Di sebuah rumah mewah yang berada di pinggiran kota Roma nampak sebuah keluarga tengah melakukan makan malam bersama yang dimpimpin oleh seorang pria berusia sekitar 60 tahunan yaitu Silvio Benzeti. Silvio adalah seorang politikus di Italia dan hendak mencalonkan diri sebagai perdana menteri melalui partai politik yang membawanya menuju karirnya yang cemerlang. Silvio tentu saja ingin supaya langkah politiknya menjadi perdana menteri bisa terlaksana dan oleh sebab itu maka Silvio membutuhkan dukungan orang-orang berpengaruh di negara ini supaya partai akan memilihnya sebagai kandidat tunggal dalam bursa pemilihan perdana menteri.
“Papa tidak akan basa-basi, Marlina saat ini karir politik Papa ada di tanganmu dan Papa mohon kamu mau menerima perjodohan dengan Giovani.”
Marlina Benzeti seorang wanita yang bekerja sebagai seorang reporter di sebuah televisi swasta di Italia selama ini ia menyembunyikan identitasnya sebagai anak dari seorang politikus terkenal se seantero Italia karena ia ingin menjalani hidupnya yang biasa saja namun belakangan ini saat papanya memintanya untuk datang ke acara makan malam bersama para pejabat partai politik maka terungkaplah semua sandiwaranya.
“Bukankah aku sudah mengatakan kalau aku tak ingin dijodohkan dengan pria itu?”
“Papa meminta ini karena langkah Papa akan mulus kalau mendapat dukungan dari keluarga Balzano, kamu tahu kan kalau Erik Balzano itu pengusaha kaya raya yang memiliki pengaruh besar dalam bisnis properti di negara ini dengan kamu dan Giovani menikah maka dukungan keluarga Balzano akan membuat posisi Papa aman dan dicalonkan sebagai calon perdana menteri tunggal dari partai.”
“Pa, aku tidak tertarik untuk membicarakan masalah pernikahan bernuansa politik seperti ini.”
“Benarkah? Apakah kamu tahu konsekuensi kalau kamu berani menolak permintaan Papa ini?”
“Apakah Papa akan membuangku dari keluarga ini? Silakan saja, lakukan itu.”
“Apakah kamu tidak tahu kalau Papa sudah tahu semua hal yang kamu coba sembunyikan dari Papa?”
“Aku tak mengerti apa maksud Papa.”
“Pria itu dalam bahaya kalau kamu tidak mau menuruti apa yang Papa inginkan, pikirkan itu baik-baik.”
****
Marlina begitu kesal dengan sikap papanya yang sangat ingin menjodohkannya dengan putra keluarga Balzano demi ambisi politiknya, Marlina tentu saja menolak itu semua namun ketika papanya tahu bahwa ia memiliki hubungan dengan seorang pria yang memang ia cintai maka membuatnya bimbang.
“Marlina, ini Mama buka pintunya.”
Marlina menghela napasnya dan membukakan pintu untuk sang mama, wanita yang menjadi mamanya itu masuk ke dalam ruangan dan memandang putrinya dengan tatapan yang Marlina sama sekali tidak suka.
“Apakah yang papamu katakan di meja makan tadi benar?”
“Maksud Mama?”
“Kamu menjalin hubungan dengan seorang pria yang levelnya di bawah kita?”
“Apakah sekarang Mama ingin juga ikut campur dalam masalah pribadiku?”
“Marlina, demi Tuhan aku tidak habis pikir denganmu.”
“Ma, bisakah Mama kali ini ada di pihakku? Aku membutuhkan Mama untuk membuat papa mengubah pikrannya.”
Namun mamanya menggelengkan kepalanya, ia mengatakan bahwa apa yang papanya katakan pada Marlina memang sudah merupakan keputusan yang tepat.
“Jadi Mama tak mau berada bersamaku?”
“Ini semua demi kehormatan keluarga kita, Marlina.”
Marlina nampak tak percaya dengan yang diucapkan oleh sang mama, ia tentu saja kecewa dengan keputusan mamanya yang malah mendukung permintaan sang papa untuk menjodohkannya dengan Giovani.
****
Silvio merancang pertemuan keluarga dengan keluarga Balzano yang tentu saja Marlina sebagai tokoh utama dalam skenario ini harus muncul, Marlina sudah mencari berbagai alasan namun Silvio tetap dapat membawa putrinya pergi menemui calon keluarga suaminya ini.
“Senang bertemu dengan anda Tuan Erik.”
“Senang juga bertemu dengan anda Tuan Silvio.”
Keluarga Erik Balzano tentu saja datang bersama dengan sang istri dan putranya yang akan dijodohkan oleh sang papa. Marlina sudah pernah bertemu dengan Giovani dan pria itu sama sekali bukan tipenya, pria itu diduga terlibat skandal korupsi besar bersama kroni keluarganya namun karena mereka dekat dengan orang berkuasa di pemerintahan maka keluarga ini bisa lolos dari jerat hukum.
“Dia putri anda, Tuan?” tanya Giovani.
“Iya, dia putri saya, Marlina, dia cantik bukan?” jawab Silvio.
“Iya, dia cantik sekali dan aku ingat pernah bertemu dengannya sekali, dia melontarkan pertanyaan tajam padaku saat terjadi pemberitaan mengenai skandal keluarga kami.”
“Karena aku tahu kamu bersalah namun karena kamu dan keluargamu memiliki uang dan kekuasaan maka bisa lolos dari jerat hukum.”
Silvio memelototi Marlina namun wanita itu sama sekali tak memedulikannya, ia muak dengan harus bersikap sopan pada pria tidak baik dan keluarganya yang juga sama-sama busuknya.
“Maafkan sikap putri saya, Tuan.”
****
Giovani mengajak Marlina keluar sebentar untuk bicara, tentu saja Marlina mau diajak oleh Giovani karena ini adalah peluangnya untuk meloloskan diri namun Giovani menahan tangannya dan mengatakan kalau mereka perlu bicara.
“Apa yang perlu kita bicarakan? Tak ada yang perlu kita bicarakan.”
“Tentu saja ada yang perlu kita bicarakan, kamu lupa mengenai agenda pernikahan yang sudah dirancang oleh keluarga kita?”
“Aku tak akan pernah mau menikah denganmu, kamu pria kotor dan menjijikan, kamu bisa bersikap baik-baik saja padahal kamu dan keluargamu itu melakukan korupsi besar-besaran.”
Giovani tersenyum mendengar ucapan Marlina barusan, pria itu mengatakan bahwa ia akan bersikap baik pada Marlina saat ini karena ia menghormati Silvio sebagai papa dari wanita ini.
“Kalau memang kamu tidak suka padaku maka batalkan saja perjodohan konyol ini, mudah kan?”
“Memang mudah seperti apa yang kamu katakan barusan akan tetapi pada kenyataannya tentu saja tidaklah semudah itu.”
“Apa maksudmu?”
“Papaku saat ini sedang membutuhkan dukungan politik karena perdana menteri saat ini ingin menyelidiki kasus korupsi keluargaku dan oleh sebab itu karena sebentar lagi pemilu maka bukankah jauh lebih baik kalau kami memberikan dukungan pada papamu maju sebagai perdana menteri supaya posisi kami aman?”
Marlina nampak geram dengan ucapan Giovani barusan namun pria itu mengatakan hal tersebut tanpa merasa bersalah sedikit pun.
****
Silvio tak memberikan pilihan pada Marlina dan mengatakan bahwa putrinya harus menikah dengan Giovani apa pun caranya, Marlina tak dapat melarikan diri juga karena paspornya ditahan, pria yang ia cintai pun juga sudah dalam keadaan bahaya karena orang suruhan Silvio sudah siap untuk menembak mati kekasihnya itu kalau Marlina menolak dijodohkan dengan putra keluarga Balzano itu.
“Jadi bagaimana Marlina? Kamu masih mau menolak permintaan Papamu ini?”
“Baiklah, aku akan melakukan seperti apa yang Papa minta namun izinkan aku menemuinya sekali saja dan menjelaskan semua ini.”
“Baiklah, undang dia datang ke rumah karena Papa juga ingin bicara dengannya.”
“Apa?”
Marlina nampak terkejut ketika mendengar permintaan sang papa yang ingin bertemu dengan kekasihnya, Marlina mencoba mencari alasan untuk papanya tidak bertemu dengan kekasihnya saat ini namun papanya masih saja mendesak supaya kekasihnya itu bisa datang ke rumah ini karena ia ingin bicara padanya.
“Sebenarnya apa yang ingin Papa lakukan padanya?”
“Apa maksudmu? Tentu saja Papa ingin berbincang dengannya, memangnya apalagi?”
Marlina tak dapat memercaya begitu saja apa yang papanya katakan, ia tahu betul karakter papanya, ia khawatir kalau mengundang pria itu ke sini justru malah berakhir menjadi mala petaka dan ia tak mau hal itu terjadi.
“Kamu tak perlu khawatir karena aku tak akan melakukan hal yang buruk padanya.”
Marlina nampak terkejut dengan apa yang papanya katakan barusan, Marlina pun tak memiliki pilihan yang lain selain menuruti apa yang papanya perintahkan barusan. Silvio nampak tersenyum puas karena akhirnya putrinya itu mau mendengarkan apa yang dikatakan olehnya. Marlina kemudian meraih ponselnya dan mencoba menghubungi pria itu, tidak lama kemudian akhirnya pria itu pun menjawab telepon dari Marlina.
“Halo Marlina?”
“Kamu sedang di mana sekarang?”
“Aku? Tentu saja sedang di rumah baru pulang bekerja, kenapa memangnya?”
“Bisakah kamu datang ke sini? Alamatnya akan aku kirimkan padamu.”
Setelah itu Marlina menutup sambungan telepon dan mengrimkan alamat rumah ini pada kekasihnya, Silvio nampak tersenyum melihat putrinya yang menghubungi pria itu. Marlina mengatakan bahwa papanya jangan sampai melakukan hal yang buruk pada pria itu.
“Papa sudah berjanji, sayang. Apakah kamu tak memercayai, Papa?”
Marlina menghembuskan napasnya kesal dan kemudian segera berlalu meninggalkan sang papa yang masih berdiri di tempatnya, tidak lama setelah Marlina pergi sang istri menghampiri Silvio dan bertanya apa yang sebenarnya dipikirkan oleh suaminya ini.
“Kamu akan lihat sendiri apa yang akan terjadi, Alexa.”
Setelah mengatakan itu Silvio langsung pergi meninggalkan istrinya yang masih penasaran apa yang akan dilakukan oleh suaminya itu pada pria yang dekat dengan Marlina.
****
Marlina menunggu dengan gelisah di teras rumah kedatangan kekasihnya itu, kemudian ponselnya berdering menandakan ada sebuah panggilan masuk, ketika Marlina melihat layar ponselnya tertera nama pria itu dan tanpa membuang waktu tentu saja Marlna langsung menjawab panggilan telepon tersebut.
“Kamu sudah di depan?”
“Iya, aku sudah di depan, satpam tak mengizinkanku masuk.”
“Tunggu sebentar, aku akan ke depan.”
Marlina kemudian pergi ke pintu depan untuk bicara pada satpam bahwa pria itu adalah tamunya, setelah satpam diberitahu oleh Marlina maka satpam pun mengizinkan pria ini untuk masuk ke dalam rumah.
“Rumah siapa ini, Marlina?”
“Kamu akan tahu nanti.”
Marlina membawa pria itu masuk ke dalam rumahnya dan mereka menuju meja makan yang mana Silvio dan sang istri sudah menunggu mereka, pria itu nampak terkejut melihat wajah Silvio yang selama ini hanya dilihatnya di layar televisi atau berita internet saja.
“Selamat datang Malek, silakan duduk.”
“Terima kasih Tuan.”
Pria bernama Malek itu dipersilakan duduk dan ia pun duduk di kursi bersebelahan dengan Marlina, Silvio nampak tersenyum dan kemudian ia meminta pria itu untuk makan hidangan yang tersedia di meja makan.
“Silakan nikmati hidangan makan malam ini.”
“Iya Tuan, terima kasih banyak.”
****
Malek tidak berani bertanya lebih banyak mengenai apa yang sebenarnya terjadi di sini walaupun sebenarnya ia penasaran sekali apa yang terjadi, kenapa Silvio ada di rumah ini dan hubungannya apa dengan Marlina.
“Apakah kamu tahu kenapa alasanku mengundangmu ke sini?”
“Tidak Tuan.”
“Kamu adalah kekasih putriku, bukan begitu?”
Malek terkejut ketika mendegar pertanyaan dari Silvio barusan, ia menatap Marlina meminta penjelasan pada wanita itu mengenai apa yang dikatakan oleh Silvio. Marlina tak bisa menjelaskan apa pun dan ia hanya menundukan kepalanya, Silvio mengatakan bahwa Marlina adalah putrinya bahkan ia memerlihatkan foto keluarga mereka yang ada di ruang makan ini.
“Lihat sendiri, foto itu?” tunjuk Silvio.
Malek memerhatikan foto keluarga itu dan memang benar ada Marlina di sana, ia tak menyangka bahwa selama ini Marlina tidak jujur mengenai identitasnya sebagai putri politikus terkenal se seantero Italia.
“Aku langsung masuk pada intinya saja, Malek aku tahu bahwa selama ini putriku tak jujur mengenai siapa dirinya yang sebenarnya dan ia sangat mencintaimu namun kamu tahu dalam dunia seperti kami, koneksi dan kekuasaan menjadi hal yang paling utama.”
“Papa!”
“Aku meminta Marlina untuk menikah dengan anak dari rekan kerjaku dan ia bersedia untuk menerima pernikahan itu.”
Malek nampak terkejut dengan ucapan Silvio barusan, ia meminta Marlina untuk jujur mengenai apakah yang dikatakan oleh Silvio barusan itu benar.
****
Marlina mengajak Malek bicara di halaman belakang rumah, Marlina mengatakan semuanya pada Malek bahwa semua yang dikatakan oleh papanya adalah benar. Ia meminta maaf pada pria ini karena ia harus mengambil keputusan ini, ia tak bisa melawan apa yang sudah menjadi ketetapan sang papa atau nyawa Malek menjadi taruhannya.
“Aku minta maaf dan aku harap kamu dapat mengerti mengenai hal ini.”
“Jadi semua harus berakhir seperti ini?”
“Aku minta maaf, semoga kamu mendapatkan orang lain yang dapat mencintaimu.”
Obrolan malam itu terasa begitu pedih dan menyakitkan karena keduanya saling mencintai namun pada akhirnya takdir berkata bahwa mereka tak dapat bersama selamanya seperti apa yang sudah pernah mereka impikan sebelumnya.
“Apa yang papamu katakan memang benar, kamu dan aku tidak setara.”
“Malek….”
“Aku dapat menerima keputusan ini, semoga kamu bahagia dengan pria itu.”
Setelah mengatakan itu Malek langsung pergi meninggalkan Marlina, tentu saja Marlina sedih sekali dengan perpisahan ini namun ia tak dapat melakukan apa pun.
“Maafkan aku, maafkan aku.”
Malek berpamitan pada Silvio dan ia berterima kasih karena sudah diundang makan malam di rumah ini, Silvio mengatakan bahwa ia akan membantu Malek mendapatkan pekerjaan kalau pria ini mau namun Malek menolak, ia mengatakan bahwa ia sudah cukup dengan pekerjaannya saat ini.
“Saya permisi dulu.”
****
Alexa masuk ke dalam kamar putrinya dan mendapati Marlina memandangi foto Malek di ponselnya dan tentu saja Alexa langsung menghapus foto itu dan membuat Marlina marah dengan tindakan mamanya ini.
“Apa yang sudah Mama lakukan ini?”
“Mama hanya melakukan apa yang seharusnya Mama lakukan, pria itu tidak setara dengan kita jadi biasakan dirimu untuk menjadi istri yang baik untuk Giovani kelak.”
Marlina hanya diam dan tak menanggapi apa yang dikatakan oleh mamanya, Alexa juga menghapus semua kontak dan sosial media Malek dari ponsel Marlina, ia mengatakan bahwa kalau sampai Marlina ketahuan mencoba menghubungi Malek lagi maka dirinya tak akan tinggal diam.
“Kamu tahu kan apa yang dapat Mama lakukan? Jadi bersikaplah menjadi gadis baik, paham?”
Marlina tak memiliki lagi kuasa atas kehidupannya karena sekarang ia disetir oleh sang papa demi memuluskan ambisi papanya menjadi perdana menteri. Marlina dipaksa keluar dari pekerjaannya yang sekarang dan kini Marlina tidak bekerja dan disuruh untuk fokus menghadapi pernikahan antara dirinya dan Giovani. Alexa begitu sangat bersemangat memilihkan gaun pengantin terbaik untuk putrinya kenakan saat hari pernikahan tiba.
“Hei, Marlina.”
“Iya, Ma?”
“Kamu sejak tadi mendengarkan apa yang Mama katakan atau tidak?”
Marlina terdiam mendengar pertanyaan dari sang mama barusan, Alexa nampak kesal sekali dengan ulah Marlina yang tak mendengarkannya sama sekali. Alexa kemudian menyuruh Marlina untuk mencoba semua gaun pengantin yang dipilihkan olehnya sementara Alexa akan melihat apakah gaun itu cocok dan pantas untuk dikenakan oleh Marlina atau tidak. Membutuhkan waktu sampai hampir 4 jam lamanya untuk Alexa merasa puas melihat gaun yang dikenakan oleh Marlina, kini setelah mereka selesai melihat-lihat baju pengantin yang cocok, Marlina meminta izin untuk pergi menemui Giovani.
“Kamu benar-benar akan bertemu dengan pria itu kan?”
“Untuk apa aku berdusta pada Mama?”
“Baiklah, Mama akan memercayaimu kali ini namun awas saja kalau kamu mencoba berdusta.”
Setelah itu Marlina pun berpisah dengan sang mama, ia pergi menuju tempat di mana ia dan Giovani sudah sepakat untuk janjian bertemu. Ketika Marlina tiba di sana, Giovani sudah menantinya dan pria itu nampak memasang ekspresi dingin ketika Marlina datang.
“Jadi kenapa mengajakku datang ke sini?”
“Aku memiliki sebuah permintaan padamu.”
“Permintaan apa?” tanya Giovani penasaran.
“Aku mau setelah kita menikah, kita tidak tinggal di Italia, bawa aku pergi ke Amerika saja.”
“Amerika? Untuk apa kita harus tinggal di Amerika? Kamu tahu kan bahwa perusahaan keluargaku ada di Italia dan bukannya Amerika?”
“Namun perusahaanmu memiliki anak cabang di Amerika kan? Bisa saja kamu membuat alasan supaya papamu bersedia kita pindah ke Amerika.”
“Apa tujuanmu menyuruh kita pergi ke Amerika setelah menikah? Apakah kamu ingin berselingkuh dengan pria lain?”
“Aku ingin kebebasan yang jauh dari campur tangan keluargaku, oleh sebab itu aku ingin pergi ke Amerika.”
****
Marlina tiba di rumah dan Alexa menyambutnya di sana, Marlina mengatakan bahwa ia memiliki bukti bahwa ia dan Giovani bertemu namun Alexa mengatakan bahwa ia tak memerlukan hal tersebut karena ia sudah mengetahui semuanya.
“Mama memata-mataiku?”
“Mama hanya ingin memastikan bahwa kamu tidak berdusta pada Mama, sayang.”
Marlina menghela napasnya panjang dan kemudian ia pun pergi ke kamarnya sementara Alexa pergi ke ruang perpustakaan dan menelpon sang suami, Alexa mengatakan bahwa rencana mereka sepertinya akan berhasil.
“Kamu tetap awasi dia, jangan sampai dia bermain mata dengan pria itu lagi.”
“Tentu saja sayang, aku akan menjaga dia baik-baik dan akan aku pastikan bahwa putri kita hanya akan menikah dengan Giovani.”
“Baguslah kalau begitu, aku percayakan Marlina padamu.”
Setelah itu Alexa menutup sambungan teleponnya, ia keluar dari ruangan perpustakaan dan menyuruh asisten rumah tangga menyiapkan makan malam karena sebentar lagi suaminya pasti akan pulang. Setelah semua hidangan selesai dibuat dan disajikan di meja makan, Alexa menyambut kepulangan suaminya.
“Selamat datang di rumah ini, sayangku.”
“Bagaimana tadi?”
“Kamu baru saja pulang ke rumah ini namun langsung penasaran dengan apa yang terjadi tadi.”
****
Sementara itu di rumah keluarga Balzano, Giovani baru saja pulang dari kantornya dan berjalan melintasi paviliun belakang rumah, ia mendengar seseorang tengah berbincang-bincang dan ketika ia menghampiri sumber suara nampak sang papa yang tengah sibuk dengan ponselnya. Erik nampak sedang membicarakan sesuatu yang membuat Giovani menjadi penasaran hingga pria itu pun mencuri dengar apa yang sang papa sedang bicarakan ini. Giovani terkejut ketika mendengar rencana sang papa yang mana saat itu papanya sudah selesai bercerita di telepon dan berbalik badan dan menemukan putranya tengah berdiri di sana memerhatikannya.
“Sejak kapan kamu berdiri di sana?”
“Itu tidak penting, apa yang baru saja Papa bicarakan di telepon?”
“Itu semua bukan urusanmu, urusanmu adalah nikahi wanita itu.”
“Tunggu dulu, Pa. Papa tidak serius kan untuk melakukan rencana itu?”
“Tentu saja Papa serius, apa yang Papa katakan di telepon itu adalah serius.”
“Tapi keluarga Benzeti akan menolong kita untuk keluar dari masalah yang dibuat oleh perdana menteri kurang ajar itu.”
“Silvio Benzeti, pria tua haus akan kekuasaan itu terlalu tamak hingga bisa dengan mudahnya aku kendalikan oleh sebab itu tidaklah sulit bagiku menyingkirkannya.”
“Lantas kalau tuan Silvio meninggal dunia, siapa yang akan menggantikannya? Apakah Papa berani menjamin penggantinya akan mau kita kendalikan?”
“Sudahlah Giovani, kamu tak perlu mengkhawatirkan hal itu, Papa sudah memikirkan segala kemungkinan yang akan terjadi tapi yang jelas selamanya keluarga ini tidak akan pernah tersentuh oleh hukum.”
****
Hari pernikahan antara Marlina dan Giovani sudah semakin dekat dan kali ini Marlina dan Giovani tengah mengukur baju untuk yang terakhir kalinya setelah kegiatan itu mereka pergi makan siang berdua dan kalau Marlina perhatikan dari raut wajah Giovani sepertinya pria ini agak gelisah dan menyembunyikan sesuatu darinya.
“Apa yang terjadi padamu?”
“Bukan apa-apa.”
“Bukan apa-apa? Apakah kamu ingin mengatakan bahwa pernikahan kita akan dibatalkan?”
“Tentu saja tidak, pernikahan akan terus berlangsung.”
Marlina nampak sedih saat tahu ia harus tetap menikah dengan pria ini, Giovani sendiri nampak bimbang apakah harus mengatakan ini pada Marlina atau tidak.
“Sebenarnya ada apa, sih? Sikapmu agak aneh kalau aku perhatikan.”
“Marlina, setelah menikah mungkin aku tidak dapat membawamu pergi ke Amerika dan tinggal di sana akan tetapi mungkin kamu bisa tinggal di Mesir.”
“Mesir?”
“Kamu bisa tinggal di sana, aku akan bicara dengan papaku kalau kamu memilih untuk tinggal di sana.”
“Lalu bagaimana denganmu?”
“Tentu saja aku akan tetap di Roma, akan tetapi aku akan mengunjungimu setiap satu hari dalam seminggu.”
****
Marlina dalam perjalanan pulang dan entah kenapa ia ingin sekali melajukan mobilnya menuju rumah di mana Malek tinggal, Malek tinggal di sebuah apartemen kecil di pinggir kota Roma, sebelumnya pria itu pernah mengajaknya datang ke apartemennya dan mereka sempat mengobrol mengenai masa depan mereka di tempat itu. Marlina sudah tiba di sana dan memarkirkan mobilnya, ia turun dari kendaraan itu dan berjalan masuk ke dalam apartemen itu menuju lantai 3 yang mana di sana Malek tinggal. Setelah sampai di lantai 3 dan di depan pintu tempat tinggal Malek, justru Marlina agak ragu untuk mengetuk pintunya.
“Apakah dia ada di dalam sekarang?”
“Apa yang kamu lakukan di sini?”
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!