Pria itu menatap penuh kerinduan namun sang wanita tidak. Ia masih sibuk membereskan kekacauan yang baru saja ia timbulkan.
Tidak! Bukan ia pelakunya melainkan Tuan Muda kaya raya yang tidak akan pernah disalahkan karena statusnya. Itulah hukum alam yang berlaku didunia ini, tak ada kesalahan bagi mereka yang memiliki kuasa dan uang.
"Maafkan pelayan kami Tuan." Sang manajer Restoran terus menunduk meminta maaf. Sembari memberi isyarat dengan jari agar wanita disampingnya juga ikut menunduk. Namun keterkejutan membuat wanita itu bingung harus melakukan apa.
"Mengapa kau meminta maaf ? Ini bukan kesalahannya namun kesalahanku." ucap sang Tuan Muda.
Ia sengaja datang keresto ini setelah mendapat informasi dari bawahannya yang sudah mencari keberadaan wanita dihadapannya selama satu tahun lebih.
"Tidak Tuan kami yang_"
"STOP!" Sentak tuan muda Ganendra.
"Maafkan kelalaian saya Tuan." Sang pelayan wanita seketika berlutut dan menundukkan pandangannya tak berani menatap pria muda yang sebenarnya telah menyenggol tangannya sehingga membuat kuah daging panas yang ia hidangkan tumpah dan berceceran di lantai dan meja.
10 Tahun berlalu, apakah mampu membuat seseorang kehilangan ingatannya?
Tuan muda Ganendra menatap wanita yang tengah bersimpuh itu dengan tatapan yang sangat sulit diartikan.
"Aku yang salah nona." Tuan Muda Ganendra mengangkat bahu wanita dengan tatapan sangat datar itu hingga raganya berdiri sempurna.
Semua kolega yang berada di dalam ruangan privat tersebut tak bisa percaya dengan apa yang dilihatnya. Tuan Muda Ganendra membantu seorang pelayan wanita?
"Jangan mempersulitnya, aku yang salah." ujar Pria tampan itu pada sang manajer restauran.
Ia terlalu bahagia saat melihat wanita yang begitu ia harapkan kemunculannya selama sepuluh tahun benar benar berdiri dihadapannya sehingga tak sengaja menyenggol makanan yang dihidangkan untuknya.
"Kalau begitu kami permisi Tuan." pamit sang manajer sambil menarik lengan wanita yang ia anggap menimbulkan kekacauan. meninggalkan ruangan dimana para pengusaha berkumpul dan menikmati makan siangnya.
...***...
"Garina Jelita!" Panggilnya lagi, ia tahu wanita itu hanya berpura pura tak mengenalinya, sudah terlalu lama ia tidak menyebut nama itu secara lantang.
Tuan muda Ganendra menunggu dibelakang gedung Resto saat Garina, wanita yang menumpahkan kuah daging itu membuang sampah di belakang. Ia sudah menyelidiki semuanya kapan tepatnya wanita itu akan keluar.
Wanita itu terdiam ia menatap tanpa ekspresi sementara pria yang dikenal tempramen itu berusaha menyunggingkan senyuman terbaiknya.
Luka itu masih ada, Luka yang telah menghancurkan hidupnya.
Dendam?
Tidak! Manusia yang memiliki dendam tidak akan berusaha melupakan apa yang telah ia lalui. Sementara Garina ia berusaha melupakannya, dimasa kini ia berusaha berdiri sebagai manusia tanpa masa lalu, meski masa lalu itu justru meninggalkan jejak yang begitu ia sayangi.
"Kau tak mengenaliku?" pria itu menepuk dadanya pelan, tatapannya benar benar berbinar.
ia tak banyak berubah hanya tingginya saja yang bertambah jauh sedangkan wanita itu tetap seperti sedia kala namun kini wajahnya terlihat lebih dewasa dan cantik meski sama sekali tak ada gurat keceriaan disana.
10 tahun ia merasakan sakit bahkan kini masih terasa begitu perih.
dan sekarang ia dipaksa mengingat kembali luka berdarah darah itu?
"Byantara Ganendra." Ucap Garina begitu jelas dan lugas. rambut sebahu yang ditiup sang angin seakan membawa luka itu benar benar kembali. 10 tahun lamanya ia kembali menyebut bagian dari masa lalunya.
Bukan! Pria dihadapannya bukanlah yang paling bersalah namun Garina pun tak bisa menerima kehadirannya.
Ia tersenyum bahagia saat namanya disebutkan dengan lancarnya, "aku tahu kau mengingatku." ucapnya bahagia, akan tetapi ada yang aneh, wanita yang ia yakin sudah berusia 27 tahun itu masih tetap terlihat begitu datar.
Apakah ia membencinya?
Tapi apa kesalahannya?
"Gari..."
"Jangan lagi menyebut namaku, jangan menegurku jika kita kembali berpapasan seperti ini, jangan melihatku, jangan____" Garina memejamkan matanya sejenak kemudian kembali berkata.
"Permisi Tuan Muda." Ia berlalu begitu saja, melewati tubuh pemuda tinggi itu, tak ada lagi kenangan masa lalu yang ingin Garina ungkit, semua terlalu menyakitkan.
"Maaf baru bisa menemukanmu, baru setahun ini aku memiliki segalanya." yah hal pertama yang ia lakukan begitu sang kakak menyerahkan semua haknya secara sah diatas hukum adalah mencari mantan kakak iparnya yang kini mengacuhkannya.
Byantara Ganendra pemuda 25 tahun yang baru saja menyelesaikan pendidikan S1 dan S2 di salah satu universitas terkenal di Amerika.
beberapa tahun ia berada disana menempa dirinya hingga menjadi seperti sekarang ini. Siapa yang tidak mengenalnya meski terlahir dengan sendok emas karena langsung menjadi salah satu pemilik perusahaan tambang di Indonesia namun Byan berhasil membawa bisnisnya maju pesat hanya dalam jangka waktu 1 tahun.
"Permisi." Garina tetap datar, dan melanjutkan pekerjaannya. Hatinya sama sekali tak bergetar melihat kepedulian mantan adik iparnya itu, kini ia hanya memiliki 1 nama yang selalu terpatri di seluruh jiwa raganya dan ia hanya akan menggunakan hatinya kepada 1 nama itu.
El Fatih!
Byan menatap punggung sang mantan kakak ipar yang perlahan menjauh.
Apa sebenarnya yang ia inginkan setelah bertemu dengan Garina?
Mengapa ia mencarinya?
Mengapa selama 10 tahun Byan tak pernah berhenti memikirkan wanita itu.
Mengapa? Padahal bisa saja Garina kini memiliki kehidupan rumah tangga baru yang tak ingin di ganggu.
"Bagaimana Tuan?" tanya Erik sang asisten yang tiba tiba datang dan berdiri disamping Atasnnya.
"Cari tahu lebih banyak lagi mengenai mantan kakak iparku!"
"Apakah itu artinya aku harus tinggal lebih lama disini? Dan membiarkan Tuan Kembali seorang diri?"
Erik berusaha mengingatkan pertemuan penting di Jakarta yang juga akan dihadiri sang kakak. Sagara Ganendra yang merupakan Chairman dari Ganendra group yang memiliki banyak usaha bisnis diberbagai Sektor.
Ganendra Group adalah wadah yang menaungi beberapa jenis usaha perhotelan, mall , Rumah Sakit, serta pemilik salah satu perusahaan air mineral kemasan terbesar di Asia Tenggara. Setahun yang lalu ia juga menaungi Perusahaan pertambangan Batu Bara namun Saga harus melepasnya demi memenuhi wasiat Ibunya yang mewariskan perusahaan itu untuk Byantara.
Kini Byantara berhasil membangun Company nya Sendiri ia tak lagi berada dalam bayang bayang Ganendra group, bahkan andai bisa ia ingin sepenuhnya terlepas dari nama itu. Byantara tak pernah sudi memiliki nama yang sama dengan kakaknya sejak peristiwa sepuluh tahun yang lalu.
"Sagara Ganendra Brengsek!" Umpat Byan. Tatkala memorinya kembali berputar dan memperlihatkan bagaimana kehidupan rumah tangga pria yang kini berusia 35 tahun itu dengan Garina Jelita. Gadis ceria yang begitu polos.
"Iya! Tinggal lebih lama disini dan laporkan setiap yang Garina lakukan setiap hari kepadaku!" Ucapnya Tegas dengan raut wajah yang kembali beku.
Yah seperti itulah Byantara Ganendra, Dingin dan tak tergapai. sikapnya sama persis dengan sang saudara kandung Sagara Ganendra. Namun bedanya Sagara masih membuka hatinya untuk wanita sehingga kini memiliki seorang istri yang begitu cantik, tapi tidak dengan Byantara dikepalanya hanya ada Garina ia selalu berfikir bagaimana menemukan wanita itu dan menebus semua kesalahan sang kakak.
flashback 10 tahun yang lalu
"Ayah ini sarapannya" Garina menyodorkan sepiring nasi goreng dengan telur mata sapi setengah matang dihadapan ayahnya.
gadis yang hari ini berusia 17 tahun itu sudah berkutat di dapur demi menyiapkan sarapan bagi ayahnya yang selalu nampak tak acuh kepadanya.
inilah alasan mengapa gadis yang kini duduk dibangku kelas 12 Sma disalah satu sekolah Negeri itu tak pernah menyukai hari lahirnya karena baginya, hari itu adalah hari dimana sang ibu menukar nyawanya demi kehidupannya.
"Ayah, Garina pergi dulu ya." gadis dengan tas punggung dan seragam abu abu putih itu pamit.
"Hemm" hanya itu yang keluar dari bibir pria dengan seragam serba hitam itu.
3 tahun yang lalu Ayah Garina diterima bekerja sebagai supir pribadi salah satu pengusaha terkenal diJakarta, ia dan Garina diijinkan tinggal di paviliun belakang, yang memang dikhususkan untuk para pekerja Mansion Ganendra grup. Jarak paviliun dan mansion cukup jauh sekitar 500 meter kebelakang. Paviliun itu juga memiliki jalur keluar masuk sendiri sehingga Yang tidak berkepentingan seperti Garina tak pernah sama sekali menginjakkan kaki dibangunan mewah didepan sana kecuali sang ayah.
Ahmad memandang punggung putrinya, ia sangat ingin mengucap selamat ulang tahun pada gadis cantik itu namun bibirnya seakan kelu untuk berucap bayangan bagaimana sang belahan jiwa meregang nyawa setelah menitipkan buah hati mereka terus menghantuinya
...***...
Garina mendecakkan lidah saat menemukan pemuda itu sudah menunggunya didepan gerbang.
Gerbang itu merupakan bagian paling belakang Mansion.
"Hei bocah !" Teriak Garina, ia bersungut sungut mendekati pemuda yang ia anggap masih bocah namun tingkahnya sudah melebihi orang dewasa.
Asap mengepul disekitar wajah pria yang mengenakan seragam sekolah menengah atas yang sangat berbeda dari milik Garina.
Setahun yang lalu mereka tidak sengaja bertemu dibawah halte bis saat sang ibu kota diguyur hujan deras.
"Kau mau hujan hujanan?" tanya Garina, sifat ceria gadis itu membuatnya tidak canggung berbicara dengan orang asing, apalagi pemuda disebelahnya mengenakan seragam SMP yang Garina tahu sebagai seragam salah satu sekolah Internasional termahal dan terbaik diJakarta. Sedangkan dirinya seorang siswa SMA negeri.
Belum sempat pria itu menjawab Garina sudah menarik tangannya. Gadis itu tersenyum dengan semua air hujan yang membasahi wajahnya.
Byantara Ganendra, pria SMP yang baru pertama kali melihat manusia yang terlihat begitu tulus kepadanya tanpa mengetahui latar belakangnya.
*
Plak!!
Garina menampar belakang kepala pemuda yang sudah menunggunya didepan gerbang.
"Kau merokok lagi?" Garina mengambil dengan paksa rokok yang tersisa dan melumatnya dengan tumit sepatu.
"Kau terlihat seperti nenek nenek kalau sedang marah." Byan sudah melupakan rokoknya, ia juga tak dendam karena harus ditampar oleh Garina.
Byan Sengaja merokok setiap berada didekat Garina karena ia menyukai bagaimana gadis itu peduli kepadanya.
Gila?
Yah tapi mungkin seperti itulah cinta monyet. Anak anak memiliki cara tersendiri untuk menarik perhatian.
"Sudah berapa kali kukatakan untuk memanggilku kakak hah!" Garina meninju pelan bahu Byan yang berjalan disisinya, "Aku lebih tua dua tahun , kau kelas 10 sedangkan aku kelas 12 meski beda sekolah aku ini tetap kakak kelasmu." gerutu Garina namun Byan menaggapinya dengan memakai topi Hoddie nya serta memasang headphone dikedua telinganya yang sejak tadi melingkar dilehernya.
Byan tak menyetel musik apapun ia hanya merasa lebih cool jika berjalan dengan penampilan seperti itu. apalagi dengan Garina yang terus mengoceh disampingnya. Sesekali Byan mencuri pandang melihat mata indah garina yang membentuk bulan sabit ketika tersenyum. Deretan gigi putih nan rapi dan hidung mancung yang kecil menambah kesan rupawan yang membuat Byan kadang lupa memalingkan wajahnya.
Selama setahun mereka selalu berjalan bersama seperti ini. Menyusuri jalanan luas yang terlihat sangat sepi hanya sesekali ada mobil mewah yang lalu lalang disana dan beberapa bangunan mewah yang menjulang tinggi dengan jarak cukup jauh satu sama lain.
Itu adalah kawasan dimana mansion orang orang kaya berada, hanya ada sekitar 20 Bangunan mewah disana dan yang paling besar tentunya adalah milik keluarga Ganendra.
Byan tahu Garina adalah anak dari supir pribadi kakaknya, yang sebelumnya menyupiri almarhum ayahnya. Namun tidak dengan Garina, ia mengenal Byan sebagai keponakan yang menumpang hidup disalah satu mansion yang ada disana.
Byan merasa nyaman dengan menyembunyikan identitasnya dihadapan Garina karena sesungguhnya ia lelah diperlakukan spesial, wajah para manusia yang terlihat seperti penjilat disekitarnya membuatnya Muak.
Byan menoleh menatap pagar tembok yang menjulang tinggi, ia bahkan masih bisa melihat pilar tempat tinggalnya dari tempatnya berjalan.
"Baguskan Rumah Bos Ayahku?" Tanya Garina melihat Byan mengamati bangunan mewah yang sama sekali tak pernah dipijakinya itu.
"Bagusan Mansion pamanku." Jawab Byan asal, Garina pernah bertanya dimana letak mansion pamannya namun ia tak mau memberitahukan, hingga Garina tak pernah lagi bertanya.
"Mana ada! Mansion Keluarga Ganendra adalah yang terbaik disini." sungut Garina.
"Kamu tahu apa? Pernah masuk?"
"A_____" Garina lekas mengatupkan rahangnya, "Belum heheh." Gadis itu menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal sambil tersenyum bodoh.
"Semua orang dikeluarga itu sibuk dengan urusannya masing masing, setiap orang memiliki asisten yang mengurusi mereka, semua pelayan tak ada yang berani mengangkat wajahnya, tinggal disana seperti orang bodoh yang tak punya kenalan." Byan teringat ibu dan kakaknya yang sibuk mengurusi bisnis masing masing sementara para pelayan tak ada yang bisa diajak bicara. Bahkan para teman teman sekolahnya pun tak bisa diandalkan setiap kata yang keluar dari mulut mereka hampir semua menyinggung betapa banyaknya kekayaan yang dimiliki keluarganya.
Heh, Byan hanya bisa tertawa miris.
Namun tidak dengan gadis disampingnya, ia bahkan sering membelikan roti isi untuk Byan padahal uang jajan gadis itu tak seberapa. ia berprilaku layaknya teman dan seorang kakak disaat yang bersamaan.
"Sok tahu, keluarga Ganendra penuh dengan kehangatan, semua pelayan betah bekerja disana termasuk ayahku." Bela Garina. Ia bahkan sering mendapat uang jajan lebih karena sang ayah mendapat tip dari atasannya.
Dan Byan kembali tertawa miris.
Kehangatan?
"Eh...eh....tunggu." Garina menarik pergelangan tangan Byan agar menghentikan langkahnya, karena mereka akan segera melewati gerbang utama dan ada mobil yang dikemudikan ayahnya.
Byan pun menurut ia tak ingin kakaknya mendapati dirinya jalan kaki dan malah menyuruh supirnya berangkat duluan berputar putar kota Jakarta tak tentu arah.
"Hampir saja kita mendahului yang mulia." ujar Garina.
"Memangnya kenapa?"
"Yah tidak sopan aja." Garina mengangkat bahu tak acuh. Mereka berjalan setelah memastikan mobil berharga milyaran rupiah itu berlalu.
"Kau menganggap mereka terlalu tinggi Garina Jelita." Byan tersenyum miring menatap mansion mewah tempat tinggalnya.
Flashback off
"Tuan panggilan dari rumah sakit." Nafas pria 38 tahun yang baru masuk sambil membawa ponsel ditangannya itu terdengar tak beraturan.
Sementara pria dewasa berpenampilan khas Ceo muda dihadapannya nampak tak acuh, ia seperti sudah menduga akan kabar yang diberitahukan dari rumah sakit.
"Keguguran?" tebak Sagara Ganendra seraya tersenyum smirk.
Ia tak mengambil ponsel dari tangan Jhon sang asisten pribadi.
Sagara tertunduk lalu terkekeh pelan dan menghela nafas berulang kali.
"Benar Tuan, Nyonya Bella keguguran." Jhon menatap miris sang atasan, ini sudah yang ke 4 kalinya.
Dua kali keguguran karena janin tak berkembang, sekali hamil luar kandungan yang menyebabkan satu saluran tuba Bella harus diangkat, dan percobaan bayi tabung yang juga keguguran.
ini adalah proses bayi tabung pèrtama yang dijalani Bella dan kembali berakhir dengan keguguran. kemungkinan besar Sagara dan Bella harus mengubur dalam keinginannya untuk memiliki buah hati karena usia 35 tahun bagi Bella sudah sangat beresiko untuk kembali hamil apalagi dengan riwayat kegagalan kehamilan yang berulang.
Kembali ke 10 tahun yang lalu.
"Pamanku ingin aku melanjutkan study keluar negeri. kau mau ikut?" Pemuda 15 tahun yang terlihat sangat dewasa itu mendongak menatap langit biru yang begitu indah dengan perpaduan awan putih yang tipis.
Ia gila sudah mengajak Garina, namun Byan butuh seseorang disisinya.
Ibunya sudah menerima laporan jika ia sering bolos sekolah, dan hal itu kerena ia ingin mengikuti jam pulang sekolah Garina yang hanya sampai jam 1 sedangkan sekolahnya menerapkan sistem full day.
Maka dari itu wanita bergelar Nyonya besar Ganendra itu ingin memindahkannya ke Amerika.
Bukannya merangkul dan bertanya apa yang membuatnya melakukan hal seperti itu namun Byan merasa ia justru akan dibuang lebih jauh lagi. Namun Byan sebenarnya tak berharap banyak mengingat posisinya dikeluarga itu sebagai apa.
Fasilitas nomor satu di Amerika sudah menantinya namun Byan tahu selama beberapa tahun disana ia pasti akan sendiri ibu dan kakaknya tidak akan pernah punya waktu menjenguknya. Maka dari itu Byan tak ragu mengajak Garina untuk ikut, hal itu bukan masalah ia sanggup menyekolahkannya. Meski tidak banyak namun Byan yakin tabungannya mampu menghidupi Garina.
Garina menusuk nusuk lengan Byan yang keras dengan telunjuknya hingga pria itu menoleh dan Garina lekas menempelkan punggung tangannya di Jidat Byan.
"Kamu sakit Dek? Hehehe." Garina tertawa mengejek.
Ia fikir Byan tengah membual.
Amerika?
Dia ikut?
"Aku tahu pamanmu kaya, kenapa tidak pergi sendiri? Kenapa mengajakku? Aneh kalau mau pergi ya pergi saja." Tiba tiba raut wajah gadis itu berubah Sendu. dilingkungan ini sulit memiliki seorang kenalan bahkan Garina sangat jarang berbicara dengan para pekerja mansion Ganendra lainnya dikarenakan kesibukan mereka.
"Kau akan kesepian kalau aku tidak ada."ucap Byan Tidak aku akan lebih kesepian jika kau yang tidak ada. Batin Byan melanjutkan kalimatnya. Ia menatap nanar hamparan danau buatan dihadapannya. Sebuah tempat yang rutin mereka kunjungi untuk menikmati waktu sunyi yang sebenarnya selalu mengelilingi mereka.
Byan tahu Hubungan Garina dan ayahnya tidak begitu akrab, selain sang ayah tak punya waktu karna harus senantiasa berada disekitar kakaknya, ayah Garina juga selalu mengingat istrinya jika berada didekat putrinya. Garina sendiri yang mengatakannya namun anehnya saat bercerita gadis itu masih terlihat riang gembira.
"Hahh" Garina menghela nafas...sayup sayup suara burung kembali kesarangnya mulai terdengar. disekitar Danau terdapat jejeran pohon akasia besar dengan ratusan sarang burung diatasnya.
Yah sesepi itu tempat ini sehingga burung burung menjadikannya sebagai tempat pemukiman.
Mengapa orang kaya itu membuat hunian seindah ini jika tak dinikmati? Hanya sesekali Byan dan Garina melihat petugas kebersihan yang selalu merawat tempat ini.
Bahkan saat libur pun tempat ini hanya akan dipenuhi anak anak orang kaya dan para nannynya.
"Kalau kau pergi aku akan mencari teman lain." Ujar Garina.
"Kalau kau tidak ikut aku tidak akan pergi." Balas Byan.
"Hei bocah 15 tahun, kamu gila ya? Sudah syukur pamanmu ingin menyekolahkanmu ke tempat yang bagus kenapa berfikir seperti itu?"
"Mungkin kau akan menemukan teman lain tapi aku tidak akan menemukan Garina yang lain disana." Byan terlihat sangat serius ketika mengucapkannya.
Garina sempat terperanjat dengan air wajah Byan yang penuh dengan gurat keseriusan.
Ada apa dengan bocah ini?
Dia terlihat begitu dewasa.
"Kau beruntung diberikan paman yang kaya dan bisa menyekolahkanmu tinggi tinggi, jangan sia siakan kesempatan ini hemm." Garina mengusap pundak Byan dengan penuh kelembutan, "Anggaplah ajakan itu serius, memangnya pamanmu mau membiayaiku? Ini Amerika biaya hidup dan sekolah disana tinggi, dan kalaupun biayanya ada aku tidak mungkin meninggalkan ayahku yang selalu merindukan ibuku itu. Karena hanya ia yang kupunya didunia ini."
"Lagi pula aku mau sekolah apa di Amerika? Diindonesia saja aku selalu berada diperingkat bawah." gerutu Garina.
Byantara lupa ia hanya seorang bocah kelas 10, mana mungkin sanggup meyakinkan Garina untuk ikut bersamanya.
.
.
.
Tahun Sekarang
Sagara menatap wajah pucat istrinya, ia belum sepenuhnya sadar dari pengaruh obat bius.
karena masalah yang serius Sagara terpaksa menandatangi surat persetujuan pengangkatan rahim istrinya.
"Bagaimana bisa kau setuju rahim anakku diangkat Hah?" Sentak Tuan Arifin ayah Bella sekaligus mertua Sagara yang baru saja datang. Dadanya kembang kempis menahan amarah memikirkan sang putri tunggal kini sudah tak memiliki rahim lagi.
Lalu bagaimana Bella bisa melahirkan penerus untuk mewarisi seluruh kekayaan keluarga Ganendra yang jumlahnya berkali kali lipat dari hartanya yang tidak seberapa sebagai seorang pensiunan wakil bupati.
Sagara menatap tajam ayah mertuanya yang serakah itu, ia tahu apa yang tengah difikirkan sang mertua, 10 tahun yang lalu ia sudah dikelabui oleh pasangan ayah dan anak itu dan ia baru mengetahui semuanya dua tahun yang lalu. 8 tahun ia hidup sebagai kacung mereka berdua, tidak! Khusus bagi bella wanita itu sudah menipunya lebih dari 10 tahun dihitung sejak mereka berpacaran.
Ketika mengingat hal itu Sagara hanya bisa menahan amarahnya. Entah sudah berapa kali ia membunuh dirinya sendiri didalam benaknya.
Menyesal?
Jangan ditanya seberapa dalam penyesalan pria yang kini berusia 35 tahun itu, ia melepas sebuah batu berlian hanya demi batu kerikil yang banyak berhamburan dijalan. Dan bodohnya ia, batu kerikil itu ia simpan didalam kotak kaca berlapis berlian yang sangat indah.
Persetan dengan cinta pertama!
Sagara meninggalkan mertua dan Istrinya.
sepertinya ia sudah tak bisa bertahan lagi bersama bella. Dua tahun ini Sagara mencoba berdamai dengan kehidupannya namun tetap saja tak bisa.
"Katakan pada putrimu ketika dia sadar, ia sudah tidak pantas menyandang gelar Nyonya Sagara Ganendra." Tukas Sagara sebelum berlalu keluar dari ruangan VIP itu. Ia tak lagi peduli dengan umpatan Arifin yang ditujukan kepadanya.
"Brengsek kau Sagara, kau anggap apa putriku yang mendampingimu selama 10 tahun Hah!".
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!