“Deon!”
“Deon!”
“Deon!”
Teriakan penggemar Deon menggema ke seluruh arah, ketika Deon baru saja turun dari mobilnya untuk menghadiri
festival film di mana dirinya dinominasikan menjadi salah satu aktor terbaik tahun
ini.
Jika Deon menang lagi tahun ini,
maka ini akan jadi ketiga kalinya Deon memenangkan satu dari beberapa
penghargaan bergengsi di negara ini.
“Kamu baik-baik saja, Deon?”
Deon melirik ke arah manajernya-Niel,
masih dengan memasang senyuman di bibirnya. “Aku baik-baik saja. Hanya saja,
sedikit sesak rasanya.”
Niel yang paham maksud dari ucapan
Deon, langsung memberikan instruksi kepada para penjaga Deon untuk memberi
ruang yang lebih besar kepada Deon dengan cara menghalau penggemar Deon lebih
ketat lagi.
Huft!! Deon menghela napas
karena ruang yang lebih banyak baginya untuk bernapas dan sedikit menjauh dari
teriakan para penggemarnya yang memanggil-mannggil namanya.
Deon masuk ke dalam aula acara
festival dan duduk di kursi yang dilabeli dengan namanya. Niel memberikan botol minuman air mineral dan
sapu tangan yang mungkin dibutuhkan oleh Deon. “Kalau butuh sesuatu, menoleh
saja ke belakang dan aku akan langsung menghampirimu.”
“Ehm.” Deon menganggukkan kepalanya
sedikit membalas Niel.
“Ada lagi yang kamu butuhkan?”
“Riasan dan rambutku, baik-baik saja
kan??” tanya Deon.
Niel mengacungkan jempolnya. “Kamu
terlihat sempurna.”
“Kalo gitu, aku tak perlu apa-apa
lagi.”
Buk! Niel menepuk bahu Deon tepat
sebelum pergi. “Semoga beruntung, Deon!! Kerja kerasmu pasti akan membuahkan
hasil!”
“Ehm!”
Acara festival dimulai. Dan setelah
satu jam lebih, nominasi yang ditunggu-tunggu Deon akhirnya mendapatkan
giliran. Nominasi aktor dan aktris terbaik tahun ini adalah nominasi terakhir di
mana nominasi itu adalah puncak dari seluruh nominasi dalam acara ini.
“Selamat kepada aktor Deon!!”
Prok, prok!! Seluruh pengunjung
acara baik penggemar, kalangan aktris dan aktor langsung bertepuk tangan ketika
nama Deon muncul sebagia pemenang dalam penghargaan aktor terbaik di tahun
ketiganya.
“Selamat aktor Deon!”
“Selamat aktor Deon!”
“Selamat aktor Deon!”
Ucapan selamat terdengar dari
kalangan aktor dan aktris yang dilewati Deon menuju panggung acara untuk
menerima piala penghargaannya.
“Terima kasih.” Deon berulang kali
membalas ucapan selamat itu sembari memasang senyum tipis sebagai tanda sikap
rendah hatinya kepada publik.
Festival film hari itu berakhri
dengan Deon menjadi bintang utamanya untuk ketiga kalinya. Dengan memegang
piala penghargaan ketiganya dan berdiri di atas panggung di mana semua lampu
dan kamera menyorot padanya, Deon harusnya merasa bahagia akan pencapaiannya
selama tiga tahun ini yang sangat menakjubkan. Semua orang merasa bangga pada Deon karena di umurnya yang masih 27 tahun, Deon mampu mempertahankan posisi
aktor terbaik selama tiga tahun berturut-turut. Deon harusnya merasakan hal yang sama, hanya saja dalam hatinya saat ini … perasaan lain muncul.
“Deon!”
“Deon!”
“Deon!”
Aku merasa hampa.
Ketika semua penggemar meneriakkan nama Deon, ketika semua mata, semua kamera, semua
cahaya dan semua perhatian, tertuju pada Deon, perasaan itulah yang muncul di
dalam hati Deon.
*
“Ada apa dengan Deon??” Okta-Direktur
agensi Deon bertanya kepada dokter psikologi yang sedang memeriksa Deon karena selama beberapa hari ini Deon tidak bisa tidur dengan tenang.
“Aktor Deon mungkin mengalami
depresi karena tekanan yang selama ini dirasakan.”
“Depresi??” Okta kaget mendengar penjelasan
dokter yang memeriksa Deon.
“Ya, Pak. Aktor Deon mungkin tak
sadar jika selama bekerja sebagai aktor, menahan banyak perasaan. Perasaan yang
ditahan itu kemudian menumpuk selama waktu yang lama dan sekarang setelah Aktor
Deon berada di posisi puncak, perasaan yang menumpuk itu mulai menyerang.”
“Apa tidak ada obatnya?”
Dokter yang memeriksa Deon
menggelengkan kepalanya. “Depresi bukan penyakit, tapi gangguan suasana hati.
Saat ini Aktor Deon masih belum mengalami menunjukkan gejala depresi tapi jika ini terus berlanjut mungkin akan berbahaya bagi kariernya. Untuk saat ini selain konsultasi, saya sarankan aktor Deon untuk istirahat seperti liburan untuk mengganti suasana hatinya yang memburuk.”
“Liburan??” Okta mengulang lagi
sembari melirik Deon dan Niel-manajer Deon.
“Ya, Pak. Mengganti suasana adalah
cara yang baik untuk memperbaiki suasana hati. Kalo bisa lokasi liburan itu
adalah tempat di mana aktor Deon tak merasakan jika dirinya adalah aktor,
bintang dan orang terkenal.”
“Niel!!” panggil Okta.
“Ya, Pak.” Niel mendekat pada Okta.
“Kamu punya saran untuk masalah
liburan Deon??”
“Bagaimana dengan pedesaan, Pak??”
Niel mencoba memberikan ide yang terlintas dalam benaknya.
“I-itu ide yang bagus.” Okta masih
merasa sedikit ragu. “Tapi apa ada pedesaan yang tak mengenal Deon?? Kamu tahu
kan Deon sekarang adalah aktor nomor satu di negara ini!!”
“Desa tempat saya berasal, Pak.
Bapak kan tahu sendiri, saya ini orang dari desa yang cukup jauh dan cukup
terpencil. Untuk sampai ke desa asal saya, saya harus melakukan perjalanan yang
cukup jauh karena tidak bisa menggunakan pesawat.” Niel menjelaskan.
“Kamu yakin?” tanya Okta.
“Cukup yakin, Pak.”
“Kenapa kamu yakin?” tanya Okta
lagi.
“Ka-karena saya tidak pernah bilang
pada orang desa saya jika saya bekerja sebagai manajer artis, Pak. Ditambah
lagi desa di mana saya berasal itu cukup sulit untuk mendapatkan sinyal internet, Pak. Jadi saya yakin orang-orang di sana tidak akan mengenali aktor Deon.”
Okta menimbang-nimbang sejenak
sebelum akhirnya melihat ke arah Deon yang diam sejak tadi. “Deon! Bagaimana
denganmu?? Kamu mau ke sana??”
“Terserah. Kalo seperti penjelasan
Niel, tempat itu harusnya bukan pilihan buruk.”
Okta tersenyum mendengar jawaban
Deon. “Satu bulan cukup??”
“Ya,” balas Deon.
Buk!! Okta menepuk keras bahu Niel.
“Bagus!! Kalo begitu Niel, kamu sekalian ikut liburan! Bukankah sudah lima tahun lamanya kamu nggak pulang kampung karena terus menemani Deon??”
“Saya boleh ikut, Pak??” Niel
tersenyum senang mendengar tawaran Okta.
“Jelas kamu harus ikut, Niel! Anggap
saja sekalian kamu liburan di sana!! Kapan lagi kamu bisa pulang lama ke
kampung halamanmu, Niel??”
Tiga hari kemudian.
Setelah perjalanan yang melelahkan
selama satu hari satu malam, Deon bersama dengan Niel akhirnya tiba di desa
tempat Niel berasal.
“Ba-bagaimana??” tanya Niel.
Huft!! Deon menghirup udara di desa
Niel dan mengembuskan napas panjang. “Nggak buruk. Udaranya segar sekali.”
“Te-terima kasih. Kalo begitu
silakan masuk ke dalam rumah. Di sini saya hanya tinggal bersama dengan Ibu dan
Nenek saya. Di sebelah sana adalah rumah kakak saya dengan suami dan anaknya.”
“Niel??” panggil Deon.
“Ya, Deon.”
“Selama di sini, panggil aku dengan
namaku.”
“Bukannya aku selalu memanggil
namamu selama ini??” Niel bingung mendengar permintaan Deon.
“Bukan nama panggungku tapi namaku
yang sebenarnya-Dewangkara,” jelas Deon. “Panggil aku dengan nama Dewa atau
Dewangkara!”
Niel menganggukkan kepalanya.
“Selama di sini, aku akan memanggilmu dengan nama Dewa.”
Deon tersenyum melihat punggung
manajernya. Niel adalah manajernya selama lima tahun dan telah menemaninya dari
posisi paling bawah hingga ke posisi paling atas. Niel yang lebih muda darinya dua tahun, nyatanya lebih dewasa dari Deon. Di saat Deon merasa tak mampu atau kehilangan kepercayaan dirinya, Niel adalah orang pertama yang selalu memberikan semangat padanya.
Jadi kali ini, Deon sengaja menerima
ide Niel agar membuat Niel pulang ke rumahnya setelah lima tahun terus ada di
sisinya.
Semoga di sini, aku bisa merasa
lebih baik. Deon membuat doa kecil sebelum mengikuti Niel masuk ke rumahnya
di mana Ibu dan Neneknya menunggu.
Uwahhhh!!!
Deon mengeluh setelah seminggu tinggal di desa Niel berasal. Selama seminggu ini, tugasnya banyak sekali. Dari ikut berkebun dan beternak sepanjang hari hingga malam harinya ikut mengobrol dengan Nenek dan Ibu Niel yang sepertinya suka padanya.
Srek, srek.
Deon mengayunkan sabit kecilnya membersihkan gulma di kebun sayur milik keluarga Niel merasakan tangan dan bahunya serasa hampir mati rasa. Ditambah lagi sengatan matahari di tengah hari, benar-benar menyengat.
“Deon, eh salah, Dewa!! Apa kamu sudah menggunakan tabir surya tadi??” Setiap harinya Niel terus mengajukan pertanyaan itu kepada Deon karena merasa khawatir kulit Deon yang putih seputih salju akan terbakar dan berubah menjadi kecoklatan bak kue panggang.
“Huft!! Tenang saja, aku sudah pakai tadi, Niel!!”
“Ma-maaf, Dewa! Di rumah memang selalu begitu! Nenek dan Ibuku tidak suka melihat orang bermalas-malasan.” Niel merasa bersalah melihat Deon bekerja keras selama seminggu tinggal di desanya.
“Huft!! Tak heran kamu jarang pulang ke rumah!! Begitu di rumah, kamu harus bekerja lebih parah dari pada jadi manajerku!!” balas Deon.
“Hahaha!!” Niel tertawa mendengar jawaban Deon. “Kamu benar, Dewa!! Ini adalah satu dari beberapa alasan aku jarang pulang! Begitu pulang, aku tak akan bisa beristirahat dengan benar!! Tapi … “
“Tapi apa??” Deon terus bicara sembari mengayunkan sabit kecilnya dan mencabut gulma.
“Cara ini adalah cara terbaik membuatmu tidur dengan nyenyak. Seminggu ini, kamu tidur dengan nyenyak di malam hari bukan??”
“Yahh itu memang tak bisa aku pungkiri!!” Deon setuju. Setelah bekerja keras di siang hari, malam harinya Deon benar-benar merasa lelah dan tertidur begitu saja ketika mendengar obrolan Nenek dan Ibu Niel. Bahkan Deon yang biasanya tidak bisa tertidur di sembarang tempat, bisa jatuh tertidur di mana pun dirinya berada.
Wushhhh!! Angin kencang berembus dari bukit kecil tak jauh dari rumah Niel. Seminggu ini, Deon merasa sedikit tertarik dengan bukit kecil itu dan diam-diam memperhatikannya selama berkebun.
“Hei, Niel!!” panggil Deon.
“Ya?”
“Bukit kecil itu, apa aku bisa ke sana??” tanya Deon.
“Tentu boleh. Bukit itu bukan milik pribadi. Siapapun boleh ke sana. Kamu ingin ke sana??”
“Ya.” Deon menganggukkan kepalanya.
“Pemandangan di sana lebih bagus ketika malam hari atau waktu matahari terbit. Mau ke sana nanti malam?? Kalo beruntung kamu bisa melihat bintang jatuh di malam hari. Ahhh!!” Niel tiba-tiba berteriak sembari mencari ponselnya.
“Kenapa kaget begitu??” Deon heran.
“Aku ingat nanti malam harusnya akan ada hujan meteor! Pas sekali timingnya!!” Niel memeriksa kalender di hpnya yang sudah lama ditandainya.
“Dari mana kamu tahu??” tanya Deon. “Bukannya sinyal di sini sedikit sulit??”
“Aku sudah menandainya sebulan yang lalu.” Niel menunjukkan kalender di hpnya. “Tadinya kalo kita punya waktu luang, aku ingin mengajakmu pergi melihat ini karena kamu memiliki masalah tidur selama beberapa bulan terakhir ini.”
“Ahh. Kamu perhatian sekali, Niel.”
Niel tersenyum kecil. “Tentu saja. Kamu adalah aktorku dan aku adalah manajermu. Jadi aku harus melakukan ini. Meski aku tak pernah bilang, tapi aku juga penggemarmu, Deon. Mungkin aku adalah penggemar paling beruntung karena aku bisa melihatmu syuting dan berakting dengan mata kepalaku sendiri.”
Deon tersenyum kecil mendenhar pengakuan Niel. “Trims.”
“Jadi nanti mau ke bukit itu??” Niel bertanya untuk memastikan.
“Ya.”
Malam harinya.
Dan benar saja ketika malam tiba, Niel dan Deon yang pergi ke bukit kecil itu di malam hari lebih tepatnya dini hari, menemukan hujan meteor seperti ucapan Niel. Deon mengabadikan momen itu dengan hpnya dan memotret hujan meteor yang dilihatnya secara langsung untuk pertama kalinya. Klik, klik.
“Nggak buat permintaan??” Niel bertanya pada Deon.
“Kamu percaya dengan hal seperti itu??” balas Deon.
Niel mengangguk. “Percaya juga tidak ada salahnya. Sapa tahu harapanku didengar oleh Tuhan.”
Deon menggelengkan kepalanya tak percaya. “Kamu ada-ada saja!”
“Buat permintaan saja! Sapa tahu doamu terkabul!” Niel memaksa.
Huft!!! Tadinya Deon tidak ingin membuat permintaan konyol, tapi karena Niel yang terus memaksanya, Deon tak punya pilihan lain selain membuat permintaan.
Aku harap di dunia yang sepi ini, aku bisa menemukan satu orang saja yang mampu membuatku tak merasa sepi lagi. hanya satu orang saja, aku harap aku bisa menemukan orang itu.
*
“Madaharsa!”
“Kenapa kamu terus memanggil namaku??”
“Aku, aku tak tahu. Hanya ingin saja. Apa aku tidak boleh melakukannya??”
“Berhentilah melakukannya! Aku bosan mendengarnya!”
“Kamu bosan mendengar namamu sendiri?? Kenapa?? Bukannya itu namamu sendiri??”
“Ya, aku bosan karena kamu terus memanggilnya!!”
Apa ini??
Deon melihat seorang wanita duduk di sampingnya di bukit yang tak dikenalnya. Wanita yang dipanggilnya dengan nama Madaharsa itu, tersenyum padanya seolah dirinya dan wanita itu telah mengenal untuk waktu yang lama. Warna merah merona di pipi Madaharsa, membuat Deon bingung dan heran. Entah itu karena rasa malu atau kilauan matahari sore yang sedang mereka lihat bersama, Deon tak bisa menentukannya dengan benar. Tapi …
Dag, dig, dug.
Denyut jantung Deon yang berdetak lebih kencang dari biasanya, membuat Deon merasa tak nyaman.
“Madaharsa.”
Mulut Deon bicara lagi tanpa perintah darinya.
“Apa lagi?”
“Bisakah kita terus seperti ini??”
“Maksudnya?”
Ya, benar maksudnya?? Deon bertanya dalam benaknya.
“Mungkin iya, mungjin juga tidak. Bagaimana pun, aku punya tanggung jawab. Kamu tahu aku adalah penjaga benda pusaka di tempat ini.”
Benda pusaka?? Maksudnya?? Deon bertanya lagi dalam benaknya.
“ … Hidupku, aku tak punya kebebasan sebanyak manusia lainnya. Aku terikat dengan tugas ini. Jadi aku tak bisa memberikanmu kepastian.”
Kepastian?? Kepastian buat apa?? Deon bertanya lagi dan kali ini dirinya semakin bingung, semakin tidak mengerti. Deon menatap wanita bernama Madaharsa yang tersenyum menatap langit senja. Kilauan cahaya senja yang menyinari wajah Madaharsa membuat Deon merasa jantungnya semakin tak terkendali.
Dag dig dug.
Siapa sebenarnya kamu? Kenapa jantungku berdetak kencang seperti ini? Deon mencoba mengangkat tangannya dan kali ini tubuh yang tadinya tak bisa dikendalikan oleh Deon akhirnya menuruti dirinya. Tangan Deon bergerak ke atas dan hendak menyentuh wajah Madaharsa. Sayangnya sebelum tangan Deon berhasil menyentuh wajah Madaharsa, wanita itu menoleh dan membuat Deon terkejut.
Eh??
Madaharsa tersenyum pada Deon dan pandangan Deon pun berubah gelap gulita.
“Dewa!!! Nak Dewa!!”
Deon membuka matanya dan menemukan Niel bersama dengan ibunya menatapnya dengan wajah cemas. “Ehm??” Deon mencoba bangkit dari tidurnya sembari mengucek matanya yang terasa masih ingin menutup dan tertidur. Deon menatap Niel dan ibunya sekali lagi, dan benar saja dua wajah yang sedang menatapnya terlihat sangat cemas. “Kenapa dengan wajah Ibu dan kamu, Niel? Apa ada yang salah??”
Niel menggenggam tangan Deon. “Kukira kamu nggak bakal bangun dari tidurmu! Kalo kamu tidur lebih lama lagi, aku pasti akan memanggil kepala desa dan membawamu ke rumah sakit!”
“Rumah sakit? Kenapa ke sana??” Deon menatap langit di luar jendela kamarnya dan menemukan jika matahari yang terlihat harusnya sudah berada tepat di atas kepala. “I-ini sudah siang! Kok bisa aku??”
Deon akhirnya paham alasan Niel dan Ibunya cemas melihat dirinya akhirnya bangun dari tidurnya.
Tiga bulan berlalu. Setelah sebulan menghabiskan liburan bersama dengan Niel dan keluarganya, keadaan Deon mulai membaik. Deon tak lagi mengalami kesulitan untuk tidur dan perasaan depresi yang menyerang Deon pun perlahan menghilang. Gairah Deon terhadap akting dan ketenarannya kembali seolah tak pernah terjadi serangan depresi yang membuatnya merasa hampa dan sepi.
“Sepertinya liburan itu berhasil, Deon.” Okta memasang senyuman senang di wajahnya ketika melihat perubahan wajah Deon setelah liburan bersama dengan Niel. “Niel benar-benar manajer terbaikmu, Deon. Ide liburannya benar-benar berhasil menyembuhkanmu dari depresi, Deon!”
“Ya.”
Meski mulut Deon mengatakan ya untuk pujian Okta, tapi jauh dalam hatinya Deon tahu jika perubahan moodnya terjadi karena mimpi-mimpinya bersama dengan wanita bernama Madaharsa.
Mimpi-mimpi itu membuat Deon merasakan perasaan bahagia yang belum pernah Deon rasakan. Perasaan bahagia bersama dengan wanita bernama Madaharsa mengalahkan semua perasaan bahagia yang pernah Deon rasakan sepanjang hidupnya seperti menerima penghargaan untuk pertama kali atau berhasil mempertahankan posisinya sebagai aktor terbaik. Bahkan sapaan penggemarnya tak mampu mengalahkan kebahagiaan dalam mimpinya bersama dengan wanita bernama Madaharsa.
“Cut!”
Niel menghampiri Deon yang telah menyelesaikan proses syuting iklannya setelah istirahat selama hampir tiga bulan. “Kerja bagus, Deon.”
“Trims. Setelah ini jadwal kita apa??”
Karena bekerja di ladang kebun di teriknya matahari, kulit putih Deon sempat terbakar dan hal itu membuat Deon harus melakukan perawatan kulit selama sebulan lebih untuk mengembalikan warna kulit putih salju milik Deon sebelum kembali bekerja. Untungnya pihak yang bekerja sama dengan Deon sangat mementingkan Deon hingga mereka mau menunggu selama satu bulan lamanya agar mendapatkan hasil terbaik Deon untuk iklannya.
“Jadwalmu setelah cuma konsultasi ke dokter psikolog.” Niel menjawab sembari menyodorkan air minum kepada Deon.
Deon menundukkan kepalanya mengucapkan terima kasih kepada kru dan sutradara yang telah melakukan syuting selama dua hari lamanya.
“Cuma itu?” Deon kembali bertanya pada Niel sembari berjalan menuju ke mobilnya.
“Ya, cuma itu. Pak Okta memintaku untuk sedikit melonggarkan jadwalmu sementara untuk memastikan bahwa kamu nggak lagi merasa depresi. Setelah konsultasi hari ini memberikan hasil yang baik, aku akan mengatur jadwalmu lagi.”
Sret! Niel membukakan pintu untuk Deon agar masuk ke dalam mobil. Setelah Deon masuk dan duduk di kursinya, Niel duduk di samping Deon dan menutup pintu mobilnya.
“Ke dokter psikolog, Pak.” Niel memberikan perintah kepada supir dan mobil pun berjalan.
“Apa tak ada tawaran iklan lagi?” tanya Deon.
Mobil yang membawa Deon mulai berjalan keluar dari lokasi syuting. Tapi ketika mobil yang membawa Deon sedang menunggu giliran untuk keluar dari lokasi syuting, pintu di sisi Niel tiba-tiba dibuka dari luar dan membuat Deon bersama dengan Niel terkejut bersamaan.
“Deon, terima ini!! Ini bukti cintaku untukmu!! Aku mencintaimu, Deon!!”
Niel yang sempat terkejut langsung memasang badannya menghadap penggemar fanatik Deon yang selalu membuat ulah dan muncul dengan cara yang tak terduga seperti ini.
“Tolong keluar, Mbak!!”
Niel menghadang penggemar fanatik itu dengan dibantu oleh petugas keamanan yang berjaga di pintu keluar.
Srett! Begitu penggemar fanatik itu berhasil dihadang, Niel langsung menutup pintu mobil. Niel langsung mengecek keadaan Deon di sampingnya. “Deon, kamu baik-baik saja??”
Deon memijat keningnya sembari bersandar ke kursinya. “Ehm. Kamu sendiri??”
“Aku?? Tentu saja baik-baik saja.” Mobil yang membawa Deon dan Niel mulai berjalan keluar. Niel menoleh ke belakang dan memperhatikan penggemar fanatik yang masih ditahan oleh petugas keamanan. “Tapi penggemar fanatikmu semakin menggila saja, setiap harinya.”
“Ehm.”
“Kalo dibiarkan terus, kamu mungkin mengalami depresi lagi, Deon. Sebelum liburan waktu itu, beberapa kali penggemarmu berusaha untuk masuk ke hotel di mana kamu menginap dan juga mengikutimu ke mana pun kamu pergi syuting bahkan hingga keluar negeri. Nanti, aku akan minta pengawal tambahan kepada Pak Okta.”
“Ehm.”
Pengawal tambahan lagi!! Harus berapa banyak pengawal yang menjagaku?? Deon menatap ke arah jendela mobil karena merasa penat dengan hidupnya yang tak punya kebebasan semenjak dirinya terkenal. Semakin banyak pengawalku, semakin berulah penggemar fanatik itu! Aku tak mengira penggemar bisa segila itu hingga mereka merasa mencintaiku seperti mencintai kekasihnya.
Huft! Deon menghela napas panjang dan helaan napas itu didengar oleh Niel.
“Kenapa, Deon?”
“Bukan apa-apa!”
*
Seminggu kemudian.
Setelah hasil pemeriksaan dari dokter psikolog memberikan hasil yang baik untuk perkembangan psikologi Deon, Niel mulai mengatur jadwal kerja Deon dan mulai menerima banyak job seperti sebelumnya. Hanya saja job yang diterima Deon kebanyakan adalah syuting iklan karena tawaran main film yang masuk, belum ada yang menarik di mata Deon.
“Kamu yakin ingin duduk di kelas ekonomi?” Niel bertanya pada Deon karena merasa Deon harusnya duduk di kelas bisnis selama penerbangan nantinya.
“Ya. Percuma aku di kelas bisnis, kalo kamu ada di kelas ekonomi. Pengawal lain juga ada di kelas ekonomi kan??”
“Y-ya begitulah. Tapi-“
“Nggak ada tapi-tapian. Ini hanya penerbangan selama satu jam lamanya, harusnya tidak akan ada masalah nantinya. Kalo pun ada masalah, pengawal dan kamu kan ada di dekatku, jadi kalian masih bisa menjagaku.” Deon bersikeras.
Niel tadinya ingin memaksa Deon untuk ganti kelas penerbangan, tapi melihat Deon yang sudah bersikeras, Niel kehilangan nyalinya. Mau tidak mau, Niel harus mengikuti Deon kalo Deon sudah ngeyel seperti ini. “Kalo kamu maksa dan baik-baik saja, aku akan ikuti.”
“Tenang saja, aku baik-baik saja duduk di kelas ekonomi.”
Tepat pukul enam pagi, pesawat yang membawa Deon bersiap untuk berangkat. Karena tadinya Deon harus duduk di kelas bisnis dan tiba-tiba mengubah kelasnya ke kelas ekonomi, Deon mendapat kursi di pinggir.
“Maaf, Mbak. Bisakah Mbak tukar tempat duduk dengan temanku ini??” Niel yang merasa tidak tenang Deon duduk di pinggir, meminta wanita yang duduk di dekat jendela untuk bertukar kursi dengan Deon.
“Ya, tidak apa-apa. Mas.”
Beruntungnya wanita itu berbaik hati menukar kursinya dengan Deon dan duduk di dekat jendela. Sementara Niel sendiri yang mendapatkan kursi di tengah mengapit Deon dan penumpang wanita itu merasa sedikit was-was karena takut wanita di sampingnya mungkin adalah penggemar fanatik Deon yang lain.
Firasat Niel sepertinya menjadi kenyataan, hanya saja sedikit berbeda dari yang Niel pikirkan.
“Maaf, Mas.” Wanita yang tadi bertukar kursi dengan Deon, tiba-tiba berbisik kepada Niel kepada setelah penerbangan berjalan sepuluh menit.
“Ya, Mbak??” jawab Niel cemas.
“Tadinya aku nggak mau ikut campur. Tapi wanita dengan pakaian serba hitam itu sudah lewat beberapa kali di dekatku. Setiap kali lewat, wanita itu terus melirik ke arah teman Mas. Mungkinkah teman Mas yang tadi tukar tempat duduk denganku adalah artis?”
“Eh??” Niel yang kaget langsung melihat ke arah Deon dan wanita yang ditunjuk oleh wanita yang duduk di sampingnya.
Dan benar saja, hanya dalam hitungan detik wanita dengan gelagat mencurigakan itu langsung berusaha melewati Niel dan wanita di sampingnya dan berusaha untuk mendekati Deon.
Set!! Beruntungnya wanita di samping Niel itu mampu bergerak cepat dengan langsung berdiri dan menghalangi wanita dengan gelagat mencurigakan tadi.
“Lepas!! Lepaskan aku!! Aku ingin mengucapkan kata cintaku pada Deon!!”
Niel langsung pasang badan menghalangi di belakang wanita yang tadi duduk di sampingnya. Deon yang tadinya tertidur dengan tenang langsung membuka matanya dan kaget melihat serangan penggemar fanatiknya. Pengawal Deon yang duduk di belakang langsung bangkit dari duduknya dan langsung membantu wanita di samping Niel menghalau penggemar fanatik Deon.
“Minggir!! Aku harus mengungkapkan cintaku pada Deon!! Deon, dengarkan aku!! Aku mencintaimu, Deon!! Deon, lihat aku!! Aku sangat-sangat mencintaimu!! Ayo kita menikah!!”
Pramugari dan pramugara yang bertugas langsung menghampiri wanita penggemar fanatik Deon dan langsung memintanya kembali ke tempat duduk. Wanita penggemar fanatik itu mendapatkan peringatan keras karena telah membuat keributan selama penerbangan berlangsung yang mungkin akan membuat dampak buruk pada jalannya penerbangan nantinya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!