Hawa dan Marsha yang baru saja kembali dari kantin menghampiri Milka yang baru saja dihukum lari sepuluh kali keliling lapangan dikarenakan ia terlibat perkelahian dengan kakak kelas. “Nggak apa-apa, Mil?” Tanya Marsha sembari ikut duduk di samping tubuh Milka yang tengah berteduh di bawah rindangnya pohon.
Milka dengan nafasnya yang saling memburu berusaha menstabilkan omongannya untuk menyahuti pertanyaan itu,“Gila kali gue nggak apa-apa, capek banget nih” Ucapnya setengah sewot sebab dilempari pertanyaan tersebut. Jelas-jelas keringatnya cukup membasahi seragamnya masih harus ditanya seperti itu.
Hawa tertawa kecil, ia dan Marsha sudah biasa melihat Milka dihukum seperti ini seminggu paling tidak tiga kali Milka akan berhadapan dengan hukuman sebab ulah gadis itu sendiri, “Minum dulu ini” Hawa menyodorkan air mineral pada Milka yang masih terlihat kelelahan.
Marsha dan Hawa menatap lekat kepada Milka yang meneguk setengah dari isi botol tersebut. Milka benar-benar perempuan yang melakukan segala sesuatu dengan kehendaknya sendiri tanpa memikirkan batasan-batasan tertentu kecuali resikonya besar.
Hawa menghembuskan nafasnya pelan, “Ya lagian lo ngapain sih pake nyari masalah kek begitu sama Arsen” Tuturnya sedikit gemas dengan kelakuan Milka.
Milka menutup mulut botol itu lalu menatap tajam ke arah depan. “Gue nggak nyari masalah sama dia” Sewot Milka. Terbersit kebencian di mata Milka kala mendengar nama lelaki itu.
Marsha memperbaiki helai rambut Milka yang basah akibat keringat dengan penuh kelembutan,“Terus? Buktinya lo dihukum sama dia, adu mulut lagi kan lo?” Tuturnya.
“Ya dia aja yang ikut campur sama urusan gue”
Milka suka heran sendiri dengan kelakuan ketos yang satu itu. Jelas-jelas yang membuat masalah adalah Bisma yang terlalu mata keranjang saat melihat perempuan. Malah ia yang dihukum keliling lapangan sebab menghantam lelaki itu.
“Namanya juga OSIS Mil. Lagi pula lo nonjok Kak Bisma bukan hal yang benar juga” Tutur Hawa.
Milka menggelengkan kepalanya sembari terus mencoba menstabilkan deru nafasnya. “Capek banget gue asli” Hawa dan Marsha saling mengibaskan tangan mereka ke arah Milka berharap angin yang dihasilkan cukup menyejukkan Milka.
Sedangkan itu seorang pria dengan perawakan tinggi dan postur tubuh atletis tersenyum menatap ke arah tiga perempuan itu. Dengan paper bag yang ia gantungkan di tangannya ia mendekat ke arah mereka.
“Milka” Suara lelaki yang memanggil nama Milka membuat tiga gadis yang ada di bawah rindangnya pohon menoleh ke arah yang sama. Mereka menemukan Noa tengah melangkah mendekati mereka dengan senyum manis yang terukir di wajahnya.
“Kenapa?” Tanya Milka tanpa mengubah posisinya, menatap pada tubuh Noa yang menjulang tinggi di hadapannya.
Noa menyodorkan paper bag di tangannya, “Buat lo. Belum makan kan?”
Milka menerima paper bag itu dengan senang hati, ia melihat ada kotak bekal yang berisikan makanan yang pastinya Noa masak sendiri, “Tahu aja lo, makasih ya Noa. Saranghae” Milka lekas-lekas membentuk hati dengan kedua tangannya hingga Marsha dan Hawa tanpa disengaja hampir mencium ketiak Milka jika mereka tak segera menjaga jarak.
Noa tertawa kecil melihat kelakuan Milka, ia mengacak-acak rambut gadis itu gemas, “Lebay, gue ke kelas dulu ya. Jangan lupa dimakan. Duluan ya Marsha, Hawa” Noa pamit undur diri pada Milka dan juga pada dua gadis lain yang sedari tadi hanya menyimak pembicaraan singkat mereka.
“Siap bos” Milka kesenangan sendiri mendapatkan makanan gratis di siang hari oleh seorang Noa yang memang berteman baik dengannya.
Hawa memperhatikan bekal yang dibawakan kakak kelas itu pada Milka yang tiap hari berbeda menunya. “Kak Noa suka gak sih sama lo Mil?” Tutur Marsha sekedar basa-basi.
“Emang siapa yang gak suka sama gue coba?” Menjawab dengan asal.
“Cuih pede”
Marha menggelengkan kepalanya ia lalu mengeluarkan ponselnya, “Selfie dulu gak sih?” Baginya, apapun kondisi yang dihadapi update sosmed nomor satu.
“Diposting gak dulu?” Tutur Hawa yang agak malas untuk berpose saat ini.
“Ya iyalah”
“Tag gue ya” Request Milka.
“Aman”
“Bentar-bentar gue bagusin rambut gue dulu” Milka melepas kuncirannya lalu mencepol rambutnya dengan rapi agar terlihat bagus di foto.
Di bawah rindangnya pohon itu, mereka bertiga terlihat begitu gembira. Milka yang baru saja selesai dihukum merasa begitu bersyukur berteman dengan Hawa dan Marsha yang tak peduli perbedaan kasta mereka. Milka rasa ia kembali mendapatkan teman yang tulus, setelah Noa.
. . .
Noa memasuki ruang OSIS yang dimana Arsen berada untuk memeriksa beberapa hal yang harus dirapatkan nanti sore mengenai class meeting. Noa menatap pada Arsen yang menyandarkan kepalanya di dinding ruang itu sembari memejamkan matanya, kelihatannya moodnya sedang tak baik. “Ada apa sih Sen? Suntuk banget kelihatannya lo” Tegur Noa sembari menarik bangku ke dekat Arsen.
“Pelatih gue. Benar-benar deh, gak bisa gitu gue fokus dulu ke masalah organisasi gue?” Mengeluh, ia sedang pusing dengan urusan sekolah harus ditambah lagi kehidupan trainee nya selama dua tahun terakhir ini.
“Sabar Arsen, lo sudah sejauh ini gak mungkin lo gagal” Noa menenangkan Arsen yang terlihat suntuk itu. Walau hanya dengan kata-kata tapi Noa harap itu akan membantu walaupun hanya sedikit.
Arsen menghembuskan nafasnya panjang, ia lalu membuka matanya dan menatap ke arah depan dengan sorot mata kelelahan, “Kalau gue gagal gimana? Kalau gue gak debut gimana? Gue udah banyak ngebuang waktu main gue” Tuturnya pelan. Ia juga memiliki kekhawatiran tentang masa depannya.
Noa tak tahu lagi harus menjawab apa, perhatiannya tertarik pada seutas gelang yang tergeletak begitu saja di atas meja. Ia mengambilnya dan memperhatikannya, sepertinya ia familiar dengan benda itu. “Punya siapa Sen?”
“Milka” Menjawab singkat.
Noa berdecak sekali, bingung kenapa selalu saja ia mendapati kabar tentang Arsen dan Milka yang tak jauh-jauh dari perkelahian satu sama lain, “Bahkan yang beginian lo ambil? Yang benar aja lo ah” Tak habis pikir.
“Gimana gak makin ribut lo pada kalau ada aja yang dijadiin masalah” Sambungnya kemudian.
Arsen menatap tajam Noa yang baru saja terdengar seperti membela Milka, si pembuat onar, “Ngedukung dia lo?”
“Ya kalian kan sama-sama teman gue, jadi wajarlah gue mau kalian akrab”
“Gak sudi gue” Arsen lalu menegakkan kembali tubuhnya. Merinding sendiri kala membayangkan bagaimana jika ia akrab dengan perempuan itu.
“Si paling” Noa lalu mengeluarkan ponselnya dan berseluncuran di sosial media. Tak memperdulikan Arsen yang lebih memilih memainkan game.
“Secantik ini lho Sen, gak mau lo?” Noa menunjukkan status Marsha pada Arsen yang menunjukkan foto selfie tiga gadis itu. Tak hanya Milka, Marsha dan juga Hawa juga tak kalah cantiknya.
“Secantik ini lho Sen, gak mau lo?” Noa menunjukkan status Marsha pada Arsen yang menunjukkan foto selfie tiga gadis itu. Tak hanya Milka, Marsha dan juga Hawa juga tak kalah cantiknya.
Hawa dengan poni yang menutupi dahinya juga wajahnya yang terkesan imut dengan pipi bulat berisi sering menjadi sorotan di kelasnya sebab sifatnya yang friendly dan juga murah senyum.
Marsha sendiri adalah gadis dengan tingkat popularitas tertinggi diantara mereka bertiga, sebab latar belakangnya yang cukup disegani. Wajahnya juga yang selalu dirawat juga matanya yang seperti mata kucing itu memberikan ciri khas tersendiri baginya.
Sedangkan Milka adalah perempuan yang kebalikkannya di antara mereka berdua, wajahnya terawat dengan beberapa brand skincare dengan harga terjangkau. Wajahnya sering kali bare face walau sebenarnya ia bisa make up. Ia tak feminim tapi juga tak tomboy. Ia yang penting rapi dan wangi ke sekolah itu sudah cukup baginya.
“Buat lo aja. Gue gak minat buang-buang waktu gue buat macarin tuh cewek” Tanpa melihat status itu Arsen menyuruh Noa menjauhkan ponselnya sebab menghalangi permainan gamenya.
Noa berdecih, ia tahu benar bagaimana orang seperti Arsen itu. Tak sulit untuk menjumpai karakter yang sama sepertinya, “Hati-hati nelan ludah sendiri lho Sen” Noa memperingati. Maksudnya kan baik ingin mengakhiri masa single Arsen. “…biasanya yang saling benci itu malah besar kemungkinan buat jatuh cinta”
“Bodo” Telinga Arsen panas sendiri diceramahi omong kosong oleh Noa ia mematikan gamenya lalu meletakkan ponsel itu di atas meja lalu melangkah menuju dispenser berada lalu meneguk air untuk menyejukkan kerongkongannya.
Beberapa menit kemudian terdengar dering telepon dari ponsel Arsen, Noa memoerhatikannya, “Pelatih lo nih nelpon” Tutur Noa yang membuat Arsen menatap benda itu malas.
“Gak apa-apa kali ya kalau gak gue angkat” Ucapnya acuh tak acuh.
“Dihukum lagi lo, mau?”
“Gue lagi capek”
Noa diam sejenak, ia lalu mematikan ponselnya sendiri, “Memangnya harus banget jadi idol. Sen?” Terkadang Noa sedih melihat Arsen yang datang ke sekolah dengan wajah kelelahan dan tak jarang datang dengan panas di badannya sebab terlalu diporsir jadwal latihannya.
Padahal Arsen sendiri sudah menduduki posisi pertama trainee dengan kemampuan terbaik baik vocal, visual, maupun dance. Tapi pelatih terus menginginkan yang terbaik lagi dan lagi hingga Arsen muak sendiri.
Tapi rasa muaknya itu tak kalah besar dengan mimpinya hingga Arsen lebih memilih untuk bertahan. Setiap hari ia selalu meyakinkan diri jika semuanya baik-baik saja dan berusaha untuk tidak khawatir berlebih.
“Jadi idol gak boleh pacaran lho” Goda Noa, “Lo juga jomblo dari lahir, gak mau nyoba pacaran?”
Arsen menggeleng, “Gak berminat” Ia sendiri tahu jika Milka adalah perempuan yang akan direkomendasikan oleh Noa.
Tak lama kemudian pintu diketuk oleh seseorang, “Arsen, ini proposal dana class meeting” Dinda, seorang sekretaris OSIS menunjukkan proposal yang baru saja jadi pada Arsen seperti yang diminya Arsen.
“Taruh disitu” Menunjuk ke arah meja.
“Udah makan Sen?” Tanya Dinda dengan lembut. Niat hati ingin mengajak Arsen makan bersama di kantin.
“Udah”
Dinda tersenyum simpul mendengar jawaban singkat tersebut. “Gue bawa cemilan kebanyakan tuh di kelas mau gak?” Mencoba menawarkan kembali.
“Gak usah” Arsen melangkah untuk mengambil proposal itu dan membacanya cepat untuk melihat hasil akhir dari pendanaan tersebut. “…gue gak ikut rapat nanti sore, Noa bakal gantiin gue” Tutur Arsen yang membuat Noa shock berat.
“Lha Sen apaan? Kok gue?” Tak terima. Noa rasanya ingin kabur dari tempat itu sekarang juga. Bisa-bisanya tanpa kompromi dulu Arsen main menunjuk dirinya untuk menggantikan posisi bicara di rapat nanti sore selepas pulang sekolah. Menyebalkan.
“Lo kan wakil gue. Gue mau latihan ntar” Ya, pada akhirnya Arsen tetap memilih proses berkarirnya menjadi seorang public figure walau ia sebenarnya sudah sangat muak.
“Nyesal gue disogok sama lo buat nyalonin diri”
Noa menyesali kebodohannya dulu yang setuju-setuju saja dengan tawaran Arsen untuk ikut dia mencalonkan diri menjadi anggota OSIS sebagai patner Arsen dengan iming-iming Arsen akan mentraktirnya makan selama dua minggu. Padahal ia juga mampu bayar sendiri.
“Derita lo” Ledek Arsen. Memiliki teman seperti Noa kadang menguntungkan bagi Arsen sebab laki-laki itu gampang dibujuk rayu asalkan ada imbalannya. Ya walaupun Noa sering menjodohkannya dengan beberapa perempuan yang akhirnya membuat Arsen tak jarang murka.
“Sialan lo emang” Noa menendang kaki Arsen tak begitu keras.
. . .
Milka keluar dari kamar mandi seusai membasuh wajahnya agar tak mengantuk di kelas lagi, “Heh miskin, sini lo” Milka diam sebentar ia tahu jika ia yang dipanggil, memangnya siapa lagi jika bukan dirinya?
“Apaan lagi sih tuh orang? Berisik banget” Gerutu Milka. Ia lalu berbalik badan dan menatap dua kakak kelas perempuan yang menatap rendah padanya.“Kenapa?” Ketus.
Dua perempuan itu mendekat pada Milka yang enggan bergerak, satu dari mereka dengan make up tebal diwajahnya mendorong bahu Milka cukup keras. Sepertinya ia tengah kesal. “Lo tuh ya makin hari makin ngelunjak, udah gue bilang jauhin Noa gak dengar juga lo hah?” Ya dia adalah perempuan yang menyukai Noa. Terlebih tepatnya mantan pacar yang tak terima diputusi. Kalau tak salah ingat namanya ialah Cilla.
“Dih siapa lo ngatur ruang lingkup pertemanan gue?”
“Dibilangin juga” Temannya menyahut dengan kesal. Sella.
“Gue gak mau”
Cilla berdecih, ia lalu menyilangkan tangannya di depan dada. “Gue liat lo cuma mau manfaatin Noa doang, kalau gak gitu gak mungkin Noa ngasih lo bekal tiap hari” Mengutarakan semua kebenciannya kepada Milka seorang yang bahkan tak tersinggung dengan hal itu.
Milka tersenyum miring, “Kenapa? Iri? Gak terima lo Noa masak buat gue tiap hari?” Milka mengucapkan dengan nada merendahkannya. “Makanya kalau selingkuh itu lihat-lihat orangnya dan relasinya, nyesal kan lo Noa balik akrab sama gue lagi”
Marah, Cilla memelototkan matanya kepada Milka. “Lo ya” Tangannya sudah siap menjambak habis rambut Milka yang dicepol.
“Kenapa ini?” Dan beruntungnya Milka sebab guru datang sebelum ia diserang dan ia balas menyerang.
“Nggak apa-apa Pak” Tutur Sella.
“Nggik ipi-ipi pik” Gumam Milka mengejek, “Lo makan tuh nggak apa-apa lo” Berkata dengan lugas.
“Milka, kamu dipanggil ke ruang kepala sekolah” Tutur guru itu pada Milka.
Milka diam sejenak mendengar hal itu, ada apa lagi ini hingga ia dipanggil ke ruang keramat itu lagi dan lagi. Sepertinya kepala sekolah tak bosan melihat wajahnya hingga hampir setiap semester atau beberapa bulan sekali ia dipanggil memasuki tempat itu.
“Siap-siap di DO deh lo” Tutur Cilla setengah berbisik pada Milka sebelum meninggalkan tempat itu. Kepergian Milka baginya adalah hadiah terbaik.
Pasti SPP lagi kan?
Milka menginjakkan kakinya di rumah sederhananya, ia melepaskan sepatu hitamnya dan segera masuk tanpa perlu repot-repot memberi salam. Memangnya ada siapa di rumah selain dirinya? Hal seperti ini terlalu sering Milka rasakan hingga rasanya ia sudah bosan.
Gadis itu mengganti pakaiannya di kamar lalu membawa seragamnya menuju kamar mandi dan merendamnya dengan detergen. Lalu menuju dapur untuk meneguk segelas air putih, ia mengambil sebungkus mie instan dan sebutir telur ayam dan memasaknya.
Mengisi perutnya yang sudah keroncongan minta diisi ulang lagi. Mie instan dengan nasi putih adalah menu andalan Milka kala ia malas membuat lauk pauk dan saat tak ada bahan makanan sama sekali di dalam kulkasnya. Memang tak sehat tapi ia bisa apa?
Tak lama kemudian suara notifikasi berbunyi dari ponsel Milka. Ada pesan masuk dari Noa.
Noa : Jangan makan mie instan terus lo kalau di rumah
Me : Lambat gue udah habis sebungkus
Noa : Gak sehat Milka
Me : Tahu kok
Noa : Gue gofood-in nasi padang
Me : Baik banget
Noa : Sama-sama
"Gue pacarin juga lo lama-lama, No"
Setelah selesai makan, Milka menaruh mangkuknya di wastafel dan menyikat seragamnya lalu mengeringkannya. Ia tak mungkin membiarkan seragam sekolahnya lusuh begitu saja.
Beralih dari baju, ia lalu beralih membersihkan dapurnya yang sudah bernoda di sana-sini. Mencuci cucian piring yang sudah menumpuk sejak kemarin. Ia memang tak sering untuk bersih-bersih sebab ia bukanlah gadis yang rajin tapi ia juga bukan seorang pemalas akut.
Tiga puluh menit berlalu, tak lama kemudian Mas gofood sudah tiba dengan mengantar nasi padang yang sudah Milka pesankan untuknya. Sebagai tanda sudah diterima Milka mengirimkan selfie pada Noa. Ia sungguh bersyukur kenal dengan Noa yang begitu memperhatikannya.
"Udah pulang Kak?"
Milka menegur Mahen yang masuk ke dalam rumah usai pulang bekerja. Kakaknya bekerja sebagai karyawan kantor dengan gaji pas UMR. Ya memang cukup untuk mereka berdua tapi tak jarang mereka kesulitan karena mahalnya biaya primer maupun tersier.
Mahen tersenyum menjumpai adiknya, ia kemudian menatap pada bungkusan yang dipegang Milka, "Apa itu Mil?"
"Nasi padang dari Noa" Tunjuknya dengan semangat.
"Cowok lo itu?"
"Teman"
Mahen tertawa setengah meledek, "Yakin aja dah gue"
"Apa sih orang bener kok cuma temenan" Milka mencium aroma-aroma Mahen tak percaya dengannya.
"Iya Milka iya" Mahen mengistirahatkan tubuhnya di atas sofa rumah mereka. Tampaknya begitu kelelahan.
"Capek ya?" Tanya Milka.
"Namanya juga kerja, tapi syukuri aja"
Milka menggigit bibir bawahnya, merasa iba dengan Mahen yang harus menghidupi mereka berdua seorang diri. "Udah makan? Kalau belum ini buat lo aja" Menyodorkan makanan yang ia pegang.
Mahen membuka matanya lalu ia mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya, "Udah beli, taraa" Menunjukkan sebuah paket ayam dari salah satu tempat makan yang cukup ternama. Membuat Milka yang awalnya kasihan pada Mahen kini lebih memilih untuk mengasihani dirinya sendiri.
"Iih mau" Milka mengejar Mahen yang berjalan menuju dapur.
"Makan aja tuh nasi padang lo wlee" Ledek Mahen.
"Aaa Kak Mahen minta kulitnya"
. . .
Noa tengah bersantai di kamar Arsen. Tumben sekali jam delapan Arsen sudah ada di rumah, biasanya lelaki itu pulang dari gedung agensinya jam sepuluh lebih atau bahkan lelaki itu tak pulang dan memilih menginap di dorm yang telah disediakan.
"Gimana rasanya?" Tanya Noa pada Arsen yang membersihkan mainan bayi yang berserakan di lantai.
"Apaan?"
"Punya bayi di umur 16 tahun"
Arsen tertawa kecil, senyum manisnya terukir di wajah. "Cih pake ditanya lagi"
Noa tersenyum lalu ia ikut bermain dengan gadis kecil berusia hampir dua tahun itu, ikut menoel-noel pipinya yang gembul. "Lucu" Tutur Noa gemas, ingin rasanya ia menggigit pipi tersebut.
"Kayak gue" Sahut Arsen.
Noa memutar bola matanya malas mendengar sahutan itu, "Pede banget lo" Tegurnya lalu ia dengan hati-hati menggendong Carla si bayi kecil. "Pinjem ya"
"Lo kira barang apa" Arsen lalu mengambil botol susu milik Carla lalu mengulurkannya pada Noa, "Nih susunya, bawa sekalian"
Noa menyuruh Carla untuk memegang sendiri botol itu lalu mereka melangkah keluar kamar Arsen menuju ruang tengah agar lebih leluasa bermain. Arsen kemudian menghampiri ART mereka, "Bik, saya makan di luar. Gak usah masak buat saya ya" Pesannya.
"Baik Mas Arsen"
Arsen dengan kaos oblong putih dan celana pendek selutut balik untuk mengambil lunci motornya juga dompetnya, "Noa, gue mau ke luar beli popok dulu tolong jagain dia" Arsen berucap saat melihat Noa dan Carla yang asik bermain boneka.
"Aman sama gue mah" Noa menunjukkan jempolnya setuju pada Arsen. Bersama dia, Noa pastikan Carla merasa seperti tuan putri di sebuah kerajaan.
Beberapa menit kemudian Noa menguap, padahal ini baru jam setengah sembilan ia lalu menatap pada Carla yang juga mulai uring-uringan bermain sendiri. “Carla ngantuk gak? Mau diceritain dongeng gak?” Tawar Noa lalu ia menggendong anak kecil itu pergi menuju kamar Arsen.
Ya ia memang memperlakukan Carla seperti putri. Putri tidur.
. . .
Sepulang dari membeli popok untuk si bayi kecil, Arsen dibuat heran sebab tak menjumpai kemunculan Noa dan juga Carla. Ia menghela nafasnya lega kala melihat dua orang yang tengah ia cari tengah tertidur pulas di atas kasurnya.
Arsen meletakkan belanjaannya terlebih dulu di kamar Carla yang ada di samping kamarnya lalu kembali menghampiri dua orang itu. "Yaelah kayak punya bapak baru aja si Carla" Arsen menggelengkan kepalanya tak paham.
Detik berikutnya suara notifikasi dari ponsel Noa terdengar, Arsen mengambilnya dan membaca notifikasi itu.
"Sesuka itu ya Noa sama Milka? Dasar aneh"
Arsen mematikan ponsel itu lalu menatap pada Noa, lelaki yang setiap hari tak pernah absen memberikan kotak bekal kepada Milka. Noa baik, tapi yang Arsen tak begitu sukanya ia baik pada perempuan yang salah. Menurut Arsen.
Keesokan harinya, sekolah...
Pelajaran kimia baru saja selesai diterangkan, dan bel istirahat juga sudah berbunyi nyaring. Noa segera membereskan buku pelajarannya dan mengeluarkan kotak bekal dari dalam tasnya.
Hal itu tak luput dari perhatian Arsen, "Buat cewek lo lagi?" Tanya Arsen yang sebenarnya ia sudah tahu apa jawaban yang akan ia terima.
Mendapat pertanyaan itu dari Arsen membuatnya diam sebentar, "Gue gak punya cewek" Gumamnya, Noa belum berminta untuk dekat dengan perempuan lain. Kalau soal Milka, kedekatannya tidak bisa dikatakan jika mereka dekat untuk menjalin hubungan. "Milka bukan cewek gue. Kalau Milka cewek gue ngapain gue jodoh-jodohin sama lo" Tuturnya sambil tertawa kecil. Ada-ada saja pikiran Arsen itu.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!