NovelToon NovelToon

Dunia Alisia

Bab 1

Gadis berusia 6 tahun tengah asyik bermain congkak di teras rumahnya sendirian. Matanya yang indah dan pipi chubby membuat semua orang gemas padanya.

"Alisia, makan dulu yuk! Mama udah siapin makanan kesukaan kamu" ujar Nadia, mama Alisia. Ia duduk di samping Alisia membujuk gadis itu untuk mau makan.

"Tapi aku lagi main ma" balas Alisia dengan bibir mengerucut sebal.

"Nanti kan bisa main lagi, makan dulu ya!" rayu Nadia agar anak semata wayangnya itu mau menurutinya.

"Yaudah, Alisia mau makan tapi mama harus janji dulu!" pinta Alisia.

"Janji?" tanya Nadia menautkan kedua alisnya bingung.

"Iya, mama harus janji kalau mama gak bakalan maksa aku makan sayur lagi!"

"Hmmm gimana ya?" balas Nadia pura-pura berfikir.

"Kalau mama gak mau, aku gak mau makan!". Nadia di buat geleng-geleng kepala dengan tingkah anaknya itu. Di usianya yang masih 6 tahun Alisia sudah pintar bernegosiasi dengan dirinya.

"Iya, mama gak akan maksa kamu makan sayur lagi. Tapi kamu makan ya!"

"Oke" balas Alisia mengacungkan jempol di sertai senyum manis yang menampakkan gigi kelinci miliknya.

"Ayo masuk! Mainannya taruh di sini aja dulu" pinta Nadia. Alisia mengangguk setuju dengan permintaan mamanya.

Baru saja Alisia dan Nadia akan masuk untuk makan. Sebuah mobil pick up berhenti tepat di sebelah rumahnya. Mobil yang berisikan perabotan rumah tangga itu cukup menyita perhatian mereka.

"Kayaknya kita punya tetangga baru" ujar Nadia.

"Iya ma" balas Alisia.

Mobil lainnya menyusul, tiga orang keluar dari dalam mobil. Terdiri dari Seorang pria, wanita dan anak laki-laki yang sebaya dengan Alisia.

"Ma, Alisia boleh kesana?" tanya Alisia, melihat anak laki-laki itu membuat Alisia sangat senang.

"Boleh, tapi nanti ya! Kamu makan dulu!" pinta Nadia. Sebal dengan jawaban mamanya, Alisia kembali mengerucutkan bibirnya.

"Ayo!" Nadia membawa anaknya itu memasuki rumah.

***

Alisia berlari kecil keluar rumah, ia sangat ingin bertemu dengan anak laki-laki itu. Alisia ingin sekali berteman dengannya. Alisia sudah bosan bermain sendirian setiap harinya.

Mata Alisia berbinar saat melihat anak itu sedang bermain ayunan di depan rumahnya. Alisia kembali berlari kecil menghampirinya.

"Hai" sapa Alisia. Namun anak laki-laki itu hanya menatapnya sekilas kemudian kembali bermain ayunan.

Merasa di acuhkan Alisia menggembungkan kedua pipinya. Ia kemudian duduk di ayunan satunya.

"Aku Alisia" ujar Alisia tiba-tiba. Namun anak laki-laki itu tetap diam. sepertinya anak laki-laki itu bisu karna tak satu pun perkataan Alisia di jawabnya.

"Kamu bisu ya?" tanya Alisia kesal.

Anak laki-laki itu menatapnya dengan tatapan sinis. Kemudian ia pergi dan meninggalkan Alisia. Sepertinya anak laki-laki itu sedang tidak ingin di ganggu.

"Hufttt sombong sekali dia" rutuk Alisia kesal.

Alisia juga ikut meninggalkan ayunan itu. Ia kembali ke rumahnya dengan lesu. Niat hati ingin berteman tapi ternyata tak di sambut baik oleh anak laki-laki yang ia harapkan menjadi temannya.

"Loh Alisia, kok bentar banget mainnya?" tanya Nadia Karana tadi Alisia terlihat sangat bersemangat sekali.

"Gak jadi ma, dia sombong banget" seru Alisia.

"Kamu gak boleh gitu, mungkin dia masih asing sama lingkungan barunya"

"Tapi tetap aja ma, dia sombong! Aku gak suka!"

"Hm yaudah, kalau kamu gak suka. Udah sore kamu mandi dulu ya!"

"Iya ma"

Alisia yang biasanya sering membanta tiba-tiba saja menjadi penurut akan perintah mamanya. Sejak ia lahir Alisia selalu di manja oleh kedua orang tuanya. Jadi tak heran jika ia sangat manja.

Nadia di buat geleng-geleng kepala melihat tingkah Alisia. Apalagi saat ia menaiki tangga sembari menghentak-hentakkan kakinya. Pipi yang mengembung seperti balon itu membuat Nadia gemas sendiri dengan putrinya itu.

***

Malam harinya, suasana rumah terasa sangat sepi karna hanya ada Nadia dan Alisia di rumah. Di dapur Nadia tampak asyik memasak untuk makan malam.

Mengingat putrinya yang sedang kesal. Nadia tak memasak sayur malam ini. Karna putrinya itu tidak suka dengan semua jenis sayur yang berwarna hijau. Tak ingin membuat anak gadisnya itu semakin kesal. Nadia memutuskan untuk memasak ayam goreng yang merupakan salah satu makanan kesukaan Alisia.

Nadia dengan telaten menghidangkan makanan di atas meja. Aromanya yang begitu sedap mampu membuat Alisia yang sedang menonton film kartun favoritnya mencium bau masakan mamanya.

"Wihhh harum banget" Alisia mematikan tv dan berlari menghampiri mamanya.

"Jangan lari-lari nanti jatuh!" pinta Nadia, anak gadisnya itu memang hobi sekali lari-lari di dalam rumah. Kadang ia sampai menyenggol vas-vas mahal koleksinya hingga pecah. Namun apalah dayanya, ia tidak pernah bisa marah pada anak gadisnya itu. Toh Alisia juga sudah minta maaf atas kesalahannya. Apalagi di usianya yang menginjak 6 tahun Alisia sedang dalam masa pertumbuhan. Nadia tidak ingin terlalu banyak melarang anaknya. Hingga nanti bisa menghambat perkembangan Alisia.

"Iya ma, maaf" balas Alisia.

"Harum banget ma" ujar Alisia. Ia langsung duduk di kursi dan bersiap untuk makan. Nadia mengisi piring Alisia dengan nasi dan membiarkan anaknya itu makan.

Sementara Alisia makan, Nadia menyiapkan wadah lain untuk menaruh ayam goreng buatannya. Tadi ia masak banyak dan berniat untuk membaginya dengan tetangga barunya.

"Buat siapa ma?" tanya Alisia.

"Tetangga baru"

Alisia kembali menggembungkan pipinya. Ia berhenti makan saat Nadia bilang kalau itu untuk tetangga baru. Alisia langsung teringat dengan anak laki-laki yang sombong itu. Alisia sudah punya niat baik untuk mengajaknya berteman. Namun ia malah seperti orang bisu, diam tanpa menjawab satu pun perkataan Alisia.

"Kok berhenti makannya?" tanya Nadia.

"Mama ngapain sih ngasih ayam goreng ketetangga baru itu. Anaknya sombong banget ma"

"Gak bisa gitu dong sayang, kalau anaknya sombong belum tentu orang tuanya juga sombong kan?" balas Nadia berharap Alisia bisa mengerti ucapannya.

"Hm"

"Yaudah mama mau anter ini dulu ya!"

"Aku ikut!" balas Alisia.

"Ayo!"

Di depan rumah tetangga baru itu, Nadia mengetuk pintunya beberapa kali. Hingga seorang wanita keluar dan tersenyum pada Nadia dan Alisia.

"Ada apa ya?" tanyanya.

"Maaf Bu mengganggu, saya Nadia tetangga ibu. Saya lihat tadi siang ibu baru pindah ya?"

"Iya Bu, ini baru selesai beresin barang-barangnya" balasnya tersenyum.

"Oh ya saya Wati Bu, ini anaknya ya?" tanya Wati menatap gadis dengan pipi chubby yang berdiri di sebelah Nadia.

"Iya Bu, ini anak saya namanya Alisia"

"Wahh manis sekali namanya, persis seperti orangnya" balas Wati mencubit gemas pipi Alisia.

"Makasih Tante" balas Alisia.

"Sama-sama anak manis"

"Oh ya Bu Wati, ini saya bawakan ayam goreng kebetulan tadi masaknya banyak" ujar Nadia.

"Ya ampun, gak usah repot-repot Bu"

"Gak repot kok Bu"

"Mau masuk dulu gak? Kita ngobrol di dalam aja!"

"Gak usah Bu, kita pulang aja"

"Bentar aja Bu!" bujuk Bu Wati.

Bab 2

Perbincangan terasa begitu asyik oleh kedua wanita yang bertetangga. Topik pembahasan seakan tidak ada habisnya bagi mereka. Nadia bahkan lupa jika ia sedang mengajak anak gadisnya.

Alisia dengan malas tetap duduk di samping mamanya. Ia tidak mungkin merengek agar mamanya mau pulang. Sering kali mamanya mengingatkan agar Alisia tetap bersikap sopan santun.

Mata Alisia tertuju pada anak laki-laki yang baru saja lewat. Meskipun beberapa kali mendapat penolakan darinya. Alisia tidak akan menyerah, ia akan memastikan jika anak laki-laki itu menjadi temannya.

"Tante!" panggil Alisia.

"Iya sayang?" balas Wati dengan ramah.

"Itu anak Tante ya?"

"Iya, bentar Tante panggilkan ya! Baskara! Kesini nak!" pinta Wati pada anak laki-laki semata wayangnya.

Dengan sangat terpaksa Baskara yang hendak menuju kamarnya, ia kembali berbalik karna panggilan mamanya.

"Iya ma" ujar Baskara.

"Mbak, kenalkan ini anak saya namanya Baskara" ujar Wati.

"Ah gantengnya, Saya Nadia mamanya Alisia" balas Nadia merangkul anak gadisnya.

"Baskara, kamu ajak Alisia main ya! kayaknya dia bosan deh dengerin mama sama Tante Nadia ngobrol"

Baskara sedikit melirik pada Alisia, dengan bangganya Alisia tersenyum sumringah. Ia bahkan menampilkan deretan gigi putihnya.

"Iya ma" singkat baskara kemudian pergi.

"Alisia, sana main!" pinta Nadia.

"Iya ma"

***

Banyak permainan berserakan di atas lantai. Tapi Baskara dan Alisia tetap saja tak ada yang bicara. Hingga Alisia yang memang hobi sekali berceloteh sudah tidak tahan lagi. Mulutnya terasa sangat gatal jika terus diam.

"Jadi nama kamu baskara?" tanya Alisia.

"Enaknya aku panggil apa ya? Apa patung pancuran aja!" ledek Alisia sembari memainkan robot-robot milik Baskara.

Mendengar perkataan Alisia, Baskara langsung menatapnya sinis.

"Ya maaf, abisnya kamu diam terus! Kan aku bingung mau ngomong apa?" lanjut Alisia.

"Panggil bas aja!" hanya kalimat itu yang bisa keluar dari mulut Baskara.

"Nah gitu dong, ngomong!"

"Oh ya, aku denger kamu dari Surabaya ya? Kenapa pindah kesini?" tanya Alisia.

"Papa ku di tugaskan kerja di sini"

"Oh jadi kamu ikut papa kamu ya?"

"Iya"

Ternyata Alisia sudah salah duga tentang Baskara. Ia bukannya sombong hanya saja memang sulit untuk bergaul. Alisia tidak mempermasalahkan itu. Karna dirinya juga sama dengan Baskara. Hanya saja Alisia masih bisa ngobrol banyak dengan orang-orang tertentu.

"Bas, aku bosan! Kita main yang lain aja ya" rengek Alisia. Begitulah Alisia jika ia sudah merasa nyaman dengan seseorang. Maka sikap manjanya akan keluar.

"Kamu mau main apa?"

"Petak umpet" balas Alisia.

"Tapi ini udah malam Alis, masa mau main petak umpet?" balas Baskara. Sama halnya dengan Alisia yang memanggilnya bas, baskara juga punya panggilan sendiri untuk Alisia yaitu Alis. Menurut baskara itu terdengar lebih manis.

"Yaudah kalau gak mau!" balas Alisia, mode merajuknya kembali on.

"Astaga, kenapa kamu semanja ini sih?" balas baskara jengah.

Mau tak mau akhirnya baskara menuruti permintaan Alisia. Tapi baskara mengajukan syarat agar permainannya hanya di dalam rumah dan tidak sampai keluar. Dengan cepat Alisia menyetujuinya, menurutnya itu kesepakatan yang bagus.

***

Suara senda gurau yang sangat di kenalinya membuat Alisia terbangun dari tidur lelapnya. Ia segera menyingkap selimutnya dan memastikan suara yang di dengarnya itu.

Matanya langsung berbinar saat ia melihat orang yang sangat di rindukannya.

"Papa" pekik Alisia berlari menghampiri pria yang sedang duduk di ruang tamu dengan secangkir kopi bersama mamanya.

"Alisia, kamu udah bangun sayang" Ia langsung mengangkat Alisia ke udara. Alisia yang sudah terbiasa diperlukan bak tuan putri oleh kedua orang tuanya sangat senang.

"Papa kapan pulang?" tanya Alisia.

"Semalam"

"Kenapa gak bangunin aku?"

"Kan papa gak mau ganggu tidurnya tuan putri cantik papa ini" balasnya mencubit hidung Alisia gemas.

"Oh ya, papa bawa hadiah loh buat kamu" serunya.

"Mana pa?"

"Papa taroh di kamar kamu, coba kamu lihat!"

Alisia kembali berlari menuju kamarnya. Ia sangat penasaran dengan hadiah apa yang di belikan papanya.

Mata Alisia kembali berbinar saat tau jika hadiah dari papanya adalah sebuah boneka Barbie yang sangat ia inginkan.

"Makasih papa, Alisia suka" teriaknya dari dalam kamar.

Sementara orang tuanya yang ada di ruang tamu dibuat terkekeh dengan suara melengking putrinya.

"Sama-sama sayang" sahut Andra.

Sudah seminggu Andra meninggalkan rumah untuk urusan pekerjaan di luar kota. Jauh dari rumah membuatnya sangat merindukan istri dan anaknya. Jatah libur 3 hari dari perusahaan akan ia gunakan untuk menghabiskan waktu bersama keluarganya.

Bagi Andra keluarga adalah hal utama untuknya. Tidak ada yang lebih penting baginya dari pada kebahagian istri dan anak satu-satunya itu.

***

Siang ini mall begitu padat akan pengunjung. Alisia memegang erat kedua tangan orang tuanya. Hari ini mereka akan menghabiskan waktu bersama. Andra sudah memberi tahu jika hari ini mereka bebas berbelanja, makan, dan bermain sepuasnya.

Pertama kali yang menjadi fokus Alisia adalah bermain. Sebelumnya Andra pergi untuk mengisi saldo kartunya dulu sebelum mereka bermain.

Alisia begitu bahagia saat orang tuanya selalu punya waktu untuknya. Ia bahkan tidak butuh apa pun lagi selain orang tuanya.

Puas bermain mereka mengunjungi sebuah toko pakaian. Disini Nadia begitu bersemangat memilihkan pakaian untuk anak dan suaminya hingga ia lupa memilih untuk dirinya sendiri.

Lelah dengan aktivitas di mall seharian. Mereka mengunjungi sebuah kafe untuk makan siang. Setelah memesan menu makanan mereka langsung melahapnya tak lama setelah makanan itu datang.

"Alisia, mau apa lagi?" tanya Andra, karna ia masih punya jatah libur satu hari lagi.

"Hm Alisia mau piknik di danau" balasnya.

"Sesuai permintaan tuan putri" kekeh Andra.

Keharmonisan keluarganya membuat Nadia sangat bahagia. Baginya tak ada yang lebih membahagiakan dari kekompakan keluarganya. Ia harap keharmonisan ini akan tetap terjaga selamanya.

Usai dari kafe Andra dan Nadia memutuskan untuk pulang ke rumah. Apalagi saat melihat anak gadisnya tertidur di dalam mobil. Mungkin Alisia sudah kelelahan karena seharian ini.

Andra menggendong Alisia memasuki rumah. Ia menidurkannya di tempat tidur. Wajah damai putrinya dapat ia lihat dengan jelas.

"Papa harap kamu akan selalu bahagia" lirihnya kemudian mencium kening putrinya.

Nadia menyentuh bahu suaminya pelan.

"Papa mau kopi?" tanya Nadia.

"Hm boleh deh ma"

Sore hari menjelang malam di habiskan sepasang suami istri itu di balkon kamar mereka. Secangkir kopi dan teh tak lupa biskuit sebagai pelengkapnya menemani mereka menunggu malam.

"Apa rencana papa buat piknik yang di minta Alisia?" tanya Nadia.

"Mama tenang aja, semuanya udah papa atur" balasnya.

"Setelah piknik itu apa? Papa keluar kota lagi?"

Pertanyaan istrinya itu membuat Andra terdiam. Kontrak kerjanya membuat Andra memang tak bisa terus menetap di rumah. Tapi ia selalu mengusahakan yang terbaik untuk keluarga kecilnya itu.

Bab 3

Matahari yang tidak terlalu terik seakan mendukung piknik keluarga kecil ini. Di atas rerumputan hijau sudah tergelar tikar dan berbagai macam camilan, buah dan makanan tertata di atasnya.

Di depan mereka terdapat sebuah danau yang sangat indah. Keluarga kecil itu seakan menikmati momen yang sedang mereka jalani.

"Kita foto dulu yuk!" ujar Nadia, ia mengeluarkan ponselnya. Alisia dan Andra mengangguk mengiyakan.

Berbagai macam pose mereka lakukan untuk mendapatkan hasil yang terbaik. Mereka tersenyum puas ketika usaha mereka tidak mengecewakan.

"Makasih ya pa, Aku suka sama pikniknya" ujar Alisia, raut wajahnya terlihat berseri-seri. Binar di matanya menjelaskan betapa bahagianya anak itu sekarang.

"Sama-sama sayang" balas Andra mengelus rambut Alisia.

"Aku sayang banget sama papa dan mama" lirihnya.

Penuturan Alisia membuat Andra dan Nadia tersenyum bahagia. Mereka langsung memeluk putrinya itu bersama.

Kehangatan keluarga kecilnya itu yang membuat Alisia merasa kehidupannya sangat sempurna. Di tambah sekarang ia punya teman, yaitu Baskara.

Bagi Alisia itu sudah cukup baginya. Ia tak butuh banyak orang di dalam hidupnya. Cukup mereka yang selalu menyayangi Alisia dengan tulus.

***

Kadang kala kebahagiaan itu tidak selalu datang dari hal yang mewah. Ada kalanya hal sederhana pun bisa menjadi sesuatu yang bermakna jika di berikan dengan tulus.

Seperti saat ini, Alisia dan Baskara pergi keluar rumah dengan menggunakan sepeda. Tanpa sadar mereka ternyata sudah pergi cukup jauh dari rumah.

Bukannya khawatir tersesat, mata gadis dengan kuncir kuda itu malah berbinar melihat apa yang ada di hadapannya.

"Alis, kayaknya kita udah pergi terlalu jauh. Ayo kita pulang!" ajak Baskara.

"Nanti dulu, aku mau kesana bas!"

Mata Baskara terlihat menyipit menatap keramaian yang ada di depannya.

"Kamu mau ke bazar itu?"

"Iya" Alisia menganggukkan kepalanya cepat.

"Hm boleh deh" balas Baskara.

Alisia bersorak girang karna Baskara menyetujuinya. Mereka meninggalkan sepeda di tempat mereka berdiri.

Suasana yang begitu ramai membuat Baskara sedikit tidak nyaman. Beda halnya dengan Alisia yang terlihat santai dan sangat ceria.

"Bas, ada yang jual boneka!"

Alisia berlari menuju kedai boneka itu. Bibirnya melengkung menatap betapa lucunya boneka yang ada di hadapannya.

"Alis, jangan lari-lari!" ujar Baskara, ia cukup kewalahan mengikuti Alisia.

"Maaf bas"

"Alis mau boneka?" tanya Baskara, dengan cepat Alisia menganggukkan kepalanya.

"Tapi aku gak bawa uang" lirihnya.

Baskara merogoh saku celana, sepertinya tadi ia membawa uang jajan. Ia tersenyum ketika uang berwarna merah itu ada di dalam saku celananya.

"Nih ada" ujarnya.

"Wahhh, aku mau boneka panda itu bas!"

"Pak, boneka panda itu berapa?" tanya baskara.

"50 ribu nak"

Boneka panda berukuran tidak terlalu besar itu mampu membuat seorang Alisia tertarik. Senyum di wajahnya tak pernah pudar setelah boneka itu mendarat di pelukannya.

"Aku janji bakal jaga boneka ini selamanya" lirih Alisia.

"Kenapa segitunya?" kekeh Baskara.

"Karna ini hadiah pertama dari bas" kekehnya.

Baskara hanya tersenyum dengan perkataan Alisia.

***

Sebuah keluarga akan terasa lengkap jika semuanya bisa berkumpul bersama-sama. Namun tidak bagi Nadia dan Alisia. Mereka hanya berdua di ruang makan. Andra sudah pergi keluar kota kemarin. Suasana rumah kembali terasa sepi karna tak adanya kepala keluarga itu.

Suara sendok terdengar bertabrakan. Nadia dan Alisia sibuk memakan makanannya sendiri.

"Ma, aku udah selesai. Aku mau ke kamar" ujar Alisia.

"Iya, jangan tidur malam-malam!"

Kaki mungil itu berjalan menuju kamarnya. Sejak papanya tidak ada di rumah. Suasananya terasa sangat berbeda.

Alisia duduk di atas tempat tidurnya. Ia memeluk boneka panda yang kemarin di belikan oleh Baskara.

"Panda, kenapa papa harus kerja jauh dari rumah sih? Kan aku jadi susah ketemu papa" lirihnya berdialog dengan boneka panda di tangannya.

Alisia mengambil posisi untuk tidur. Ia mulai memejamkan matanya.

Disisi lain, Nadia masih setia duduk di meja makan. Tatapannya terlihat kosong, entah apa yang ada di pikirannya. Tak ada yang tau.

"Aku tau kamu kerja jauh dari rumah buat bahagian aku sama Alisia, aku ngerti kok. Tapi kenapa aku ngerasa sedih ya?" lirih Nadia.

***

Hembusan angin begitu kencang hingga mengibarkan rambut Alisia. Baskara yang terus mendorong ayunannya membuat Alisia sangat menikmati wajahnya di terpa oleh angin.

"Bas, lebih kenceng lagi!"

"Nanti kamu jatuh alis!"

Alisia langsung memanyunkan bibirnya saat baskara tak menuruti keinginannya.

"Bas, gak asyik deh!"

Baskara sedikit terkekeh, ia mulai duduk di ayunan sebelahnya.

"Alis, dengerin aku ya! gak selamanya kemauan kamu itu bisa di turuti oleh orang lain. Kadang tanpa kamu sadari kemauan kamu itu justru gak baik buat kamu!"

"Kenapa bas malah omelin aku?" sewot Alis.

"Aku gak omelin alis, tapi alis juga harus bisa ngerti apa alasan orang lain gak mau nurutin kemauan alis. Mungkin mereka cuma ingin menjaga kamu, kayak yang aku lakuin sekarang!"

"Bas ngeselin"

Baskara dibuat geleng-geleng kepala oleh tingkah Alisia. Gadis itu memang keras kepala. Bagaimana pun Baskara menjelaskannya, tetap saja Alisia tak mau mengerti.

"Mau main yang lain?" tanya baskara, melanjutkan perdebatan dengan alisia tidak akan ada habisnya.

"Hm, main kejar-kejaran! Bas kejar Alis!" pintanya.

"Oke"

Permainan kejar-kejaran itu bahkan langsung membuat mood Alisia kembali membaik. Hanya butuh beberapa detik saja Alisia sudah lupa apa yang membuatnya kesal barusan.

Tapi tak masalah setidaknya Alisia tak akan memanyunkan bibirnya sepanjang lima centi karna merajuk pada baskara.

"Awhhh" ringis Alisia, sebuah batu tanpa sengaja menyandung kakinya. Lutut Alisia langsung mendarat di atas tanah berkerikil.

"Alis!" Baskara langsung menghampirinya.

"Lutut kamu memar!" Dengan cepat Baskara langsung memasuki rumahnya.

"Bas mau kemana? lutut ku gimana?" tanya Alisia.

Tak lama baskara kembali menghampiri Alisia dengan kotak P3K di tangannya.

"Aku obatin dulu! Tahan bentar!"

Baskara mengobati luka Alisia dengan hati-hati. Ia bahkan meniupnya sesekali agar tak terlalu perih.

"Makanya hati-hati!" sentak Baskara.

"Ih kan aku cuma lari dari bas! kalau gak lari gak jadi main dong!"

"Iya-iya, bas yang salah!"

"Aku gak bilang bas salah!" sangkalnya.

"Yaudah, kalau gitu salah batunya!"

"Nah iya, salah batunya nih. Ngapain dia di sana kan kita lagi main ya bas?" balas Alisia dengan nada yang menggemaskan.

"Alis-alis, ada-ada aja kamu ini!" kekeh Baskara.

Baskara Kembali menyimpan kota obatnya. Ia kemudian kembali dan menghampiri Alisia.

"Gimana? Sakit?"

"Pake nanya lagi!"

"Makanya gak boleh bandel!"

"Alis gak bandel! kan udah sepakat alis sama bas gak salah. Yang salah itu batunya!" seru Alisia.

"Masa benda mati di salahin" gumam Baskara.

"Bas ngomong apa?" tanya alisia karna ia tak mendengarnya dengan jelas.

"Gak ngomong apa-apa" balas baskara cepat.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!