NovelToon NovelToon

Pembalasan Sang Naga: Rise Of The Unbroken

Tragedi di Malam Hari

Saat itu, matahari sudah terbenam, dan gelap telah melanda desa. Faelan muda, yang masih berumur 11 tahun, bersembunyi di dalam kamar sambil memperhatikan ayah Roderick, yang merupakan penguasa desa, sedang memarahi Pak Tua Reg, ayah angkat Faelan, di ruang tamu tua mereka.

Pemilik panti asuhan yang bijak ini mencoba dengan lembut mempertahankan Faelan dari kemarahan ayah Roderick. Dia berbicara dengan suara tenang, “Tuan Blake, Faelan hanya anak kecil. Kumohon ampuni dia. Saya yang akan menghukumnnya nanti”

“ANAK KECIL KATAMU?!” hardik Fraderick Blake penuh marah, “Lihatlah apa yang telah dia perbuat pada Roderick-ku yang malang ini” kini ia memegangi pundak anaknya dengan tatapan penuh sedih.

Roderick terlihat compang-camping. Rambut klimis dan pakaian mewahnya telah berubah menjadi hitam dan gosong. Pedang perak yang diberikan ayahnya sebagai hadiah ulang tahun juga kini sudah patah menjadi dua.

“Tuan, kumohon. Saya akan mengganti kerugiannya” Reg bersujud dan memeluk kaki Frederick.

Dua pengawal Frederick terlihat langsung siaga dengan tombak yang siap dihunuskan kapan saja.

Frederick menendang Reg dengan cukup keras. “HAH??! Mengganti, katamu? HAHAHAHAHA”

Frederick mengangkat kerah baju Reg, “Pajak panti asuhan reotmu ini saja kau masih menunggak 10 tahun. Tubuh tua bangkamu itu juga tidak akan laku dijual di pasar budak. Lalu, dengan apa kau akan membayarnya?” Frederick lantas menghempaskan tubuh Reg lalu meludahinya.

Dari dalam kamar, Faelan mengintip melalui celah pintu kayu yang lapuk. Ia sampai bergetar saking marahnya. Ia menggigit bibirnya sampai berdarah. Tapi, ia harus menepati janjinya pada Reg. Ia tak boleh keluar, apapun yang terjadi.

Roderick tiba-tiba berteriak, “AYAH!! FAELAN ADALAH PENYIHIR!!. Aku melihatnya sendiri. Api yang membakarku berasal dari sihirnya!!!”

“APA??!!!” Frederick terbelalak. Secepat kilat ia berada dalam posisi siap tempur.

Dengan sigap, kedua pengawal keluarga Blake langsung menghunuskan tombaknya ke arah kamar  Faelan.

Reg tua dengan segenap tenaga berdiri dan menghalangi di depan pintu kamar.

Frederick mengeluarkan pedang besar yang selama ini bergantung di pinggangnya.

Frederick mendekat dengan wajah bengis, “Hei Tua Bangka Reg! Kalau hanya masalah hutangmu, itu adalah sesuatu yang bisa kutolerir. Ini adalah kasus besar. Kau tahu kan kepemilikan sihir di negeri ini ilegal?”

Bilah pedang Frederick tiba-tiba dikelilingi cahaya hitam yang pekat. “Kecuali beberapa bangsawan tertentu. Kalau semua orang boleh memiliki sihir, negeri ini akan jadi kacau” Frederick lalu tersenyum jahat. “Sekarang, minggirlah! Ada sesuatu yang ingin kupastikan”

Sekali lagi Reg tua bersujud dan memeluk kaki Frederick.

“Enyahlah!!” Frederick lagi-lagi menendang Reg.

Reg terhempas. Cepat-cepat ia kembali memeluk kaki Frederick. Memohon sambil menangis. “Kumohon. Dengarkan aku sekali saja. Kalau ini ayahmu, ia pasti akan mengerti. Faelan hanya anak kecil yang perlu dibimbing. Bukan kesalahannya kalau ia terlahir dengan sihir”

“MINGGIR KATAKU!!” Frederick kini terlihat sangat marah, “Jangan bawa-bawa mendiang ayahku!! Dia hanya

pria tua yang kolot. Pilihannya untuk tidak bergabung dengan aliansi hanya memperparah keadaan rakyat. Untuk itulah, aku melengserkannya. Aku bukanlah laki-laki konyol sepertinya. KAU MENGERTI ITU PAK TUA??!!!”

Frederick menendang Reg lagi. Sangat keras.

Reg sampai terpental jauh.

Kaki Frederick terlihat dialiri oleh cahaya hitam yang sama seperti yang mengelilingi bilah pedangnya.

Reg bangkit. Dengan terhuyung ia langsung berdiri di depan pintu kamar sambil merentangkan kedua tangannya.

“Kumohon! Ampunilah anakku! Aku berjanji ini tidak akan terulang lagi. Aku akan pergi jauh membawa Faelan. Frederick, kumohon!! Aku akan melakukan apapun asal kau membiarkannya hidup” Reg kini benar-benar memohon sepenuh hati.

“Hei! Bau tanah! Bukankah kau juga tahu? Menurut aturan yang berlaku, melindungi penyihir juga akan mendapat hukuman eksekusi di tempat” Frederick lalu berbalik badan.

“Heh. Menggunakan kedekatanmu dengan ayahku dulu. Tetap tidak akan merubah niatku”. Frederick memejamkan mata, ia seperti sedang tenggelam dalam simfoni saat suara wahyu ilahi sampai ke telinganya.

Kedua pengawal keluarga Blake lalu menancapkan tombak tajamnya ke dada Reg Tua.

Faelan yang sedari tadi mengintip di belakang pintu terbelalak kaget ketika dua mata tombak tajam menembus pintu itu, tepat di depan matanya. Darah segar mengalir dari ujung mata tombak.

“AYAAAH!!!!” teriak Faelan dari dalam kamar.

“Aha! Di sana kau rupanya, tikus kecil” Frederick lalu mengayunkan pedangnya.

Sebuah energi hitam melesat dengan cepat ke arah pintu kamar Faelan. Segenap udara dan debu yang berada pada jalur energi itu terlihat seperti tebelah.

Reg tua yang sudah sekarat ikut terpental masuk bersama serpihan kayu dari pintu kamar.

Faelan terdorong keras. Punggungnya berdebam menghantam dinding. Dengan posisi bersandar, Faelan kecil terkulai lemah dengan kesadaran yang hampir hilang.

Reg tua kini terbaring di paha Faelan.

Faelan mengusap dada Reg yang berlumuran darah. Faelan menatapi tangannya yang dipenuhi warna merah pekat yang terasa hangat dan berbau pesing.

Seluruh tubuh Faelan bergetar hebat. Ia tidak bisa mempercayai apa yang disaksikannya.

“Tenanglah, hama! Kau juga akan segera menyusulnya” ujar Frederick sambil tertawa. Ia sedang siap-siap melepaskan sihir.

“TIDAAAAAAKKKK!!!!”, bersama dengan teriakan frustasi Faelan, ledakan energi sihir yang begitu besar menghempaskan Frederick dan pengawalnya.

Tiba-tiba sebuah liontin sihir di dada Faelan menyala terang sekali.

Frederick bangkit lalu menatap ke arah liontin itu. Ia terbelalak. Segera setelah ia menyadarkan diri, ia mengajak Roderick dan pasukannya keluar dari panti asuhan itu.

Frederick memberikan perintah kepada puluhan pasukannya yang telah menunggu di halaman.

Seluruh pasukan itu lalu menembakkan ratusan panah api.

Dalam sekejap, panti asuhan itu pun terbakar hebat. Tiang penyangga dan atapnya mulai berjatuhan satu per satu menghujam tanah.

“Laporkan ini segera ke kerajaan pusat!” ucap Frederick kepada salah satu prajuritnya.

“Bukankah mereka tidak akan selamat dengan api sebesar ini?” ucap Roderick.

“Katakan pada Raja, ‘hari’ itu telah tiba. Seluruh aliansi Kerajaan Shadowvale harus segera mengetahuinya” Frederick tidak menghiraukan anaknya.

Prajurit itu meletakkan tangan kirinya di dada sambil menunduk memberi hormat. Ia lantas menunggangi kuda dan langsung melesat, pergi menjauh.

“Ayah?!! Mereka pasti sudah mati! Untuk apa ayah harus repot-repot melaporkannya?!” ujar Roderick dengan wajah kesal.

PLAKKK!!!

Frederick menampar anaknya dengan sangat keras. “Biar kuajarkan kau satu pelajaran penting. Seorang penyihir tidak akan mati semudah itu. Apalagi kalau ia adalah anak yang sudah diramalkan. Anak bodoh yang masih belum bisa membangkitkan sihirnya sepertimu tak akan mengerti itu. Kau hanya bisa memberikan masalah bagiku, dasar anak sampah!!”

Roderick memegangi pipinya sambil tertunduk menangis.

Beberapa saat kemudian..

Frederick sedang berdiri dengan gagah. Pedang besarnya ia tancapkan di depan puing-puing bangunan panti asuhan.

Panti asuhan itu telah rata dengan tanah. Beberapa bongkahan kayu besar masih terlihat menyala.

Aroma dari kayu yang terbakar serta seperti ada bau daging gosong, memenuhi udara yang terasa panas dan gersang.

Frederick memberikan perintah.

Beberapa prajurit berbondong-bondong masuk ke dalam puing-puing.

Beberapa saat kemudian, sang komandan datang melapor. “Maaf tuan. Kami hanya menemukan jasad

Pak Tua Reg. Tidak ada jasad anak laki-laki” ujarnya pada Frederick.

“Sialan! Kau yakin sudah mencarinya dengan benar?” balas Frederick.

“Iya, Tuan. Kami sudah lima kali melakukan pengecekan”

“Hahahaha” Frederick tiba-tiba tertawa. “Mana mungkin juga dia bisa mati semudah itu”.

Frederick lalu menyuruh pasukannya untuk berkumpul.

“Sisir seluruh hutan! Jangan berhenti sampai kalian menemukan anak itu!!” perintah Roderick kepada seluruh pasukannya.

Seluruh pasukan pun berpencar dan memasuki hutan yang gelap.

Nyala dari api puluhan obor terlihat menerangi jalan setapak yang menuju bagian hutan dalam.

“Pengawal! Antar anak ini kepada ibunya” Frederick menunjuk ke arah Roderick yang sedang menangis. “Kita akan melalui malam yang panjang. Bekerjalah dengan benar!!” sambungnya.

Frederick lalu mencabut pedangnya, menaiki kuda dan melesat menuju hutan.

Yatim Piatu Bernama Faelan

Frostwood dulunya adalah sebuah desa tenang yang terletak di pinggiran hutan yang mempesona bernama Darkwood Forest. Desa itu adalah salah satu dari sekian banyak desa yang terdapat di benua yang memukau nan warna-warni serta dipenuhi keajaiban mistis, di mana makhluk-makhluk agung berkeliaran dengan bebas, dan rahasia kuno bergema melalui dedaunan yang berdesir. Keindahan alam terlihat di setiap sudut, mulai dari cahaya yang berkilauan dari flora ajaib hingga air jernih yang mengalir melalui desa. Namun, semua itu berubah semenjak kekacauan yang terjadi akibat invasi aliansi Kerajaan Shadowvale.

Kerajaan Shadowvale telah membawa terror ke seluruh penjuru benua yang mengakibatkan berbagai ketegangan antar ras dan suku, bahkan antar manusia dan berbagai makhluk mitologi. Bahkan hutan Darkwood Forest yang dulu damai kini berubah menjadi mencekam dan berbahaya. Makhluk-makhluk mistis yang sebelumnya hidup berdampingan dengan manusia kini seolah memusuhi penduduk setempat. Sepeninggal Cedric Blake sebagai Kepala Desa Frostwood, jabatannya diteruskan oleh anaknya bernama Frederick Blake yang congkak. Ia memilih untuk masuk ke dalam aliansi Kerajaan Shadowvale yang hanya memberikan kemudahan bagi penguasa desa, namun tidak bagi penduduknya. Penduduk yang hidup dalam kemelaratan dipaksa untuk membayar pajak yang tinggi. Jika tidak, mereka akan dijual di pasar budak yang dikelola oleh Kerajaan pusat. Di tengah semua kekacauan itu, muncullah seorang anak bernama Faelan. Dia memiliki rambut cokelat kusam yang selalu terlihat kusut dan mata cokelat yang penuh dengan kecemasan. Setiap hari, Faelan mengenakan pakaian lusuh yang selalu terlihat tampak kecil di tubuhnya yang kurus.

Sejak masih bayi, Faelan ditemukan terlantar di depan pintu panti asuhan lokal. Bukan sebuah katedral yang menyambutnya, tetapi rumah sederhana ayah angkatnya bernama Reg, pemilik panti asuhan yang sangat penyayang. Di bawah sinar bulan perak yang menerangi Frostwood, Faelan yang masih bayi ditemukan sedang menangis sambil memeluk liontin serta secarik kertas yang bertuliskan 'Nama anak ini adalah Faelan'. Reg menyambut bayi bermata coklat itu dengan senang hati.

Setiap hari, Faelan dan ayah angkatnya, menjalani kehidupan sederhana mereka dengan tekun. Dalam kekurangan, mereka belajar untuk hidup dengan apa yang mereka miliki. Pagi-pagi buta, Faelan bersama Reg pergi ke pinggiran Darkwood Forest untuk mencari kayu bakar yang akan mereka gunakan untuk memanaskan rumah mereka. Mereka berjalan bersama melalui hutan yang penuh misteri, di bawah dedaunan yang tebal dan melewati sumber-sumber air yang mengalir dengan tenang. Meskipun mereka hidup dalam keterbatasan, Faelan adalah seorang anak yang berbakti dan selalu setia membantu ayah angkatnya dalam segala hal.

Di tengah desa yang sederhana ini, Faelan belajar banyak tentang nilai-nilai kehidupan, kerendahan hati, dan rasa syukur. Meskipun tidak pernah memiliki banyak harta, dia memiliki kekayaan dalam bentuk kebaikan hati dan tekad untuk menjadi pribadi yang baik. Mereka adalah dua jiwa yang saling mendukung, hidup dengan sederhana, tetapi penuh dengan cinta dan kebahagiaan.

Waktu terus berlalu di Frostwood, dan dengan usia yang semakin bertambah, Reg semakin lemah dan sering kali sakit-sakitan. Faelan yang semakin dewasa menyaksikan perubahan itu dengan hati yang berat. Ia tahu bahwa ia harus mulai belajar mandiri, termasuk pergi mencari kayu bakar sendirian. Meskipun khawatir akan ayah angkatnya, Faelan melanjutkan tugasnya dengan tekad yang kuat.

Namun, di saat-saat seperti inilah bully terhadap Faelan dimulai. Beberapa pemuda dari desa yang kurang berhati baik melihat kesempatan untuk menjatuhkannya. Mereka mengolok-oloknya karena harus melakukan pekerjaan yang seharusnya tidak menjadi beban seorang anak seumurannya. Terkadang, mereka bahkan berani menyergap Faelan ketika ia sedang sendirian di dalam hutan yang gelap, menelanjangi dan menghanyutkan kayu-kayunya ke sungai yang deras. Faelan kecil hanya bisa menangis. Ketua dari sekumpulan pembully itu bernama Roderick, anak dari Kepala Desa.

Roderick selalu menyombongkan diri dengan cerita bahwa ia adalah keturunan baron yang menguasai seni sihir pedang di keluarganya. Namun, kenyataannya, Roderick tidak memiliki kemampuan itu. Hanya dengan pedang sihir yang diberikan oleh ayahnya, Frederick, ia selalu berpura-pura sebagai seorang penyihir. Faelan, sayangnya, selalu menjadi sasaran Roderick. Faelan akan ditelanjangi dan dipegangi oleh anak buah Roderick. Setiap kali Roderick gagal, ia akan marah, menyalahkan Faelan, lalu menamparnya. Faelan terus menerus menerima penyiksaan fisik dan emosional seperti itu setiap hari di sela-sela mengumpulkan kayu bakar.

"Awas saja kalau kau melaporkan ini pada Reg tua yang sudah sekarat itu. Kalau kau berani melakukannya, akan kuiris wajah kumalmu itu" ujar Roderick.

Meskipun hati Faelan penuh dengan ketabahan, rasa sakit dari perkataan dan perlakuan kasar mereka tidak pernah begitu mudah untuk dihadapinya. Faelan pernah sekali mencoba melaporkan perilaku kejam Roderick pada ayah angkatnya. Dia berharap agar Reg bisa memberikan nasihat atau perlindungan. Namun, Reg hanya memohon agar Faelan bersabar dan tidak mempermasalahkannya lebih lanjut. Ia berbicara tentang pentingnya menjaga kedamaian di desa mereka dan berusaha menenangkan Faelan.

Lalu pada suatu sore. Saat itu sudah hampir petang. Di hutan gelap yang dikelilingi oleh pepohonan yang menjulang tinggi, Roderick dan gengnya mengepung Faelan. 3 Bulan abadi sudah mulai muncul menerangi suasana, menciptakan bayangan-bayangan menakutkan di antara pohon-pohon yang misterius. Roderick memegang pedang sihirnya dengan bangga, Ia berpura-pura sedang menahan sihir yang memancarkan cahaya biru samar.

"Sekarang saatnya untuk ujianmu lagi, Faelan," kata Roderick dengan nada merendahkan. "Kau pikir kau bisa menjadi penyihir sejati dengan kemampuanmu yang payah itu, hah?"

Roderick memberikan sebatang ranting kecil kepada Faelan.

Faelan, dengan mata penuh ketakutan, berdiri di antara Roderick dan temannya yang bersiap dengan ekspresi kejam. "Tolong, Roderick, aku tidak ingin melawanmu. Aku hanya ingin hidup dengan damai."

Roderick tertawa dengan nada penuh cemoohan. "Damai? Akulah yang seorang penyihir. Kamu bukan penyihir, Faelan. Kamu hanyalah sampah. Sekarang cepat lawan aku!"

Faelan tak mau melawan.

Roderick kesal. "Atau kau mau kalau aku bertarung dengan Si Tua Reg saja. Besok adalah ujian sihirku. Kalau aku tidak bisa mengeluarkan sihir, maka aku hanya perlu membuatnya seperti seolah aku mengeluarkan kekuatan sihirku"

Komplotan Roderick tertawa.

Faelan kini sadar, ternyata mereka membawa pemantik dan minyak Napalm yang sangat mudah terbakar. Faelan menatapnya dengan gemetar.

"Oh ayolah jangan cengeng begitu" ucap Roderick, "Kita ini teman, kan? Teman harus saling membantu. Aku juga tak akan membakarmu. Aku hanya perlu membakar sedikit rambut dan baju lusuhmu yang sudah kekecilan itu" sambungnya.

Faelan masih gemetar ketakutan.

Roderick dan kawanannya saling tatap dan mengangguk satu sama lain.

"Apakah sebaiknya aku minta tolong pada Si Reg Tua itu saja, ya?" ujar Roderick.

"JANGAN!" pekik Faelan, "Biar aku saja" sambungnya.

Mata Faelan bergetar. Seluruh tubuhnya berguncang. Sampai-sampai ia tidak menyadari liontin di dadanya kini mulai bereaksi.

Dalam keadaan panik, Faelan mengayunkan pedang sihirnya dengan canggung, mencoba menghalau serangan Roderick. Namun, Roderick dengan mudah menghindarinya, sambil mengejek, "Lihat, dia bahkan tidak bisa mengendalikan pedangnya sendiri. Hahaha"

Sekarang Roderick mulai menjalankan rencananya. Ia melumasi pedangnya dengan minyak Napalm dan membakarnya.

Kawanan Roderick lalu melumuri pakaian dan rambut Faelan dengan minyak yang sama.

"Nah! Sekarang mari kita mulai acara utamanya. Bersiaplah Faelan! Penyihir api yang agung akan memberikanmu kematian yang terhormat" ujar Roderick penuh bangga.

Faelan semakin takut.

Liontin di dada Faelan bergetar hebat.

Roderick mengayunkan pedang apinya.

Dengan putus asa Faelan mencoba menghalaunya dengan ranting kering di tangan kurusnya.

Lalu, seketika ranting kayu itu mengeluarkan api biru yang dahsyat.

Roderick terpental. Pedang yang ia pegang terbakar hebat dan patah.

Roderick berusaha mematikan api biru yang membakar sekujur tubuhnya.

Kemudian, tiba-tiba liontin milik Faelan mengeluarkan gelombang cahaya biru yang mementalkan minyak

Napalm yang ada di tubuh Faelan.

Gelombang itu juga ikut memadamkan api di pedang dan tubuh Roderick.

Roderick dan kawanannya lantas lari terbirit-birit, meninggalkan Faelan yang masih syok dan kebingungan dengan apa yang terjadi.

Sinar yang Membelah Langit

Api membakar seluruh bangunan panti asuhan yang terbuat dari kayu.

Faelan tak henti-hentinya menangis. Ia sedang memangku Reg yang sekarat.

“Fae” ucap Reg sambil mengerang kesakitan, “Waktuku tidak banyak. Pergilah! Setidaknya kau masih bisa selamat jika kau pergi sekarang!”

“Tidak ayah! Aku tidak akan meninggalkanmu!” Faelan menahan dada Reg yang terus saja mengeluarkan darah.

Ketika Reg batuk karena darah yang memenuhi tenggorokannya, lukanya semakin terbuka.

Darah segar Reg sampai terciprat ke wajah Faelan.

Faelan tampak semakin kuatir. Nafasnya tersengal.

Faelan menyobek baju lusuhnya. “Tidak! Tidak! Ayah tidak boleh mati! Ini tidak seburuk kelihatannya. Ini pasti akan sembuh. Aku hanya tinggal membawa ayah ke tabib. Sebentar lagi para prajurit itu pasti akan pergi. Ya! Mereka pasti mengira kita sudah mati sekarang. Untuk sementara akan kubalut dengan ini”. Faelan kini membalut luka Reg dengan sobekan bajunya.

“Fae!”

“Tenanglah, Ayah. Bertahanlah sedikit lebih lama lagi. Aku pasti akan menyelamatkanmu”

“Fae!”

Faelan menengok keluar dari kamarnya yang telah roboh oleh api. “Lihatlah, Ayah! Mereka sudah akan pergi. Tunggulah! Aku akan segera membawamu. Lalu setelah kau sudah sembuh kita akan memasak sayur lobak lagi. Tidak! Biar aku saja yang memasakkannya untukmu. Ayah mungkin tidak tahu, aku sebenarnya pandai me...”

“FAELAN!” Reg meninggikan suaranya untuk menyadarkan Faelan yang terus-terusan bergumam.

Faelan terhentak. Kini ia melihat dengan jelas wajah Reg yang mulai memucat. Sinar di matanya sudah hampir hilang.

“Dengarkan aku, anakku” Reg mengusap wajah Faelan. “Mereka tidak akan pergi. Setelah mereka tahu bahwa liontinmu adalah relik yang bisa mengancam kerajaan, mereka akan memastikanmu mati di sini. Bahkan ketika itu terjadi, mereka akan menusuk mayatmu berkali-kali untuk memastikan kau benar-benar sudah mati. Aku sudah dekat dengan ajalku. Satu-satunya yang bisa melindungi nasibmu sekarang adalah dirimu sendiri. Pergilah! Lalu hiduplah dengan layak!”

“Tidak ayah! Jangan berkata seperti itu! Aku tidak mau hidup sendiri. Aku takut, Ayah!” Faelan merengek tak berdaya.

“Maafkan ayah, Nak. Kau seharusnya mendapatkan keluarga yang lebih layak. Aku bisa membayangkan wajah tampanmu itu akan sangat cocok dengan pakaian mewah” Reg kini tersenyum. Terlihat jelas wajahnya yang sedang menahan sakit. “Kau sudah diberkahi dengan relik suci. Kau harus memastikan tak ada lagi anak di dunia ini yang kehilangan ayahnya sepertimu!”, dengan segenap nyawa yang masih tersisa, Reg menatapi anak angkatnya itu dengan mata penuh harapan yang tajam, “Faelan Zephyr! Pergilah!”

Reg lalu menghembuskan nafas terakhir.

Kata-kata Reg merasuk ke dalam sanubari Faelan.

Balok kayu yang berkobar berdebam jatuh di depan jasad Reg.

Faelan mengatur nafas. Ia harus menelan bulat-bulat rasa nyeri di hatinya. Ia harus segera mengonversi tragedi yang dialaminya menjadi motivasi.

Faelan mengusap air mata dengan tangannya. Segera pipinya menjadi merah karena bersimbah darah Reg.

“Selamat jalan, Ayah. Akan kupastikan aku akan memenuhi harapanmu!” Faelan lalu menerobos kobaran api, berlari menuju hutan Darkwood Forest yang berbahaya.

***

Faelan berlari menyusuri jalan setapak di tengah hutan Darkwood Forest yang gelap. Liontin di lehernya bersinar dan menarik tubuhnya, seolah sedang mengarahkannya menuju suatu tempat di balik kegelapan hutan yang pekat.

Lalu tiba-tiba sebuah energi sihir yang gelap melesat dari arah belakang.

Liontin itu menarik Faelan ke samping dengan sangat keras.

Faelan terhindar dari serangan fatal yang mengarah ke bagian belakang kepalanya.

Faelan sontak menghadap ke belakang.

Ada puluhan nyala obor yang mendekat dengan cepat.

Derap langkah kaki kuda dan teriakan ‘demi kerajaan Shadowvale’ memecah hutan yang dingin.

Faelan lantas memaksa kakinya untuk berlari sekencang mungkin.

Ada begitu banyak anak panah api yang melesat dari belakang.

Faelan yang dibantu liontin berhasil menghindari setiap anak panah yang menghujamnya.

Lalu sebuah ledakan energi sihir hitam yang besar membelah pepohonan tinggi di kedua sisi jalan setapak itu. Melesat dengan cepat ke arah tubuh ringkih Faelan.

Liontin itu mengeluarkan gelombang biru seperti perisai.

Perisai itu mampu menghalau sihir hitam. Tapi, tidak dengan tubuh Faelan.

Faelan terpental dan jatuh menghantam semak-semak yang telah berubah menjadi gersang.

“KAU TIDAK AKAN BISA KABUR KEMANA-MANA, TIKUS KECIL!” teriak Frederick dari belakang.

Faelan bangkit dengan sekuat tenaga, berusaha lari lagi.

Tapi, sebuah sihir hitam yang lebih besar dari sebelumnya kembali menghantamnya.

Lagi-lagi Faelan terpental.

Faelan bangkit lagi.

Sihir hitam itu seperti tidak memberikan jeda. Faelan dihantam tiga kali berturut-turut. Bahkan empat,

lima, enam, tujuh, dan entah berapa banyak lagi sihir hitam yang menghantamnya.

Faelan kini tertahan di lekukan tanah yang tampak semakin longsor ke dalam tiap kali sihir hitam itu menghantamnya.

Perisai sihir Faelan terlihat mulai retak.

“Hahaha. Lihatlah tikus kecil ini” Frederick turun dari kudanya.

Frederick lalu menancapkan pedang besarnya di tengah-tengah perisai sihir berwarna biru itu.

Pedang Frederdick menembus perisai Faelan.

Bilah pedangnya sampai menggores pipi Faelan.

Lalu energi hitam yang kuat meledak dari ujung pedang Frederick, membuat persisai Faelan hancur berkeping-keping.

Frederick tertawa jahat, “Hahahaha. Inikah anak yang katanya diramalkan itu?”

Fredrick menancapkan pedangnya di kaki Faelan dengan sangat kejam.

“Arrrrrrrgh!” Faelan berteriak kesakitan.

“Hei prajurit! Sepertinya raja Shadowvale terlalu melebih-lebihkan tentang ramalan itu!” teriak Frederick. Suaranya menggema dan menggetarkan pepohonan.

Para prajurit tertawa terbahak-bahak.

Frederick lalu menekan pedangnya semakin keras.

Lagi-lagi Faelan mengerang dan berteriak penuh frustasi.

Frederick mencabut pedangnya lalu menggenggam kerah baju Faelan. Dengan satu tangan, ia mengangkat tubuh Faelan tinggi-tinggi, seolah hanya seongkok kulit kayu kering yang ringan.

“Ramalan tentang seorang anak yang akan mengembalikan ketertiban dunia, hah?” Frederick tampak mencemooh.

Frederick lalu merenggut liontin biru itu, dan menancapkan pedangnya di perut Faelan hingga tembus ke belakang punggung.

Tubuh Faelan sekarang sudah lemas, ia setengah sadar. Bahkan untuk berteriak saja ia tak bisa.

Darah segar merembes mengaliri pedang dan tangan milik Frederick.

“Aku akan dikenal atas jasaku. Faelan! Legendamu akan berakhir bahkan ketika ceritanya belum dimulai. Dan kau tak akan bisa menguburkan bajingan tua Reg itu dengan layak. Sampaikan salamku padanya!” Frederick sedang siap-siap mendorong pedangnya ke atas untuk membelah tubuh Faelan yang malang.

Di sisa-sisa kesadaran, Faelan melihat liontinnya mengeluarkan cahaya biru yang amat terang, bercampur dengan kilatan hitam.

Cahaya itu melebar dengan sangat cepat lalu melesat ke atas langit malam yang gelap. Membentuk kilauan yang menyilaukan dan pusaran angin yang kuat. Awan-awan di sekelilingnya berputar hebat. Kini kumpulan awan itu dialiri oleh badai petir yang menyambar bumi. Faelan berada di tengah-tengah pusaran itu.

Frederick dan pasukannya terhempas hingga pingsan.

Di sisa akhir kesadarannya, Faelan melihat sesosok manusia dengan tudung biru gelap menyambar dan menggendongnya. Itu adalah perempuan cantik berkulit putih pucat. Ia seperti berbicara sesuatu. Tapi, Faelan yang sudah mulai hilang kesadaran tak bisa mendengar apa-apa. Sebelum Faelan benar-benar pingsan ia hanya bisa memperhatikan telinga perempuan yang menyembul ketika tudungnya diterpa badai, dan itu tidak terlihat seperti telinga seorang manusia.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!