Gadis ber kacamata itu menatap nanar pada kotak bekal yang isinya sudah berserakan di sekitar kakinya. Setelah beberapa saat kemudian mendongak untuk tersenyum, pada pemuda di hadapannya yang kini menatapnya tajam dan penuh ketidak sukaan.
"Kamu gak suka ya? besok aku ganti menu yang lain deh." ucapnya sambil tersenyum
"Berapa kali gue bilang? Gak usah deketin gue!!" ujar pemuda itu penuh penekanan
"Tapi aku suka sama kamu." Lirihnya sambil kini menunduk kembali.
"Gue gak peduli. Itu urusan lo!. Dan satu lagi, berhenti ngusik kehidupan gue." kata pemuda itu kemudian melenggang pergi.
Sedang 𝘎𝘢𝘣𝘺, gadis berkacamata itu masih berdiri disana. Menatap punggung laki-laki pujaannya hingga tak terlihat oleh pandangannya. Gaby kemudian berjongkok untuk membereskan kotak bekal yang isinya sudah berserakan. Dan kemudian melangkah pergi menuju kelasnya.
"Makanya perbaiki dulu itu penampilan."
"Gak tau diri banget, udah ditolak berkali-kali juga."
"Dipikir dia secantik dan sepopuler 𝘈𝘳𝘪𝘦𝘭𝘭𝘢 apa?? "
"Iya sih populer, populer sebagai cewek pengganggu pandangan." terdengar tawa setelahnya.
Disepanjang koridor hanya terdengar gunjingan dan cemoohan yang ditujukan untuknya, itu hanya sebagian .Gaby tau itu, dan itu adalah hal yang biasa untuk nya.
Sakit hati? Tentu saja. Dan yang bisa dilakukan nya hanya mengabaikan. Dan berusaha sekali lagi untuk mendapatkan atensi dari sang pujaan.
Bersikap seolah telinganya tuli, terus melangkah melewati mereka-mereka yang masih menggunjinginya.
Hingga tiba dikelasnya,Gabby langsung menuju kursinya. Sebenarnya ia sedikit merasa was-was akibat keadaan kelas yang tenang dan membiarkannya menuju kursinya begitu saja. Padahal tadinya ia sudah menyiapkan mental jika ketika ia masuk air bekas pel langsung mengguyurnya,seperti yang sudah-sudah.
Mengabaikan, berusaha berbaik sangka.Gaby menarik kursinya, ketika duduk,
BRUKK,
Kursinya patah, yang seketika seisi kelas menertawakannya.
"Kenapa? sarapan berapa ton lo? sampe-sampe bikin kursi patah!!" Ucap seorang siswi yang tengah memegang cermin.
"Dasar kerbau!!" Sahut teman disampingnya.
Gaby membenarkan letak posisi kacamata nya, ia hendak berdiri, tiba-tiba sebuah tangan terulur kehadapannya.
"Lo gak papa?" Tanya si pemilik tangan.
"Gak papa kok, aku gak papa." Ucapnya meyakinkan.
"Widiih, sohibnya muncul nih." Ucap Lena,gadis itu masih bercermin sesekali membenarkan letak bandanya.
Mengabaikan ocehan disekitarnya,Deluna membantu Gaby berdiri.
"Ntar istirahat gue gak bisa nemenin lo ke kantin." Ucap Deluna.
Gaby bergumam dan mengangguk meng iyakan.
Deluna satu-satunya teman Gaby, berada di kelas yang berbeda dengan nya.
Tak lama setelahnya bel tanda masuk berbunyi, disusul Bu Ratna yang memasuki kelas.
Gaby masih berdiri, karena kursinya yang patah, ia jadi tidak memiliki tempat duduk. Mengambil dari tempat penyimpanan pun jam belajar sudah dimulai.
"𝘎𝘢𝘣𝘳𝘪𝘦𝘭𝘭𝘢.!!, apa kamu tidak melihat ibu sudah disini? kenapa masih berdiri?" Sentak Bu Ratna.
"Emm, kursi saya patah Bu." Ujar Gaby sambil melirik kursinya.
"Kenapa bisa? kamu apakan memang?" Tanya Bu Ratna lagi.
"Keberatan kali Bu, makanya patah." Sahut salah satu siswa. Yang kemudian seisi kelas tertawa mengejek pada Gaby.
Membuat Gaby semakin menunduk, ia marah tapi tidak bisa melawan. Jika ia melawan ia takut 𝘈𝘭𝘣𝘪𝘢𝘯 semakin tidak bisa digapainya.
Tentang Albian, ia teringat kembali ketika tadi subuh-subuh ia menyiapkan 𝘯𝘢𝘴𝘪 𝘨𝘰𝘳𝘦𝘯𝘨 𝘴𝘦𝘢𝘧𝘰𝘰𝘥, untuk ia berikan pada sang pujaan hati. Tapi itu tidak terjadi, karena Albian membuangnya begitu saja.
Pelajaran di langsungkan, setelah Bu Ratna meminta petugas sekolah membawakan kursi yang baru.
Saat jam istirahat tiba, Gaby segera merapikan alat tulisnya. Buru-buru menuju kantin, ia belum sarapan. Akibat terlalu excited menyiapkan bekal untuk Albian, ia lupa untuk sarapan sendiri.
Gaby membawa langkahnya menuju kantin.Tiba dibelokan tangannya ditarik, yang kemudian dibawa secara paksa ke arah gudang, sedang siswa-siswi hanya menyaksikan tanpa ada niat untuk memanggil guru ataupun menolong. Bagi mereka ini adalah pemandangan sehari-hari.Dan Gaby hanya bisa diam tanpa perlawanan, karena melawan pun percuma.
BRUKK,
Tubuhnya dihempaskan ke dinding.
"Belum cukup peringatan kami kemaren?" Tanya gadis cantik yang kini mencengkram dagu Gaby.
"Kasih pelajaran yang lebih wow aja Ar." Ujar 𝘛𝘢𝘯𝘪𝘢 yang mengarahkan kamera ponselnya pada Gaby.
𝘈𝘳𝘪𝘦𝘭𝘭𝘢 tersenyum miring menatap Gaby yang wajahnya sudah basah oleh air mata.Gaby meringis ketika merasakan perih di bawah dagunya,mungkin kuku 𝘓𝘦𝘰𝘯𝘪 menggores nya.
"Ma-maaf," Ucap Gaby sambil tangannya berusaha melepaskan tangan Leoni di dagunya.
"Apa selama ini gue terlalu lembut sampe lo gak menghiraukan peringatan gue?," Tanya Ariella yang kini melangkah maju. "Berapa kali gue peringatin lo untuk jangan deket-deket Albian?!!, " Ariella menarik kasar rambut Gaby saat Leoni melepaskan cengkeramannya pada dagu gadis itu.
"Sa-sakit Ar," Sungguh ia merasakan beberapa helai rambutnya tercabut.
"Dan apa tadi? Lo kasih nasi goreng seafood? Lo sengaja mau bikin Albian sakit hah?" Tanya Ariella lagi,kemudian mendorong kasar Gaby.
Gaby tampak terkejut mendengar itu, ia tidak tahu jika cowok itu alergi seafood.
BUGHH,
Tania yang sedari tadi diam hanya merekam, menendang perut Gaby, dan membuat gadis itu langsung terduduk memegangi perutnya.
Leoni langsung melemparkan telur ke atas kepala Gaby, disusul Tania yang kemudian menumpahkan tepung juga.Bau busuk langsung menyeruak memenuhi ruangan tersebut.Gaby mencoba menghalau cairan telur yang mengalir di dahinya agar tak masuk ke dalam mata.
Lagi-lagi ia hanya bisa diam diperlakukan begitu.Ia selalu ingat kata Deluna 𝘴𝘢𝘩𝘢𝘣𝘢𝘵𝘯𝘺𝘢 "Albian tidak suka gadis pemberontak." jadi itu alasan ia diam selama ini.
Ariella beserta kedua temannya pergi dari tempat itu setelah Leoni menendangnya lagi.
Gaby terisak dalam diam. Apa yang salah dari mencintai laki-laki yang menolongnya dulu?.
Tak lama setelahnya pintu dibuka secara kasar. Deluna muncul disana,gadis itu segera bergegas ke arah Gaby yang masih menangis.
"Gab.. " panggil Deluna ,ia menghela nafas pelan. "sorry gue tadi ada urusan." ia merasa menyesal karena tidak menemani Gaby tadi. Jika ada Deluna bersama Gaby, siswa-siswi hanya akan mengatai nya saja, tidak bermain fisik.
Gaby menggeleng dengan isakan nya yang kian mereda. Ini bukan salah Deluna. Ia saja yang lemah. Deluna membantu Gaby berdiri, sesekali gadis itu meringis karena ngilu pada bagian perutnya.
"Kenapa perut lo?" Tanya Deluna khawatir. Dan hanya di jawab gelengan oleh Gaby.
Deluna membawa Gaby keluar. Meminta gadis itu membersihkan diri dan berganti pakaian olahraga miliknya, tidak mungkin ia menyuruh temannya itu pulang dalam keadaan seperti ini.
"Lo pulang aja, udah gue pesenin taksi." Ucap Deluna setelah melihat Gaby keluar dari toilet. "Izin lo udah gue urus." Lanjutnya ketika Gaby hendak menjawab.
"Kamu bolos?" Tanya Gaby karena Deluna menungguinya sedari tadi.
"Enggak, gue jamkos" Jawab Deluna.
Gaby hanya menurut dan mengikuti Deluna saat gadis itu membawanya ke arah gerbang. Ia hanya ingin segera pulang dan mengistirahatkan tubuhnya.
Gaby tersenyum miris. 𝘗𝘶𝘭𝘢𝘯𝘨 𝘺𝘢..??
Sepanjang perjalanan pulang, 𝘎𝘢𝘣𝘳𝘪𝘦𝘭𝘭𝘢 𝘈𝘯𝘢𝘴𝘵𝘢𝘴𝘩𝘢 hanya melamun, sesekali membenarkan letak kacamatanya, menatap kosong pada kaca jendela taksi.Ia lelah, sungguh.
"Sudah sampai 𝘯𝘰𝘯." Ucap pemilik taksi memecah lamunan Gaby.
"O-oh iya Pak." Gaby hendak menyerahkan selembar uang berwarna merah.
"Udah di bayar 𝘯𝘰𝘯, sama teman 𝘯𝘰𝘯 yang tadi."
Gaby keluar setelah mengucapkan terimakasih sekali lagi, menatap bangunan bergaya klasik dihadapan nya. Gaby menghela nafas pelan. Gadis itu tersenyum miris mendapati kenyataan bahwa ia tidak merasakan bahwa bangunan dihadapan nya ini bisa ia sebut sebagai "𝘳𝘶𝘮𝘢𝘩".
Membawa langkahnya memasuki bangunan itu, seperti biasa ada tiga pekerja yang menyambut nya. Tidak tampak terkejut mendapati dirinya yang pulang lebih awal, seolah sudah mengerti.
"Non Gaby sakit?" Salah satu pekerja itu menghampiri Gaby, tampak khawatir.
Gaby menggeleng dengan memberikan senyum tipis. Seolah mengatakan 𝘥𝘪𝘳𝘪𝘯𝘺𝘢 𝘣𝘢𝘪𝘬-𝘣𝘢𝘪𝘬 𝘴𝘢𝘫𝘢.
"Gaby naik dulu ya bi."
Gaby menaiki tangga menuju kamarnya yang berada di lantai atas. Sebelum memasukinya, ia menatap pintu ruangan di sebelah kamarnya yang tidak tertutup sempurna. Ia tersenyum lebar ketika seorang pemuda keluar dari ruangan tersebut, tampak tergesa-gesa dan melewatinya begitu saja. Perlahan senyuman nya luntur, berganti tatapan sendu dengan mata yang tidak lepas menatap punggung 𝘎𝘢𝘷𝘪𝘯. Setelah kakaknya tak terlihat barulah ia memasuki kamarnya.
Tidak berniat berganti pakaian, ia menghempaskan tubuhnya ke atas kasur membiarkan kakinya menggantung. Menatap langit-langit kamarnya.
Perlahan air matanya mengalir dari sudut mata gadis itu. Ia tidak mengerti kesalahan apa yang di perbuatnya hingga dunia sebegitu kejamnya atas dirinya. Tangannya meraih foto di atas nakas disamping tempat tidurnya. Terlihat seorang wanita cantik yang tersenyum kearah kamera, memperlihatkan lesung pipi yang semakin membuatnya terlihat manis. Tangannya mengusap foto tersebut.
"Ma.., Gaby salah apa? Kenapa semua orang benci Gaby..?" Ia membawa pigura itu kedalam peluknya, seolah benar-benar memeluk wanita hebat yang melahirkan nya itu.
Terlalu lelah membuat Gaby tertidur dengan posisi yang tidak berubah,cukup lama ia tertidur. Hingga ketukan di pintu membuat nya terbangun.
"Non, non Gaby belum makan malam." Panggil 𝘉𝘪 𝘐𝘯𝘢𝘩 sambil terus mengetuk pintu kamar Gaby.
"Iya Bi, sebentar." Ucap Gaby sedikit kencang.
Gadis itu menatap kearah luar, ternyata langit sudah gelap. Sepertinya ia terlalu lama tidur, perutnya kini terasa lapar, karena sedari pagi ia belum makan apapun.
* * * * * *
Setelah membersihkan diri, ia turun. Tiba diruang makan, ternyata disana ada Bi Inah yang seperti menunggunya. Gaby mengedarkan pandangannya.
"Tuan belum pulang." Kata Bi Inah seolah mengerti apa yang di cari gadis itu.
Gaby hanya bergumam dan mengangguk. Bi Inah disana, masih menunggunya.
Bi Inah menatap Gaby, merasa kasihan pada nona kecilnya. Tidak seharusnya dunia berlaku sejahat ini pada gadis lugu seperti Gaby. Tidak seharusnya gadis itu disalahkan atas takdir yang tidak bisa ia pilih.
Gadis itu berdiri dan tersenyum ketika merdengar suara klakson. Tak lama terlihat seorang pria dewasa dengan tas kerja di tangan kanannya memasuki rumah.
"Malam pah.." Sapa Gaby dengan semangat. "Ayok pah makan malam sama Gaby." Lanjut gadis itu yang kini menghampiri 𝘈𝘯𝘥𝘳𝘪𝘰, papanya. "Ayo pah.." Gadis itu kini memegang tangan papanya.
"Menyingkir.!!" Kata pria itu datar. Gaby masih bergeming
"MENYINGKIR SAYA BILANG!!!"
Gaby terkejut ditempatnya, meskipun ini bukan pertama kalinya Andrio membentak nya, ia tetap tidak terbiasa dengan itu.
Gadis itu menunduk menyembunyikan air mata yang mulai mengalir di pipinya. Buru-buru ia menghapusnya, kembali menatap papanya yang kini sudah menutup pintu ruangan nya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!