"Pengantin pria tidak datang. Pengantin wanita berdiri lama menunggunya di altar. Sungguh memalukan, aku dengar-dengar dia merebut kekasih sepupunya. Pantas untuk dipermalukan."
"Apa mungkin kecelakaan terjadi?"
"Mungkin saja pengantin prianya melarikan diri."
Wajah tanpa ekspresi, gaun panjang berwarna putih dengan buket bunga mawar merah yang indah. Menunggu dan percaya? Itulah yang dilakukan Claudia. Pria yang melamarnya akan datang. Kakinya sudah terlalu pegal untuk berdiri di depan altar.
Begitu juga dengan pendeta yang memimpin acara. Hingga satu persatu orang yang hadir di gereja meninggalkan mempelai wanita seorang diri. Bahkan pendeta pun berjalan mendekati Claudia.
"Nak, sebaiknya kamu pulang dulu. Temui kekasihmu, jika dapat diatur ulang. Besok sumpah pernikahannya dapat diadakan lagi." Ucap sang pendeta menepuk bahunya.
Pengantin wanita dengan wajah tertutup kain putih itu ditinggalkan sendiri di altar. Pada akhirnya air matanya mengalir, mengapa segalanya dapat seperti ini?
Entahlah, buket bunga mawar merah terjatuh di atas karpet dengan warna senada. Bersamaan dengan hujan turun, dirinya hanya dapat menangis dalam gereja yang sepi. Kakinya terasa lemas, terjatuh dalam isak tangisannya. Mengetahui dimana mempelai pria saat ini.
Mempelai pria sejatinya tidak pernah mencintainya. Cinta sepihak dimana dirinya mencintai pria rupawan itu. Namun, pria itu mencintai sepupunya.
*
Malam telah larut kala dirinya kembali ke dalam rumah besar miliknya. Terdiam tanpa ekspresi kala beberapa pelayan mencibir dirinya.
Tidak tahu malu, perusak hubungan orang lain, segalanya mereka katakan. Pelayan yang sama sekali tidak menghormati majikan mereka.
Ada penyebab khusus mengapa semua ini terjadi. Batas waktunya untuk mendapatkan warisan almarhum kedua orang tuanya tinggal sebulan lagi. Jika tidak menikah pada usianya yang kini telah menginjak 33 tahun. Maka warisan akan jatuh ke tangan pamannya.
Apakah karena itu sepupu dan calon suaminya menipunya? Mengatakan mereka sudah berpisah, hingga dirinya dapat memiliki pria rupawan yang dicintainya?
Menaiki anak tangga menuju kamar miliknya. Suara menjijikkan itu terdengar samar.
Suara tepukan sepasang kulit yang bertemu, suara rintihan kenikmatan dari sepasang orang menjijikkan.
Kala pintu dibuka olehnya. Kedua orang itu berada dalam kamarnya. Kamar utama di kediaman ini.
Penyatuan menjijikkan yang terlepas. Untuk pertama kalinya dirinya membenci Evan, pria yang dicintainya diam-diam selama beberapa tahun ini.
"Claudia..." Ucap Evan menutupi tubuhnya dengan selimut. Ada siluet perasaan bersalah disana pada sahabat yang tiga bulan ini dijadikannya kekasih.
"Kalian kembali bersama di hari pernikahanku?" Tanya Claudia tersenyum dengan air mata mengalir. Seperti orang gila rasanya, ditinggalkan di hari pernikahannya.
Evan tertunduk sejenak menghela napas kasar."Aku minta maaf, yang aku cintai adalah Erlina. Dia hanya tidak enak padamu. Makanya memutuskanku dan ingin agar kamu bahagia. Tapi aku tidak bisa, aku tidak bisa menahan perasaanku."
"Kami saling mencintai. Maaf kakak..." Ucap Erlina (sepupu Claudia) terlihat sedih. Namun, senyuman diam-diam menyungging di bibirnya.
Claudia berjalan mendekat, wajahnya tersenyum.
Plak!
Satu tamparan mendarat di wajah sepupunya. Ada perasaan kepuasan tersendiri, tapi tetap menyakitkan. Menatap tanda keunguan di setiap jengkal tubuh sepupunya.
"Claudia! Erlina sudah berbaik hati padamu!" Bentak Evan padanya.
Wanita yang hanya tertawa, berjalan mundur selangkah."Mungkin bagimu aku hanya sahabat, merangkap atasanmu di perusahaan. Dan wanita ini begitu manis, malaikat baik hati, calon istri idaman, pandai memasak yang tidak dapat menyakiti orang lain."
"Tapi... Taukah kamu wajah wanita ini yang sebenarnya. Dia mendekatimu karena mengetahui aku menyukaimu... hah...! Sudahlah! Apapun yang aku katakan kamu hanya akan menganggapnya sebagai omong kosong. Seperti sebelumnya." Mati rasa, itulah yang dialami Claudia.
Menunggu seorang pria yang telah menjadi sahabatnya dari masa SMU. Hingga bekerja di perusahaan keluarganya, semua atas dukungan diam-diam darinya.
Tapi pria itu malah jatuh cinta pada sepupunya. Dirinya sudah berusaha melepaskan perasaannya. Sudah berusaha untuk melupakannya. Namun, pria itu datang tiga bulan yang lalu menangis di hadapannya, mengatakan dirinya telah berpisah dengan Erlina. Dan akan berusaha menerima cintanya.
Gila! Dengan gilanya dirinya berharap. Penuh harap, tapi pria ini hanya boneka tali bagi Erlina, untuk mendapatkan warisan miliknya.
"A...apa maksudmu!? Erlina yang kamu tampar dan---" Kalimat dari pria yang mendekap Erlina itu disela.
"Tampar? Bagaimana jika perasaanku ini adalah perasaanmu? Bagaimana jika kamu menunggu bertahun-tahun hanya untuk mencintai seseorang. Diberikan harapan, lalu ditinggalkan di altar sendirian. Bukankah menyakitkan?" Claudia mengernyitkan keningnya, namun wajahnya terlihat tersenyum. Kebas, ini terlalu menyakitkan hingga bagaikan perasaan mati.
"Clau... Claudia kita---" Kalimat Evan terhenti kala Erlina menangis lebih kencang lagi dalam dekapannya.
"A...aku minta maaf tidak dapat menahan perasaanku." Dustanya dengan akting mempuni.
"Kamu tidak salah, tidak ada yang salah dengan perasaan kita." Kalimat dari Evan untuk menenangkan Erlina yang tengah menangis, mendekap tubuhnya semakin erat.
Inilah kenyataannya tikaman terakhir untuk Claudia."Aku memang wanita idiot yang mencintai pria bodoh. Pria lebih cenderung lebih menyukai wanita yang bersandar tidak berdaya, berlindung padanya. Daripada wanita yang dapat diandalkan."
Claudia menghela napas kasar pada akhirnya ini dikatakan olehnya."Kamu mengenal Erlina selama satu tahun. Tapi mengenalku selama lebih dari 15 tahun. Mulai sekarang, kita bukan teman lagi, melainkan hanya atasan dan bawahan. Keluar dari kamarku!"
"Ayah bilang ini adalah kamarku mulai dari sekarang. Barang-barangmu sudah dipindahkan ke villa. Kakak perlu berlibur setelah semuanya. Semua orang peduli padamu." Kalimat yang diucapkan Erlina dengan wajah tidak berdosa.
"Aku memang butuh liburan..." Senyuman menyungging di bibir Claudia. Tinggal di villa, itu artinya dalam satu bulan ini dirinya dapat memiliki pasangan tanpa diketahui paman dan sepupunya, membalikkan keadaan.
Wanita yang pada akhirnya mengambil dompet dan buku tabungannya, dalam salah satu laci yang terkunci.
"Claudia aku harap kamu bisa mengerti. Dan persahabatan kita dapat kembali seperti sebelumnya." Kalimat yang diucapkan oleh Evan.
"Pernahkah kamu melihat gelas yang sudah pecah direkatkan kembali. Itu tidak dapat dilakukan, bahkan jika tangan berlumuran darah pun gelas tidak akan kembali seperti semula." Kalimat terakhir yang diucapkan Claudia menbuat Evan tertegun."Lanjutkan lah! Hubungan kalian, menanam jagung di tanah yang sudah longgar."
Tawa aneh terdengar dari bibirnya. Keluar dari pintu kamar, wanita yang menepuk-nepuk dadanya. Terasa benar-benar sesak, dirinya hanya ingin hidup tenang dengan warisan kedua orang tuanya.
Karena itu mungkin ada pria yang akan sesuai dengan kriterianya. Sebuah pernikahan hanya untuk mendapatkan warisan.
Jika bisa, tidak tampan dan tidak kaya. Agar dapat diceraikan dengan mudah. Jujur saja dirinya sudah muak dengan yang namanya cinta.
Suami miskin yang akan diberikannya kompensasi saat bercerai nanti. Hanya itulah kriterianya saat ini. Mengapa? Karena telah lelah mengejar cinta Evan selama ini.
Ada kalanya perasaan manusia memiliki batasannya. Itulah yang dirasakan Claudia saat ini, wanita yang tengah menyetir mobilnya dengan hati yang bagaikan tertancap ribuan besi berduri.
Setiap detik yang dilaluinya bersama Evan selalu diingatnya. Menghapus air matanya sendiri, dirinya harus melupakan cinta pertamanya. Mungkin itulah yang terbaik, melajukan mobil miliknya menuju villa.
Pemandangan desa yang asri mulai terlihat. Hamparan padi yang mulai menguning, anak-anak bermain bola di lapangan. Ada suasana damai tersendiri dalam hatinya. Hingga dirinya melihat pemandangan tidak lazim.
Seekor Dugong, eh salah maksudnya seorang pria dengan beberapa bekas luka di wajahnya. Membaca buku, sembari beristirahat di ladang. Ada rasa ngeri tersendiri melihat wajah penuh nanah dengan luka yang belum mengering tersebut.
Tapi tetap saja, setelah ini dirinya akan membuat beberapa brosur, tentang tentang pencarian jodoh. Pria desa dalam bayangannya tidak akan ada yang dapat menuntut harta gono-gini, atau menyewa pengacara untuk menghentikan proses perceraian. Dirinya hanya perlu menikah kurang lebih satu tahun.
Setelah saham dan sertifikat rumah jatuh ke tangannya. Maka tinggal mengurus perceraian dan memberikan uang kompensasi pada pria yang dinikahinya. Benar-benar rencana sempurna. Dirinya dapat kembali hidup bahagia sebagai wanita kaya.
Tapi sedikit menyebalkan memang mengingat 25% saham perusahaan milik pamannya. Sedangkan milik almarhum kedua orang tuanya hanya 52%. Tapi dirinya sudah cukup puas jika dapat mengusir kedua benalu itu. Yang harus dilakukannya hanya menyakinkan pengacara keluarga jika pernikahannya benar-benar berdasarkan dari saling mencintai. Karena itu dirinya juga harus berpura-pura mencintai pria yang akan dinikahinya.
Turun dari mobil, hanya untuk membeli minuman di warung. Sembari menunjukkan pesonanya, beberapa pemuda desa melirik ke arahnya. Tersenyum, tersipu-sipu malu, ada beberapa yang berwajah rupawan dengan pakaian bersih. Tidak! Dirinya harus menikah dengan pria terburuk di desa ini. Itulah yang ada dalam otaknya, agar memiliki alasan sempurna untuk bercerai nanti.
"Saya duluan..." ucapnya meninggalkan warung, tersenyum cerah menunjukkan pesonanya. Tidak seperti dirinya yang dulu, wanita sempurna yang seakan tidak butuh pria. Dirinya harus berpura-pura menjadi wanita rapuh. Agar pria yang akan dinikahinya benar-benar mencintainya. Hingga dapat membuat pengacara keluarga menangis terharu.
"I...iya, boleh kenalan?" Ada pemuda yang berjalan mendekat.
"Lain kali saja, saya tinggal di villa depan. Nanti akan ada acara di sana. Sekalian saya memperkenalkan diri," ucapnya penuh senyuman cerah.
Seperti sudah diduganya, tidak ada pria di tempat ini yang dapat menyaingi Evan. Menghela napas kasar, inilah kelemahannya yang terlanjur bucin selama bertahun-tahun.
Tidak menyadari pangeran tampan menunggang kuda putih lewat. Maaf salah pemuda dengan wajah rusak, menaiki kerbau peliharaannya lewat. Pemuda sedikit melirik ke arah warung dengan wajah tersipu, selama bertahun-tahun dirinya tinggal di kampung ini tidak pernah melihat wajah secantik itu.
Menghela napas kasar, meraba wajahnya sendiri. Pada akhirnya kembali menaiki kerbau ke rumah tempat neneknya tinggal.
Pangeran tampan berkuda putih, eh salah lagi. Maksudnya pemuda desa dengan wajah yang rusak, mengendarai kerbau hitam baik hati, mungkin merasa rendah diri.
*
Mengistirahatkan tubuhnya, itulah yang dilakukan Claudia. Ada banyak pesan iba yang masuk dari orang-orang yang hadir di pernikahannya. Namun, ada juga beberapa orang yang mencibir, ini adalah karma karena merebut kekasih sepupunya.
Ini bukan salahnya, benar-benar bukan salahnya. Dirinya mencintai Evan terlebih dahulu. Memendam perasaannya sendiri selama bertahun-tahun. Diam-diam memberikan bantuan pada Evan yang berasal dari keluarga biasa, dari mulai beasiswa pendidikan, hingga pekerjaan. Dirinya yang merengek pada almarhum kedua orang tuanya.
Namun, setelah kematian kedua orang tuanya, wasiat aneh terlihat. Menyatakan dirinya harus menikah selambat-lambatnya saat berusia 33 tahun. Jika tidak dirinya hanya akan mendapatkan warisan sebuah rumah kecil dan uang tunjangan yang tidak seberapa baginya.
Mengapa demikian? Dirinya tidak pernah memiliki kekasih, menunggu cinta dari Evan. Hingga ada yang menyebarkan isue busuk, dirinya penyuka sesama jenis.
Menghela napas kasar, air matanya mengalir. Mengingat segalanya betapa sulitnya meyakinkan kedua orang tuanya. Tapi juga menjaga hatinya untuk Evan, yang tidak pernah menyatakan cinta padamu.
Bulol, itulah istilah anak muda jaman sekarang Bucin Tolol, mungkin itulah artinya. Terjebak di situasi seperti ini, satu bulan waktu untuknya, menemukan calon suami.
Pria yang dicintainya, segera didekati oleh saudara sepupunya, setelah mendengar isi surat wasiat yang akan melimpahkan segalanya pada paman Claudia jika wanita itu tidak menikah di usia 33 tahun.
Dirinya sempat menyerah ingin mencari pria lain, mengingat batasan waktunya yang tidak banyak. Tapi kedatangan Evan yang patah hati 4 bulan lalu membuat dirinya bimbang. Kebersamaan manis yang ditunjukkannya, merupakan kenangan terindah belasan tahun ini. Bagaikan diterbangkan, lalu dijatuhkan ke dasar bumi. Dirinya mati rasa...tapi tetap masih sulit melupakannya.
Suara mesin fotocopy terdengar. Besok brosur ini akan disebarkannya di daerah ini. Sepupu dan pamannya tidak akan waspada, mengingat lokasi ini cukup jauh, sepupu yang juga tidak mungkin sudi merebut calon suaminya yang orang desa miskin.
Ini rencana yang sempurna. Dirinya hanya tersenyum lirih sejenak, terduduk di lantai.
"Aku masih tetap mencintaimu..." gumamnya menangis terisak, merindukannya.
*
Rumah paling bobrok di desa ini. Bahkan dindingnya terbuat dari kayu dan anyaman bambu bekas. Itulah tempat pangeran, eh salah maksudnya pemuda dengan wajah banyak luka yang terlihat terinfeksi itu turun dari kerbaunya.
Kala itu ada seorang nenek tua yang terlihat masih sehat. Meraih tasnya yang dipenuhi dengan buku.
"Nenek, ada lowongan pekerjaan di kota, menjadi kuli bangunan. Penampilan tidak penting. Jadi---" Kalimat sang pemuda disela.
"Anda tidak boleh bekerja pekerjaan kasar. Cukup membawa kerbau dan sapi ke ladang, kemudian pulang. Ingat baca buku-buku yang banyak, belajar di tempat yang teduh, agar kulit anda tidak terbakar. Makan malam sudah saya siapkan." Ucap neneknya, bernama Berta.
Sedangkan dirinya bernama Michael. Pemuda itu menghela napas berkali-kali, tidak mengerti mengapa nenek kandung yang membesarkannya sendiri selalu berucap dengan kata-kata formal padanya.
Pemuda yang memutuskan untuk mencuci tangan. Duduk di meja makan kayu sederhana, Wagyu beef steak sudah terhidang di meja makan. Mengiris dagingnya, memakan seperti biasanya.
Dirinya tidak diijinkan bertanya apapun pada nenek Berta. Jika ditanyakan kenapa makan malamnya semewah ini, sedangkan rumah mereka seadanya. Nenek tua itu akan menjawab dengan penuh rasa hormat. Semua orang di desa ini juga memakan makanan yang sama.
Saat kecil dirinya percaya begitu saja. Tapi setelah dewasa, dirinya baru menyadari, penduduk sekitar bahkan jarang makan daging.
Tidak mengetahui apapun tentang rahasia neneknya yang aneh.
Dirinya hanya makan dengan tenang. Kemudian berjalan menuju kamar mandi setelah selesai makan.
Rumah jelek dari luar, jangan difikir kamar mandinya juga jelek. Kamar mandi yang terletak di bagian tengah, dalam kamar Michael. Kamar yang anehnya terbuat dari dinding kokoh.
Melepaskan pakaiannya yang memang tidak terlalu bagus. Beberapa rak buku terlihat disana, dengan berbagai bahasa.
Berjalan menuju kamar mandi guna membersihkan dirinya.
Shower? Toilet duduk? Bathtub? Semuanya terlihat disana. Kamar mandi yang cukup mewah. Tapi ada yang aneh, pemuda itu, melepaskan satu persatu lapisan gelatin yang menempel di wajahnya. Luka dan nanah yang berasal dari tata rias efek khusus.
Make up efek khusus yang telah dibersihkannya. Hanya menuruti kata-kata neneknya, membuat wajahnya terlihat buruk. Lulus SMU dengan nilai terbaik, namun sang nenek yang selalu menyuguhkan makanan kampung tapi berkelas itu, mengatakan dirinya tidak boleh kuliah ke kota. Karena faktor biaya, dan neneknya yang takut tinggal seorang diri.
Ini aneh baginya, benar-benar aneh. Mendapatkan beasiswa, tapi tetap tidak diijinkan kuliah. Tidak juga diijinkan untuk bekerja pekerjaan kasar, harus banyak membaca buku. Diajarkan tentang hal-hal dalam strategi bisnis oleh sang nenek.
Karena itulah dirinya sempat berfikir kala membaca sebuah buku tentang kesehatan. Apa neneknya menderita demensia (pikun)?
Entahlah, yang penting dapat belajar dan makan, mengikuti semua keinginan neneknya. Termasuk tidak boleh memperlihatkan wajah rupawannya. Apa sang nenek tidak ingin cucunya mendapatkan jodoh?
Tapi pria yang kini berusia 28 tahun itu, berguling-guling di tempat tidur, usai mandi dan memakai piyama. Siapa bilang dirinya tidak pernah puber? Dirinya melihat wanita itu, wanita yang begitu cantik baginya.
Apakah dirinya bisa memilikinya? Orang itu sudah pasti kaya, jika dilihat dari mobilnya. Satu-satunya modal untuk mendekati wanita itu hanya wajahnya yang tampan. Itupun harus tertutup make up yang membuatnya terlihat memiliki banyak luka.
Tidak ada cara untuk mendekatinya. Lagipula siapa yang mau dengan orang desa miskin?
*
Sang nenek tengah membuka laptop, mengenakan kacamata bacanya. Mengenyitkan keningnya, menerima panggilan dari seseorang, melalui phonecellnya.
"Berta, apa putraku sudah tidur?" Suara seorang wanita terdengar dari seberang sana.
"Sudah, tuan muda sudah tidur. Anda tidak perlu cemas, hari ini beliau mengikuti semua jadwal belajarnya. Walaupun lebih memilih belajar di luar rumah." Jawaban dari Berta pada seseorang di seberang sana.
"Beberapa bulan ini aku akan sulit dihubungi. Perusahaan di luar negeri mengalami masalah. Jika tidak ada masalah lagi, mungkin setelah kepulanganku dari luar negeri, kalian bisa pulang. Tapi untuk sementara waktu tetap waspada. Tatap sembunyikan Michael, waspadai setiap orang yang mendekatinya." Kalimat terakhir yang diucapkan seorang wanita, mematikan panggilannya dengan cepat. Bagaikan tidak ingin ada orang yang menguping.
Berta kembali meletakkan phonecellnya. Ini akan lebih mudah jika Tuan besarnya tidak meninggal akibat dibunuh. Tapi dirinya cemas akan suatu hal. Entah kenapa firasat buruk terlintas di benaknya.
*
Mungkin sebuah firasat buruk yang memiliki arti tersendiri. Kala pemuda yang memakai pakaian lusuh itu, membimbing sapinya satu persatu ke ladang. Langkahnya terhenti, menatap brosur pencarian jodoh.
Wajahnya berbinar seketika, wanita cantik yang kemarin ditemuinya di warung. Jujur saja, wujud aslinya lebih cantik daripada yang ada dalam foto. Brosur iklan pencarian jodoh.
Senyuman menyungging di wajahnya."Aku akan punya istri!" teriak pemuda itu bertekad, mencabut salah satu brosur dari pohon.
"Tidak tahu diri, si codet akan ikut?" Seorang pemuda berpakaian merah menertawakannya.
"Jangan salah dia itu cocok menjadi artis." Pemuda berpakaian kuning menyela.
"Artis?" Pemuda berpakaian merah tidak mengerti.
"Artis FTV judul filmnya, penjual krim wajah ber-merkuri, kulitnya mengelupas hancur, mengeluarkan nanah dan belatung." Jawaban pemuda berpakaian kuning.
Sekelompok pemuda yang kembali tertawa.
"Aku lebih tampan dari kalian..." Hanya itulah jawaban dari Michael, disambut dengan tawa semua orang.
Tidak peduli! Wanita ini tengah mencari jodoh. Mungkin lebih baik dengan dirinya, benar-benar percaya diri sebagai malaikat tidak bersayap. Pemuda yang pada akhirnya bernyanyi, sembari membimbing sapinya. Lebih tepatnya menyanyikan lagu, Malaikat Juga Tahu.
Benar-benar seorang pemuda desa aneh. Hingga hamparan ladang yang tertutup rimbunan rumput terlihat. Sapi miliknya mulai diikat. Memincingkan matanya, villa yang benar-benar indah itu terletak di dekat ladang.
Jika difikirkannya lagi, ini adalah ajang pencarian jodoh. Resah, itulah perasaannya saat ini. Jantungnya berdegup cepat, tidak! Mungkin dirinya akan ditolak sekali lihat.
Tapi apa salahnya mendaftar? Pada akhirnya mengepalkan tangannya. Menghela napas berkali-kali, berkata pada sahabatnya yang terdekat."Sapi, kamu diam disini dulu ya? Nanti setelah mendaftar aku baru akan membimbing temanmu kemari, Sipi dan Sepi. Kalau Om kerbau hari ini di pinjam pak Sukri, traktornya rusak. Yang sabar ya disini. Kalau ada orang menawarkan rumput, kamu jangan mau naik ke mobil orang sembarangan. Nanti kamu diculik, aku kan repot kalau orangnya minta tebusan." Ucap pemuda yang tengah bicara pada Sapi.
Tidak ada jawaban, sapi itu terlihat makan rumput dengan rakusnya. Pemuda yang berusaha percaya diri. Meletakkan buku pelajaran bahasa Jerman dan beberapa berkas aneh miliknya di bawah pohon jati.
Menghela napas kasar, berucap serius pada sapinya."Doakan aku! Semoga otak wanita itu sedikit oleng, jadi aku yang menjadi suaminya!"
"Mooo..." pada akhirnya sang sapi menjawab. Sapi yang sejatinya, mengalihkan pandangannya pada tumpukan buku di bawah pohon. Mungkin sudah bosan makan rumput, tanpa disadari Michael, sang sapi memakan bukunya.
Pemuda yang berjalan menatap gerbang besar di villa tersebut. Beberapa orang pemuda keluar, sebagian besar tertunduk, karena tidak sesuai dengan kriteria.
Menghela napas kasar, tidak membawa CV atau surat lamaran, surat tanah pun, manusia pemakan daging sapi Wagyu itu tidak memilikinya. Memakai sandal swallow, yang kotor, ditambah celana pendek selutut, kaos dengan warna yang pudar. Memang inilah pakaian luar rumah yang diatur neneknya.
Matanya menelisik, ada anak kades yang memakai jas, keluar sambil menghela napas, mungkin dia juga ditolak. Tetangganya juga terlihat, mengenakan baju bermerek pinjaman. Pemilik penggilingan padi, seorang duda satu anak turut serta disana. Berpakaian rapi, semua orang tampil semaksimalnya mungkin. Tanpa mengetahui bagaimana tipe wanita cantik nan kaya itu.
"Ditolak!"
"Ditolak!"
"Ta...tapi saya pemilik dari beberapa ruko..."
"Maaf, anda ditolak..."
Suara demi suara terdengar, semakin banyak juga orang yang tertunduk kecewa. Dari mulai perjaka ting-ting tampan, hingga duda keren juragan duit, entah kenapa tidak satupun yang diterima.
Dirinya mulai cemas, apalagi sebelum dirinya ada anak pemilik toko emas. Seumuran dengannya, wajah lumayan ditambah dengan kaya.
"Kamu datang juga? Sudahlah menyerah saja, dari pada si codet sepertimu sakit hati." Ucap pemuda itu menasehati Michael.
"Dia cantik, jadi aku tidak bisa menyerah." Kalimat jujur dari Michael.
"Tidak bisa ya?" Sang pemuda hanya tertawa, diantara para cumi-cumi yang mendaftar, dirinya lah yang terbaik.
Tapi apa benar? Segera setelah dirinya masuk pertengkaran terdengar.
"Aku anak pemilik toko emas! Kenapa aku ditolak! Aku sudah cukup tampan. Jadi---"
"Kamu tidak memenuhi kriteria nona kami..." tegas seorang wanita, membuka pintu lalu memaksa anak pemilik toko emas keluar.
"Pulang saja! Aku ditolak apalagi kamu!" Peringatan dari sang pemuda pada Michael.
Namun, ini keputusannya. Tidak ada jalan kembali sama sekali. Dirinya melangkah dengan pasti, memasuki ruangan yang dijaga seorang pelayan wanita.
Pada akhirnya wajah cantik itu terlihat tersenyum ramah padanya.
Dirinya duduk terlihat sungkan. Tapi wanita ini benar-benar cantik dari sudut manapun melihatnya. Dirinya hanya dapat menelan ludahnya kasar.
"Namamu siapa?" tanya Claudia penuh senyuman.
"Michael..." jawaban jujur darinya.
"Michael? Bukan seperti nama orang desa. Tapi tidak apa-apa. Selain rumah apa yang kamu miliki?" Claudia kembali bertanya.
"A...aku punya cinta."
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!