidung menyatu tegak lurus dan rambutnya berwarna pirang.
"Kakak, Main-main yuk!"
Makhluk berukuran anak kecil memegang boneka Teddy bear usang menarik ujung baju Rani.
Adik kecil itu tiba-tiba menangis ketika dia menarik ujung baju Rani akan tetapi Rani menghempaskan tangannya. Sebagai manusia biasa badan Rani begitu gemetar mengalami hal yang di luar nalar batas kewajaran manusia.
"Tidak bisa! maaf ya adik kecil, pulanglah ke asal mu."
Setelah beberapa menit ada yang terbang dari atas kepala Rani dan menghampiri anak tadi.
Sesosok wanita cantik jelita berbaju hitam dengan cepat menggendong anak kecil yang menangis di dekatnya. Spontan Rani berlari sampai tubuhnya hampir tidak seimbang sampai tersungkur terbentur pintu.
"Argh, arrghh."
Rani terjatuh saat menuju pintu rumah, dia terbentur tembok dan tidak sadarkan diri.
"Ayah, ibu! Rani pingsan" teriak kak Alfa memanggil seisi rumah menemukan adiknya pingsan. Rani di gendong Alfa ke Sofa, tampak seisi rumah sangat panik.
"Alfa, kenapa adikmu bisa sampai situ? Dan juga ayah seharusnya lebih teliti mengunci seluruh pintu-pintu isi rumah!" kata ibu dengan suara gemetaran.
Setelah berselang beberapa menit kemudian
Rani perlahan membuka lebar kedua matanya.
"Dimana aku?" gumam Rani menatap keluarganya.
"Alhamdulillah, aku masih selamat!" batinnya lagi sambil mengusap wajah.
"Rani, kamu membuat panik ibu dan semuanya. Jangan pernah keluar rumah sendiri lagi ya janji sama ibu."
Ibu memberikan memberi teh kepadanya, sambil mengecup kening wajah putri bungsunya itu.
"iya maaf Bu, maafin Rani ya bu!"
Rani sambil duduk meneguk teh dari ibu.
Rasa bingung Rani mengingat-ingat kembali kejadian yang di alami tadi.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!