Viona menghela nafas panjang lagi-lagi dia gagal menemukan keberadaan sahabat nya yang tengah menghilang saat ini.
Sudah tiga bulan terlewati dia belum juga menemukan keberadaan sang sahabat.
Pertemuan terakhir mereka adalah pada saat Aruna meminta ijin untuk bekerja di sebuah Bar ternama di pusat kota, saat itu dia dengan keras melarang Aruna untuk pergi tapi karena gadis itu keras kepala larangan nya hanya di anggap angin lalu oleh nya.
Akibatnya hubungan mereka merenggang beberapa Minggu lamanya, dan saat Viona ingin meminta maaf pada Aruna gadis itu telah menghilang entah kemana.
Dan karena itulah Viona dengan rela meminta ijin dari tempat kerjanya hanya untuk mencari keberadaan sahabat nya.
Viona berdiri gugup di depan sebuah Bar yang menjadi salah satu jejak Keberadaan Aruna.
Blues Bar
Dari namanya saja Viona bisa tau jika Bar ini bukanlah tempat untuk gadis seperti nya.
Klek
"Uh"
Aroma minuman keras yang bercampur membuat Viona langsung menutup hidung nya, belum dia masuk kedalam tapi rasanya sudah ingin keluar dari tempat ini, bahkan mata nya yang suci terpaksa menyaksikan orang-orang di dalam sana yang tengah asik berpangutan tidak tau tempat.
Viona berjalan menuju stand Bar yang ada di ujung pintu masuk mengabaikan keberadaan orang-orang yang tengah Asik bergoyang ke sana kemari di atas Dance flor.
"P-permisi," cicit gadis ber-hoodie itu takut-takut
Seorang pria mengenakan pakaian hitam putih khas seorang bartender menoleh kearah Viona.
Senyum ramah ia tampilkan begitu melihat gadis yang sepertinya berasal dari kalangan baik-baik berdiri di depan meja bar.
"Ada yang bisa saya bantu Nona?" Tanya nya dengan ramah, gadis itu terlihat polos ia yakin jika keberadaan nya di sini adalah terpaksa.
Viona semakin merapatkan mantel di tubuhnya saat dia sadar beberapa pria hidung belang menatap kearahnya bringas.
"Saya ingin bertanya mengenai seseorang."
Bartender tersebut mengerenyitkan dahinya, apa gadis polos di hadapannya ini tidak salah tempat? kenapa mencari seseorang di Bar seharusnya kan Ke kantor polisi.
Viona mengeluarkan ponselnya dari dalam saku kemudian menunjukkan potret seorang gadis yang sepertinya terlihat seumuran dengan nya pada Bartender.
"Aruna, apa dia pernah bekerja di sini?" tanya Viona penuh harap apalagi ketika wajah Bartender itu tengah menelisik dengan jelas gambar yang ia tunjukkan.
Aruna?
"Ah! Maksud mu Ari?" melihat wanita yang ada di ponsel gadis itu sepertinya dia mengenal nya.
Viona terlihat bingung apakah Aruna mengganti namanya di sini?
"I-iya," tidak ingin kehilangan jejak Viona meng iyakan saja perkataan Pria di depannya.
"Dia wanita yang cantik, namun sayangnya hanya bekerja selama seminggu di sini setelah itu dia keluar." jelas bartender itu. Jawaban ambigu yang sama sekali tidak menjawab pertanyaannya terkait kepergian Aruna selama ini.
Kenapa Aruna keluar secepat itu? lalu kemana dia pergi sekarang? hanya satu yang pasti, Sahabatnya tidak lagi bekerja di sini.
.
Viona keluar dari dalam bar tergesa-gesa setelah mendapat panggilan dari ibu panti yang dulu merawat Aruna.
Ibu bilang jika Aruna ada di sana beberapa bulan ini.
"Pak tolong ke alamat ini," Tunjuknya pada supir taksi.
"Baik Nona."
Tidak sampai sepuluh menit taxi sampai di sebuah rumah sederhana yang terletak tidak jauh dari pusat kota, setelah membayar sejumlah uang Viona bergegas masuk kedalam panti.
"Kak Vio!"
Viona menghentikan langkahnya begitu anak-anak panti langsung berlarian menyambut nya datang.
Senyumnya merekah melihat anak-anak itu tumbuh sehat.
"Kenapa kakak baru datang sekarang?" Tanya salah satu dari mereka.
Viona menyamakan posisi nya dengan gadis kecil yang memiliki tubuh gempal di sana.
"Maaf ya? Kakak lagi sibuk Belakangan ini," ucap nya merasa bersalah menatap satu-persatu anak-anak yang ada di sana.
"Seharusnya kakak datang bersama dengan Kak Aruna," sahut yang lain kali ini gadis bertubuh kurus yang menyahut.
"Aruna ada di sini?" Tanya nya memastikan kembali
"Iya! tapi kak Aruna tidak mau main bersama kami." seorang gadis kecil menunduk Sendu.
Tidak biasanya Aruna seperti itu, dia yakin jika Aruna sedang tidak baik-baik saja.
"Kakak mau bertemu kak Aruna dan Ibu dulu, nanti baru kita main ya?"
Anak-anak sama-sama mengangguk setuju membiarkan Viona masuk kedalam rumah.
"Kamu sudah datang nak?" Ibu panti menghampiri Viona, wajah keriput itu terlihat panik dan juga sedih.
"Ibu, apa semua baik-baik saja?"
Ibu panti menggeleng kemudian menarik Viona menuju kamar bercat Putih tempat Aruna selama ini di besarkan.
"Aruna tidak mau keluar dari kamar sama sekali dari kemarin, ibu sangat khawatir nak." Air mata ibu panti mengalir membuktikan bagaimana wanita itu begitu khawatir dengan kondisi anak asuhnya.
"Ibu tenang ya? aku akan coba bicara dengan Aruna." Di tepuk nya punggung rapuh ibu panti pelan berusaha menenangkan kepanikan di wajahnya.
Merasa ibu panti sudah sedikit tenang Viona meminta wanita paruh baya itu meninggalkannya sendiri untuk berbicara dengan Aruna.
"Tolong kabari ibu secepatnya nak," Pintanya sendu
Viona tersenyum kemudian mengangguk sebagai jawaban.
Ibu panti berlalu dari sana membiarkan Viona berbicara dengan Putri asuhnya, karena sejak kecil dia tau jika Aruna hanya mau di tenangkan oleh sahabat dekatnya begitu pun dengan Viona.
Tok! Tok
"Aruna? Buka pintunya."
"Biarkan aku masuk, tolong." Awalnya Viona tidak yakin apakah Aruna masih mau mendengarkannya seperti dulu atau tidak, tapi melihat pintu kamar yang perlahan-lahan terbuka membuatnya merasa lega.
"Ayo masuk!" Aruna menarik Viona ke dalam kamarnya.
Tidak ada yang berbeda dari Aruna selain Tubuh sahabatnya yang semakin kurus itu, tapi ada hal yang membuatnya sangat terkejut.
"Aruna, kamu...
Tanpa merasa bersalah gadis itu mengangguk penuh senyuman, biarlah Viona tau karena kebahagiaannya adalah kebahagiaan Viona juga.
"Maaf, kaget ya? Aku belum siap memberitahu tentang ini pada mu," ucapnya penuh sesal.
Tubuh kurus Aruna menyimpan beban di perutnya, tanpa membuka pakaiannya pun Viona tau jika Aruna tengah mengandung Saat ini.
Sret
Ditariknya tubuh kurus sang sahabat untuk duduk di kasur bersama dengannya
"Siapa yang melakukannya?!" Desis Viona tajam, bagaimana bisa dia tidak tau jika sahabatnya tengah mengandung sekarang ini?
"Hey, kenapa marah?" Tidak ada raut sedih sedikit pun di wajah tirus Aruna
"Apa maksudmu?! bagaimana dengan masa depan kamu nanti jika begini?" Sahut nya bertambah kesal melihat raut wajah yang begitu tenang dari sahabat nya.
Bahkan bisa Viona lihat jika Aruna tersenyum begitu lembut seolah tidak mengalami kejadian buruk apapun.
Gerakan tiba-tiba Aruna mengusap lembut perutnya membuat dadanya berdesir, bagaimana bisa Aruna setenang ini? apa gadis di depannya ini tidak memikirkan masa depannya nanti?
"Dia bayi ku, dan aku sangat menyayangi nya," lirihnya lembut. Viona menggigit bibirnya bingung ada rasa kecewa ketika melihat kondisi sahabatnya yang seperti ini, namun tidak ada yang bisa ia lakukan melihat bagaimana Aruna begitu menyayangi bayi yang ada di dalam perutnya.
"Kamu tidak lihat kondisi kamu sekarang ini? angin saja bisa menerbangkan tubuh kamu sekarang juga!" desis Viona, kemana pergi nya lemak yang dulu menyelimuti tubuh Aruna? pipi yang dulunya berisi dihiasi oleh rona merah sekarang sudah tidak ada lagi.
Bukannya tersinggung Aruna malah tertawa mendengar kemarahan Viona.
"Jangan khawatir, aku baik-baik saja"
Senyum yang terukir di wajah tirusnya sangat-lah menyakitkan untuk Viona saksikan, di saat seperti ini gadis itu masih bisa tertawa begitu lebar.
"Kalau kamu baik-baik aja, kenapa Ibu bilang kamu tidak mau keluar dari kamar sejak kemarin?"
Aruna tersenyum tipis bukanya tidak mau keluar tapi karena kondisinya yang tidak memungkinkan, dia takut ibu panti tau jika dia tengah hamil sekarang ini.
"Mual yang kurasakan belakangan ini semakin bertambah, aku takut ibu curiga nanti," Jelasnya tersenyum getir. walaupun di tutupi oleh baju kebesaran tetap saja tidak bisa menutupi perut buncitnya.
Jawaban yang semakin membuat Viona tidak habis pikir pada Aruna, bagaimana bisa gadis ini merawat kandungan nya seorang diri?
"Ibu tidak tau?"
Aruna mengangguk
Kepalanya bertambah pening sekarang ini, belum sempat dia memikirkan solusi mengenai kehamilan Aruna, dia harus memikirkan lagi mengenai ketidaktahuan ibu panti.
"Apalagi sekarang?"
"Aku tidak mau membebani Ibu dengan kondisi sekarang ini." walaupun dia bahagia dengan kehamilannya dia tidak ingin jika kebahagiaannya membuat orang di sekitarnya merasa kesulitan karenanya, karena itulah dia merahasiakan kondisinya sampai sekarang.
Viona terdiam dia bingung bagaimana ke depannya, kehamilan Aruna tidak mungkin bisa di tutupi selamanya dan untuk mengurus bayi itu setelah lahir mereka perlu banyak biaya nantinya. apa yang bisa gadis berusia 19 tahun seperti mereka lakukan?
"Lalu bagaimana?"
"Aku akan pindah ke kontrakan saja." Jawab Aruna dengan yakin.
Sebagai sahabat Viona hanya bisa menuruti kemauan sahabat nya itu.
TBC.....
Selepas makan siang di panti bersama dengan yang lainnya Aruna langsung mengatakan keinginan nya untuk mandiri dengan tinggal di kontrakan pada ibu asuhnya, awalnya ibu menolak apalagi melihat kondisi Aruna yang sepertinya tidak sehat harus pergi tanpa pengawasannya, namun berkat bantuan Viona akhirnya ibu mengijinkan.
"Berjanjilah kalau kalian akan selalu menghubungi ibu setiap hari" ucap wanita paruh baya itu masih tidak rela putrinya pergi dari panti.
Aruna tersenyum lembut kemudian mengangguk begitupun dengan Viona.
"Kami berjanji bu."
Kedua gadis itu beralih pada anak-anak yang lain yang juga turut serta mengantar kepergian mereka berdua.
"Kalian hiduplah dengan baik ya? jaga ibu untuk kakak," Aruna memberikan pesan pada saudara nya yang lain.
"Kakak tidak bisa ya tinggal di sini aja bersama kita?" Gadis bertubuh gempal yang tadi berbicara dengan Viona saat ia baru saja tiba di panti langsung buka suara.
"tidak bisa sayang, kakak sudah cukup besar untuk mandiri sekarang," jawabnya sembari membelai wajah gembul gadis kecil itu penuh sayang.
Di panti tempat Aruna di besarkan memang hanya berisi anak-anak kecil yang tinggal, hanya dia sendirilah yang berusia lebih dari lima belas tahun yang tinggal di sana. Karena itulah keputusannya untuk mandiri bukan hanya untuk menyembunyikan kehamilan nya saja, melainkan untuk mengurangi beban pengeluaran ibu asuhnya.
"Ibu kami pergi dulu," pamit Aruna dan Viona
"Jaga diri kalian baik-baik."
"Hm!" Angguk keduanya patuh
.
.
Viona dan Aruna sampai di kontrakan setelah menghabiskan waktu kurang lebih setengah jam dengan menggunakan taxi.
Keduanya telah sampai di kontrakan yang ukuran nya tidak terlalu besar namun cukup di tinggali untuk dua orang. sebenarnya tempat ini sudah ia tinggali beberapa minggu yang lalu saat ia masih bekerja di Bar saat itu, namun karena kejadian yang tidak terduga dia terpaksa pergi dari sini untuk menenangkan diri.
"Maaf ya membuat mu repot, seharusnya kamu fokus dengan rencana pernikahan mu sekarang ini, tapi karena aku kamu harus...
"Ssst!" Viona membungkam mulut Aruna.
Bagaimana mungkin dia merasa terbebani? persahabatan mereka bukan hanya satu atau dua tahun lamanya, sudah sepatutnya mereka saling membantu saat ini.
"Pernikahanku biar aku yang urus, sekarang ini kita hanya perlu memikirkan kesehatan mu dan bayi yang ada di kandunganmu," ucap Viona sembari tersenyum lembut. Gadis itu dengan telaten memindahkan barang-barang yang mereka bawa ke tempatnya.
Bahkan Viona tidak membiarkan Aruna menyentuh benda-benda apapun selama dia menyusun barang dia sana.
Jika melihat Viona yang begitu menjaga Aruna mungkin orang-orang akan bingung sebenarnya siapa yang akan menjadi ibu di sini.
"Kamu tau? aku sangat beruntung bisa menjadi sahabat mu." Aruna berucap tulus, sungguh dia sangat mencintai sahabat nya itu.
Viona menghentikan pekerjaan nya kemudian ia berbalik pada Aruna yang duduk di atas kursi kayu tengah menatapnya.
"Aku lebih beruntung memiliki kamu di dunia ini," balas Viona tak kalah manis.
.
.
Plak!
Sebuah tamparan keras mendarat di wajah putih mulus Viona ketika gadis itu menginjakkan kakinya di rumah orang tuanya sore ini. Rasa sakit di pipinya begitu terasa karena tamparan pria paruh baya yang tak lain adalah ayah kandungnya sendiri.
"Berani-beraninya kamu! mempermalukan keluarga mu sendiri!" Bentak Adam pada sang putri.
Viona tidak mengerti maksud perkataan ayahnya, dia baru saja sampai di rumah tapi Ayahnya sudah memberikan tamparan keras untuknya yang bahkan tidak tau apa kesalahannya sendiri.
"Sabar suami ku." Lalita ibu sambung Viona yang di nikahi oleh Adam beberapa tahun yang lalu mencoba menenangkan suaminya.
Wanita paruh baya itu menatap kasihan pada Viona.
Adam memijit kepalanya pening, apalagi yang harus dia lakukan Agar putrinya itu tidak menambah beban pikirannya?
"Pernikahan mu sebentar lagi, tapi kamu malah bermain-main di klub malam?!" bentak nya begitu keras bukan hanya suara ayahnya yang menamparnya tapi juga sebuah gambar polaroid yang ayahnya buang tepat di wajahnya.
Viona menatap tidak percaya pada gambar dirinya saat berada di Klub, dari mana ayahnya mendapatkan gambar dirinya di klub?
"Ayah, aku sedang mencari seseorang di sana," jelas Viona tidak ingin sang ayah semakin salah paham dengan nya, namun sepertinya pria paruh baya itu tidak peduli lagi dengan penjelasanya.
"Siapa yang kamu cari di sana?!"
Viona tersentak kaget tidak mungkin kan dia menjawab bahwa tujuan nya ke sana adalah mencari Aruna? karena jika sampai ayahnya tau pria paruh baya itu pasti akan melarangnya untuk bertemu dengan Aruna lagi.
"I-itu..."
Apa yang harus dia jawab?
"Putri kita sudah besar sayang, main-main ke tempat seperti itu sudah biasa untuk Viona." Bukan nya membela Putri tirinya, Lalita malah semakin membenarkan jika Viona sudah sering pergi ke tempat seperti itu.
Ibu sambungnya itu malah semakin membuat ayahnya murka.
"Kamu sering pergi ke tempat seperti itu?!"
"Tidak ayah! aku hanya pergi ke sana kemarin malam." Viona menggeleng cepat, meminta bantuan Lalita tapi wanita paruh baya itu malah membuang muka.
"Kamu!...
"Paman."
Perhatian mereka semua teralihkan pada seorang pria tampan yang baru saja masuk ke rumah tanpa permisi, Johanes Anderson atau biasa di panggil Joan datang tiba-tiba tanpa pemberitahuan.
Pria itu terlihat tidak terganggu ataupun peduli dengan keributan yang baru saja terjadi.
"Oh? nak Joan? kapan datang?" Raut wajah murka yang semula di tampilkan oleh ayah Viona berganti menjadi tatapan lembut, citranya harus terus terlihat baik di hadapan calon menantunya ini.
"Mari masuk nak," ajaknya pada Joan, mengabaikan Viona yang masih terdiam di dekat pintu, tatapan gadis itu terlihat tidak suka dengan kedatangan calon suaminya.
Joan duduk di sofa berhadapan dengan calon ayah mertuanya, Lalita pergi kebelakang membuatkan minuman untuk calon menantu nya, sedangkan Viona duduk di sebelah calon suaminya atas perintah Ayah nya secara tidak langsung.
Dari tempatnya duduk Joan bisa melihat bekas tamparan yang masih terlihat dengan jelas di pipi putih mulus Viona, sebenarnya dia mendengar beberapa hal yang Keluarga calon istrinya itu bicarakan tadi.
Tapi itu bukan urusan nya.
"Kenapa datang tiba-tiba kemari nak?" Tanya Adam pada calon menantunya.
Sebelum berucap pria itu melirik sekilas pada Viona yang hanya menundukkan wajahnya.
"Mengenai pernikahan paman."
Viona mengangkat wajahnya sedikit ketika mendengar kata pernikahan keluar dari bibir Calon suaminya.
"Ada masalah?"
Joan menggeleng. "Sepertinya tidak bisa di lakukan bulan ini, karena beberapa bulan ke depan aku sibuk mempersiapkan proyek baru dengan perusahaan lain paman," ucapnya menjelaskan maksud kedatangannya ke mari.
Adam menghela nafas pasrah, sudah beberapa kali memang Joan mengundur pernikahan pria itu dengan Viona, rasanya menjadi sudah terbiasa.
Begitu pun dengan Viona yang memang tidak terlalu berharap dengan pernikahan mereka ini, karena pernikahan dalam perjodohan bukanlah impiannya di tambah memiliki suami angkuh seperti Joan tentu saja dia tidak berharap lebih.
"Itu terserah kamu saja nak, karena pernikahan ini bukan hanya tentang satu orang saja, kamu bebas menentukannya." tidak mungkin dia memaksakan pernikahan dan membuat calon menantunya kesulitan.
Kehilangan Joan lebih menakutkan dari pada melihat putrinya menahan malu karena pernikahan nya terus tertunda.
"Kalau begitu aku ingin meminta ijin membawa Viona Keluar sebentar." Joan melirik calon istrinya yang tengah menunduk kan wajahnya.
"Oh silahkan saja nak." Adam memberikan ijin bahkan tanpa meminta pendapat Viona terlebih dahulu.
Tatapan tajam pria paruh baya itu terarah pada putrinya, Viona yang menyadari arti tatapan sang ayah langsung bertindak.
"A-aku akan bersiap."
"Tidak perlu."
Viona menatap bingung calon suaminya apa tidak apa mereka keluar dengan pakaiannya yang seperti ini?
"Kalau begitu kami berangkat paman."
Tidak ada yang bisa menolak perintah Joan bahkan ayahnya sekalipun, dengan terpaksa Viona ikut bersama pria yang akan menjadi suaminya entah kapan itu.
.
Mereka berdua sampai di sebuah restoran bintang Lima yang berada tidak jauh dari tempat tinggal Aruna, setelah pergi dari sini Viona berencana mengunjungi sahabat nya itu.
Ternyata Joan sudah memesan private room untuk mereka berdua, jadi dia tidak perlu malu dengan pakaiannya saat ini.
"Untuk apa pergi ke sana?" Joan bertanya pada Viona namun tatapan nya terarah pada Steak yang tersaji di atas meja.
Mereka duduk berhadapan di sebuah meja yang cukup lebar, bahkan tanpa basa-basi Joan bertanya masalah mengenai kejadian di rumah nya tadi.
Walaupun belum lama mengenal pria di depannya ini tapi Viona hafal betul bagaimana sifat Joan yang tidak suka basa-basi.
"A-aku mencari seseorang," Jawaban yang sama di berikan Viona saat ayahnya bertanya padanya tadi.
"Aku sudah bilang berkali-kali, berteman dengan wanita entah berantah seperti sahabat mu itu tak akan membawa nasib baik untuk mu!" desisnya tajam kali ini tatapannya tertuju pada calon istrinya
Viona menatap Joan, apa pria itu tau siapa yang ia cari?
"Tanpa mengatakannya pun aku tau kalau yang kamu cari adalah wanita yatim piatu itu kan?"
Lihat bagaimana Joan bisa berkata panjang lebar hanya untuk menghina seseorang, hal inilah yang membuatnya ragu untuk menikahi pria ini.
"Kamu tidak tahu apapun, bagaimana bisa berbicara seperti itu mengenai sahabat ku?" Jawab Viona tajam, dia tidak suka jika Joan menghina Aruna seperti itu.
Ajakan Joan ke restoran ini bukan karena pria itu ingin makan romantis dengannya, melainkan berdebat suasana seperti ini lah yang selalu terjadi jika mereka berdua berada di dalam satu ruangan bersama.
"Tidak ada wanita baik-baik yang berani menginjakkan kakinya di klub malam, Viona"
Senyum miring terbit di bibir Viona, "Tidak lebih baik dari pria yang suka mencela orang lain seperti kamu." Balas gadis itu tidak kalah tajam.
Rasa puas hinggap di dada nya begitu melihat ekspresi Joan yang tengah menahan amarahnya.
TBC......
"Bagaimana hasilnya?" Viona langsung bertanya pada Aruna begitu wanita hamil itu keluar dari ruang konsultasi untuk memeriksa kandungannya.
Bukannya menjawab rasa penasaran Viona wanita itu hanya tersenyum menampilkan deretan gigi putih nya.
Viona mengerenyitkan dahinya begitu melihat senyum misterius Aruna.
"Coba tebak?" Aruna meminta Viona menebak jenis kelamin bayi nya, ya! kunjungan mereka ke rumah sakit hari ini adalah untuk mengecek jenis kelamin bayi yang ia kandung. Sebenarnya sudah lama mereka ingin melihat jenis kelamin bayi nya tapi karena keterbatasan biaya baru sekaranglah mereka bisa mengecek jenis kelaminnya.
"Pasti laki-laki." Aruna langsung menatap Viona terkejut bagaimana bisa temannya itu tau?
"Aku benarkan?" Viona tertawa melihat reaksi sahabatnya, sambil tertawa dia membantu Aruna masuk ke dalam Taxi yang sudah mereka pesan.
Ibu hamil itu mengerucutkan bibirnya kesal Karena Tebakan Viona benar.
"Kok kamu bisa tau?" Ujarnya kesal.
Ketika mereka berada di dalam Taxi barulah Viona menjawab pertanyaan ibu hamil itu.
"Selama hamil kamu kan tidak pernah mengeluh, bahkan terlalu mandiri untuk ukuran ibu yang lagi hamil, kamu juga sangat kuat dan berani, makanya aku yakin bayinya pasti laki-laki." Viona tersenyum saat mengatakan jawabannya, sebenarnya dia hanya asal menjawab saja tapi ketika mengingat betapa kerasnya Aruna berjuang bersama bayinya dia yakin kelamin nya adalah laki-laki.
Aruna ikut tersenyum perkataan Viona tidak salah karena selama mengandung bayinya dia tidak pernah kesulitan sama sekali.
"Aku tidak pernah mengeluh karena semua pekerjaan kamu yang mengerjakan." Aruna merangkul bahu Viona memeluk sahabatnya penuh rasa sayang.
"Ya harus dong! untuk apa aku tinggal dengan kamu kalau bukan untuk itu?" Sahut Viona membalas pelukan Aruna tidak kalah eratnya.
Aruna tertawa geli. "Bayi ini punya dua ibu yang akan menjaga nya nanti, apalagi dia punya ibu seperti kamu."
"Kita akan menjaganya bersama-sama," lanjut Aruna tersenyum haru.
Kedua nya tertawa begitu bahagia, Kedua sahabat itu saling menguatkan satu sama lainya, di dunia yang mereka tinggali tidak ada siapa-pun yang bisa menguatkan mereka selain diri sendiri, karena itulah mereka hanya punya satu sama lain sebagai penyemangat hidup.
Supir Taxi yang mengantarkan kedua wanita itu juga ikut terharu melihat bagaimana hubungan keduanya begitu Harmonis, padahal dia tau jika satu dari mereka pasti sangat terpuruk dengan keadaan yang menimpanya, tapi yang satu lagi ada dan selalu setia menemani nya.
"Aku berharap kalian akan selalu bersama selama-lamanya." Gumam supir Taxi itu lirih, ia tidak ingin mengganggu keharmonisan yang tercipta antara Aruna dan Viona.
Namun sayang nya masa depan tidak ada yang tau apa yang akan terjadi menimpa mereka.
.
.
Bohong!
Aruna berbohong padanya!
Jika semua perkataan Aruna benar dia tidak mungkin berada di depan UGD untuk menunggu operasi yang di lakukan di dalam sana.
Sekarang ini sahabatnya tengah berjuang di ruangan operasi selama kurang lebih tiga jam lamanya, padahal belum ada seminggu mereka berjanji akan menjaga bayi itu bersama-sama tapi bagaimana semua ini bisa terjadi?
Betapa paniknya dia saat itu melihat Aruna terbaring di lantai dengan darah yang mengalir keluar dari kakinya.
Ketika melihat hal itu dia langsung bergegas menghubungi Taxi dan segera membawa wanita itu ke rumah sakit terdekat, sayangnya dokter mengatakan jika keadaan Aruna sangat-lah kritis dan jika Bayinya tidak segera di ambil ibu dan bayinya akan berada dalam bahaya.
Tanpa membuang waktu lagi dia langsung menyetujui perkataan Dokter, dan sekarang Operasi tengah berjalan kurang lebih selama tiga jam lamanya.
Biayanya memang sangat mahal tapi untungnya Viona memiliki tabungan yang memang ia simpan sejak kecil, Semuanya cukup untuk biaya operasi di tambah dengan gajinya selama bekerja di Caffe selama ini.
Lampu operasi berubah menjadi hijau tanda jika operasi yang di lakukan di dalam sana sudah selesai.
Tidak lama dokter yang menangani proses operasi keluar dengan raut yang tidak bisa di artikan.
"Bagaimana dok?" Viona menghampiri Dokter.
"Saya ingin memberikan kabar baik dan kabar buruk pada anda Nona." Tenggorokan nya terasa kering saat Dokter mengatakan akan memberikan kabar baik dan buruk untuknya, perasaan nya sudah tidak enak saat perjalanan ke rumah sakit dan sekarang dokter memperkeruh perasaanya.
"Kabar baiknya bayi yang teman anda kandung bisa lahir dengan selamat, namun sayangnya kabar buruk yang harus saya beritahukan adalah teman anda Nona Aruna tidak bisa kami selamatkan," Jelas Dokter spesialis itu penuh rasa sesal. Pendarahan yang Aruna alami sudah sangat parah, di tambah daya tahan tubuh gadis seusia Aruna yang sangat lemah membuat nyawanya tidak tertolong.
Viona menutup mulutnya tidak percaya dengan perkataan dokter barusan, Air matanya berlomba-lomba keluar saat mendengar sahabatnya tidak bisa di selamatkan.
Itu tidak benarkan? Aruna tidak mungkin meninggalkan nya secepat ini
"Pendarahan yang di alami nona Aruna sudah sangat parah di tambah lagi Anemia yang pasien derita semakin membuat pasien semakin kehilangan banyak darahnya," Dokter menjelaskan pada Viona selaku keluarga pasien satu-satunya yang Aruna punya.
"Anda harus ikhlas Nona." Ujarnya menguatkan
Viona menggelengkan kepalanya tidak percaya jika sahabatnya pergi secepatnya ini.
Apa yang harus dia lakukan? bagaimana caranya dia bisa hidup di dunia ini jika sahabatnya itu tidak ada? selama ini dia bertahan melalui keras nya hidup hanya demi Aruna lalu bagaimana jika alasannya bertahan sudah tidak ada lagi?
"Aruna ... a-apa yang harus aku lakukan?" Viona terduduk lemah di lantai rumah sakit, air matanya tidak mau berhenti keluar dari matanya.
.
.
Viona menatap kosong pada pusara yang masih basah milik sahabat nya, tidak pernah terbayang jika Aruna akan secepat ini meninggalkan dirinya seorang diri di dunia ini.
"Nak yang sabar ya, Aruna pasti sedih melihat mu menangis seperti ini." ibu panti juga begitu terpukul dengan kepergian Aruna yang tiba-tiba.
Tidak pernah terpikirkan olehnya jika Aruna akan meninggalkan mereka secepat ini, bahkan dia begitu terkejut ketika Viona memberi kabar kepada nya jika Aruna meninggal setelah melahirkan bayinya, tidak ada yang memberitahunya tentang kehamilan Aruna selama ini dan tiba-tiba saja dia baru mendapat kabar setelah Putrinya sudah tiada.
Anak yang dulu ia besarkan dengan kedua tangannya kini tiada setelah meninggalkan seorang bayi laki-laki yang ia lahir kan penuh perjuangan.
Viona menatap ibu panti sendu
"Ibu, Aruna pergi begitu saja meninggalkan kita semua, ... Lalu bagaimana aku bisa merawat bayinya sendirian bu?" tangisnya pecah begitu ibu panti membawanya ke dalam pelukan hangatnya.
Memikirkan nasib bayi malang itu Viona begitu sakit bagaimana kehidupannya tanpa ayah dan ibu di sisinya? apa yang harus ia lakukan untuk membesarkan bayi itu dengan kasih sayang ayah dan ibu yang lengkap?
Ibu panti mengusap air mata Viona dengan lembut.
"Jangan khawatir nak, ibu yang akan menjaganya, kamu hanya perlu fokus memikirkan pernikahan kamu yang akan di adakan sebentar lagi," Ucap ibu panti berusaha menenangkan gadis muda di pelukan nya.
Bagi dirinya merawat bayi yang baru lahir seperti ini ia sudah biasa, jangan sampai karena mengkhawatirkan kondisi bayi Aruna, Viona menjadi lalai dalam pernikahan nya nanti.
"Sekarang kita pulang dulu ya?" Ajak ibu panti pada Viona.
Gadis itu menurut dia berdiri dan mengikuti ibu panti pulang ke rumahnya.
.
Viona mengusap ranjang milik Aruna aroma wanita itu masih melekat di kamar yang bahkan lebarnya tidak seberapa itu, di sinilah tempat mereka selalu menghabiskan waktu bersama sejak kecil sampai mereka beranjak dewasa.
Biasanya Aruna akan mengobatinya jika dia terluka karena pukulan yang di berikan ayahnya.
Tapi semua itu tidak bertahan lama karena dia terpaksa harus pindah bersama kedua orang tuanya setelah kematian ibu kandungnya, walaupun begitu persahabatan mereka tetap berjalan dengan baik seperti sedia kala.
Sedang mengingat kembali memori kenangan nya bersama dengan Aruna, Viona tertarik dengan kotak kayu yang berada di atas nakas di samping tempat tidur Aruna.
Hanya kotak biasa namun kotak itu terkunci begitu rapat seolah-olah ada rahasia di dalamnya, sejak kapan kotak itu ada di sana?
Viona berdiri dari duduknya mencoba mencari keberadaan kunci untuk membuka kotak itu
Tidak sulit menemukan benda-benda yang di sembunyikan oleh sahabat nya itu, karena Aruna orangnya pelupa jika ingin menyembunyikan sesuatu dia akan meletakkan nya di tempat yang mudah di temukan.
Ketemu!
Benar dugaannya jika Aruna menyimpan kuncinya di bawah kasur.
Klik
Kotak tersebut terbuka dan ternyata di dalamnya terdapat kotak hadiah lagi.
Di atas kotak berwarna biru tersebut tertulis For Baby Arkana Kalingga.
Viona mengerutkan keningnya heran siapa itu Arkana?
Pertanyaan nya terjawab begitu ia membuka kotak tersebut, ternyata sepasang sepatu bayi berwarna biru malam yang begitu cantik ada di dalam nya.
Selain sepatu ia juga menemukan kartu ucapan di sana.
Happy birthday yang ke 1 bayi kecil ibu!
Air mata Viona kembali mengalir bahkan Aruna sudah memberikan bayinya kado dan sebuah nama sebelum bayinya lahir, kotak itu sedikit berdebu sudah di pastikan jika Aruna menyiapkannya lama mungkin beberapa hari sebelum ia menemukan Aruna bersembunyi di panti ini dulu.
"Dasar konyol." Isak Viona tidak bisa tertahan.
TBC ......
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!