“Hai. Intan," sapa Satria yang baru saja tiba.
"Ada apa kamu mengajakku bertemu disini?" tanya Satria yang sudah duduk di hadapan Intan.
Intan tidak menjawab pertanyaan yang diberikan Satria, dia justru meletakkan sebuah benda pipih yang memperlihatkan dua garis. Satria yang melihat hasil testpack yang diberikan Intan terlihat terkejut. Ada rasa marah, dan takut dalam benaknya. Namun, sebisa mungkin dia berusaha untuk tetap tenang.
“Apa ini?” tanya Satria sambil terus melihat ke arah testpack yang ada di atas meja.
"Aku hamil, aku harap kamu mau bertanggung jawab atas anak ini, " jawab Intan sambil menatap satria dengan tajam.
“Gawat! Kehamilan perempuan tua ini akan menjadi beban dan penghalang buat kemajuan perusahaan dan komunitasku," batin Satria sambil menatap wajah Intan.
"Tidak. Aku yakin anak ini bukanlah anakku, jadi jangan harap aku akan bertanggung jawab atas anak yang ada dalam kandunganmu," ucap Satria sambil mendekat ke arah Intan.
"Apa maksudmu, apa kamu lupa jika kita sudah melakukan apa yang tidak seharusnya kita lakukan? Dan sekarang dengan mudahnya kamu bilang ini bukan anakmu!" bentak Intan dengan tatapan tajam.
"Bisa saja kamu berhubungan dengan orang lain sebelum berhubungan denganku. Lagi pula kita sama-sama tahu jika kamu wanita berusia 30 tahun yang haus akan belaian laki-laki 'kan," ucap Satria sambil tersenyum sinis.
"Kamu pikir aku perempuan murahan! Aku tahu jika aku adalah seorang perawan tua yang belum mendapatkan pendamping hidup, tapi itu bukan alasan untukku menyerahkan kesucianku kepada laki-laki," bentak Intan yang mulai hilang kesabaran.
"Bisa saja 'kan, namanya juga wanita yang tidak pernah dijamah laki-laki. Tapi yang pasti sampai kapan pun aku tidak akan pernah mau tanggung jawab atas anak yang ada di dalam kandunganmu." Satria menjawab sambil berdiri dari tempat duduknya dan pergi meninggalkan Intan.
“Satria! Kamu tidak bisa meninggalkanku seperti ini,” teriak Intan sambil berlari mengejar Satria.
Teriakan Intan yang tiba-tiba membuat orang yang ada di restoran itu terkejut, hingga beberapa pasang mata mulai menoleh ke arah Intan. Teriakan Intan yang cukup keras tidak membuat Satria berhenti dan menghampiri Intan. Satria yang sudah berada di dalam mobil langsung mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi, hingga tanpa sadar dia telah membuat Intan yang berusaha membuka pintu mobilnya terjatuh.
"Satria! Kamu tidak bisa lepas dari tanggung jawabmu," teriak Intan sambil menangis.
Beberapa orang yang ada di tempat itu langsung membantu Intan yang masih terduduk di tanah sambil menangis. Perlahan Intan mulai berjalan ke arah mobilnya yang terparkir tidak jauh dari tempat itu sambil dibantu oleh beberapa orang. Hanya penyesalan yang ada di hati Intan, sesaat Intan mulai teringat akan rayuan Satria malam itu.
“Apa benar kamu ingin melepaskan ilmu hitam yang ada di tubuhmu?” tanya Satria saat mereka sudah masuk ke dalam kamar hotel.
“Iya, aku ingin seperti perempuan lain yang bisa memiliki seorang suami,” jawab Intan yang sudah duduk di sebuah kursi.
“Kalau begitu, malam ini kamu harus mau melakukan hubungan suami istri dengank,.” perintah Satria sambil mulai memegang tangan Intan.
“ Tidak, aku tidak mau berhubungan badan dengan laki-laki. Aku hanya ingin kau menyembuhkan aku dari pengaruh ilmu hitam,” jawab Intan sambil berdiri dan berjalan menjauhi Satria.
“Aku tahu, dan salah satu syarat melepaskanmu dari pengaruh ilmu hitam adalah dengan berhubungan intim. Karena dengan begitu semua makhluk gaib yang sudah bersarang di tubuhmu akan langsung pergi dan kembali kepada tuannya.” Satria menjelaskan syarat untuk melepaskan lmu hitam dari dari dalam tubuh sambil berjalan mendekati Intan yang terlihat ketakutan.
"Apa tidak ada cara lain selain dengan berhubungan intim?" tanya Intan yang terlihat semakin gugup.
"Tidak ada, semalam aku sudah melakukan semedi untukmu. Dan menurut makhluk yang ada di dalam tubuhmu hanya ini jalan satu-satunya membuat mereka keluar dari tubuhmu," jawab Satria sambil memegang tangan Intan.
Intan yang memang ingin sembuh dari penyakitnya, dan pengaruh ilmu hitam yang selama ini ada di dalam tubuhnya mulai menerima keinginan Satria. Perlahan Satria mulai mencumbu leher Intan dengan lembut, hingga membuat Intan menutup kedua matanya. ******* kenikmatan dari bibir Intan terdengar jelas di telinga satria.
Perlakuan lembut Satria kepada tubuh Intan ternyata mampu membuat wanita berusia 30 tahun itu seakan terhipnotis. Hingga sampai di suatu puncaknya Intan menjerit kesakitan, sebuah darah segar pun keluar dari **** ************* sebagai tanda robeknya kesucian yang sudah di jaganya selama ini. Intan yang saat itu sedang mengingat kejadian malam panasnya dengan Satria tiba-tiba dikejutkan dengan sebuah ketukan di kaca jendela mobilnya.
"Apa Mbak baik-baik saja? Ini diminum dulu Mbak," tanya seorang tukang parkir yang membantu Intan masuk ke dalam mobil sambil menyerahkan sebuah botol air mineral.
"Saya baik-baik saja, Mas. Terima kasih … oh, ya. Ini uang parkirnya," jawab Intan sambil menerima air mineral dan memberikan selembar uang seratus ribuan kepada tukang parkir tersebut.
"Maaf tidak ada kembaliannya, Mbak."
"Tidak apa-apa, buat Mas saja," jawab Intan yang lalu menutup jendela mobilnya dan mulai mengemudikan mobilnya.
***
Sejak kejadian itu Satria tidak pernah menghubungi Intan, bahkan saat pertemuan anggota Mata Batin Spiritual pun Satria juga tidak pernah hadir. Nomor ponsel yang digunakannya selama ini pun sudah hampir 6 bulan tidak dapat dihubungi. Intan yang saat itu takut jika kehamilannya diketahui orang tua dan lingkungannya berusaha menutupi kehamilannya dengan menggunakan pakaian yang cukup longgar untuk tubuhnya.
“Intan! duduk dulu sebentar, ada yang ingin Mama tanyakan kepadamu,” perintah Sukma kepada Intan yang baru saja memasuki rumah.
“Ada apa, Ma?” tanya Intan sambil duduk di sebuah sofa.
“Testpack siapa ini? hari ini Mama membersihkan kamarmu dan tanpa sengaja menemukan ini di bawah tempat tidurmu. sepertinya test ini sudah lama ada di bawah tempat tidurmu,” tanya Sukma sambil meletakkan sebuah testpack dengan hasil positif di atas meja.
“Ya Allah, bagaimana bisa testpack itu ada di tangan Mama. Perasaan aku sudah membuangnya dari dalam kamar," batin Intan yang mulai terlihat gugup.
“Itu ... Aku tidak tahu, Ma,” jawab Intan dengan gugup.
“Tidak tahu, mana mungkin kamu tidak tahu. Sedangkan benda ini jelas-jelas ada di bawah tempat tidurmu.”
Hampir 10 menit Intan diam dan hanya menunduk tanpa berani menatap sang ibu. Jangankan untuk jujur membuka mulutnya saja Intan tidak sanggup, yang ada dalam benaknya saat ini hanya takut. Sukma yang sudah kesal dengan sikap sang putri langsung membentak Intan.
“Intan! jawab dengan jujur, siapa pemilik testpack ini,” bentak Sukma hingga membuat Intan terkejut.
Sukma yang memiliki sifat keras, dan cerewet kepada Intan terlihat terus mendesak sang putri agar berkata jujur. Namun, hal itu justru membuat Intan terlihat semakin tertekan dan menangis. disaat yang bersamaan Adipati yang sejak pagi ada di restoran tiba di rumah, ada rasa bingung dalam hatinya saat melihat sang putri menangis hingga sesenggukan.
“Ada apa, Ma? Kenapa Intan menangis sampai seperti itu,” tanya Adipati yang baru saja masuk ke dalam rumah.
“Papa lihat itu. Mama menemukan sebuah testpack di bawah tempat tidur, tapi saat Mama tanya kepada Intan dia justru hanya diam membisu dan menangis!” jawab Sukma dengan nada kesal.
“Ma, Intan itu bukan gadis remaja yang bisa kamu atur ataupun kamu paksa seperti ini. Apa kamu lupa jika Intan sekarang sudah berusia 30 tahun,” ucap Adipati sambil duduk di samping sang istri.
“Aku tahu, tapi Mama seperti ini karena demi kebaikan dia juga. Dan apa salahnya Mama tanya masalah test ini,” jawab Sukma sambil terus menatap Intan dengan tatapan marah.
“Ya sudah, lebih baik biarkan Intan masuk ke kamarnya. Nanti setelah semua sudah tenang kita tanyakan hal ini lagi,” ucap Adipati.
“Intan lebih baik kamu masuk ke kamar dan istirahat, nanti jika kamu sudah merasa tenang kamu bisa menjelaskan semua kepada kami,” perintah Adipati kepada sang putri.
Bagi Intan, Adipati adalah sosok seorang Ayah yang baik. Sejak Intan kecil Adipati selalu memberikan Intan kebebasan untuk menentukan kemana arah hidup yang dia inginkan, asal hal itu masih dalam kewajaran dan tidak menyimpang dari ajaran agama. Intan yang merasa aman langsung berdiri dan mulai berjalan ke arah kamarnya dengan perlahan.
“Intan, tunggu."
Perlahan Sukma mulai mendekati Intan yang berdiri tidak jauh dari tempatnya. Melihat Sukma yang hampir mendekat Intan pun terlihat gugup dan menggeser kakinya sedikit menjauhi sang ibu. Sukma yang merasa curiga dengan perubahan sang putri selama ini langsung memegang tubuh Intan.
“Jadi selama ini, kamu … .” ucap Sukma saat dia mulai meraba perut Intan yang sudah membuncit.
“Maafkan Intan, Ma,” jawab Intan yang langsung menangis histeris.
“plak!” tiba-tiba Sukma menampar pipi Intan dengan keras.
“Papa lihat, selama ini Intan telah menyembunyikan kehamilannya kepada kita!” teriak Sukma sambil membuka sedikit kaos yang dipakai Intan.
“Hamil,” ucap Adipati sambil terdiam seakan tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.
“Mama memintamu untuk mencari kekasih yang mau menikahimu, bukan menyuruhmu untuk melakukan zina. Dasar perempuan tolol, bisa-bisanya kamu menyembunyikan ini kepada kami!” bentak Sukma sambil sedikit mendorong tubuh sang putri.
“Maafkan Intan, Ma. Intan benar-benar khilaf, semua ini Intan lakukan agar Intan sembuh dari pengaruh ilmu hitam yang dikirim seseorang,” jawab Intan sambil terus menangis.
“Ilmu hitam, jadi selama ini kamu pergi ke dukun untuk mencari jodoh?” tanya Adipati sambil berdiri dari tempat duduknya.
“Iya, Pa. Saat Mama mendesak Intan untuk segera menikah, Intan berpikir keras bagaimana mungkin aku bisa menikah sedangkan sikapku kepada laki-laki sangat dingin dan terkesan cuek, yang ada dalam pikiranku hanyalah karier dan karier. Maka dari itu aku berpikir jika ada seseorang yang telah mengirim ilmu sihir kepadaku,” jelas Intan sambil menunduk.
“Ya Allah, Intan. Harusnya kamu bisa berdiskusi dengan Mama dan Papa sebelum kamu melangkah, kamu bukan gadis remaja … .” belum selesai Adipati berbicara Sukma langsung menjambak rambut Intan dan menyeretnya ke kamar mandi.
“Dasar anak tolol, harusnya kamu bisa bedakan mana yang benar mana yang salah. bukannya malah hamil diluar nikah, kamu memang tidak bisa di banggakan. Hanya bisa bawa malu orang tua saja!” bentak Sukma sambil mengguyur tubuh Intan dengan air.
“Berhenti, Ma! Apa yang kamu lakukan,” bentak Adipati sambil mengambil gayung dari tangan sang istri.
Sejak kecil Intan memang bukanlah anak yang melawan orang tuanya apalagi kepada Sukma. Bagi Intan orang tuanya adalah jalan untuknya meraih mimpi dan sukses. Jadi tidak heran saat Sukma memperlakukan Intan dengan kasar dia hanya menangis tanpa mau melawan.
“Apa Papa tidak lihat, anak kita hamil tanpa suami? Itu akan membuat kita malu di keluarga besar dan di lingkungan ini!" bentak Sukma dengan mata tajam.
"Papa tahu, tapi bukan seperti ini caranya, Ma. Ini hanya akan membahayakan Intan dan bayinya saja." Adipati berusaha membantu Intan berdiri.
“Biarkan saja, Mama sudah tidak peduli dengan anak ini. Lebih baik kamu suruh dia bereskan pakaiannya dan pergi dari rumah ini,” perintah Sukma kepada sang suami.
“Intan lebih baik kamu masuk ke dalam kamar, dan ganti pakaianmu. Beberapa menit lagi Papa akan ke kamarmu,” perintah Adipati sambil mengusap rambut Intan dengan lembut.
Perlahan Intan pun berjalan ke arah kamarnya, pakaian yang basah kuyup membuatnya sedikit merasakan dingin. Setelah Adipati memastikan sang putri sudah masuk ke dalam kamar. Dia langsung menarik tangan Sukma dan mengajaknya ke ruang keluarga.
“Sekarang kamu ikut aku!" perintah Adipati sambil menarik tangan Sukma dengan kasar.
"Ada apa! Kamu mau menyalahkanku lagi," bentak Sukma sambil melepaskan tangan sang suami dengan kasar.
"Aku tidak menyalahkanmu, tapi apa bisa kamu tidak bersikap terlalu keras kepada Intan. Apalagi dengan kondisi dia yang sekarang!" jawab Adipati sambil menatap Sukma dengan tajam.
“Terlalu keras. Apa kamu tidak lihat dia sudah hamil di luar nikah, dan itu berarti kita akan dikucilkan oleh tetangga khususnya seluruh keluarga besar dan kamu tahu itu gara-gara siapa? Gara-gara aib yang sudah dibawa oleh Putri kesayanganmu itu!" bentak Sukma.
"Aku tahu, tapi Intan bukan anak abg yang bisa kamu perlakukan sesuka hatimu, dia itu sudah bukan anak remaja lagi. Kita bisa bicarakan baik-baik, lagi pula semua ini juga karena kesalahanmu yang terlalu memaksakan kehendak," jawab Adipati sambil duduk di sebuah sofa.
"Kesalahanku? Jadi kamu pikir aku Ibu yang gagal dalam mendidik anak."
"kamu tidak gagal, Ma. Hanya saja kamu terlalu menuntutnya untuk secepatnya menikah, sedangkan kita tahu jodoh itu rahasia Tuhan," jelas Adipati sambil berdiri dari tempat duduknya.
"Sudah, lebih baik kamu siap-siap. Kita akan menemui keluarga laki-laki itu untuk meminta pertanggung jawabannya," tambah Adipati sambil berjalan ke arah kamar Intan.
Sukma hanya bisa terdiam mendengar ucapan Adipati, sejenak dia mulai berpikir tentang sikapnya kepada Intan selama ini. Hanya karena malu atas cibiran banyak orang dia harus mendesak sang putri untuk segera menikah. Hingga hal itu berimbas pada mental sang putri.
"Apa mungkin jika aku terlalu memaksakan kehendak? Tapi semua aku lakukan demi kebaikan putri ku," gumam Sukma sambil duduk di sofa.
Di tempat yang berbeda, Adipati berusaha mencari tahu tentang siapa laki-laki yang telah menghamili Intan. Perlahan Adipati mulai menanyakan tentang siapa nama, dan alamat laki-laki tersebut. Perlakuan lembut Adipati kepada Intan bukan karena dia tidak memiliki wibawa. Namun, justru dia tahu benar dengan kondisi yang dihadapi sang putri.
"Intan, sekarang kamu jelaskan kepada Papa siapa nama laki-laki itu, dan apa kamu tahu dimana rumahnya?" tanya Adipati kepada Sang putri.
"Laki-laki itu bernama Satria, dia adalah ketua salah satu grup spiritual di instagram. Dia tinggal bersama Paman dan Bibinya di rumah peninggalan orang tuanya," jawab Intan sambil menangis.
"Kalau begitu sekarang kamu antar Mama dan Papa menemuinya," ajak Adipati sambil berdiri dari tempat duduknya.
"Percuma, Pa. Aku sudah pernah memintanya agar mau bertanggung jawab, tapi dia justru menolaknya. Bahkan hampir sama bulan ini dia tidak pernah lagi muncul ataupun menghubungi ku." Intan mulai menjelaskan sambil menggenggam tangan Adipati.
"kamu percayakan semua kepada Papa, mau tidak mau dia harus menikahimu saat ini juga. Sekarang kamu siap-siap Papa tunggu diluar."
Sebenarnya berat bagi Intan untuk menemui Satria, karena dia yakin sekuat apapun orang tuanya membujuk Satria tidak akan mengubah pendirian laki-laki tampan tersebut. Namun, keyakinan Adipati telah membuatnya memberanikan diri untuk melangkah. Setelah menempuh perjalanan hampir 3 jam Intan dan orang tuanya pun tiba di rumah Satria.
"Permisi!" teriak Adipati sambil mengetuk pintu rumah tersebut.
"Maaf, Bapak dan Ibu mencari siapa?" tanya seorang wanita separuh baya yang baru saja membuka pintu.
"Kami kemari untuk mencari Satria, apa dia ada di rumah? " tanya Adipati.
"Den Satria sedang berada di luar kota, kalau boleh tahu Bapak ini siapa ya?"
"Saya Adipati, kira-kira kapan Satria pulang?" tanya Adipati yang mulai terlihat kesal.
"Untuk itu Mbok tidak tahu, tapi sudah hampir 8 bulan ini Den Satria memang tidak ada di rumah, kalau Bapak dan Ibu ada perlu penting bagaimana kalau langsung bertemu dengan Tuan Rudi dan Nyonya Ayu," jawab perempuan yang menyebut dirinya dengan Mbok.
Setelah menerima tawaran Mbok Darmi, Adipati dan keluarganya langsung dipersilahkan masuk. Setelah mempersilahkan Adipati dan yang lain untuk duduk, Mbok Darmi langsung masuk ke dalam untuk memanggil Rudi dan Ayu. Hampir 15 menit Adipati dan keluarganya menunggu kedatangan Rudi.
"Selamat malam," sapa Rudi yang baru saja datang dengan ditemani Ayu.
“Selamat malam, perkenalkan saya Adipati. Maksud kedatangan kami ke rumah Bapak dan Ibu adalah untuk bertemu meminta pertanggungjawaban Satria karena dia telah menghamili putri saya," jelas Adipati saat Rudi dan Ayu sudah duduk di sofa.
"Maaf, apa saya tidak salah dengar, anda datang malam-malam ke rumah kami hanya untuk memfitnah dan menuduh keponakan saya. Maaf mungkin Satria yang anda maksud bukan keponakan saya," jawab Rudi yang terlihat terkejut.
"Selamat malam."
"Satria … ." ucap Intan saat melihat Satria masuk ke dalam rumah.
Adipati yang mendengar nama Satria langsung berdiri dari tempat duduknya dan langsung menghampirinya. Dengan kasar Adipati menarik kerah baju Satria dan menariknya ke sebuah tembok. Rudi, Ayu, Intan dan Sukma berusaha untuk melerai perkelahian keduanya.
"Dasar bajingan, gara-gara kelakuanmu putriku harus menanggung malu. Aku tidak mau tahu, kamu harus segera menikahi Intan sekarang juga!" bentak Adipati sambil terus memegang kerah baju Satria.
"Gawat, bagaimana mungkin mereka tahu rumahku. Tapi aku tidak boleh gugup, aku harus tetap tenang," batin Satria yang terlihat kebingungan.
"Lepaskan tangan anda dari tubuh keponakan saya, atau saya akan laporkan kalian kepada Polisi karena sudah membuat keributan di rumah kami," ancam Rudi sambil mendorong tubuh Adipati.
"Melaporkan kami ke kantor Polisi? Silahkan, saya tidak takut. Justru saya yang akan melaporkan laki-laki brengsek ini ke Polisi dengan tuduhan pemerkosaan," ucap Adipati dengan tatapan tajam.
"Pemerkosaan. Asal anda tahu, putri kesayangan anda ini adalah perempuan kesepian, bahkan dia sering menggoda laki-laki kaya seperti saya untuk memuaskan nafsunya. Jika sekarang dia hamil itu bukan karena saya." Satria menyangkal sambil merapikan pakaiannya.
“Plak! " tiba-tiba Intan menampar Satria dengan sangat keras.
"Jaga mulutmu Satria! Asal kalian tahu, kehamilanku ini karena laki-laki ini telah menjebakku, bahkan dia mengatakan jika di dalam tubuhku memang ada ilmu hitam yang sengaja dikirim seseorang, dan semua itu akan hilang jika aku mau berhubungan badan dengannya," jelas Intan sambil berteriak.
“Kalian dengar sendiri 'kan penjelasan putri kami? Jadi mau tidak mau Satria harus bertanggung jawab atas apa yang sudah dia lakukan kepada Intan." ucap Sukma yang saat itu berdiri di samping Adipati.
"Satria, lebih baik kamu jujur, Nak. Jika memang anak yang ada di dalam kandungan gadis ini benar anakmu, lebih baik kamu cepat menikahinya," ucap Ayu sambil menggandeng tangan Satria.
"Ma, kamu tidak perlu ikut campur masalah ini. Lebih baik kamu masuk ke dalam kamar!" bentak Rudi kepada Ayu.
"Tapi, Mas … ."
"Aku bilang masuk, ya masuk!" bentak Rudi sambil menarik tangan sang istri dengan kasar.
Rudi dengan kasar menarik tangan Ayu dan menyeretnya ke dalam kamar. Bagi Rudi apa yang diucapkan Ayu bisa membuat Satria menikahi Intan. Dan jika itu terjadi, secara tidak langsung dia akan kehilangan harta warisan yang ditinggalkan oleh orang tua Satria.
"Satria tidak boleh menikahi wanita itu ataupun wanita lain kecuali dengan wanita pilihanku, karena jika itu terjadi aku yakin semua harta ini akan berpindah tangan dan aku akan kehilangan semua ini," gumam Rudi sambil berdiri di depan pintu kamar.
"Bagaimana, apa masalah sudah selesai? Karena tidak ada bukti yang menyatakan jika anak yang ada di dalam kandungan Intan adalah anak keponakan saya, jadi saya minta kalian pergi dari rumah saya sekarang juga," perintah Rudi yang sudah baru saja tiba di ruang tamu.
"Tidak kami tidak akan pergi sebelum laki-laki pengecut ini mengakui perbuatannya, dan bersedia bertanggung jawab!" bentak Adipati.
"Aku tahu, kalian mendesakku menikah dengan wanita tua ini karena kalian butuh uang untuk merawat anak ini 'kan?" tanya Satria dengan tatapan mata menghina.
"Maaf Tuan Adipati jika saya boleh sarankan, bagaimana jika anak yang ada di dalam kandungan putri Bapak di gugurkan saja. Lagi pula kasihan jika saat dia lahir hidup dalam kekurangan," Rudi tiba-tiba memberikan saran sambil tersenyum menghina.
Adipati memang tidak sekaya keluarga Satria yang memiliki perusahaan besar dan terkenal di Jakarta. Tetapi usaha rumah makan, serta butik kecil yang dimiliki Intan masih mampu menghidupi keluarga mereka. Adipati yang merasa tersinggung dengan penghinaan Rudi langsung memukul wajah laki-laki yang sudah terlihat keriput tersebut hingga jatuh di lantai.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!