NovelToon NovelToon

Putra Janda Kaya Mencari Papa

Bab 1 Lusiana

"Bersihkan sebelah sana! Aduh kamu ini, itu karena kamu orang kaya jadi tidak pernah menderita. Debu di sebelah sana banyak." Perempuan tua berusia 50 tahunan nampak kesal. Dia memegangi pinggangnya dengan sikap arogan dan menunjuk beberapa area atau benda yang terlihat masih kotor.

"Ah, kamu memang tidak tahu bersih-bersih ya. Memang anak orang kaya berbeda. Kamu hanya membuat aku kesal saja." Teriakan terdengar dari atas.

Seorang remaja wanita turun ke bawah dari tangga yang terlihat mewah. "Mama, kirimkan aku 50 juta, aku mau beli makeup baru. Dior baru mengeluarkan koleksi terbarunya."

"Iya sayang, mama akan segera transfer uangnya ke rekeningmu. Ini makan dulu.  Kamu belum sarapan kan? Ini sudah jam 8 pagi." Wanita paruh baya yang barusan marah itu mengubah wajahnya secepat kilat dan membujuk putri kesayangannya itu untuk sarapan.

Lusiana yang sibuk bersih-bersih sedikit kaget dengan permintaan Chika adik iparnya itu. Dia meminta sejumlah uang lagi. Baru saja kemarin dia minta 120 juta untuk membeli tas Chanel terbaru.

Lusiana menghentikan aktifitas bersih-bersihnya dan berkata, "Chika, bukannya kemarin kamu baru saja minta uang. Sekarang sudah minta uang lagi. Kamu pikir cari uang itu mudah? Aku menghitung uang yang kamu keluarkan itu sudah 2 milyar untuk bulan ini. Biaya Pengobatan Raymond saja tidak sebanyak itu. Kamu itu masih SMA dan mengeluarkan uang sebanyak itu...."

Gebrakan di meja makan menghentikan ucapan Lusiana. Tanggapan yang tidak ramah kemudian terlontar dari remaja wanita itu. "Memangnya kenapa? Itu semua adalah uang dari kakakku? Aku hanya mengambil sedikit saja. Kenapa Kak Lusiana begitu pelit?"

Ibu mertua juga meneriaki Lusiana. "Biarkan dia menghabiskan sedikit uang. Apa hubungannya denganmu? Haris adalah anakku. Uang dia adalah uangku juga. Aku bebas memberikan uang itu pada siapa pun. Apa hakmu untuk melarangnya?"

Lusiana meletakkan alat bersih-bersih karena dia merasa sudah membersihkan tiap sudut rumah. Lalu mengambil tas kerja yang berada di dekat meja makan.

"Ma, aku tidak melarang. Aku hanya menasihati. Kalau mama tahan dengan pengeluaran sebesar itu ya tidak apa-apa."

Raymond mengigit roti yang berisi selai coklat dan menghabiskan susu dengan beberapa kali teguk. Dia sudah tidak asing dengan pertengkaran ini. Hampir setiap hari nenek dan bibinya selalu bertengkar dengan mamanya, Lusiana.

"Biar aku yang mengurusi itu kamu tidak perlu ikut campur," sergah ibu mertua Lusiana. Dia duduk di samping Chika dan menenangkannya. Tapi Chika telah kehilangan selera makan dan pergi dari meja makan. Ibu mertua menatap Lusiana dengan tajam dan mengejar Chika untuk membujuknya makan.

Lusiana mengelus kepala Raymond dengan lembut. Tampak senyum tipis menghiasi wajah bocah kecil itu. "Hari ini kita akan pergi sekolah, setelah selesai sekolah Raymond jangan ke mana-mana ya. Tunggu mama datang kita akan check-up kerumah sakit."

"Iya, Mama." Raymond menarik ransel di kursi sebelahnya dan memakai ransel dengan benar. Seragam sekolah yang digunakannya berwarna biru dan terlihat cocok dan menggemaskan di tubuh bocah kecil berusia 5 tahun itu. Mereka pun segera berangkat ke sekolah menggunakan mobil SUV yang sudah menemani hari-hari Lusiana selama 5 tahun terakhir.

Lusiana, berusia 28 tahun tapi penampilannya cukup mengerikan. Rambutnya keriting dan wajahnya kusam sehingga begitu kontras dengan kulit tangannya yang putih.

Lusiana sudah 5 tahun hidup sebagai seorang istri dari pria bernama Haris Antony dan mendapatkan seorang putra yang dia beri nama Raymond Bobby Atmaja. Dia tidak memberikan nama belakang Haris, karena Haris sendiri yang tidak menginginkannya.

Haris berpikir bahwa jika meletakkan nama belakang di dalam nama anaknya, maka Raymond mungkin tidak akan diterima di keluarga besar Lusiana. Ya, orang tua Lusiana sangat membenci Haris Antony. Alasannya adalah karena perbuatan Lusiana dan Haris mencoreng aib untuk keluarga Atmaja.

Ayah Lusiana memergoki mereka di dalam sebuah kamar hotel dalam keadaan tidak berbusana. Setelah itu, sebulan kemudian Lusiana dinyatakan positif hamil. Ayah Lusiana memerintahkan untuk menggugurkan kandungan Lusiana. Tapi Lusiana tidak mau. Haris bahkan menghampiri keluarga Atmaja dan meyakinkan Mario Winka Atmaja ayah dari Lusiana.

Tapi bukan persetujuan yang didapat. Mereka berdua malah diusir keluar dari rumah. Mario merasa Haris sangat licik karena berusaha mendapatkan Lusiana dengan berbagai cara. Dia tidak dapat melihat ketulusan apapun di mata Haris. Entah bagaimana putri kesayangan satu-satunya bisa terjebak dengan pria brengsek itu.

Mario yakin suatu saat mata Lusiana akan terbuka dan melihat kenyataan bahwa Haris hanya memanfaatkannya. Bagaimana bisa seorang pegawai rendahan seperti Haris bermimpi untuk menjadi menantu Mario Winka Atmaja? Mereka sama sekali tidak selevel. Bukannya nanti Haris hanya akan menjadi lintah yang menyedot kekayaan keluarga Atmaja?

Menantu Laki-laki Atmaja haruslah seorang pria yang selevel dengan keluarganya agar menjaga kekayaan tetap stabil dan menjaga martabat keluarga konglomerat. Beda halnya dengan Laki-laki di keluarga Atmaja bebas menikah dengan siapa saja asal wanita tersebut berpendidikan.

Lusiana mengantar Raymond hingga masuk ke kelasnya kemudian Lusiana pergi ke kantor untuk bekerja. Lusiana bekerja dengan posisi direktur di sebuah perusahaan retail. Perusahaan itu menjadi induk bagi belasan ribu supermarket yang tersebar di berbagai kota di penjuru indonesia. Penghasilan tahunan pun bisa mencapai 7 triliun rupiah. Perusahaan Retail itu menjadi perusahaan paling cepat berkembang karena hanya dalam 5 tahun sejak perusahaan itu dibangun, mereka sudah memiliki belasan ribu cabang supermarket.

Keberhasilan itu tidak lepas dari sosok Lusiana. Sejak diusir dari rumah Lusiana berjuang keras mendirikan perusahaan. Dia mengeluarkan setengah dari tabungannya untuk membangun perusahaan retail. Banyak teman-temannya juga ikut berinvestasi, sehingga dengan uang 1 triliyun dia membangun perusahaan. Kini mereka memetik hasil dari jerih payahnya. Lusiana bahkan mendapatkan penghasilan tahunan sebesar 80 Milyar rupiah.

Lusiana kemudian memberikan kesempatan untuk Haris lebih berkembang dengan menempatkan dia sebagai CEO utama. Haris bahkan mendapatkan gaji 36 Milyar pertahun tanpa banyak usaha. Dari gajinya tersebut dia menginvestasikannya ke beberapa start-up dan perusahaan lain sehingga uang yang didapat pertahunnya mencapai 50 milyar.

Awalnya Lusiana cukup bangga dengan suaminya. Walaupun mereka tidak pernah berhubungan suami istri sejak kejadian memalukan di hotel lima tahun lalu, bahkan mereka harus pisah kamar.

Haris sangat sayang pada putra mereka Raymond. Tapi itu berlaku hanya 2 tahun pertama pernikahan mereka, setelah itu suaminya berubah menjadi orang yang tidak peduli pada anaknya.

Lusiana tahu bahwa Haris mungkin jijik untuk berhubungan suami istri dengan dia karena penampilannya begitu buruk tapi bagaimana bisa dia tidak peduli dengan anaknya. Dia memperlakukan Lusiana dan Raymond seperti orang asing baginya. Haris mulai menghalanginya datang ke kantor dan meminta ibunya untuk mengawasi Lusiana di rumah mereka.

Lusiana pun harus mengerjakan pekerjaan rumah sebelum pergi ke kantor. Jam 3 subuh dia sudah bangun dan membersihkan seluruh rumah serta menyiapkan sarapan. Lusiana mendengarkan ucapan ibu mertuanya bahwa menantu harus membersihkan rumah dan menyiapkan sarapan dengan tangannya sendiri tanpa bantuan orang lain.

Setelah itu dia harus mengantar Raymond ke sekolah baru bisa pergi ke kantor untuk bekerja. Usaha Haris untuk menyulitkan Lusiana pun gagal. Tapi itu membuat Lusiana sering sakit karena waktu tidur yang kurang. Hal itu tentu saja membuat pekerjaannya terganggu dan dia mendapat tekanan dari Haris akibat pekerjaannya yang tidak optimal.

Bab 2 Raymond

"Raymond ayo main sini sama anak-anak yang lain!" Guru itu melambaikan tangannya pada Raymond yang sedang membaca buku.

"Tidak, bu. Aku tidak suka bermain. Aku lebih suka membaca buku ensiklopedia." Guru yang bernama Heni itu mendekati Raymond dan melihat buku yang di baca bocah kecil itu.

Melihat tulisan yang kecil dan cukup berat itu membuat kepala Heni sedikit sakit. Dia tidak menyangka kalau Raymond bisa membaca.

"Jadi Raymond sudah bisa membaca ya? Hebat sekali. Tapi bukannya untuk pertama kali sebaiknya baca tentang cerita bergambar saja?"

"Bu guru, ini bukan pertama kali. Aku sudah pernah membaca buku bergambar tapi tidak menyenangkan karena isinya terlalu kekanakan."

Heni tersentak kaget dengan ucapan Raymond. "Nak memangnya kamu ini umur berapa? Kamu kan baru 5 tahun? Jika anak 5 tahun membaca buku bergambar itu kekanakan, apa bocah 5 tahun yang membaca ensiklopedia itu normal?" Batin Heni.

Kedua bola mata Raymond begitu menggemaskan saat menatap Bu Heni. Dia hanya bisa menghela napas dan membiarkan Raymond membaca buku. Beberapa usaha dia lakukan agar Raymond bermain dengan anak yang lain tapi bocah kecil itu tetap diam dna membaca buku ditempat duduknya.

Setelah pekerjaan Lusiana selesai dia pun segera melajukan mobilnya untuk menjemput Raymond. Tk Cahaya Gemilang adalah sekolah tempat Raymond mulai belajar tentang kehidupan sosial.

Lusiana membuka pintu kelas dan melihat Raymond yang awalnya duduk di meja berlarian ke arahnya. "Eh pelan-pelan larinya nanti jatuh." Raymond langsung menghamburkan dirinya ke pelukan Lusiana.

"Mama." Tatapannya yang hangat dan merindukan ibunya terlihat jelas di mata Lusiana. Lusiana pun tersenyum lembut dan mengelus pipi Raymond yang terasa kenyal.

Lusiana berjongkok untuk menyamakan tingginya dengan Raymond. "Apa yang sedang Raymond lakukan?" Tanya Lusiana penasaran.

"Mama, aku dan yang lainnya sedang membuat origami. Lihat! Aku membuat bunga mawar untuk mama." Tangan kecil Raymond yang sedari tadi ada di belakang ternyata menyembunyikan bunga mawar yang dia buat menggunakan kertas origami.

Hati Lusiana menghangat dan dia tersenyum dengan bahagia saat menerima pemberian Raymond. "Bunganya sangat indah. Terima kasih, Raymond." Raymond pun tersenyum cerah, senyum yang jarang dia perlihatkan pada orang-orang. Senyum itu hanya khusus untuk mamanya.

Bu Heni menghampiri Lusiana dan Raymond kembali ke tempat duduknya untuk meneruskan membuat origami. Beberapa teman Raymond berdecak kagum karena origami dibuat berbagai bentuk seperti burung, pesawat, bintang, bunga dan lainnya. Dan hanya Raymond yang bisa melakukan semua itu.

Bu Heni dan Lusiana pun duduk berdampingan dan memulai obrolan. Setelah menanyakan keadaan Raymond, Bu Heni memulai pembicaraan yang lebih serius. "Bu Lusiana, sepertinya Raymond adalah anak yang jenius. Dia sudah bisa mengungguli semua mata pelajaran daripada temannya yang lain."

"Saya juga kagum karena dia sudah lancar membaca dan berhitung. Sepertinya Raymond bisa melanjutkan untuk masuk sekolah dasar tahun depan. " Lusiana sudah curiga sebelumnya bahwa Raymond memang bukan seperti anak pada umumnya. Dia terlalu cerdas.

Tapi sebenarnya, Lusiana tidak peduli mau anaknya jenius atau tidak yang penting Raymond tumbuh menjadi anak yang bahagia.

"Hanya saja Raymond kurang bisa bergaul dengan temannya. Dibandingkan bermain dengan teman, Raymond lebih suka membaca buku ensiklopedia. Dia juga bilang kalau buku bergambar terlalu kekanak-kanakan untuknya."

Lusiana langsung memanggil Raymond dan menasihatinya untuk bermain dengan teman-teman sekelasnya. "Mama, Raymond bukannya tidak mau bermain tapi permainan mereka membosankan."

Raymond menjelaskan pada Lusiana dan Bu Heni bahwa dia tidak suka bermain boneka, robot-robotan atau mainan yang biasa dimainkan anak seumuran mereka. Raymond lebih suka bermain rubik, catur, atau melipat origami seperti sekarang.

"Tunggu sebentar, dari mana kamu bisa main catur?" Raymond terlihat malu malu dan menjawab dia belajar melalui internet. Ada beberapa komputer di rumah sakit. Saat Raymond dirawat disana dan Lusiana tidak ada ditempat dia akan mengakses komputer dan memainkan banyak permainan.

"Mama kamu tidak akan marah, kan?" Mata berair Raymond membuat Lusiana hanya menghela napas dan berkata, "lain kali tidak boleh lama lama main komputer. Mama tidak larang Raymond kalau kamu bicara terus terang. Tapi memainkan komputer dalam waktu yang lama akan merusak mata. Kamu mengerti?"

Raymond mengangguk lemah. Lusiana lalu meminta ijin pada Bu Heni untuk Raymond pulang lebih awal karena dia ingin membawanya ke dokter untuk pemeriksaan.

Bu Heni mengantar hingga di depan kelas saja karena harus mengawasi murid yang lain. Dia melihat Raymond yang begitu ceria dan manja saat ada Lusiana. Berbeda saat mamanya tidak ada. Di kelas dia tidak banyak bicara kecuali teman-teman lain yang menyapanya. Raymond juga sulit bergaul dengan anak-anak lain karena memiliki pikiran yang berbeda.

Lusiana dan Raymond pun tiba di rumah sakit Kasayana. Mereka segera menemui dokter spesialis jantung yang merupakan teman dari Lusiana. Nama pria tampan dan memiliki senyum yang manis itu adalah Aryasatya.

"Raymond, kamu jangan capek-capek ya. Jangan olahraga terlalu berat." Raymond mengangguk dengan antusias terutama saat dia menerima coklat batangan dari Dokter Arya.

"Lusiana ada beberapa hal yang ingin aku sampaikan tapi...." dokter Arya melihat Raymond dan menatapnya sedikit kasihan.

Lusiana paham dan membawa Raymond keruang tunggu di depan. "Raymond, ingat ya, jangan kemana-mana. Mama hanya akan bicara dengan dokter Arya beberapa menit. Tunggu di sini ya?"

Raymond mengangguk dengan patuh dan berkata, "Iya mama." Lusiana kembali masuk ke ruangan dokter dan mendengar penjelasan dari Arya.

"Lusiana, kamu harus memberi persetujuan untuk operasi Raymond. 3 bulan lagi Dokter Cahyadi akan kembali ke Indonesia dengan membawa beberapa dokter ahli jantung. Mereka pasti bisa mengoperasi Raymond."

Lusiana pun bertanya, "Kali ini berapa persen keberhasilan untuk operasi? Apakah itu akan sama seperti yang pernah kamu katakan waktu itu?" Wajah Lusiana cemas dan mulai terlihat pucat.

Lusiana meletakkan tangannya diatas meja dan tergenggam erat karena cemas. Untuk menenangkan Lusiana di depannya Arya memegang tangan Lusiana. Itu membuat Lusiana sedikit kaget dan menarik tangannya. Dia agak merasa kurang nyaman dengan perlakuan Arya. Terlihat wajah Arya juga agak canggung.

"Kamu tenang saja, menurut Dokter Cahyadi keberhasilan operasi kali ini bisa mencapai 75%." Lusiana merasa lebih rileks setelah mendengar penuturan Arya. Sebelumnya persentase keberhasilan operasi itu hanya 30%. Tentu saja Lusiana tidak akan mengambil risiko serendah itu. Dia bisa saja kehilangan anak satu-satunya yang dia miliki.

Dia pun memutuskan untuk menandatangi surat persetujuan operasi yang akan dilakukan 3 bulan lagi. "Masih ada 3 bulan. Semoga saja Raymond tidak mengalami serangan jantung lagi. Bagaimana pun aku tidak tega melihat Raymond menderita," ucapnya lirih.

Ibu mana yang tega melihat anaknya jatuh sakit dengan berbagai selang yang masuk ke mulut dan urat nadinya. Jika mengingat saat itu Lusiana merasa seperti jatuh kedalam jurang yang dalam. Untuk pertama kalinya, Raymond terkena serangan jantung.

Bagaimana anak sekecil itu bisa menahan penderitaan?

Setiap hari harus minum obat dengan teratur. Tidak bisa bermain bola dengan teman-temannya. Tidak bisa berlarian kesana kemari seperti anak pada umumnya. Lusiana berharap operasi ini segera dilakukan agar Raymond bisa hidup normal seperti anak-anak lainnya.

Lusiana keluar dari ruangan bersama Dokter Arya dan melihat di ruang tunggu tidak ada Raymond. Wajah Lusiana panik, mereka pun berkeliling rumah sakit mencari Raymond.

Bab 3 Bocah Kecil bertemu Xavier

"Aduh, mama lama sekali. Aku udah kebelet." Raymond meninggalkan ruang tunggu karena sudah tidak tahan ingin buang air kecil.

Sementara itu di tempat lain nampak seorang pria tampan berkacamata hitam dengan pakaian formal dan jas hitam sedang berjalan terburu-buru masuk ke rumah sakit. Seorang pria berkemeja berlari mengejar pria tersebut.

Langkah kaki pria berkacamata hitam itu terhenti. Dia membuka kacamatanya sehingga beberapa orang mulai memperhatikan pria tersebut. Wajah yang begitu tampan dengan tubuh yang tinggi dan atletis. Garis rahangnya tegas dengan hidung kecil yang mancung, khas wajah eropa dan sedikit campuran asia timur.

Pria di belakangnya tidak mampu berhenti sehingga menabrak pria tampan itu. Tapi meski ditabrak, bukannya terjatuh, pria tampan itu masih berdiri kokoh dan malah pria ceroboh tadi yang terjatuh ke lantai.

"Apa kau buta? Aku sudah berhenti kenapa kau masih menabrakku? Apa gajimu bulan ini mau dikurangi setengah?" Ancaman pria tampan bernama Xavier itu sanggup membuat wajah asistennya sedikit takut.

Dia berdiri dan mulai mengeluh. "Bos, tega sekali mau mengurangi gajiku, inikan perintah Bos Besar agar mengawasimu untuk pergi ke dokter. Bos ingatlah aku ini juga salah satu teman terdekatmu, apa salahnya aku... Eh bos, bos tunggu aku." Xavier langsung meninggalkan asistennya yang masih terus mengoceh di belakang.

Xavier Fernandio harus menjalani pemeriksaan setiap bulan di rumah sakit Kayana. Walau dia sudah menjalani operasi jantung lima tahun yang lalu, ayahnya selalu khawatir dan ingin kesehatan putranya selalu terpantau.

Setengah jam kemudian pemeriksaan selesai. Xavier langsung menyerahkan berkas pemeriksaan pada Hendri asistennya yang ceroboh.

"Ini! Bawa pada ayahku!" Xavier menyodorkan itu dengan cepat dan Hendri hampir menjatuhkan berkasnya. "Hah..." Xavier hanya menghela napas karena kecerobohan Hendri.

"Kau sudah bekerja selama 10 tahun tapi masih sedikit ceroboh. Bagaimana kalau kau diturunkan jadi karyawan biasa saja?" Hendri tentu saja tidak mau dan mulai mengeluh lagi. Kepala Xavier terasa semakin pusing mendengar ocehan Hendri.

"Berhenti mengikuti ku, apa kau juga mau ke toilet atau memang kau memiliki niat lain padaku?" Xavier menatap pintu toilet tapi kemudian menatap tajam Hendri. Pria canggung itu hanya tersenyum dan menggaruk tengkuknya yang gatal. Dia pun memutuskan tidak mengikuti bosnya masuk ke dalam toilet.

Setelah selesai dia mencuci tangan di wastafel. Tapi perhatian Xavier tertuju pada bocah kecil yang sedang cuci tangan juga di sebelah kirinya. Bocah kecil itu menaiki tangga berwarna kuning yang memang disiapkan rumah sakit pada setiap wastafel di kamar mandi untuk mempermudah anak kecil mencuci tangan.

Apa yang membuat Xavier memperhatikan bocah kecil itu adalah karena wajah itu mengingatkan dirinya saat masih kecil. Xavier mulai berpikir, "apakah wajahku memang pasaran ya?"

Bahkan cara mencuci tangan mereka pun sama. Kemudian mereka merapikan rambut secara bersamaan. Hal kebetulan ini membuat Xavier dan bocah kecil itu saling pandang.

Bocah kecil itu tidak lain adalah Raymond. Dia mengambil tissue untuk dirinya sendiri dan pria dewasa di sebelahnya. "Ini!" Raymond menyodorkan tissue dan langsung pergi meninggalkan Xavier tanpa mengatakan apa-apa lagi.

Bisa-bisanya Xavier bertemu dengan bocah kecil yang sangat mirip dengan dirinya. "Tunggu sebentar, apa jangan-jangan papa selingkuh? Setelah pulang aku akan menanyainya," batin Xavier.

Xavier pun keluar dari toilet. Hendri yang telah menunggu pun langsung berdiri dan mengikuti langkah kaki bos nya. Mereka tiba di depan rumah sakit dan Xavier melihat bocah kecil tadi dengan wajah penuh penyesalan memeluk seorang wanita yang sedang berlutut. Sayup-sayup terdengar percakapan mereka di telinga Xavier.

"Kamu kemana saja, nak? Mama dan Dokter Arya mencari-cari Raymond kemana-mana. Jangan diulangi lagi ya!"

"Iya mama maafkan Raymond. Raymond tidak akan mengulanginya lagi." Raymond langsung memeluk Lusiana untuk menenangkan hati mamanya.

Xavier ingin mendekati bocah itu karena mengira dia sedang kesulitan tapi dia ternyata bersama ibunya Xavier pun langsung pergi.

Pada awalnya Lusiana mencari-cari Raymond kemana mana. Lusiana takut terjadi sesuatu yang buruk seperti 5 bulan lalu. Saat itu Raymond juga menghilang seperti ini dan ditemukan pingsan karena serangan jantung di taman belakang rumah sakit.

Lusiana baru ingat bahwa Raymond mengenakan smartwatch dan langsung meneleponnya. Raymond kemudian memberitahukan bahwa dia sedang berada di taman depan rumah sakit. Dia juga berkata bahwa sebelumnya dia kebelet ingin ke toilet. Dia kembali ke ruangan Dokter Arya tapi tidak melihat siapa pun. Jadi dia memutuskan untuk menunggu di depan rumah sakit. Raymond ingin menelepon ibunya dengan smartwatch tapi karena tidak ada no telepon ibunya di dalam jam tangan itu dia hanya bisa menunggu di depan rumah sakit.

Lusiana berpamitan dengan Dokter Arya untuk pulang. "Dokter Arya, Terima kasih sudah menemani saya mencari Raymond." Lusiana mengelus puncak kepala Raymond. "Syukurlah tidak terjadi seperti lima bulan lalu. Kalau begitu aku dan Raymond akan pulang."

Dokter Arya membalas ucapan Lusiana dan mendoakan agar Raymond segera sembuh. Dia juga tidak lupa menggosok kepala Raymond sehingga rambutnya sedikit berantakan. Dalam hati Raymond merasa senang tapi sekaligus sedih karena ayahnya tidak pernah memperlakukan dia seperti yang dilakukan oleh Dokter Arya.

Raymond berpikir malah Dokter Arya seperti ayah kandungnya dibanding Haris. Hati bocah kecil itu terasa getir. Dia seharusnya dikuatkan oleh ibu dan Ayahnya tapi sang ayah malah tidak peduli.

Setibanya mereka di rumah mereka disambut dengan suara ketus dari ibu mertua Lusiana. "Aduh, udah jam 11 ini tapi menantu belum masak. Benar-benar menantu tidak berguna.

"Sabar ibu, aku akan mengantar Raymond sebentar ke kamar setelah itu aku akan langsung masak." Lusiana langsung meninggalkan ibu mertuanya dan menemani Raymond naik ke kamarnya di lantai 2.

Padahal Lusiana belum beristirahat sedikit pun tapi dia langsung di sambut oleh kemarahan begitu pintu masuk rumahnya terbuka. Lusiana merasa sedikit kesulitan untuk menjadi menantu yang baik.

Setelah mengganti baju Raymond dan berpesan pada anaknya untuk turun makan siang pada pukul 12, Lusiana pun langsung turun menuju ke dapur.

Dia membuka kulkas dan mengambil beberapa bahan makanan untuk santap siang. Ada ayam, kentang, wortel, buncis, otak-otak, tempe dan tahu. Sementara Lusiana sibuk di dapur ibu mertuanya tengah asyik memainkan handphone dan beberapa kali terlihat menonton video tiktok.

Lusiana memutuskan untuk membuat makanan yang simpel dan cepat tapi tetap terasa lezat. Untuk menu utama dia membuat Ayam kecap tahu lalu dia membuat sup berisi kentang, wortel dan buncis. Untuk otak-otak dan tempe dia lebih memilih menggorengnya.

Lusiana menyiapkan alat dan bahan untuk memasak. Pertama-tama dia mencuci ayam kemudian merebus dan memberinya bumbu/ungkep. Sembari menunggu bumbu meresap Lusiana memotong kentang, wortel, dan buncis lalu menyisihkannya.

Tahu di bersihkan dan di goreng. Sementara itu ayam yang sudah di ungkep tadi juga di goreng sampai kuning. Lusia kemudian menumis bawang merah dan putih, cabe, kemiri, dan jahe yang sudah di haluskan.

Setelah tercium aroma yang wangi dari bumbu masukkan daun salam dan lengkuas yang sudah digeprek. Tambahkan juga penyedap rasa dan kecap manis sesuai selera kemudian masukkan air dan biarkan agak mendidih baru masukkan ayam dan tahu yang sudah digoreng tadi. Biarkan air menyusut dan tes rasa. Jika dirasa sudah sesuai dengan selera ayam kecap tahu bisa segera disajikan.

Dia juga menggoreng tempe dan Otak-otak sembari memasak ayam. Setelah itu dia merebus air dan memasukkan kentang, wortel, dan buncis yang sudah di potong kecil-kecil. Beberapa saat kemudian baru menambahkan penyedap rasa dan taburkan daun sop.

Ibu mertua mulai terganggu dengan masakan Lusiana yang mengeluarkan aroma yang sedap. Perutnya berbunyi. Dia pun menuju dapur dan melihat masakan Lusiana tersaji di meja makan.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!