Di sebuah sekolah menengah atas, seorang lelaki sedang menjadi ketua panitia pada penerimaan siswa baru. Ada ratusan pendaftar calon siswa baru, namun ada satu perempuan yang mampu menarik perhatian nya, namanya Juli Shaquille F.
Lelaki itu namanya Adnan Alexandro, si ketua umum MOS angkatan tahun tersebut. Adnan memandang lama formulir yang berada ditangannya, seolah ia tidak ingin mengumpulkan nya bersama tumpukan formulir yang lain, sebab di sana terdapat foto perempuan itu
Waktu berjalan, perempuan incaran Adnan berhasil ia dapatkan saat studi tour sekolah ke kota sebelah.
"Namaku Adnan, nama kamu Juli, kan? Ayo jadi pacarku" ucap Adnan di dalam bus. Kebetulan sekali ia berada di bus yang sama dengan Juli.
Adnan bisa melihat garis heran pada kening itu.
"Jokes kakak nggak lucu" ucapnya.
Adnan kemudian duduk berjongkok di sebelah Juli, yang posisinya Juli sedang duduk di kursi bus.
"Nggak nge-jokes. Habis dari sini, aku akan ke rumah mu, dan ngomong dengan papa mu" ucap Adnan dengan suara yang cukup kecil, tapi ia pastikan Juli bisa mendengar nya. Adnan berjalan ke belakang, duduk di sebelah temannya yang sejak tadi memetik gitar, membuat perjalanan terasa seru.
Akhir weekend selanjutnya, Adnan benar-benar mendatangi rumah Juli. Tatapan mata Juli saat itu membuat Adnan terkekeh.
"Gak nerima tamu" galak Juli.
"Nak, gak boleh ngomong gitu sama temannya" seorang lelaki paruh baya keluar dan menyapa Adnan.
Mata Adnan membulat saat melihat sosok di depannya. Ia refleks menyodorkan tangannya dan mencium punggung tangan di depannya.
"Selamat pagi, Tuan Fenerdic" sapa Adnan ramah.
Tuan Fenerdic terkekeh mendengar sapaan formal Adnan.
"Mau jemput anak saya?"
"Nggak papaaa" rengek Juli. Perempuan itu bahkan menggandeng papanya agar segera memasuki rumah dan ia bisa menutup pintu.
Fenerdic terkekeh.
"Sayang, siap-siap gih. Kasihan temannya udah nungguin"
Juli menatap tajam ke Adnan, yang kira-kira bunyinya seperti ini 'awas kamu kak' . Tanpa membantah, Juli memasuki rumahnya, meninggalkan papanya dan kakak kelasnya di teras.
Entah apa yang dua lelaki itu bicarakan, hingga saat Juli kembali, keduanya sama-sama mengeluarkan tawa yang ringan.
"Udah siap rupanya" Ucap Fenerdic saat menyadari keberadaan anaknya.
"Hati-hati bawa anak saya yah" ucapnya lagi.
"Terima kasih, tuan" Adnan mencium punggung tangan Fenerdic.
Juli juga melakukan hal yang sama kepada Fenerdic, tapi bedanya, sebagai balasan, Fenerdic mencium kening putri nya.
"Bye-bye papa"
Selama hidup Juli, baru kali ini seorang lelaki bertandang mendatangi rumahnya. Tidak, Fenerdic atau pun mamanya bukan sosok orang tua yang posesif. Menjadi perempuan cantik dan terkenal di masanya tentu menjadi tantangan sendiri bagi setiap laki-laki yang berniat dekat dengan seorang Juli Shaquille.
"Kakak ngapain sih ke rumah? Aku tuh mau nangkap kupu-kupu" gerutu Juli sepanjang jalan.
Adnan terkekeh, senang saja melihat ekspresi Juli yang lain, biasanya hanya wajah datarnya saja.
"Kan aku udah bilang, bakal ke rumahmu. Ehh nggak tahunya malah di kasih rejeki lain, tuan Fenerdic izinkan aku bawa anaknya"
"Kalau di bawa ke pelaminan, di izinkan juga nggak yah?" tanya Adnan.
Tangan Juli mendaratkan cubitan kecil di pinggang Adnan.
"Ngawur terus. Fokus berkendara saja"
"Sakit, Julii" Adnan mengelus cubitan Juli di pinggang nya yang terasa sedikit panas.
✨✨✨
Rupanya pertemuan pertama Adnan dengan Fenerdic di akhir weekend saat itu, membawa mereka pada pertemuan-pertemuan lain. Mereka kadang bertemu di kursi penonton saat menonton bola atau di lapangan badminton.
"Nggak mau jemput anak om lagi?" tanya Fenerdic pada Adnan.
Mata Adnan berkedip, ia diam sesaat sebelum menjawab,
"Kalau di jemput nya terus di bawa ke pelaminan, bisa om?"
Tawa Fenerdic lepas begitu saja saat mendengar pertanyaan anak muda di depannya.
"Kalau untuk itu, tunggu sampai anak om lulus sekolah. Memangnya kamu sudah siap menjadi kepala keluarga?"
"Siap, om. Bulan depan aku udah lulus SMA, habis itu cari kerja dan ngumpulin uang"
Fenerdic benar-benar kagum dengan semangat seorang Adnan.
"Akhir pekan nanti, jemput anak saya lagi deh. Kasihan dianya, setiap hari ngejar kupu-kupu mulu"
Mata Adnan berbinar mendengar ucapan Fenerdic.
"Terima kasih, om"
Adnan mengangguk.
Setelahnya, nyaris setiap weekend Adnan akan menjemput Juli, tentu saja dengan izin Fenerdic.
"Kakak mau apa dari aku?" tanya Juli di suatu kesempatan.
"Mau jadikan kamu istri "
"Tapi aku masih ingin sekolah, mau jadi dokter" ucap Juli.
Adnan mengangguk.
"Aku juga masih mau sekolah, mau jadi pengusaha muda"
"Terus kenapa sekarang ngomongin nikah?"
"Kan bentar lagi kamu lulus SMA. Om Fenerdic bilang, aku boleh nikahin kamu saat lulus nanti"
Dan benar saja, penyatuan dua keluarga raksasa itu menjadi berita utama di setiap tayangan televisi, dengan judul hide line PENYATUAN KELUARGA HARRISON DAN FENERDIC.
Keduanya hidup bahagia, meskipun harus menunda beberapa tahun untuk memiliki keturunan. Tahun ke-3 pernikahan mereka, barulah Juli hamil. Anak pertamanya ia beri nama Arrayan Alexander Harrison. Jelang beberapa tahun kemudian, seorang bayi perempuan lahir dari rahim Juli, dimana bayi perempuan itu hanya mempunyai sedikit waktu dengan ibunya.
"Kak, tolong jaga bayi mungil ini. Berikan kasih sayang yang banyak kepadanya. Aku titip anak-anak kepada kakak. Aku tunggu kakak di keabadian" ucap Juli saat ia sudah diambang kematian.
Tangis Adnan pecah saat itu. Begitupun tangis anak laki-laki yang berusia 8 tahun di sisi Adnan.
Hoek hoek
Ikatan batin diantara mereka cukup kuat, bahkan si bayi merah yang belum berumur satu hari itu juga ikut menangis.
"Tuhan selalu punya alasan-Nya sendiri untuk setiap ketetapan nya. Yang pergi bukan hanya istri kamu, tapi juga putri semata wayang saya dan juga ibu dari 2 anak. Semoga kamu selalu bijaksana dalam mengemban amanah, bisa menjadi ayah sekaligus ibu untuk mereka." Fenerdic menepuk-nepuk bahu menantu nya yang terlihat sedang melamun di suatu sore.
Adnan mengambil langkah lain untuk menjaga kesehatan dirinya dan juga jiwanya. Lelaki itu memilih Vineland sebagai tempat sembuh nya. Kedua anaknya ikut bersamanya. Hidup di sebuah rumah dengan halaman yang luas. Di bagian depan dibuat seperti lapangan, sementara di sisi kiri kanannya terdapat pohon mangga dan pohon jeruk yang tumbuh subur, dibagian belakang rumah terdapat kolam renang dan juga taman bunga. Di sela-sela kesibukan nya, Adnan seringkali terlihat merawat tanaman bunga.
"Dek, masuk. Papa udah pulang" ajak si kakak kepada adiknya.
"Bental dulu ta ta Yan" bayi kecil itu sudah berusia 4 tahun, namanya Arsyana Vyastri. Ia sedang berlari-larian di taman untuk menangkap kupu-kupu.
Jangan lupa like, komen dan subscribe nya kakak :)
Terima kasih sudah mampir di ceritaku. Semoga nggak bosan yah bacanya ✨
Adnan sedang menemani kedua anaknya berjalan ke taman kota. Di sana, anak perempuannya bisa berlari-larian mengejar kupu-kupu, sementara anak lelakinya bisa melukis dengan tenang.
"Larinya jangan jauh-jauh hm" Adnan mencium kening putrinya sebelum membiarkan nya berlari.
Adnan duduk di kursi tunggu, sambil mengawasi anak-anaknya. Hingga suara dentuman keras membuat nya menoleh mencari sumber suara.
"Kak, tolong adiknya dilihat dulu" pesan Adnan kepada anak lelakinya.
Di ujung taman, ada sebuah bangunan tua yang dicat dengan berbagai macam warna agar tidak terlihat menakutkan. Adnan memasuki bangunan tersebut, ia merasakan seseorang sedang dalam masalah di dalam sana. Dan benar saja, seorang lelaki yang kisaran umurnya tidak jauh berbeda dengannya sedang dalam posisi yang sulit, ia di kelilingi oleh 2 orang yang membawa senjata tajam.
Perkelahian tak terhindarkan, Adnan mampu membuat dua lelaki itu tidak bisa bergerak, ia kemudian menelpon polisi.
"Terima kasih" ucap lelaki yang tadi Adnan tolong.
Adnan tersenyum, memapah lelaki itu keluar dari bangunan tua, membawanya duduk di bawah pohon.
"Nama saya Atlas. Atlas Aderald Dhanurendra."
Mata Adnan membulat kaget mendengar marga lelaki di depannya.
"Dhanurendra pergi sendiri?"
"Iya, kenapa harus pergi bersama-sama? Kali ini saya mencoba perjalanan bisnis sendiri." jujur Atlas.
Adnan mengangguk paham.
"Apakah kita pernah bertemu?" tanya Atlas, ia merasa tidak asing dengan wajah Adnan.
"Saya seorang Harrison"
"Waw" Atlas berdecak kagum, namun cukup bingung.
"Sedang apa seorang Harrison di sini?" tanya Atlas lagi.
"Menikmati sisa hidup" jawab Adnan pendek.
Atlas mengangguk mengerti.
"Memiliki Aland sebagai tangan kanan memang luar biasa. Dia sangat kompeten mengelola semuanya. Sementara yang punya hidup tenang di tempat yang damai ini"
Adnan terkekeh.
"Papa, adek terjatuh " lapor seorang anak lelaki yang menggendong adiknya dipunggung belakang nya. Sementara sebelah tangan anak lelaki itu memegang alat lukisannya.
Adnan dengan cepat berdiri, mengambil anak perempuannya.
"Anak papa jatuh?" tanya nya dengan sangat lembut, ia mengusap air mata anaknya.
"Tadi jatuh" gadis kecil itu memperlihatkan sikutnya yang terdapat goresan.
"Anak papa kuat hmm" Adnan mencium pipi putrinya.
Di belakang sana, Atlas melihat pemandangan di depannya dengan penuh kekaguman. Seorang pengusaha terkenal pada masanya memilih hidup di tempat damai seperti ini bersama kedua anaknya.
"Hmm" dengan sengaja Atlas bergumam.
Ketiganya kemudian berbalik.
"Wah, lupa. Ayo, kenalan dulu sama om Atlas" Adnan membawa anak-anaknya mendekati Atlas.
"Ryan, om" Arrayan mencium punggung tangan Atlas.
Si gadis kecil itu juga melakukan hal yang sama seperti kakaknya.
"Namanya siapa, nak?" tanya Atlas.
"Pii, om" jawab Vy dengan suara khas anak kecil, pengucapannya belum jelas.
"Om jadi rindu dengan anak-anak om di rumah" ucap Atlas.
Setelah polisi datang dan mengamankan kedua penjahat tersebut, Adnan mengajak Atlas menyambangi rumahnya.
"Ckk" Atlas kembali dibuat kagum dengan rumah sederhana milik Adnan.
"Om cakit?" Vy menoleh menatap Atlas.
Pandangan gadis kecil di depannya begitu polos dan berbinar.
"Tidak, gadis kecil. Om baik-baik saja" sebelah tangan Atlas mengusap rambut Vy.
"Maaf, lama. Pekerja di rumah sedang libur" Adnan datang dengan nampan di tangannya. Di atas nampan itu berisi potongan-potongan kue dan juga kopi.
Ryan menyusul dengan nampan berisi buah di tangannya. Ia membawanya lebih dekat dengan adiknya.
"Mereka manis sekali" ucap Atlas lagi.
"Terima kasih" Adnan tidak tahu harus mengucapkan apa.
"Silahkan di cicipi"
Atlas memakan kue yang disuguhkan oleh Adnan. Sesekali matanya melihat sepasang adik kakak di sebelah sana saling menyuapi.
"Saya akan ke kota untuk membeli bahan makanan. Apakah kau akan ikut atau menunggu di sini?" tanya Adnan pada Atlas.
"Saya ikut. Saya akan meminta tolong sekali lagi, tolong antarkan saya ke hotel, semua barang penting saya tertinggal di sana"
"Baiklah " Ucap Adnan.
"Papa akan ke kota, dan bibi sedang tidak ada. Ikut papa ke kota, mau?" tanya Adnan pada anak-anak nya.
"Yeeay" si kecil terlihat begitu bersemangat.
Sesampainya di kota, Adnan tidak langsung pulang.
"Jangan biarkan saya seperti pengecut, Adnan. Ayo makan sore bersama saya sebelum kembali ke desa" pinta Atlas.
Adnan mengiyakannya.
Mereka berempat duduk di kursi yang mengelilingi meja bundar.
"Tolong potret kami" ucap Atlas kepada salah satu pelayan yang mengantarkan makanan.
"Jangan sampai wajah anak perempuan saya terekspos" peringat Adnan sebelum menerima permintaan Atlas untuk mengabadikan momen hari ini.
Atlas mengangguk setuju. Ia akan mencetak sendiri foto tersebut saat ia sudah sampai di Atlantis nanti.
"Sekali lagi, saya ucapkan banyak terima kasih. Saya berhutang nyawa" ucap Atlas.
"Santai saja. Sebagai makhluk sosial, sudah kodratnya manusia saling menolong satu sama lainnya "
Atlas mengangguk mendengar ucapan Adnan yang sangat bijaksana menurut nya.
"Ayo, salim dulu ke om Atlas. Dan ucapkan sampai jumpa" pinta Adnan kepada anaknya.
Arrayan melakukan nya lebih dulu.
"Sampai jumpa, om"
Giliran Vy selanjutnya.
"Cii yuu om"
Atlas terkekeh.
"Anakmu menggemaskan"
Adnan tersenyum dan mengangguk. Ia kemudian membawa anaknya keluar dari cafe hotel dan berjalan menuju mobil.
Hari sudah gelap, kedua anak Adnan tertidur pulas di kursi penumpang belakang. Di saat seperti ini, rasa rindu kepada istrinya kembali menyapa nya. Ia sungguh teramat rindu kepada istrinya.
Di lain tempat, Atlas sedang bersiap-siap untuk kembali ke tanah air Atlantis. Ia sudah meninggalkan rumah seminggu lamanya mendatangi negara ini untuk urusan bisnis. Ia hampir saja mati di negara ini, jika Adnan tidak menemukannya. Perasaan rindu kepada keluarganya sudah membuncah. Istrinya pasti sudah menunggu, ketiga anaknya pasti sudah mencari keberadaan nya. Di detik-detik terakhir ia berada di negara ini, Tuhan memberinya kenangan manis yang akan ia ingat sepanjang hidupnya.
"Ayah, ini siapa?" tanya anak bungsu Atlas kepadanya saat melihat seorang gadis kecil di dalam bingkai foto di meja kerja ayahnya.
"Namanya Vy, anak teman ayah" jawab Atlas.
Anaknya baru saja pulang dari sekolah bola.
"Matanya bagus"
Atlas mengangguk setuju dengan ucapan anaknya yang baru berusia 7 tahun ini. Mata yang bening dan berbinar milik Vy memang sangat cantik.
"Cantik dan manis"
Anak lelaki Atlas bernama Alerscha Febrian, yang lebih suka olahraga daripada akademik. Anak kecil itu lebih memilih untuk sekolah sepak bola dan di asramakan ketimbang belajar di sekolah umum. Setiap weekend, anaknya akan pulang ke rumah untuk berkumpul dengan yang lain. Sementara dua anaknya yang lain, kebalikan dari anak bungsunya. Yang lain begitu senang belajar, sangat betah membaca buku maupun jurnal lewat internet.
"Papaaa" teriak Vy dari luar, ia baru saja pulang dari sekolah nya.
"Iya sayang?" Adnan menjawab dari dalam. Lelaki itu sedang bekerja.
Vy mencium kedua pipi Adnan.
"Vy udah pulang" lapor nya.
Adnan terkekeh. Ia membalas kecupan anaknya di pipi,
"Ganti baju. Habis itu makan. Nggak boleh main kupu-kupu kalau belum makan"
Vy mengangguk setuju. Ia berlari kecil memasuki kamarnya untuk berganti pakaian. Ia menjalankan perintah papa nya tanpa protes agar segera bisa bersua dengan kupu-kupunnya di belakang sana.
Saat anak perempuannya berumur 4 tahun, Adnan membuat penangkaran kupu-kupu untuk anak perempuan nya. Di dalam sana ada banyak jenis kupu-kupu yang hinggap di bunga-bunga. Adnan beberapa kali mendapati anaknya tidak tidur siang, malah memilih untuk bermain di belakang.
"Adek mana, pa?" tanya Arrayan.
"Di belakang mungkin, nak" jawab Adnan.
Anak lelakinya sudah besar, sudah berusia 14 tahun, sekarang dia sudah duduk di bangku kelas 2 SMA.
"Kakak ke belakang deh" pamit Arrayan.
Benar dugaan papanya, adiknya sedang bermain dengan kupu-kupunnya.
"Main terus" Arrayan menarik pelan telinga adiknya.
"Sakit kakak" rengek Vy.
"Sekarang cuci tangan, habis itu tidur siang"
Bibir Vy mencebik, ia sungguh tidak rela meninggalkan kupu-kupu nya.
"Sekarang, dek" Arrayan mengulang kalimatnya.
"Iya kak, iya" meskipun dengan langkah kesal, Vy menurut dengan perintah kakaknya. Anak berusia 7 tahun itu memasuki rumah dan berjalan ke kamarnya dengan langkah yang ia buat kesal.
Adnan sempat melirik wajah murung putrinya.
"Adiknya kenapa lagi?" tanya nya kepada si anak sulung.
"Suruh tidur siang dulu " jawab Arrayan.
Rupanya anak pertama nya semakin besar, sebagian tugas Adnan sudah dikerjakan oleh Arrayan. Misalkan meng-handle Vy.
"Nak, om Aland beberapa kali ini menelpon papa, meminta papa untuk kembali ke tanah air. Bagaimana menurut kakak?"
"Papa sendiri bagaimana? Sudah lebih baik?" tanya Arrayan balik.
"Papa jauh lebih baik, dan akan selalu baik-baik saja selama papa bersama kalian" jawab Adnan bijaksana.
"Tapi nunggu kakak lulus SMA dulu, nggak apa-apa?" tanya Arrayan lagi.
"Nggak apa-apa, kak."
Waktu tetap berjalan tanpa henti. Si gadis kecil sudah berusia 9 tahun. Kegiatan sehari-hari nya masih sama, menghabiskan siangnya di penangkaran kupu-kupu miliknya. Jumlah kupu-kupu nya semakin banyak. Ia senang melihat saat melihat kupu-kupu berterbangan di sekitar nya dengan sayap nya yang berwarna warni.
Adnan mendatangi anaknya yang sedang berusaha memegang kupu-kupu. Kupu-kupu itu hinggap di tangan anaknya, jadi Vy tidak perlu susah payah untuk menangkap lagi. Hal itu berhasil Adnan abadikan di ponselnya.
"Asyik sekali sepertinya" ucap Adnan.
Vy menoleh dan tersenyum melihat kedatangan papanya.
"Papa" ia berjalan dan duduk di sebelah papanya.
"Kupu-kupu nya cantik" Adnan memuji kupu-kupu yang masih hinggap di tangan anaknya. Sayapnya berwarna biru, putih, merah dan hitam dalam bentuk abstrak.
"Iya, pa. Lucu juga"
"Dek, papa mau ngomong"
"Ngomong apa, pa?" tanya Vy. Ia menatap papanya.
"Om Aland sedang butuh bantuan papa di tanah air. Gimana menurut adek?"
"Papa bantuin om Aland"
"Tapi papa nggak bisa pergi kalau kakak dan adek nggak ikut. Pertanyaan papa adalah, apakah adek bersedia ikut dengan papa?" Adnan berusaha menjelaskannya dengan sangat pelan-pelan.
"Mauu" jawab Vy.
"Tapi kupu-kupu nya ditinggal" ucap Adnan.
Mata Vy berkedip kedip, anak kecil itu terdiam, seolah mencerna ucapan sang papa.
"Kasihan kupu-kupu nya" ucapnya dengan sangat lirih.
Adnan mengangkat anaknya naik ke pangkuan nya, mengusap kepala anaknya yang sedang menangis.
"Bibi Maryam dan paman Risal akan mengurus kupu-kupu adek. Mereka berdua akan merawat kupu-kupu adek. Kalau adek libur dan papa sedang tidak sibuk, papa janji akan membawa adek jalan-jalan kesini. " janji Adnan.
"Beneran?" anak kecil itu meminta kepastian.
Adnan mengangguk cepat.
"Jadi papa udah boleh telpon om Aland untuk minta dijemput?" tanya Adnan lagi setelah Vy merasa lebih tenang.
"Boleh, papa."
"Di sana adek akan punya teman baru, ada kak Adriel juga kan. Kakak juga ikut kok"
Sehabis kelulusan Arrayan, Aland benar-benar menjemput atasan sekaligus sahabatnya.
"Halo sayang" Aland menciumi pipi Vy.
"Halo, om" Vy memeluk leher Aland yang sedang menggendong nya.
"Adriel nggak ikut, om?" tanya Ryan. Ia berjalan di sebelah papanya.
"Tidak, boy. Adriel masih di asrama, pulangnya tiap weekend." jawab Aland.
"Eh, iya. Kak Reil kan sekolah bola yah?" tanya Vy.
"Kayak udah ngerti bola aja" cibir Ryan.
"Kak Ryan ihh" Al memukul-mukul bahu kakaknya.
Ryan memegang kedua tangan adiknya yang memukul bahunya.
"Udah, dek. Ampun" ucap Ryan.
Adnan tersenyum melihat interaksi kedua anaknya. Ia berharap, anaknya akan selalu saling menyayangi seperti sekarang.
Untuk sampai di tanah air, mereka harus menempuh perjalanan selama 7 jam lewat jalur udara.
"Kembali ke rumah yang mana?" tanya Aland kepada Adnan.
"Ke rumah yang dulu saja, Land."
"Are you okay?"
Adnan mengangguk.
"Aku pergi sudah sangat lama, dia juga pasti sudah tenang sekarang."
"Tentu saja. Juli pasti sudah tenang, ia akan sangat bahagia melihat kalian kembali lagi dan menjalani hidup dengan penuh kehangatan."
Keadaan lingkungan rumah sudah tidak seperti dulu. Di beberapa lahan kosong disekitar rumahnya, sudah terbangun rumah baru.
"Selamat datang kembali, kak " sapa Alana, istri dari Aland.
"Wah, anak tante udah besar" Alana menciumi pipi Vy.
"Halo Tante " sapa Ryan, ia mencium punggung tangan Alana.
Adnan melihat sekitarnya, sebelum melangkah memasuki rumah yang sudah ia tinggalkan selama 9 tahun lamanya.
Vy yang melihat kupu-kupu terbang, mengikuti kemana kupu-kupu itu mengepakkan sayap.
"Duh" seseorang mengadu tidak jauh dari Vy. Vy melihatnya, seroang perempuan yang mengenakan rok biru dan atasan putih sepertinya terjatuh dari sepeda.
"Kakak nggak apa-apa?" tanya Vy.
Anak sekolah itu menatap Vy.
"Kalau aku meringis tuh tandanya ada yang sakit" ucapnya.
"Ya udah, sini, Vy bantu bangun " Vy mengulurkan tangannya, membantu kakak perempuan itu untuk berdiri.
"Rumah kakak di mana? Vy anterin deh" tawar Vy. Ia juga sudah berhasil membangunkan sepeda kakak perempuan itu.
"Nggak apa-apa?" tanya anak SMP itu.
Vy menggelengkan kepalanya .
"Nggak apa-apa, kak"
Mereka berdua berjalan, arahnya sama dengan arah ke rumah Vy.
"Rumah kakak dimana?" tanya Vy.
Perempuan itu menunjuk ke rumah cat biru, tepat berada di sebelah rumah milik sang papa.
Vy memasuki pekarangan rumah kakak perempuan itu, dan memarkir sepeda yang ia papah tadi.
"Nama ku Arayana, panggil saja Raya"
Vy tersenyum.
"Dek?"
Senyumnya lenyap saat mendengar teriakan kakaknya.
"Kak, aku pulang yah"
"Ta-..." Raya mengurungkan niatnya untuk berteriak, sebab ia kembali merasakan sakit pada lututnya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!