Tok... tik... tok... tik... tok...
Suara hentakan arloji terdengar kian jelas di telinga seorang gadis belia, wajahnya pucat pasi dengan lelehan air mata di setiap sudut matanya.
"Siapa?" Itulah kata yang terucap saat dirinya terbangun di tengah tengah sebuah lorong besar yang membawanya entah kemana.
Berbagai jenis arloji nampak mengitarinya seperti lorong dalam laci Nobita, gadis itu mengerjakan matanya dan menatap sekeliling hingga nampak sebuah gambaran nyata terekam dalam arloji itu.
Sesosok gadis terbangun dan bertanya siapa dirinya? Seorang pria tua nampak menjelaskan apa yang terjadi mengatakan bila dirinya mengalami kecelakaan bersama kedua orang tuanya namun sayang kedua orang tuanya meninggal dalam tragedi tersebut bahkan mayat sang ibu menghilang entah kemana.
Jam terus berdetak hingga gambaran sesosok pria nampak mengintip dan dengan lelah dia merangkul gadis itu yang jatuh tersungkur akibat tak sadarkan diri.
Gambaran beralih saat dirinya sekolah dan dia hidup layaknya patung yang tidak pernah di anggap hidup oleh orang lain, semua orang merasa takut untuk dekat dengannya. Kehidupan yang sangat memilukan, dia belajar tanpa seorang teman.
Gambaran berubah saat dirinya duduk di bangku perguruan tinggi, sama seperti sebelumnya tak ada yang berani mendekatinya, namun tiba tiba seorang wanita menabrak tubuhnya dalam keadaan ringkih.
Gadis itu menawarkan diri untuk menolong dan akhirnya merekapun mengobrol banyak, mereka kian dekat dan sering makan bersama, karaoke bersama, dan bahkan mereka akhirnya memutuskan tinggal bersama saat dirasa istana besar keluarga gadis itu terlalu jauh dari Universitas tempat dia menuntut ilmu.
Tata nama wanita itu, dan Afika nama gadis itu. Mereka menjalin persahabatan yang sangat indah, Tata adalah seorang jenius fashion dan Afika nyatanya hanya gadis dengan kemampuan biasa saja.
Suatu ketika di hari ulang tahun Afika dia bertemu seorang pria yang tengah di kejar pembunuh, dan taulah dia bila pria itu bernama Atta tunangannya sejak bayi.
Luka parah yang di alami oleh Atta menyebabkannya sulit berjalan meski di bantu oleh Afika, Afika menghubungi Tata untuk menolong mereka.
Nampak raut kebingungan dari wajah Tata saat mengetahui identitas keduanya yang berasal dari dua keluarga paling berpengaruh dan juga sangat di takuti dari berbagai sudut bumi.
Gadis yang menatap gambaran itu dalam lorong waktu tersenyum kecut dan menatap bagaimana sosok Atta yang sebenarnya hanya seorang penghianat besar, dia nampak berselingkuh dan memiliki maksud terselubung untuk mendekatinya.
Senyum pahit nampak tergambar saat gadis itu melihat dimana dirinya sendiri menikah dengan Atta dan hamil, dia menderita dengan begitu banyak perlakuan buruk dari Atta dan ingatan dari masa lalu kembali tergambar dimana pembunuhan kedua orang tuanya di lakukan secara brutal.
Mereka tidak kecelakaan namun di bunuh, nampak pula Afika yang menangis ketakutan dan berbagai upaya di lakukan oleh sang kakek untuk menghilangkan trauma cucunya.
Air mata tak terasa jatuh dari sosok Afika yang berada di lorong waktu, ingatan yang dia lihat perlahan melebur menjadi satu memasuki kepalanya.
Tiba tiba sebuah gambaran mengerikan di lihatnya dimana dirinya sendiri dengan sadis di bunuh oleh sosok Atta dan bersamaan dengan itu Tata pun bernasib sama dengannya mereka berdua di buang ke sebuah sumur di pinggir kota.
Bulan purnama nampak menjadi saksi bagaimana kebejatan seorang Atta, perlahan ingatan masa kecilnya tergambar hingga tampaklah sosok Atta yang sesungguhnya seorang pria yang sangat mencintainya.
Wajah pria itu nampak tidak asing sama persis seperti sosok yang selalu bersamanya selama itu, Atta bukanlah Atta, Atta yang sesungguhnya adalah dia yang berkorban saat bersamanya.
"Atta..." Lirih Afika menatap sosok mayat di sampingnya di bawah tubuhnya yang kini nampak tersenyum ke arahnya, nampak air mata jatuh dari pipinya.
"Ka..u me..ngi..ngat... ku?" Bisik Tata lirih, selama ini Atta yang menjadi kekasih masa kecilnya adalah si wanita cantik yang selalu di sampingnya dia adalah Tata.
"Arrrgh.. Atta..!" Afika dalam lorong waktu itu berteriak dan tampaklah matanya yang berkaca kaca menyentuh Atta yang kini akan menghembuskan nafas terakhirnya.
"Apa ini, apa?" Afika yang berada dalam lorong waktu itu merasakan kepalanya yang begitu sakit dan terasa begitu menyiksa.
Sebuah lorong hitam tiba tiba muncul di belakangnya, Afika berlari sekuat tenaga menuju cahaya yang nampak menyilakan mata yang kini berada di ujung pandangannya.
"Atta..." Lirihnya lagi dengan air mata yang berderai menjadi saksi kepahitanna tubuhnya terasa di tarik oleh cahaya itu hingga samar samar terdengar suara pria.
"Nak.. Nak..." Suara seorang pria paruh baya yang memanggilnya dengan sangat lembut dan mengelus kepalanya.
"Tuan sistem telah merespon, nona muda kembali dan dia nampak..." Seorang pria dengan arloji di tangannya nampak kebingungan.
"Nampak apa?" Pria paruh baya itu bertanya dengan kasar, pria yang sedari tadi menatap monitor mengangguk faham.
"Dia nampak memiliki ingatan lain, dan mungkin usaha kita berhasil tapi mungkin juga gagal." Pria paruh baya itu nampak sedih dan mengelus kepala Afika kecil.
"Sudah dua jam cucuku tak sadarkan diri, bangunkan saja dia. Aku tidak apa apa, aku takut bila Atta akan merubah pemikirannya." Pria yang mendengar perintah itu lantas memasukan mode serius dan menjentikkan tangannya hingga akhirnya Afika tersadar.
Hari ini sebenarnya Afika melakukan hipnotis untuk menghilangkan ingatan masa lalunya dimana selama ini Afika selalu histeris saat berdekatan dengan siapapun dan selalu takut pada siapapun.
"Nak?" Suara kakek tua itu membangunkan Afika dan mata Afika terasa pedih dan tangannya bergetar hebat, dia tahu saat itu dirinya berada di mana, siapa dirinya sesungguhnya dan dia juga tahu bila niat kedua orang itu hanya ingin yang terbaik bagi dirinya.
Afika bangkit dan merasakan kepalanya yang berdenyut sangat menyiksa saat gambaran gambaran mimpi buruk itu menyatu kembali.
BRAAAK..
Afika jatuh pingsan namun sosok pria tiba tiba datang dan memeluk Afika yang hampir terjatuh, dalam setengah sadar Afika merasakan kehangatan di tubuhnya dan melihat sosok pria tampan dengan senyumnya yang menawan menatap dirinya penuh cinta.
Pria itu membaringkan Afika serta pria di depan monitor mengenal jelas pria itu, dia adalah Attahaya, kekasih masa kecil Afika.
Afika tertidur kembali dan Atta akhirnya membuka mulut besinya, dia menatap dingin pada orang orang yang berada di sana.
"Aku akan tinggal di sampingnya, siapapun yang tidak suka dengan keputusanku bisa mengatakannya sekarang." Semua orang bungkam termasuk kakak Afika.
Atta tersenyum sinis dan kembali meninggalkan mereka semua, saat malam tiba Afika tersadar sudah berada di kamarnya, pria tua yang di ketahui adalah kakeknya itu tersenyum lembut ke arahnya.
"Siapa?" Tanya Afika, mendengar itu senyum tergambar dari bibir kakek tua itu dan menjelaskan semuanya.
"Aku, adalah kakek mu dan kau adalah cucu ku satu satunya, kita berasal dari keluarga Pramudita, ayah mu bernama Deon, ibu mu bernama Naura." Pria itu lantas menjelaskan semua hal yang sudah terjadi berdasarkan skenario yang sudah di ketahui Afika.
"Sst... aku mau tidur." Lirih Afika memegang kepalanya yang berdenyut pria tua itu mengangguk dan mematikan lampu kamar sebelum akhirnya meninggalkan Afika sendirian.
Diam-diam seseorang masuk saat waktu sudah menunjukkan tengah malam, sesok pria bertubuh tinggi, berbadan tegak memandangi gadis yang kini tertidur, dari ujung kaki hingga ujung kepalanya.
"Aku pasti akan melindungimu." bisik pria itu seraya mengelus kepala Afika yang telah tertidur.
Senyum pahit nampak tergambar dari bibirnya, keindahan bulan malam itu tak membuat perasaan ikut membaik. Tangan pria itu tiba-tiba bergetar dia mengelus pipi Afrika dengan perasaan yang sangat sulit dimengerti.
"Afika, apa kau tidak mengingatku sekarang?" Tanya pria itu, dia tahu bila Afrika saat itu sudah tertidur lelap. Namun dia sangat ingin dekat dengan gadis itu, gadis yang selalu menemaninya setiap saat, selalu bahagia bersamanya, dan selalu tersenyum saat menata matanya.
2 jam pria itu berjongkok memandangi wajah Afika, hingga akhirnya dia memutuskan untuk kembali turun melalui jendela. Air mata nampak membasahi matanya, senyum pahit tak lepas dari bibirnya.
Hingga pagi tiba dan Afika mulai berjalan dan bertanya apapun pada sang kakek layaknya gadis polos yang tidak mengetahui apapun, Afika bahkan bertanya tentang berbagai macam jenis bunga dan senyum terukir di bibirnya.
Rona kebahagiaan nampak di wajah sang kakek hingga dua minggu lamanya Afika tidak kemana mana, dan akhirnya tepat di hari senin Afika akan mulai menuntut Ilmu. Apa yang akan di lakukan Afika apa dia akan merubah masa depannya yang sangat pilu itu?
Tidak, jelas Afika tidak akan merubah hal itu, dia akan tetap di jauhi oleh teman temannya namun diam diam dia selalu memperhatikan seorang gadis bertubuh tinggi yang diam diam selalu membelanya saat orang lain memojokkannya.
Suatu hari Afika yang tidak biasanya ke kantin akhirnya memutuskan untuk mencari gadis yang selalu membelanya itu, seorang gadis cantik bertubuh tinggi dengan kelakuan seperti seorang laki laki.
"Syuut.. dia ngapain ke kantin?" Seorang gadis berbisik menyenggol lengan temannya yang duduk di sampingnya saat itu.
"Dia kan nyonya besar, ngapain dia ke kantin?" Bisik gadis lain, Afika jelas tidak perduli hingga tiba tiba kaki seorang wanita keluar dari area duduknya dan meletakkannya pada jalan seorang gadis culun yang membawa kuah bakso.
Afika tersenyum dan menghindar, dia kemudian menarik gadis culun itu dan tersenyum ke arahnya. Afika melangkah ke arah kaki yang terjulur dan menginjaknya dengan kasar.
"Uh, maaf aku kira itu akar pohon." Ucap Afika sombong dan mengibaskan rambutnya kembali mencari gadis yang sering membelanya, sayang sekali gadis itu tidak dia temukan.
Semua orang yang melihat itu tak berani membantah malah beberapa Siswa nampak tertawa puas melihatnya dan yang lain merasa kagum pada Afika.
Afika masih sama seperti Afika dalam mimpi buruknya yang tidak memiliki teman dan tidak ada yang berani menyinggungnya hingga acara kelulusannya Afika tidak menemukan sosok gadis yang sering diam diam menolongnya itu.
Afika sama sekali tidak mengubah sejarah, dia bersekolah di Universitas di mana tempat itu sama persis seperti dalam ingatannya yang sudah terpatri, Afika tak ingin mengubah apapun saat itu dia hanya ingin bertemu dengan seseorang.
Hingga waktu yang sudah di tunggu Afika tiba, hari di mana seorang gadis bertubuh ringkih akan menabraknya di jalan. Afika berdandan secantik mungkin dan melangkah di sebuah trotoar jalan menuju area Fakultasnya. Seorang wanita tiba tiba berlari ke arahnya.
Brak...
Bentrokan yang di nantikan oleh Afika akhirnya terjadi, seorang gadis bertubuh tinggi berwajah cantik, berambut hitam kecoklatan, berkulit putih dan bermata coklat keemasan.
"Maaf.. maaf.. aku buru buru nih." Wanita itu kembali merapikan buku buku sketsa di tangannya dan di bantu oleh Afika.
"Aku bantu ya? kelasku kosong katanya karena dua dosen yang akan mengajar sedang sakit." Wanita di hadapnnyapun mengangguk dan menyerahkan beberapa buku miliknya ke tangan Afika.
"Kita ke sana ya, tuh sudah mulai." Wanita itu menunjuk ke arah gedung teater di luar Universitas tepatnya berhadapan dengan gedung Universitas tempat Afika menuntut ilmu.
"Kakak akan tampil di sana?" Tanya Afika penasaran, dulu dia tidak sempat berlama lama dengan wanita itu karena merasa curiga.
"Tidak, aku yang buat kostumnya saja. Kita nonton dulu yu?" Ajak wanita itu dengan gembira menarik lengan Afika untuk duduk di jajaran kursi penonton.
"Oh ya, Aku Tata. Kamu namanya siapa?" Tata bertanya mengulurkan tangannya pada Afika.
"Hai Tata, aku Afika. Salam kenal ya." Afika menjabat tangan Tata dan senyum nampak terukir di wajah Tata.
"Iya, lucu ya namanya Afika dan Tata." Tata tersenyum lembut dan menatap ke tempat di mana para pemain teater muali satu demi satu memasuki panggung. Afika sendiri tidak menatap ke arah panggung matanya terus menyelidik ke setiap sudut wajah Tata.
Tata bukanlah seorang wanita, Afika tahu hal itu namun penyamaran yang di lakukan Tata bahkan mengalahkan para pemeran teater yang kini berlaga. Afika tersenyum lembut, apa jadinya bila dia melakukan sesuatu yang menantang pada Tata apa Tata akan menjauhinya?
Afika kembali menggeleng, dia tidak ingin merusak skenario yang sudah di rancangnya dengan matang. Afika menatap ke arah sketsa sketsa dalam buku di pelukannya.
"Indah." Bisik Afika menyentuh guratan pensil di sana, Tata memalingkan wajahnya menatap Afika yang tengah menahan takjub.
"Apa kau mau melihat karya karya buatanku?" Tata menawarkan diri dan sontak saja binaran cahaya nampak dari mata Afika.
"Mau dong, ini seketsanya aja bagus bagus begini. Kapan?" Tanya Afika dengan sumringah dan penuh semangat.
"Sore ini ada kelas gak?" Tata bertanya berharap harap cemas.
"Enggak ada si, cuma aku harus kasih tau dulu orang rumah." Tata mengangguk setuju, keduanya kembali menatap ke arah panggung Teater, mereka terhanyut dalam setiap gerakan para pemain itu hingga tanpa sadar waktu sudah menunjukkan cukup sore.
"Aku telpon kakek dulu ya." Afika menghubungi kakeknya dan mengatakan akan pulang terlambat, kakeknya mengerti dan memperbolehkan Afika pulang terlambat, selain itu sebelumnya kakek sudah menerima pesan dari Atta agar memberi izin pada Afika telat hari ini.
"Kakek udah izinin, oh ya kita mau kemana?" Afika melihat Tata menuju sebuah parkiran dimana mobil mobil mewah terparkir di tempat itu. Sebuah mobil sport berwarna hitam di naiki oleh Tata.
"Wah, mobilnya keren." Afika menyanjung Tata dengan senyum lebar di bibirnya dan tepuk tanagan yang meriah dari tangannya, Tata terkekeh dan melemparkan sebuah kaca mata hitam ke arah Afika.
"Ayo kita melesat cantik." Ucap Tata, Afika tertawa melihat bagaimana kelakuan Tata yang nyata sekali seperti seorang wanita, dia nampak begitu sangat menikmati perannya sebagai wanita jadi jadian.
Afika dan Tata akhirnya sampai di depan sebuah rumah sederhana, tempat yang sangat nyaman pikir Afika. Dalam ingatannya dia tahu di sinilah suatu hari dirinya akan tinggal dan bersama dengan Tata sebagai seorang sahabat tanpa mengetahui identitasnya sama sekali.
"Ini rumahku, selamat datang Afika." Tata turun dan membukakan pintu mobil untuk Afika.
"Nyaman sekali di sini." Afika melepas kacamata hitam yang sempat menghiasi matanya, Tata tersenyum dan mencari kunci di tas kecilnya.
"Nah ayo masuk." Tata membuka pintu rumahnya, seketika itu juga air mata Afika jatuh, kenapa Tata sampai berpura pura untuknya. Ini sama sekali tidak adil pikir Afika.
Afika masuk ke dalam rumah tersebut, hawa kekhawatiran tergambar dari wajah Tata namun dia terkejut saat menatap raut wajah Afika yang sendu dan menutup pintu dengan kasar.
"Hei beb, kenapa?" Tata mendekat dan meletakkan tangannya di kening Afika.
"Sudah puas berpura puranya?" Afika tidak ingin membohongi dirinya sendiri, biarkan waktu berjalan sebagaimana mestinya pada orang lain tapi Afika hanya ingin mengubah sebuah hal saja di hidupnya.
"Apa maksudmu?" Tata bingung dan menatap Afika yang lebih pendek darinya mata biru gadis itu mampu menyihir hatinya.
Afika tak menggubris dan menarik leher Tata hingga wajah mereka saling berdekatan dan sebuah kehangatan di berikan Afika secepat kilat dan membuat mata Tata melotot.
"Kamu Atta ku." Lirih Afika memeluk Atta dan saat itulah Atta terkejut bukan main, identitasnya sebagai Tata terbuang percuma begitu saja.
"Afika.." Tata tak ingin menghindar dia balas memeluk Afika, wajah Afika seketika terasa menghangat.
Brakkk...
Afika terkejut dari lamunanya dan sebuah buku dan sketsa di pelukannya jatuh mengenai kakinya saat dia ternyata baru memasuki rumah Tata.
"Astaga, aduuh.. maaf aku gak sengaja." Afika membereskan kembali sketsa sketsa Tata yang jatuh berserakan. Tata menatap khawatir ke arah Afika dan bukan seketsanya yang dia perhatikan melainkan kaki Afika.
"Ssttt..." Afika meringis saat salah satu buku mengenai kakinya dan tampaklah warna kebiruan di sana yang langsung membuat Tata syok dan menarik tangan Afika.
Tata meminta Afika duduk di atas meja di mana barang barang pentingnya di letakan, Afika memperhatikan bagaimana Tata yang hilir mudik mencari kotak P3K. Afika sadar seorang tunangannya tengah mengkhawatirkan dirinya, meski Tata saat ini belum mengutarakan identitasnya namun berkat lorong waktu itu Afika dapat mengetahui siapa Tata sesungguhnya.
Benar, Afika tak akan pernah mengubah jalan hidup orang lain dan biarkan dunia berjalan pada porosnya, tapi dia tak bisa bila harus membiarkan kehidupannya terulang seperti dalan lorong waktu, namun dia juga sadar bila saat itu bukanlah waktu yang tepat.
Afika harus bertemu dulu dengan Atta palsu dan menghajarnya habis habisan, dia juga berniat akan membuat orang yang sudah berpura pura sebagai tunangannya itu untuk memberikan hukuman yang lebih baik mati untuk merasakannya.
"Kenapa tidak hati hati sih? Lihat kakinya bengkak!" Tata nampak khawatir sekaligus marah marah tidak jelas pada Afika.
"Loh kok marah? Aku.. hiks.." Afika berpura pura menitikan air mata yang sontak membuat Tata kalang kabut dan mendekap Afika.
"Bukan itu maksudku, Sketsa bisa di buat lagi. Kalo kaki kamu gimana? Kalo ada apa apa sama kaki kamu bagaimana sayang?" Tanpa sadar Tata menyatakan kata terlarang dari bibirnya yang biasa dirinya ucapkan saat bersama Afika.
"Kaya suami aja si, lagi khawatirin istrinya yang hamil besar terus jatuh." Afika mengerucutkan bibirnya bersungut sungut membuat Tata terkekeh sejenak.
"Iya, makanya hati hati oke?" Tata melanjutkan mengurut kaki Afika dan tanpa Afika sadari kakinya sudah membaik dan warna biru itu juga hilang.
"Kasih tau kakeknya malam ini nginep aja di sini gimana?" Tata memberikan penawaran, Afika menggeleng. Dia tidak bisa meminta izin sekarang ada beberapa alasan yang tidak bisa dirinya langgar.
"Gak bisa Kak, kita baru aja kenal kakak gak ngerasa curiga kalo aku itu mata mata atau maling gitu?" Tata tersenyum lembut mengutarakan alasannya.
"Emang mau nyuri apa di sini? Kalo ada yang kamu sukai ambil aja gak usah nyuri." Tata memangkas ucapan Afika yang langsung membuat Afika tertegun.
"Kak, apa kakak pada semua orang seperti ini? Kakak gak boleh kaya gini, kakak juga haru HA-TI-HA-TI." Afika mengejakan kata terakhir dan di angguki Tata.
"Gak sih, cuma sama kamu aja. Aku ngerasa kamu orang baik makanya dari pada pulang pergi ke rumah kamu yang jauh itu mendingan tinggal di sini aja." Tata tersenyum kemudian melotot.
"Eh.. maksudku kayanya.. anu.. ah.. eh gini..." Tata salah tingkah, berniat menjelaskan berakhir mengenaskan dan mencurigakan.
"Dari mana kakak tau kalo rumahku jauh?" Afika mendengklengkan kepalanya.
Astaga, aku keceplosan tadi. Aku harus cari alasan yang tepat biar Afika tidak curiga dan mau tinggal di sini. Bisik batin Tata dan mencari jawaban yang di rasa tepat.
"Kamu kan tadi telpon sama kakek kamu yang bertanda rumah kamu jauh kalo enggak ngapain telpon kan langsung aja pulang dulu, bener gak? Ah, udahlah oh ya coba gaun ini dulu deh, kayanya cocok di kamu." Tata tak ingin berbincang lama lama dan mempermasalahkan hal keceplosan itu.
"Bagus sekali gaunnya kak." Afika terpana saat melihat gaun yang di tunjuk oleh Tata.
"Sana pakek, nanti kita jalan jalan biar seru." Tata mengambil gaun itu dan mendorong tubuh Afika dan gaunnya menuju kamarnya.
Afika berganti pakaian dan beberapa kali menatap cermin, ada rasa malu dan sangat bahagia menggunakan gaun itu yang kini menempel di kulit putihnya.
"Cantik sekali." Bisik Afika menatap cermin melihat bagaimana gaun infah itu terpasang sempurna di tubuhnya.
Mata Afika yang besar dengan lensa mata biru dan bulu mata centrik, hidung mancung dan bibir mungil berwarna merah muda itu menyempurnakan penampilannya, rambut panjangnya indah membuat wajah Afika seketika merah.
Afika keluar kamar dan melihat wajah Tata yang memerah dan tertegun sejenak, ada hawa panas yang tiba tiba menguasai tubuh Tata dan membuatnya sejenak sulit bernafas saat menatap penampilan Afika.
"Apa aku cantik?" Afika bertanya seraya tersenyum manis ke arah Tata, bila saja Tata dalam mode laki laki dia tidak akan sungkan merangkul tubuh mungil itu.
Apa yang tadi dia katakan? Terlihat cantik? Yang benar saja, bahkan bunga bunga tercantik sekali pun akan malu saat bersanding denganmu Afika. Tata bergumam dalam hatinya mengagumi kecantikan yang terpancar dari sosok wanita di hadapannya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!