Beberapa pria berkumpul di meja bundar besar di hadapan masing-masing duduk melingkar, berpakaian hitam-putih layaknya Mafia. Memang mafia, 8 pria itu adalah mafia terbesar di kota ini namun saat ini mereka sedang menjalankan sebuah misi jadi mereka tinggal di tempat yang tak di ketahui oleh siapapun. Layaknya seperti seorang pebisnis yang sedang meeting, membicarakan rencana ini itu agar mendapatkan hasil yang sukses.
Sama hal nya dengan mereka yang menyusun rencana untuk musuh mereka, sudah tidak heran mafia memang wajib punya musuh ntah itu lawannya sama-sama mafia atau orang biasa.
"Hey, di posisi seperti ini serasa bukan mafia melainkan perampokan" decih salah satu pria berambut pirang.
"Bukan perampokan, yang sudah jadi milik kita kenapa tidak? Aku bahkan bersemangat dalam misi ini, selain mendapatkan nya namun nyawa nya ada di genggaman ku" ujar salah satunya sambil menunjukan kepalan tangan.
"Hey Vino, kau memang benar. Sebenarnya aku tak menginginkan lembaran kertas-kertas itu yang aku inginkan adalah nyawanya, aku tak akan tertarik jika hanya berurusan dengan uang" Timbal pria berambut merah.
"Ya tapi kan lumayan, bisa dapet kedua nya" santai pria bertubuh kekar.
"Ya jika dia sudah menyiapkan uang, kalo tidak?"
"Dia tak bisa membayar? Tcih, seluruh nyawa keluarganya sudah tercatat di pisau ku"
"Aku sudah lama tak menggunakan pisau, hingga berkarat karena darah"
"Kau memang jorok, tak pernah membersihkan pisau mu setelah berlumur darah"
"Aku tak peduli, aku bisa membelinya lagi"
"Pisau mu sudah menumpuk di rumah..."
"Biarkan"
"Ayolah, jangan membuang waktu! Aku tak suka mengulur waktu hanya dengan masalah ini " ia berdiri dari duduknya
"Kau mau menagihnya sekarang?"
"Tentu saja, ini sudah lewat deadline" lalu ia pergi meninggalkan teman-teman mafia nya.
"Arion! Kau meninggalkan pistol mu" meninggikan suaranya.
"Bawakan saja" kemudian mereka pun mengikuti pria yang pergi mendahului.
Dari percakapan mereka di atas sudah pasti ada seseorang yang memiliki hutang pada mereka hingga saat ini belum di bayar sepersen pun, kali ini mereka akan menagihnya jika sampai tak di bayar tinggal bunuh saja.
Jika di tagih 3 kali sih oke-oke aja tapi mereka baru saja menagih satu kali ini tanpa memberitahu pada si penghutang, bagaimana jadinya dan tau bahwa dirinya akan di tagih tanpa di kabari? Mafia itu memang suka membuat orang mempunyai penyakit jantung secara mendadak, mereka tak suka basa-basi dan mendengar alasan ini-itu yang jelas urusan cepat selesai.
****
Seorang pria paruh baya duduk sambil menatap layar ponsel ntah apa yang dia lakukan yang jelas pikirannya tak sejalan dengan arah mata, pria itu sedang memikirkan sesuatu yang membuatnya terus-terusan tidak tenang.
Hutang, bagaimana cara melunasi hutang dengan jumlah 3 kali lipat? Ia terlalu banyak meminjam uang tanpa memikirkan kedepannya, tapi ia tak memakai untuk dirinya sendiri melainkan ia lakukan ini demi putrinya yang masih kuliah, ia tak bisa membiayai sekolah karena terlalu mahal. Ia ingin bahwa putrinya bisa kuliah di universitas agar cita-citanya tercapai, bekerja sebagai karyawan saja tak akan cukup untuk menyekolahkan apalagi membayar hutang.
Ia tak memberitahu kepada putrinya bahwa ia berhutang pada seseorang yang bukan main-main, ia tau resiko yang ia hadapi saat ini tapi demi sang putri kesayangannya mau bagaimana lagi?
Pria itu hanya tinggal bersama anaknya saja, sedangkan sang istri meninggal dunia karena mempunyai penyakit tumor saat putrinya masih umur 4 bulan. Sampai saat ini sang ayah membesarkan putrinya seorang diri, sungguh kasihan sekali.
Jam menunjukkan pukul 4, sebentar lagi putrinya pulang dari kuliahnya, saat ia tak sibuk, ia selalu menjemput putrinya.
"Sedang bersantai, Tuan Kevin?" Ucapan seseorang membuat pria paruh baya itu menoleh dan terkejut melihat beberapa pria masuk kedalam rumahnya.
"Tu–tuan Arion?" Terbata-bata, pria itu berjalan ke arah nya dan duduk di sofa tunggal menumpu kakinya.
"Seperti anda sedang banyak uang? " Senyum tipisnya
"Tu–tuan... Sa-saya..."
"Sekarang bayar hutang anda"
"Tuan, saat ini saya belum ada uang untuk membayar hutang"
"Jika tidak ada uang, kenapa anda malah bersantai?"
Pria paruh baya itu terdiam ia bukan untuk bersantai justru kebalikannya, dengan hutang sebanyak itu bagaimana bisa melunasi dalam hitungan minggu?
"Bukan kah saya sudah bilang sama anda? Anda harus selalu siap jika saya datang walau tak memberitahu anda?"
"Tu–tuan... Saya minta maaf–"
"Saya tak butuh ucapan maaf anda " memotong ucapan pria itu. "Yang saya butuhkan adalah pengembalian uang yang anda pinjam pada kami " sambung nya.
" Ta–tapi, saya benar-benar belum ada uang sama sekali, gaji saya juga masih 1 bulan lagi. Tolong Tuan, beri saya waktu untuk melunasi nya" mohon pria itu.
"Dan saya juga pernah bilang pada anda, bahwa saya tidak suka menambah waktu yang sudah di tetapkan. Ingat, jika tak bisa membayar hutang... Nyawa yang menjadi taruhan" setelah mendengar itu pria paruh baya itu gemetar, ia tak lupa dengan perjanjian yang sudah di tetapkan bersama para pria di hadapannya.
Saat ini pria paruh baya malang itu hanya bisa menunduk sudah tak ada cara lagi untuk mengembalikan semuanya pria-pria di hadapannya tak bisa di ajak secara baik-baik, yang ia tahu bahwa mereka adalah orang terkaya di kota ini jadi sudah di pastikan banyak orang yang meminjam uang pada mereka saat sedang di butuhkan bahkan hanya sekedar foya-foya.
Apa ini akhir hidupnya? Jika hutang tak di bayar maka nyawa akan melayang? Karena tak bisa melunasi dengan sekejap mata.
"Ayah... Aku pulang! Ayah, kenapa tak jemput Liana sih? Ayah tau tidak, tadi ada preman yang- " ucapan seorang gadis terpotong kala melihat beberapa pria di rumahnya, ya awal masuk tadi gadis itu mengomel kesal, setelah ia berjalan ke ruang tamu ia terdiam melihat pria itu.
Gadis itu berjalan perlahan sambil menatap para pria itu ada yang berdiri ada juga yang duduk di sofa layaknya seperti di rumah sendiri, gadis itu menatap sang ayah yang menatapnya sendu.
"Ayah, siapa mereka?" Tanya nya tanpa ragu menunjuk pria yang tak di kenali nya.
"Emm... Maaf ya sayang, ayah tak menjemput mu karena kedatangan tamu" senyum kaku sang ayah, gadis itu kembali melirik.
"Oh, ini alasan yang anda berikan waktu itu demi menyekolahkan putri kesayangan?" Tanya salah satu pria yang berdiri melipat keduanya, ayah si gadis itu mengangguk kecil sambil menunduk sedangkan putrinya tak mengerti maksud dari perkataan mereka.
"Kenapa kau tak bilang bahwa kau memiliki seorang gadis cantik" timbal yang lain.
Ntah apa yang akan di katakan oleh sang ayah pikirannya sudah kacau, apa mereka akan mengambil nyawa putri kesayangannya? Pikir sang ayah.
"Emm... Liana, kamu masuk lah ke kamar yah? Ayah ingin bicara sama mereka" ucap sang ayah, gadis itu mengangguk kaku, melirik sejenak lalu pergi meninggalkan mereka.
"Apa yang ingin kau bicarakan?"
"Maaf Tuan, saya tidak mau putri saya tau soal ini"
"Woah, berarti selama ini anda menyembunyikan rahasia besar ini pada putri anda?"
Sang ayah mengangguk, dan mendapat respect tak percaya dari pria itu namun terlihat miris.
"Sekarang kembali ke topik! Bagaimana cara anda membayar?" Tegas pria yang duduk menopang kaki di kursi tunggal itu.
"Saya tidak tau cara membayarnya jika secara mendadak..."
"Jadi? Maksudnya, anda menyalahkan saya?"
"Tidak Tuan, saat ini saya benar2 tak memiliki uang sepersen pun. Gaji 1 bulan yang lalu sudah saya berikan pada putri saya untuk keperluan kuliah nya" mohon nya.
Para pria itu menatap datar, memang ya menagih hutang itu sangat menyebalkan apalagi orang nya susah untuk bayar bisa-bisa akan terjadi perang adu mulut, jika yang menagih adalah ibu-ibu satu kampung akan tau permasalahan ini.
****
Seorang gadis baru saja mengganti pakaian biasa, rasa ingin tahu nya terhadap sang ayah dengan beberapa pria yang berpenampilan aneh itu membuatnya tak tenang, jadi ia memutuskan untuk kembali turun kebawah minimal menguping pembicaraan lah.
"Baiklah jika anda tak ingin membayar, it's oke. Tangkap dia!" Perintahnya, lalu 2 pria menahan patuh baya itu.
"Tu–tuan saya mohon..." Namun tak diubris oleh pria datar itu, sang gadis yang baru saja datang terkejut melihat sang ayah di tahan oleh pria-pria itu.
"AYAH!" Teriak gadis itu berlari kearah sang ayah.
"Lepasin ayah ku!" Gadis itu berusaha melepaskan cengkraman tangan kekar pria itu dari ayah nya, walaupun mustahil bisa lepas.
"Kenapa kalian menangkap ayah ku! Apa kesalahannya?!" Ucap gadis itu meninggikan suaranya pada pria yang tengah duduk santai.
"Apa kesalahannya? Ayahal kamu itu berhutang pada ku dengan total 200 Juta " Gadis itu terkejut membulatkan mata dan menatap sang ayah yang diam menunduk.
"A–apa?"
"Kau ini gadis lugu, ayah kamu baru saja mempertaruhkan nyawanya demi menguliahkan mu, berhutang sekian pada ku. Maksudnya bukan pada ku, melainkan kita semua. Jadi hal wajar jika kita menagih, bukan begitu Tuan Kevin?" Senyum pria itu.
Gadis itu menatap ayahnya dengan sendu ia tidak tahu awal mulanya bagaimana ia bisa kuliah dengan biaya yang besar. Ia tak tahu dari mana sang ayah mendapatkan uang untuk kuliahnya, waktu itu ia terlalu bersemangat tanpa tahu asal usul biaya tersebut.
Setahu gadis itu biaya kuliahnya adalah hasil dari ayah nya kerja dan itu sang ayah juga bicara begitu. Astaga jika gadis itu tau ia tak akan kuliah.
"Kenapa ayah tak bilang pada ku sebelumnya?!"
"Maafin ayah, Liana. Ayah hanya ingin kau bisa sukses agar tidak seperti ayah" mata sang ayah berkaca-kaca.
"Tapi tak seperti ini, ayah! Uang yang ayah pinjam lebih dari yang kita bayangkan!"
"Maafin ayah" sang ayah mengeluarkan cairan bening di matanya membasahi pipi yang sudah berkerut, gadis itu tak bisa membayangkan nya dengan nilai uang yang di pinjam ayahnya.
"Sekarang bagaimana kita cara bayar hutang ke mereka?!" Tanya Liana, sang ayah menggeleng kepalanya tanda menyerah.
Liana mengusap rambutnya kebelakang yang setengah menutupi matanya, sungguh ia sangat bingung, panik dan takut apalagi melihat sang ayah di pegangi kedua tangannya seperti ingin menangkapnya.
Tiba-tiba ia ke ingat sesuatu.
"Saya mohon, kalian tetap di sini jangan sakiti ayah! Saya akan kembali mengambil sesuatu!" Tunjuk Liana pada pria itu.
Dengan mengangkat alis sambil memanyunkan bibir menyetujui nya. Segeralah gadis itu berlari menuju kamarnya.
"Dia akan kabur?"
"Ah ntahlah, tunggu saja"
Liana kembali dengan membawa 2 benda seperti patung berbentuk hewan kucing, dengan nafas memburu Liana menghadap pria yang duduk di kursi itu. Pria itu tersenyum tipis melihat seorang gadis menatapnya dengan sinis, ntah apa kesalahannya hingga dia berani memberikan tatapan itu.
"Mungkin uang ini tak akan cukup melunasi hutang ayah ku, setidaknya ini bisa membayar sebagian"
" Hah? Maksudnya kau ingin menyicil? "
"Tentu saja! Uang 300 itu tak sedikit, jadi saya mau anda memberikan waktu untuk melunasi semua nya, jika anda bisa bersabar" ucap Liana, mereka berdecih bervariasi.
Kemudian pria itu berdiri dari sofa memasukan kedua tangannya ke dalam saku celana.
"Berapa uang yang kau punya?"
Gadis itu membanting 2 tabungan nya kelantai hingga pecah berkeping-keping, terlihat banyak lembaran kertas di lantai setelah tabungan di pecahkan.
"Liana, itu tabungan mu, Nak" Sang ayah menatap tak percaya.
" Aku tak peduli! Yang jelas uang ini bisa melunasi hutang kita pada mereka! " Tegas Liana.
Liana berjongkok memunguti lipatan-lipatan kertas di lantai. Pria itu tersenyum miring melihat gadis didepannya.
"Kau memang gadis berbakti pada sang Ayah, tapi... Memang benar uang itu tak akan cukup, lalu bagaimana kau akan melunasi nya? Apa kau bekerja? " Tanya pria itu.
Namun, slow respon Liana yang sedang sibuk memunguti uang tabungannya. Setelah terkumpul gadis itu berdiri memegang uang nya yang tak muat di tangan hingga di peluk.
"Saya memang tak kerja, tapi jika anda tergila-gila dengan uang ini saya akan lakukan apapun itu agar urusan penghutang dan penangih hutang bisa cepat selesai!" Ujar Liana yang sedikit menekan kata-katanya
"Liana, jaga bicaramu!" peringat sang Ayah, putrinya tidak tau bahwa orang yang di hadapinya bukan seperti penagih hutang yang biasa.
Pria itu tertawa kecil.
"Kau cukup berani juga. Baiklah. Emm... Ada satu cara untuk melunasi hutang Ayah tersayang mu"
"Apa itu?"
"Ikut dengan ku"
Gadis itu tak terkejut melainkan mengerutkan keningnya, sedangkan sang ayah membulatkan matanya ia tak mau jika putrinya kenapa-kenapa.
"Apa?" Liana.
"Iya, jika kau mau masalah ini selesai... Kau harus ikut dengan ku. Jika kau mau, kita akan melupakan ini anggap saja hutang kalian lunas" senyum evilnya.
"Tidak, saya mohon. Bawa saja saya jangan putri saya, Tuan." Mohon sang ayah.
Liana menoleh pada sang ayah yang menangis dari tadi walaupun tak bersuara. Ia sebenarnya tak mau ikut namun setelah melihat Ayah nya yang menangis dan di tahan membuatnya kembali ragu, jika ia ikut hutang akan lunas dan Ayah akan bebas, pikir Liana.
Liana kembali menoleh pada pria di hadapannya.
"Jika saya ikut, anda akan melepaskan Ayah ku? Dan hutang Ayah juga lunas? Dan tak mengganggu Ayah ku?"
Pria itu mengangguk "Tentu, anggap saja seperti tak saling mengenal"
"Liana, jangan begitu!"
"Maaf Ayah, Ayah sudah berkorban untuk ku demi aku bisa kuliah hingga berhutang uang pada dia (melirik sinis), mungkin saat nya aku yang melakukan pengorbanan buat Ayah"
"Ayah tau! Tapi bukan begini caranya! Biar ayah saja yang menebusnya!" Sang ayah meninggalkan suaranya. Liana kembali menatap pria di hadapannya.
"Jika misalkan anda membawa Ayah saya, apa kalian akan memenjarakan nya?"
"Memenjarakan? Tcih, terlalu ringan. Siapapun yang tak membayar hutangnya pada ku, akan aku lenyap kan!" Pria itu mengeluarkan benda yaitu senjata api di balik jaket hitamnya.
Baru lah Liana membulatkan matanya melihat benda yang di pegang pria itu apalagi menodongkan ke sang ayahnya.
"Ti–tidak! Saya mohon, jangan!" Tangis Liana memegang pistol pria itu.
"Jadi? Bagaimana?" Tanya pria itu meminta kepastian.
Liana menatap sang ayah dengan air mata yang bercucuran mana mungkin ia akan membiarkan orangtua satu-satunya pergi lagi? Sudah cukup kehilangan seorang ibu tidak mungkin lagi akan kehilangan sang Ayah, hidup bukannya membutuhkan pengorbanan apalagi kepada orang tua?
Gadis itu menunduk sejenak kemudian menghapus air matanya.
"Iya! Saya akan ikut! Tapi tolong lepasin ayah ku!" Tegas Liana.
Pria itu mengangguk menyuruh temannya melepaskan pria yang merupakan ayah dari gadis di hadapannya.
"Pilihan yang tepat"
Sang ayah menghampiri putrinya "Liana!"
"Maaf ayah, Liana gak mau sampai kehilangan orang yang aku sayang kedua kalinya, sudah cukup sakit kehilangan ibu..."
"Tapi ini sama saja! Ayah yang kehilangan kamu!"
"Enggak kok, Liana akan baik-baik saja, tak akan terjadi sesuatu kok" Senyum Liana mengusap air mata sang ayah.
"Enggak! Ayah gak setuju. Tuan, kalo begitu tolong bawa saya juga! Saya tak mau berpisah dengan putri saya"
"Ayah...!"
"Emm... Bagaimana yah?" Ucap pria itu pura-pura berfikir.
"Enggak! Ayah tak boleh ikut, ayah disini saja yah? Liana mohon..."
"Apa kau tak sayang sama Ayah mu?!"
"Bukan begitu, Liana sayanggggg banget sama Ayah. Itu sebabnya Liana melakukan ini demi Ayah"
"Enggak! Ayah gak setuju!" Sang Ayah & putri pun berdebat hingga membuat pria berwajah tegas itu kesal.
"DIAM LAH!!" Bentak pria itu membuat 2 orang di hadapan nya terdiam dengan bersamaan menoleh.
"Saya tak memiliki banyak waktu!" Dengan paksa pria itu menarik tangan Liana.
"Tuan, Tuan saya mohon, jangan bawa putri saya! Bawa saja saya, Tuan... Tuan..." Cegah sang Ayah menghadang jalan pria yang membawa putrinya. Dengan kasar pria itu mendorong nya hingga Ayah Liana terjatuh.
"AYAH!" Teriak histeris Liana, dengan langkah cepat pria itu menarik paksa walaupun gadis yang ia tarik memberontak.
"Lepasin! Ayah ku terjatuh gara-gara anda! Ayah! Ayah!..."
"DIAM!" Bentak pria itu sambil menodongkan pistol di kening Liana, gadis itu langsung terdiam. Gemetar dan ketakutan setengah mati yang berusaha diam tak menangis.
"Jika kau bersuara, aku akan menancapkan peluru ku pada otak mu!" Menatap tajam, lalu dengan paksa memasukkan Liana kedalam mobil dan diikuti oleh yang lain, mafia itu membawa 2 mobil. Kedua mobil itu bergerak menjauhi kediaman Liana dan Ayahnya.
"LIANA! LIANA!... Saya mohon kembalikan putri saya! " Tangis sang ayah menatap 2 mobil yang sudah pergi jauh, pria itu terjatuh ke tanah sambil menangis.
****
Sesampainya di sebuah Mension pria itu kembali menarik Liana masuk kedalam, tapi kali ini gadis itu tak memberontak karena takut ancaman tadi melihat pistol saja jantung nya berdetak kencang hingga membuat dadanya sakit.
Ia membawa Liana menaiki tangga tak membutuhkan waktu lama keduanya sampai di sebuah kamar, pria itu memasukan Liana kedalam kamar.
"Denger, jika kau ingin Ayah mu selamat. Jangan pernah mencoba kabur dari sini, paham!" Tegas nya.
Gadis itu menunduk menangis tanpa suara, pria itu pun kembali menutup pintu kamar tak lupa menguncinya.
Mungkin inilah ia akan berpisah selamanya dengan sang ayah, tapi setidaknya ayahnya baik-baik saja selama ia tak kabur dari sini. Liana langsung terduduk dilantai menangis sejadinya tak peduli jika mereka mendengar suaranya.
Pria yang membawa Liana tadi turun kebawah sambil melepas jaket yang dikenakan nya.
"Arion, apa yang akan kau lakukan pada gadis itu?" Tanya salah satu pria.
Pria yang membawa Liana tadi turun kebawah sambil melepas jaket yang dikenakan nya.
"Arion, apa yang akan kau lakukan pada gadis itu?" Tanya salah satu pria
"Kita bicarakan itu nanti, persiapkan nanti malam. Kita akan pergi ke tempat pelelangan" mereka pun hanya menurut saja.
****
18:10
Para mafia itu berkumpul di ruang tengah dengan stelan pakaian rapih dalaman baju putih, jas hitam, dasi hitam, celana hitam dan sepatu hitam mengkilap bahkan ada yang memadu seperti jubah hitam panjang, terlihat Dark sekali.
"Hmm, Menurut ku lumayan juga"
"Jadi, gadis itu juga akan pergi ke tempat pelelangan?"
"Yah"
"Terserah kau saja"
Setelah mendapat persetujuan dari yang lain, salah satu dari mereka pun bangkit dari duduknya berjalan meninggalkan mereka.
Ya, mereka baru saja membicarakan Liana gadis yang masih di tahan di ruangan, mereka sepakat tak akan membunuh gadis itu melainkan menjadikan seorang gadis kesayangan mereka. Ah ntahlah ini tidak masuk akal tapi yang jelas dari awal mereka bertemu dengan Liana membuat mereka terpikat, Liana mempunyai paras cantik, soft jika di pandang, namun ya sedikit lugu dan seperti nya keras kepala.
Dengan cara apapun, mereka harus mendapatkan hati nya Liana sebelum ke inti. Dalam sebenarnya mereka tak suka yang namanya menunggu bisa saja mereka melakukan apapun demi mendapatkan yang mereka mau tapi mau bagaimana lagi, Liana belum mengenal mereka sudah pasti akan ada tolakan mentah-mentah jika tak di lembuti dahulu.
Di mana harga diri mereka jika seorang wanita/gadis menolak mereka? Sejauh ini tak ada siapapun yang menolaknya, tapi ntah kenapa mereka malah ragu dengan Liana jika melihat dari ekspresi sang gadis sangat berbeda dari wanita yang pernah mereka temui, suka saja tidak apalagi kagum.
Pria itu membuka pintu kamar terlihat seorang gadis duduk di lantai bersandar di ranjang kasur besar, tentu saja itu Liana. Sadar jika ada seseorang yang masuk gadis itu sedikit mendongak, pria berambut Silver-putih dengan potongan undercut, tinggi, tatapan datar dan sangat tampan.
Gadis itu menunduk sambil mundur ke belakang walaupun punggungnya sudah nempel banget di ranjang kasur, gemetar, ketakutan itu sudah pasti. Langkah pria itu mendekat kearah nya, gadis itu menggelengkan kepalanya kecil terus menerus seperti nya Liana sedikit trauma apalagi kejadian tadi sore.
Pria berambut silver-putih itu berjongkok di hadapan Liana yang menunduk menyembunyikan wajahnya diatas kedua tangan ditumpu lututnya yang di tekuk.
"Sekarang bersihkan diri mu, dan ikut aku" Suara nya deep namun berusaha lembut, tapi gadis itu tak merespon masih di posisi yang sama, pria itu menghela nafas berat.
"Dengarkan aku, jika kau tak menurut pikirkan Ayah mu. Dia, bisa saja dalam bahaya jika sampai memancing emosi ku dan yang lain" setelah mendengar itu rasanya Liana ingin berteriak, memukul, mencakar bahkan membunuh pria ini tapi apalah daya jika saat ini ia tak bisa melakukan apapun.
"Bersihkan diri mu, setelah itu pakai ini" meletakkan pape bag di samping Liana, gadis itu melirik pemberian pria ini.
"Jangan lupa berdandan, kau bisa berdandan kan?"
Liana melirik pria di hadapannya, melihat tatapan tajam dari sang pria ia pun mengangguk paham. Sengaja pria itu menatap tajam agar gadis ini cepat menurut. Astaga padahal perjanjian nya dengan yang lain harus bersikap lembut, tapi tak berlaku dalam hitungan detik.
"Gadis pintar..."
Baiklah walaupun sedikit kaku belaian nya tapi setidaknya pria itu sudah berusaha, kemudian pria itu berdiri dan meninggalkan Liana di dalam. Lalu tiba-tiba pria itu terhenti dan berbalik.
"Jangan lama-lama, 10 menit harus sudah selesai " Ucap nya. Hey, wanita berdandan 1 jam saja kurang bagaimana bisa 10 menit sudah selesai?
"Oh ya, aku Felix. Inget-inget nama ku" sambung nya.
Setelah itu pria yang bernama Felix itu pergi, Liana menatap pintu yang sudah ditutup kemudian beralih menatap paper bag. Ah sepertinya ia harus cepat-cepat jika sampai terlalu lama ia takut akan terjadi sesuatu yang tak ia inginkan.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!