Rinai hujan yang disertai gemuruh halilintar terus mengguyur puncak gedung-gedung pencakar langit yang berjajar rapi di jantung Ibu Pertiwi. Malam yang kian mencekam menebarkan hawa dingin, mengurung setiap insan yang masih bertahan di jalanan.
Seorang pria bertubuh tegap melangkah keluar dari ruang VVIP dengan wajah penuh kewibawaan. Aura garangnya tak pernah luput dari sorot mata siapa pun yang melihatnya. Ia tidak sendiri. Di belakangnya, seorang pria lain mengikuti dengan penuh takzim.
“Waktu kita tidak banyak. Carikan aku seorang wanita yang tepat, sesuai dengan kriteriaku,” perintah Kairos dengan suara berat dan tegas.
“Baik, Tuan,” jawab Egen, sang asisten pribadi.
“Dalam satu jam, temui aku di ruang rapat,” tambah Kairos sembari melirik arloji mahal yang melingkar di pergelangan tangannya.
⸻
Jam menunjuk pukul setengah sebelas malam. Separuh jam tersisa bagi Egen untuk membawa wanita-wanita pilihannya menemui Kairos Kingsley. Dengan kecakapan dan jaringannya, Egen bergerak cepat. Ia menelusuri daftar wanita karier, berpendidikan, dan terpandang yang menurutnya pantas berada di sisi Tuan Mudanya.
Bagi Egen, tugas ini bukanlah hal mustahil. Kepercayaan Kairos padanya bukan tanpa alasan. Biodata demi biodata berhasil ia dapatkan. Undangan resmi pun segera dikirimkan. Siapa yang berani menolak kesempatan emas bertemu langsung dengan Kairos Kingsley—seorang raja bisnis berparas menawan, hartawan yang mampu menyaingi para sultan Timur Tengah?
Malam itu, ruang rapat disulap menjadi tempat mewah layaknya ruang pesta. Namun di balik gemerlap itu, Kairos memendam rasa muak. Ada alasan besar yang memaksanya melakukan sesuatu yang bertolak belakang dengan prinsip hidupnya.
Saat pintu dibuka, Egen masuk dengan hormat. “Tuan, sesuai dengan perintah Anda.”
Sejumlah wanita dipersilakan masuk. Mereka datang dengan penampilan sempurna, membawa nama besar keluarga dan karier mentereng.
“Kairos, sudah lama kita tidak bertemu,” ucap seorang wanita bergaun merah menyala. Lipstiknya senada dengan pakaiannya. Ia berjalan anggun mendekat, lalu duduk di sisi Kairos yang tengah meneguk anggur dengan wajah datar.
“Ayolah, Kai. Bukankah kau yang mengundang kami? Untuk bersenang-senang, bukan?” godanya sambil menempelkan tubuhnya pada lengan Kairos.
“Kau memang seksi, Pamela,” jawab Kairos lirih, bibirnya menyungging senyum tipis yang sulit dibaca.
Pamela tersenyum penuh percaya diri. Ia semakin berani, menyandarkan dadanya yang berisi pada lengan Kairos. “Bagaimana kalau kubawa kau ke dunia penuh fantasi malam ini?” bisiknya menggoda.
Kairos diam. Matanya dingin, menatap kosong pada gelas anggur. Rahangnya mengeras, jemarinya mengepal hingga urat di lehernya menegang. Dalam sekejap, ia bangkit berdiri.
“Kairos? Kita lanjutkan di kamar saja?” tanya Pamela, senyum semringah tak pernah lepas dari wajahnya.
“Kau tereliminasi.”
Pamela tertegun. “Apa maksudmu? Kairos, dengarkan aku. Aku berjanji akan membuatmu puas malam ini.”
“Sepertinya kau belum mengerti.” Suara Kairos membeku. Ia memberi isyarat kepada dua pengawalnya.
Pamela menjerit saat tubuhnya ditarik kasar. “Lepaskan aku! Jangan sentuh aku seperti ini! Kairos, tolong aku!”
Kairos meludah ke lantai. “Usir wanita itu sejauh mungkin dari pandanganku. Aku muak melihatnya… terlebih tubuhnya yang menjijikkan.”
Ruangan mendadak hening. Petir menggelegar, menambah kengerian yang menyelimuti. Para wanita lain terdiam, tak berani menatap Kairos.
Kairos menoleh ke arah Egen. “Aku memintamu mencari wanita yang sesuai kriteriaku. Lalu mengapa kau membawa pelacur?”
Egen tercekat, wajahnya pucat.
Kairos menyapu ruangan dengan tatapan tajam. “Apakah kalian semua sama rendahnya dengannya?”
Tak seorang pun berani bersuara. Pakaian terbuka mereka yang tadinya menjadi kebanggaan, kini terasa seperti aib di hadapan tatapan menusuk Kairos.
“Semua keluar! Sekarang!” bentaknya.
Suasana kacau. Para wanita bergegas pergi tanpa berani menoleh lagi.
Kairos menatap Egen dengan amarah yang ditahan. “Besok pagi, jam delapan. Bawa aku wanita yang benar-benar pantas. Lewat dari itu… kau kupecat.”
“Dimengerti, Tuan,” jawab Egen, menunduk dalam-dalam.
⸻
Pukul dua dini hari. Egen masih terpaku di depan laptop, wajahnya letih, pikirannya kalut. Berkali-kali ia menyeleksi calon, namun tak satu pun memenuhi syarat. Putus asa, ia bahkan nekat memasang iklan di laman Kingsley Group:
“Dibutuhkan wanita muda, berpendidikan, berpenampilan menarik, dan terampil. Hubungi nomor: 08539xxxxxx.”
Pesan demi pesan masuk. Namun tidak ada yang benar-benar sesuai. Waktu kian menipis, kariernya berada di ujung tanduk.
“Kak Egen?” suara sayu terdengar dari balik pintu.
Egen menoleh. Prita, adiknya, berdiri dengan mata setengah terpejam. Namun seketika binar harapan muncul di wajah Egen.
“Prita! Kau benar-benar malaikat penolongku,” serunya sambil memeluk adiknya.
“Kakak, apa-apaan sih?” gumam Prita masih mengantuk.
“Prita, kau mau uang?”
“Mau!” jawabnya spontan. Kantuk pun sirna.
“Aku transfer satu miliar sekarang juga, asalkan kau mau menandatangani kontrak ini.”
Deg!
Mata Prita langsung berbinar. “Sa-satu miliar?!”
“Kurang? Akan kutambah setelah kontrak selesai.”
“Mana kontraknya?! Cepat!”
Egen segera mencetak lembar kontrak. Tanpa pikir panjang, Prita menandatanganinya. Ia percaya penuh pada kakaknya.
“Terima kasih, adik manis. Kau baru saja menyelamatkan kakakmu,” ucap Egen tulus.
“Jadi, apa yang harus kulakukan?”
“Tunggu hingga pukul tujuh. Kita akan pergi ke suatu tempat. Kenakan pakaian ini,” katanya, menyerahkan paper bag berisi gaun elegan.
“Baik. Aku sayang kakak!” ucap Prita, mengecup pipi Egen.
Tak lama, notifikasi masuk di ponselnya. Transfer satu miliar berhasil. Prita bersorak kegirangan hingga lupa kembali tidur.
⸻
Pagi menjelang. Matahari perlahan menembus langit mendung. Kairos berdiri tegap di depan katedral megah, matanya menatap arloji. Pukul tujuh lewat lima puluh sembilan. Satu menit terakhir.
Sebuah mobil putih memasuki halaman. Dari dalamnya, Egen turun bersama seorang wanita muda. Prita.
Kairos mengangkat alis. “Tepat waktu.” Ia menatap tajam ke arah Egen. “Kau yakin dengan wanita ini?”
“Ya, Tuan,” jawab Egen mantap, meski dalam hatinya digelayuti rasa bersalah.
Prita berbisik gugup, “Kakak, aku mau diapakan? Jangan bilang kau menjualku?”
Egen terdiam.
Kairos menatap lurus pada Prita. “Siapa namamu?”
“Prita,” jawabnya pelan.
Kairos menarik napas panjang, suaranya dalam dan berwibawa. “Mulai sekarang… kau adalah istriku.”
Deg!
(To be continued)
Dukung Author dengan cara like, komen serta vote ❣️
Peneguhan nikah digelar secara tertutup dan privasi. Hanya beberapa orang saja yang berada di katedral, menyaksikan pernikahan CEO The King Group dengan seorang gadis bernama Prita yang tak tahu menahu tentang pernikahan mendadak ini.
Dua jam telah berlalu, Prita masih terdiam di dalam mobil dan tidak mau keluar. Mereka berada di tempat parkir rumah sakit. Egen sudah membujuk adiknya dengan berbagai cara namun nihil. Bahkan Egen menawarkan uang dua kali lipat dari yang ia berikan tadi malam, tetapi Prita tetap tidak bicara.
Bagaimana dengan Kairos? Ya! Sama halnya dengan Prita, pria itu belum menerima kenyataan bahwa dia telah menikah, terlebih lagi menikah dengan adik kandung asisten pribadinya. Egen telah menjelaskan secara rinci kepada Kairos, tetapi nalarnya tak menerima. Ia sangat kecewa dengan Egen.
"Tuan, jika Anda tidak menerima adik saya, maka ceraikanlah dia saat ini juga. Saya akan berhenti dari pekerjaan saya dan berjanji tidak akan muncul di hadapanmu lagi. Maafkan saya, Tuan," tutur Egen.
"Apa menurutmu ini cukup untuk menghukummu?!"
Egen menundukkan kepala. Tampak dari pantulan spion, wajah Kairos mulai garang. Aura membunuh bak berkeliling di sekitarnya, mencari kesempatan untuk menerkam mangsa. Ia sangat naik pitam dengan perbuatan Egen. Ia beralih menatap Prita yang masih duduk diam di sebelahnya. "Dan kau, aku tidak akan menceraikanmu sampai tujuanku tercapai!"
"Aku yang akan menceraikanmu, dan bukan kau yang akan mencampakkanku, wahai Tuan Muda Kairos Kingsley!" celutuk Prita.
"Nyali juga kamu," timpal Kairos menatap sinis Prita.
"Tuan, aku akan mengikuti permainanmu, tapi biarkan aku bermohon dengan satu syarat," tutur Prita melunak.
"Katakan."
"Jangan pecat kakakku. Biarkan dia tetap menjadi asistenmu." Bulir bening mulai menyucur di pipi Prita. Ia tak bisa melihat kakaknya kehilangan pekerjaan apalagi pekerjaan itu adalah hal yang Egen impikan sejak dulu.
Lalu bagaimana dengan Egen. Pria itu pun terharu dengan keputusan adiknya. Tak menyangka bahwa Prita yang masih berumur dua puluh tiga tahun, mengorbankan perasaan dan dirinya demi membantu sang kakak. Prita adalah gadis penurut. Ia sangat menyayangi Egen karena pria itu yang merawatnya sejak dua puluh tahun lalu, saat orangtua mereka meninggal.
"Prita! Apa yang kau lakukan?" tanya Egen.
"Aku memang sangat kecewa kepadamu, Kak. Tapi aku tidak bisa melihatmu kehilangan pekerjaan yang sangat kau dambakan," ujar Prita, sesak.
"Tapi--" bantah Egen.
"Hentikan! Kalian pikir kalian sedang main sinetron? Hentikan drama ini. Aku akan mengabulkan permohonanmu dengan syarat kau harus menuruti semua ucapanku dan berlakulah seperti istri pada umumnya. Lakoni peranmu dengan baik, jika tidak bukan hanya memecat kakakmu dan mencapakanmu, aku akan membuat hidup kalian sengsara selamanya!"
Ultimatum Kairos memanglah tidak main-main. Jika ia telah mengancam, itu bukanlah sekadar mengancam belaka, tapi pasti apa yang ia ucapkan jika tidak sesuai dengan keinginannya maka ucapan ancaman itu akan berlaku. Itulah hukumannya jika berususan dengan seorang Kairos Kingsley.
***
"Ingat, ikuti semua perkataanku, jika tidak kau tahu akibatnya!" ancam Kairos.
"Aku paham dan aku tidak bodoh!" sergah Prita.
Kairos dan Prita memasuki ruangan VVIP di sebuah gedung rumah sakit terkemuka di tanah air. Dalam hati Prita bertanya-tanya apa yang hendak pria itu lakukan bersamanya di dalam kamar pasien. Namun ia enggan untuk bertanya. Prita yang masih mengenakan gaun pengantin berwarna putih sederhana nan elegan, berjalan mengikuti Kairos dari belakang.
"Ma, aku datang," ucap Kairos.
Prita terkejut. Ia melihat wanita paruh bayah itu memiliki wajah yang sangat pucat seperti kertas. Prita membatin "Inikah alasan Tuan Kairos menikahiku?"
"Kairos, kamu telah menikah?" tanya Caroline sembari melempar pandangannya ke arah Prita.
"Iya. Sesuai dengan permintaan Mama. Aku membawa bersamaku menantu Mama." Tiba-tiba merangkul pundak Prita. "Perkenalkan, Ini Prita Euginia, dan sekarang telah menjadi Nyonya Muda Kingsley," tutur Kairos.
"Cantik sekali," tersenyum dan meraih tangan Prita. "Nak, apa kau mencintai Kairosku dengan tulus?" tanya Caroline yang mulai berkaca-kaca.
Prita terbelalak. Pikirannya buntu. Ia syok dengan pertanyaan Caroline. Pasalnya Prita memang tidak memiliki rasa apa-apa pada Kairos. Ia baru mengenal pria itu tadi pagi, dan bagaimana ia harus menjawab pertanyaan Mama Caroline yang seolah mengintimidasinya.
"Ayo sayang, katakan kalau kau mencintaiku dengan tulus," menginjak kaki Prita sehingga wanita itu reflek mengangguk. Kakinya kesakitan saat diinjak kaki Kairos.
"I--iya Tante, eh Mama. Aku ... mencintai Tuan Kairos dengan tulus," ucap Prita terbata.
"Sayang bukan Tuan!" celutuk Kairos.
"Bagus, Mama sangat lega. Mama bisa pergi dengan damai. Prita, segeralah memberikan Mama cucu," tersenyum lebar.
Apa?! Cu--cuuu! Batin Prita bertanya.
"Ma, bukankah itu terlalu cepat. Aku dan Prita baru saja menikah. Semua butuh proses," ucap Kairos.
"Kamu bisa menanam padi malam ini," tutur Caroline tersenyum geli.
Prita terbelalak. Setelah ia pikir-pikir, dirinya masih suci kudus dan am. Ia belum pernah melakukan penyatuan dengan siapapun. Tiba-tiba menikah, tiba-tiba menjadi istri dan tiba-tiba juga menjadi lahan untuk pertumbuhan bibit. Ini benar-benar gila dan di luar dugaan.
"Tenang saja Ma, aku dan Prita akan segera melakukan ritual," ucap Kairos tampak menyunggingkan bibirnya.
Ritual? Maksudnya, ritual pengusiran setan? Tapi aku tidak kerasukan! Batin Prita.
***
Matahari telah kembali keperaduan, meninggalkan jejak indah di cakrawala berwarna jingga. Kala itu malam telah tiba, hanya benda penerang yang bercahaya dari atas sana, memancarkan terang yang membuat setiap mata para insan terpukau akan kecantikannya.
Sejak meninggalkan rumah sakit, Prita hanya di antar ke rumah keluarga Kingsley, dan setelah itu Kairos dan Egen kembali bekerja. Ada beberapa rapat yang harus dihadari Kairos.
Di rumah sebesar itu, Prita bingung harus melakukan apa. Statusnya telah berubah menjadi seorang istri. Walaupun hanya sebatas kontrak, namun suasananya sangat berbeda. Prita mondar-mandir di balkon kamarnya dengan pikiran yang tampak kacau.
"Nyonya, makan malammu sudah siap," ucap kepala pelayan yang tampak mengetuk pintu kamar.
"Aku tidak lapar," teriak Prita dari dalam kamar.
"Tuan memerintahkan saya untuk mengantar makan malammu di kamar," ucap Olivia.
Prita mendengus kesal. Ia terpaksa membuka pintu kamar dan mempersilakan Olivia masuk bersama kedua pelayan dengan membawa beberapa menu makanan.
"Nyonya, sebentar lagi Tuan Muda pulang. Anda harus segera membersihkan diri dan menggunakan pakaian yang telah disiapkan di lemari itu," menunjuk walk in closet.
"Baik," ucap Prita.
Para pelayan itu meninggalkan kamar. Sementara Prita masih termanga melihat makanan yang telah tersaji. Bagai berada di hotel bintang lima, tak hanya gedung dan kamar saja yang ala-ala hotel, menu makanannya pun sangat mewah seperti berada di restoran luar negeri yang hanya didatangi kaum elit.
"Benar-benar sultan! Mendandak menikah dengan pria kaya raya, tajir melintir, terus disuguhkan makanan yang lezat, berasa hidupku di negeri dongeng. Seorang wanita sederhana namun tiba-tiba menjadi putri kerajaan. Haha!" Prita tak henti-hentinya menggerutu. Ia melahap abis makanan itu tanpa sisa. Padahal tadinya ia mengakui bahwa dirinya tak lapar. Namun makanan-makanan itu mampu melelehkan liurnya.
Prita telah selesai mandi. Ia menuju walk in closet untuk memakai baju yang disarankan Olivia. Namun betapa terkejutnya Prita saat melihat semua pakaian yang ada di lemari itu.
"Yang benar saja! Kenapa semua hanya ... bi--bikini yang dilapisi kain transparan!" melempar satu-satu baju di lantai. Prita mendengus kesal, ia tak melihat satu pun pakaian yang layak ia kenakan. Ia beralih ke lemari yang satu. Di sana ia mendapati pakaian Kairos.
"Aku pinjam pakaianmu, Tuan Sombong," meraih kaus berwarna hitam yang di lipat rapi di dalam lemari.
Prita mengenakan baju milik Kairos. Baju itu tampak kebesaran sehingga menutupi pahanya. Ia hanya menggunakan ****** *****, bra dan baju Kairos.
Pintu kamar terbuka. Kairos telah kembali dari kantor. Ia menatap ruangan yang ada namun tak kunjung menemukan sosok yang ia cari. Tirai balkon sedikit terbuka, ia menghampiri balkon kamarnya dan menemukan Prita yang sedang duduk di atas beton sembari menatap benda-benda langit.
"Mau bunuh diri?" tutur Kairos membuyarkan lamunan Prita.
"Tuan sudah kembali?" tanya Prita sedikit terkejut.
"Ya. Siapkan air mandiku," langsung masuk ke dalam kamar dan membiarkan Prita yang masih tampak sulit mencerna ucapannya.
"Apa?" Prita masuk dan menyusul Kairos. "Kenapa aku harus menyiapkan mandimu. Kita bahkan hanya menikah pura-pura," ketus Prita.
"Apa kau lupa perjanjiannya?" membalikkan badan dan melanjutkan aktivitas membuka kancing kemejanya. Sontak Prita menutup matanya dengan kedua telapak tangan. "Apa yang membuatmu malu? Toh sebentar lagi kau akan melihat seluruh tubuhku dan begitupun sebaliknya," menarik sudut bibirnya.
"Hey! Perjanjiannya tidak seperti itu! Kita hanya menikah pura-pura dan bukan berarti kau bisa seenaknya dengan tubuhku!" geram Prita.
Kairos mendekat, menggoda Prita dan menakutinya. "Kau akan berteriak nikmat, dan memintaku untuk terus menusukmu," bisik Kairos di telinga Prita sehingga tubuh kecil itu menggeliang.
"Tu--tuan..."
(To be continued)
Berikan Like, Komen dan Vote sebagai dukungan kalian untuk Author ❣️
Mendengar kalimat yang keluar dari mulut Kairos, segera membuat Prita bergegas menuju kamar mandi. “Aku akan menyiapkan air untukmu,” ucapnya seraya menutup erat pintu kamar mandi. Napas Prita menjadi tak beraturan, ia berusaha menenangkan dirinya dan mengelus-elus dadanya yang tampak sulit bernapas. Ia kemudian memasang kran air sehingga berjatuhan ke dalam bak mandi.
Ada beberapa aroma terapi yang terletak di dalam nakas kecil dekat bak mandi. Prita memilih aroma teratai untuk dicampur-adukan dengan air yang sudah hampir terisi penuh dalam bak mandi. “Aku harus cari cara supaya Tuan Arogan itu tidak berbuat aneh pada diriku,” gumam Prita.
“Lama sekali kamu menyiapkan air,” ketus Kairos dari balik pintu.
“Sudah selesai,” sahut Prita.
“Kalau begitu keluarlah. Sedang apa kau di dalam sana berlama-lama?”
Prita segera keluar. Tiba-tiba wanita itu menarik lengan berotot Kairos dan memasukkannya ke dalam kamar mandi. Kairos pun terkejut dengan tingkah Prita. Dengan segera Prita menarik gagang pintu kamar mandi dan menutup pintu dari luar. “Mandilah Tuan, aku … aku akan keluar sebentar mencari udara segar,” ketus Prita.
Kairos menggeleng kepala. Ia langsung melucurkan boxer hitamnya sehingga batang raksasa terlihat dengan jelas. Mendadak batang raksasa berurat itu mulai terbangun. Kairos mengelus perlahan dan memanjakan benda tumpul sumber benih itu. “Jack, kau akan mendapat jatah makan malammu setelah kita berdua mandi.”
Sementara itu, Prita telah berjalan entah ke mana. Ia bahkan hampir tersesat karena rumah itu terlampau besar. Untunglah ia bertemu Olivia dan menuntunnya ke kolam renang. “Rumah ini sangat besar, aku sampai lupa arah ke kamar lewat mana,” canda Prita.
“Rumah ini adalah milik pusaka dari keluarga Kingsley. Semenjak Nyonya Caroline mengidap penyakit jantung coroner, Tuan Muda tinggal sendirian. Hanya ada kami beberapa pelayan rumah,” jelas Olivia.
“Ya ampun, aku baru tahu kalau Mama Caroline mengidap penyakit jantung koroner.”
“Apa Tuan Muda tidak memberitahumu?” tanya Olivia.
Prita terdiam sejenak. Ia tak mungkin mengatakan pada kepala pelayan itu jika pernikahan mereka hanyalah pernikahan kontrak. Bahkan keduanyapun tak saling mencintai. “Soal itu, aku tidak pernah bertanya pada Tuan Muda,” ucap Prita.
“Saya sudah tahu dari Tuan Egen, jika pernikahan kalian hanya pura-pura. Saya berjanji saya akan merahasiakannya,” tutur Olivia sembari menundukkan kepala.
“Baguslah jika kau sudah tahu,” lirih Prita.
“Saya juga tidak menyangka jika Tuan Egen akan tega kepada Anda, Nyonya. Saya juga mengira jika Tuan Muda akan menikah dengan Nona Prisilia.”
“Prisilia? Apa dia pacar Tuan Kairos?” tanya Prita.
“Tepatnya mantan kekasih. Nona Prisilia adalah seorang dokter pribadi keluarga Kingsley.”
“Lalu kenapa mereka berpisah?” tanya Prita antusias.
“Olivia, jangan bergosip dan lanjutkan tugasmu!” Suara berat itu milik Tuan Muda Kairos. Ia tepat berdiri di belakang Olivia dan Prita.
Sontak Olivia segera membalikkan tubuhnya, “Maafkan saya, Tuan. Saya permisi,” ucapnya sembari meninggalkan Kairos.
“Aku mencarimu ke mana-mana tapi ternyata kau sedang bergosip dengan kepala pelayan di sini. Apa kau senang bercerita tentang urusan orang lain?” celutuk Kairos menatap Prita dengan tajam.
“Jangan salah paham, aku tidak bermaksud mencari tahu urusanmu. Tapi hanya saja aku …”
“Kepo? Begitu?” timpal Kairos memutus ucapan Prita. “Kembali ke kamar, ada hal yang harus kita lakukan,” berjalan meninggalkan Prita.
Wanita itu membesarkan maniknya. Ia menelan saliva dengan kasar dan segera mengikuti Kairos dari belakang. saat menaiki lift, Prita melihat tampilan tubuh Kairos dari dinding kaca lift. Seketika ia mengangumi wajah dan tubuh Kairos. Tersadar dari pikirannya, Prita menggelengkan kepala dan mengusir jauh-jauh pikiran aneh itu.
Tak hanya Prita, Kairos pun secara diam-diam mencuri pandang melalui pantulan kaca. Ia melihat paras Prita yang tidak begitu buruk. Pasalnya Prita memiliki wajah yang tak kalah molek dengan wanita-wanita model lainnya. Rambut berwarna hitam lurus, tergerai rapi sepinggang, tubuh yang langsing dan memiliki bodi bak gitar spanyol yang tertutupi kaus besar milik Kairos.
“Boleh juga,” gumam Kairos.
“Apanya Tuan?” tanya Prita.
Tidak ada sahutan dari Kairos. Mereka keluar dari dalam lift dan menuju kamar utama. Jantung Prita Kembali berdegup kencang. Ia belum memikirkan cara untuk menghindar dari malam pertama mereka.
“Apa Olivia tidak mengatakannya padamu?” tanya Kaisar.
“Hal apa?”
Kairos memoncongkang bibirnya menunjuk pakaian yang dikenakan Prita. Ia melihat jika Prita tidak menggunakan pakaian dinas malam.
“Aku tidak nyaman menggunakan pakaian setengah jadi itu. Pinjamkan saja aku bajumu. Besok aku akan mengambil pakaianku di rumahku,” tutur Prita.
Lelaki yang menggunakan kaus berwarna putih serta celana jogger casual, berjalan mendekat ke arah Prita. Langkah Prita mulai ia mundurkan perlahan sampai mentok di dinding. Kairos menatapnya dengan tatapan garang namun memiliki arti yang dalam. Tak dapat memalingkan pandangannya ke wajah Prita, membuat gadis itu salah tingkah dan hampir tidak bernapas.
“Ada apa? Kau mulai menyukaiku?” goda Kairos sembari mengangkat dagu Prita dengan telunjuknya, sedangkan tangan kirinya dipalangkannya ka arah dinding agar Prita tak bisa bergerak dengan leluasa.
“Tu—tuan kau mau apa?” lirih Prita panik bukan kepalang.
“Menagih jatahku,” bisiknya di telinga Prita.
Wajah Kairos semakin di dekatkannya kepada wajah Prita, sehingga jarak keduanya tinggal beberapa senti saja. Jantung Prita serasa mau keluar dari dalam tubuhnya. Pria bertubuh kekar dengan ketampanan yang luar biasa sedang berdiri di didepannya dan hendak melakukan sesuatu. Prita dengan reflek menutup matanya. Entah kenapa tubuhnya tidak melakukan perlawanan saat Kairos ingin memadukan bibir keduanya.
Melihat Prita yang telah memejamkan mata, membuat Kairos semakin ingin mengerjainya. Dengan lekat ia menatap wajah Prita, begitu dekat dan dekat sehingga napas mereka saling terasa di wajah masing-masing. Kairos terdiam dengan manik yang tidak berhenti menatap paras Prita. Tangan kanannya mulai menyentuh alis Prita, kemudian beralih ke bibir tipis. Ia mengelus bibir Prita dengan jari jempol. Rasa ingin memiliki Prita sepenuhnya tiba-tiba menggebu tak beraturan.
“Kau membuatku semakin ingin melahapmu,” goda Kairos.
Prita dengan segera membuka matanya. Ia tersadar jika ia baru saja terhanyut oleh perbuatan Kairos. “Menjauh dariku,” saat hendak mendorong tubuh lelaki di depannya, Kairos terlebih dahulu menahan tangan Prita. Pandangan keduanya kini beradu. Tak hanya Prita, jantung Kairos pun berdetak hebat. Lama mereka saling menatap hingga akhirnya Kairos melumati bibir Prita. tak mendapat perlawanan, Kairos dengan lembut terus melancarkan aksinya.
Tidak, sampai seseorang datang dan mengacaukan suasana romantis itu. “Tuan, bisakah aku bertemu Prita,” tutur seseorang yang tak lain adalah Egen.
Proses pagutan kedua bibir terhenti. Prita segera melepas bibirnya, dan berdehem dengan keras, “ehem, aku keluar dulu,” ucap Prita salah tingkah.
Sementara itu Kairos menggeram. Ia mengepal jemarinya dan mengeratkan rahang. “Sialan si Egen itu!” gerutunya.
Di luar, Egen tampak heran melihat wajah adiknya yang memerah bagai buah tomat. Prita masih melongo tak jelas. Tatapannya kosong namun pikirannya tak berhenti memikirkan peristiwa beberapa detik yang lalu.
“Prita, apa kau sakit?” tanya Egen.
Prita tak menyahut.
“Prita, hey! Ada apa? Apa tuan menyakitimu?” tanya Egen seraya menggoyang Pundak Prita.
“Arghhhhhhhh!” jerit Egen memekik kesakitan. Ia baru saja menerima gigitan maut dari Prita,
Mendengar teriakan Egen, Kairos segera berlari ke luar kamar. “Apa yang terjadi?”
Prita segera mencabut gigitannya di lengan Egen. Ia memang memiliki kebiasaan menggigit saat ada peristiwa yang membuat jiwanya bergejolak. Dan itu ia lampiaskan hanya pada sang kakak. Egen langsung menyadari jika ada sesuatu yang baru saja terjadi antara adik dan Tuan Mudanya.
“Prita …” lirih Egen dengan memberi tatapan penuh arti. Prita langsung menyadari maksud dari mimik Egen yang menatapnya seperti ingin meledek.
“Kakak, apaan sih. Kamu mengganggu saja!” ucap Prita keceplosan.
Deg!
Senyuman licik tergambar di raut wajah Kairos.
(To be contineud)
Berikan dukungan kalian lewat Vote, Like dan Komen ❣️
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!