NovelToon NovelToon

The Devang

Episode 1+prolog

...PROLOG...

Angin sepoi berhembus menerpa rambut panjang coklat tua seorang wanita yang menutupi kedua anting berlian biru di telinganya. Dia duduk di atas meja putih kokoh, membaca sebuah buku dari balkon rumah megah yang tinggi. Buku bersampul merah hitam tanpa judul.

Membalik halaman demi halaman di bawah sinar bulan yang menyinari dirinya dan ruangan gelap di belakang melalui jendela. Pupil mata merahnya lekat menatap setiap tulisan halaman buku itu dengan senyap.

Dari kegelapan sudut balkon, seorang pria bersetelan jas lengkap dengan masker berdiri mengamatinya. Berdiri tegap mengamati wanita dengan topeng setengah wajah dan anting berlian itu membaca buku di atas meja.

"Ck,ck.. Kisah nya terlalu menyedihkan sampai aku ingin muntah setiap kali membacanya. Memangnya siapa yang mau membaca ini?" Wanita itu membalik halaman berikutnya, bibirnya menyeringai miris.

.

.

.

Di kegelapan malam, di bawah bayangan gedung apartemen yang suram, seorang gadis kecil berambut dark brown menatap mayat-mayat yang terkapar di tanah dengan tatapan kosong dari ayunan taman.

Genangan darah berceceran di sekitaran tanah taman dengan banyaknya orang yang terkapar tak bernyawa di tanah. Hanya ada dia, seorang gadis kecil dengan tatapan kosong itu yang menjadi saksi bisu kematian sejumlah orang itu.

Matanya gelap tanpa cahaya, hatinya hampa, kehidupannya tersesat tanpa tujuan..

Genangan darah di dekatnya bergerak, sebuah sepatu heels hitam yang cukup tinggi menginjak setiap genangan darah dengan lincah. Saat gadis kecil hampir putus asa, sebuah tangan terulur di depannya, tangan seorang wanita asing dengan anting berlian biru. Mata nya yang polos itu mendongak, menatap mata merah wanita itu, dia tersenyum dan menyeringai di tengah kegelapan malam, menjadi hitamnya langit di malam itu.

"Kamu tidak perlu untuk terus berusaha menyembunyikannya dari orang-orang. Tidak usah pedulikan apa yang mereka katakan. Kamu cukup melakukan apa yang membuat mu senang.."

Gejolak tak terduga bergetar di hati gadis itu, membuat matanya terus penasaran dan tertarik menatap mata merah wanita itu lebih dalam. Mereka seolah seperti duplikat, terlihat sangat sama persis. Mata redup yang bersinar di tengah gelap malam.

"Ayo, kamu ikut atau tidak?" Tangan wanita dengan anting berlian biru masih terulur, dia memberikan seringai intimidasi yang entah kenapa membuat hati gadis kecil merasa tenang. "Aku akan menunjukkan padamu bagaimana caranya bersenang-senang."

Selang beberapa lama sang gadis kecil menatap dalam mata merah wanita beranting berlian itu, dia mengangguk dan meraih ukuran. Pancaran percikan cahaya merah menyala di manik gadis itu, mengikuti pancaran cahaya petaka yang ada di depannya.

Kaki mereka melangkah diantara mayat dan darah yang menggenang, tersenyum senang bagai petaka malam. Tangan keduanya bergandengan, menuju kegelapan tanpa ujung...

.

.

.

Wanita dengan anting berlian biru menutup bukunya dan turun dari meja, berjalan menuju pria bersetelan jas lengkap di sudut balkon dan mendorong kasar buku itu padanya hingga tersenyum. Tanpa peduli wanita itu melewatinya dengan senyum senang yang suram.

"Ayo, jangan melamun, kita masih punya banyak hal yang harus di urus." Wanita itu berjalan melalui pintu kaca balkon dan mendahului pria berjas yang masih terdiam di tempatnya.

"Baik."

.

.

.

Pagi hari di pusat kota Tokyo sangat ramai dan sibuk, ada banyak sekali orang-orang yang berlalu lalang di jalanan dengan aktivitas nya. Berbagai macam emosi, raut wajah, kebencian, kegembiraan mengikuti disetiap langkah manusia.

Sejak awal memang sudah lama seperti ini, hanya saja ada sedikit bumbu yang dunia tambahkan...

Sebuah mobil hitam mewah berhenti di depan gedung besar yang tinggi. Wanita cantik dengan setelan jas feminim keluar dari kursi penumpang mobil mewah itu setelah seorang pria berjas lengkap membukakan pintu untuk nya.

Pria itu hanya menunduk setelah menutup pintu mobil, belum bergeming sedikitpun. Setelan jas yang lengkap yang mahal, postur tubuh yang gagah dan cukup tampan. Dia tak kalah menarik perhatian saat mereka keluar dari mobil. Semua orang di sekitar terkesima dengan kedatangan mereka ke gedung tinggi itu.

Bukan hal yang jarang terjadi di sana, tapi kali ini seakan terasa lebih berbeda dari biasanya. Sebentar orang-orang berhenti untuk memperhatikan kedua orang itu, terutama pada sang wanita. Wanita berambut ash brown panjang bergelombang dengan topi baret, cantik dan terlihat berwibawa dengan setelan jas feminim. Aura pekat yang mampu memikat siapa saja dalam domainnya.

Wanita cantik itu berjalan ke pintu gedung, membuka gagang pintu dengan tangan cantik dan rampingnya yang tertutup oleh sepasang sarung tangan hitam. Tidak sama seperti suasana diluar, orang-orang yang berada di dalam gedung terlihat lebih sibuk dari sebelumnya, tak ada siapapun yang memperhatikan.

Senyum nya lebar saat masuk dan menatap ke sekeliling lobi dengan bangga dan antusias. Gedung itu memancarkan potensi besar yang sangat terlihat nyata. Awalnya dia merasa terhibur ditempat itu, tapi beberapa detik kemudian wajah wanita itu tiba-tiba menjadi muram tanpa sebab.

Semoga bos itu mati!

Dasar bajingan!

Aku sangat benci pekerjaan ini

Kapan hari kiamat, pekerjaan ini membunuh ku.

Mati! mati saja!

Berbagai suara ujaran buruk itu berterbangan menyatu dengan udara, Itu yang terdengar, tapi yang terlihat, tidak ada seorang pun yang menunjukkan emosi marah atau benci di lobi itu. Sang wanita menatap sekeliling dengan kesal dan tidak senang, dia menghela nafas berat ketika pria berjas tadi telah menyusul dan berdiri dengan tetap di belakangnya.

"Aaa... Zean.. Apa tidak ada tempat lain lagi?" Wanita dengan rambut ash brown itu merengek manja sambil berbalik menatap pria tadi.

"Nona, ini adalah perusahaan terakhir yang bisa saya rekomendasikan untuk anda. Hari ini anda sudah menolak sekitar 18 perusahaan yang saya rekomendasikan, ini yang terakhir." Balas Zean dengan nada yang cukup tegas namun tenang.

"Aaa..." Rengeknya lagi dengan raut cemberut yang manja.

Baru saja beberapa menit mereka berdiri di lobi dan mengobrol, beberapa orang berjas lengkap tiba-tiba saja datang dan terlihat tergesa-gesa menghampiri mereka berdua. Sungguh fenomenal yang langka dapat melihat para orang berjas mahal berlari tergesa-gesa menghampiri orang yang biasa-biasa saja. Nampak terlihat jelas bakat mereka sebagai penjilat profesional.

"Ah! Apa ini nona Kataia Otako? Benar?" Ucap seorang paling depan diantara lainnya.

Seorang pria bersetelan jas coklat, pria paruh baya yang berumur sekitar 40-45 tahun dengan beberapa rambutnya yang memulai memutih menatap antusias punggung wanita itu. Dia nampaknya adalah pemimpin dari orang-orang berbaju elit di belakangnya, jas berwarna biru di antara jejeran setelan jas hitam dari orang-orang yang dia bawa bersamanya.

Wanita rambut ash brown itu berbalik pada mereka, menatap sejenak dengan sinis, lalu menyipitkan matanya memperhatikan ID card yang bergelantungan pada orang-orang itu. Sesaat dia diam, lalu tiba-tiba tersenyum manis dengan mata berbinar.

"Ya, itu saya. Ada apa?"

"Anda bisa memanggil saya, Tn. Banko. Sebelum itu saya mau mengucapkan terimakasih, nona Kataia. Kami sangat senang saat anda menghubungi dan memberitahu kami bahwa anda mau untuk menjadi investor di sini. Saya sungguh senang." Ucap pria itu menunjukkan dan menuntun jalan bagi Kataia dan Zean dengan orang-orang tadi mengikuti di belakang.

"Bukan aku yang bilang, tapi dia." Dengan nada polos Kataia menunjuk pada Zean yang ada di samping nya.

Memang benar Zean lah yang menghubungi perusahaan, tapi tentu saja kembali lagi pada fakta bahwa uang itu berasal dari Kataia. Suasananya pun menjadi canggung, Tn. Banko menjadi bingung harus melanjutkan topiknya ke arah mana, bahkan Zean hanya diam dengan senyum yang tulus ikhlas pada Kataia. Untungnya tak terasa mereka sudah mencapai lift, Tn. Banko menjadi lega ketika mendapatkan ide topik lain.

"Nah, lewat sini, nona."

"Terima kasih.."

Tn. Banko tersenyum senang saat Kataia merespon ramah padanya, karena setahu orang-orang Kataia adalah orang yang tegas dan kejam. Sambil tersenyum lebar, dia memberikan jalan lebih dulu pada Kataia dan Zean untuk masuk ke dalam lift, di susul oleh dirinya sendiri dan beberapa orang tadi mengikuti. Hingga mereka sampai di lantai yang di tentukan, mereka hanya hening.

"Di sini adalah bagian bidang yang saya pegang. Departemen accounting. Kebetulan di tim 5 masih ada tempat, jadi anda akan berada di sana seperti yang telah di setujui." Jelas Tn. Banko sambil menuntun Kataia dan Zean menuju sebuah ruangan dengan pintu kaca besar yang ada di ruang itu.

"Oke."

Ketika mereka memasuki tempat itu, ada begitu banyak orang duduk berjejer di sekeliling meja persegi yang panjang dan lebar di tengah ruang itu. Saat mereka masuk keadaan para Karyawan begitu ramai dan ricuh dengan berbagai obrolan dan gosip sebelum atasan masuk membawa tamu istimewa mereka. Tn. Banko sebagai pemimpin berdiri dengan gagah di depan para Karyawan yang langsung diam, dia menunjukkan efek nyata dirinya sebagai pemimpin.

"Semuanya tolong dengarkan." Ucap Tn. Banko pada sisa-sisa bisikan goib.

Dalam sekejap orang-orang di ruangan langsung menghentikan kegiatan mereka, tak ada lagi bisikan-bisikan itu saat semua memperhatikan wibawa sang manager yang berkuasa berdiri didepan mereka. Semua nya menjadi semakin penasaran dengan apa yang Tn. Banko lakukan mengumpulkan mereka di tempat itu.

"Semuanya, perkenalkan ini adalah nona Kataia Otako. Dia adalah salah satu investor utama kita dan mulai sekarang nona Kataia akan bekerja di sini, di Departemen accounting kita pada tim 5." Tn. Banko berpaling dan menatap Kataia.

"Halo semuanya... Salam kenal, aku Kataia Otako. Senang bertemu dengan kalian semua." Sapa Kataia dengan ramah.

"Halo.." Jawab orang-orang itu serentak dengan tepuk tangan dan sorak sorai yang gembira.

Namun kenyataannya, suara bisikan-bisikan goib yang menyatu dengan udara itu kembali lagi, terdengar lebih jelas dan dekat. Walaupun begitu Kataia nampak acuh, dia hanya menikmati bunyi lain yang datang bersama dengan sorakkan.

Cih, lihat barang branded itu. Entah sampai mana dia sudah melucuti dompet manager sampai bisa memakai barang itu dan masuk ke sini.

Wahh!! Bagus! Satu lagi penjilat manager!

Dia berhasil masuk lewat jalur dalam!

Mustahil dia bisa masuk ke departemen perusahaan ini dengan umur semuda itu. Aku saja membutuhkan waktu sekitar 8 tahun untuk masuk ke sini!

Bisikan nya semakin kuat seiring banyaknya waktu. Tapi dari mana itu berasal, apakah mungkin dari orang-orang yang nampak gembira dan senang di depannya itu?

"Kataia! Kamu cantik sekali!"

"Salam kenal."

"Aku mau jadi teman mu, Kataia!"

Selesai acara perkenalan singkat itu para Karyawan lain membubarkan diri, pergi ke tim nya masing-masing dan menyelesaikan pekerjaan nya. Begitupun Kataia, dia kembali dituntun menemui rekan kerja nya menuju ke sebuah ruangan yang lebih kecil di ruangan besar itu.

Ketika masuk pancaran senyuman manis teman-teman nya di ruangan itu seakan gulali, begitu manis sampai hampir membuat diabetes. Tidak banyak orang di tempat itu, tapi sudah bisa membuat Kataia merasakan sesuatu yang berbeda di sini...

"Halo semua! Aku Kataia, mohon bimbingannya untuk hari-hari kedepan!"

Inilah permulaan hari baru... atau mungkin ini sebenarnya adalah permulaan cerita dari yang lain..

.

.

.

Episode 2

Hari, jam dan menit berjalan dengan cepat. Disebuah pagi yang cerah, Kataia masuk dengan antusias ke dalam mobilnya. Hari biasa namun membuatnya lebih antusias dari hari lain.

"Zean! Antar aku ke kantor."

Kataia menepuk pelan pundak Zean yang berada di kursi kemudi dari kursi penumpang. Dia benar-benar terlihat bersemangat hari ini, terus tersenyum senang di setiap perjalanannya.

.

.

.

"Azari, bagaimana penyelidikan Hikazu? Dia belum memberi kabar selama seminggu ini.." Nada Nichioro, teman pria satu tim Kataia terdengar memelas saat berbicara pada Azari yang ada di balik komputer nya.

Azari masih sibuk dengan komputer nya, dia meminum seteguk kopi yang ada di atas meja sebelum memiringkan kepalanya. Mata panda Azari menatap Nichioro yang ada di belakang komputer.

"Hah? Hikazu?" Wanita dengan mata panda itu menatap malas Nichioro.

"Yahh... Hikazu mungkin sekarang sedang mengintai informasi dari detektif setempat." Seorang pria berkemeja hitam rapi meletakkan secangkir kopi di depan Nichioro dan duduk diantara mereka berdua.

"Goro! Apa kamu berniat menghitamkan mata satu tim dengan kopi mu?! Aku tidak minum kopi, lihat mata Azari." Nada suara Nichioro terdengar kesal. Dia menunjuk ke arah Azari yang sudah meningalkan setengah jiwa nya di kasur beberapa hari lalu, mata panda nya sangat terlihat gelap.

"Aku tidak bermaksud, ini hanya bentuk penyemangat untuk kalian kerja rodi.." Dia terkekeh, wajah jahil Goro mulai memancing emosi.

"Sialan!" Nichioro terpancing dan balas menatap Goro dengan kesal.

...Azari...

...Wanita perkerja keras...

...Pembuat keributan...

...Nichioro – Goro...

...Hikazu – Ayaka...

...A ghost but not a ghost...

...Pembuat onar...

...Comingsoon...

.

.

.

"Cukup!"

...BRAK...

Azari melempar berkas yang tebal cukup keras ke atas meja dengan kesal, membuat pertengkaran kecil Nichioro dan Goro seketika berakhir. Dia bangkit berdiri dengan sempoyongan dari kursi kerjanya, berjalan menuju dispenser air dingin, mengisi cangkir bentuk bebeknya lalu minum.

"Ugh.. kalian terlalu berisik tau." Azari terlihat sempoyongan seperti orang mabuk di depan dispenser.

"Kalo Azari sampai pingsan, kamu yang salah ya Goro.." Nichioro tersenyum geram sambil menumpu dagunya dengan tangannya di atas meja.

"Ya, ya.." Seperti biasa Goro hanya menganggap itu sebagai candaan sambil cengesan.

Beberapa saat setelah candaan itu, suasana menjadi hening saat mereka kembali bekerja. Membalik halaman demi halaman dari tumpukan berkas tebal di atas meja. Sangat banyak berkas yang tebal.

"Oh, benar. Kenapa kita ajak saja karyawan baru tim kita untuk bergabung? Hitung-hitung bisa membantu kita menyelesaikan berkas sampah ini." Goro refleks melempar berkas tebal keatas meja hingga terguncang, otak nya mulai kumat bekerja di server lain.

Seketika tatapan datar dari Azari dan Nichioro menjelma menjadi senyuman geram ala devil kw. Bagaimana tidak, itu mengganggu sekali bagi kedua pekerja keras itu, meja nya sangat begetar.

"Jangan di lempar bodoh! Sudah tau berkas sampah ini berat malah kamu lempar!" Bentak Nichioro kesal, sontak tangannya memukul bahu kekar Goro.

"Ugh.."

Setelah puas melampiaskan kekesalannya, Nichioro terdiam dan bergumam, dia mencubit dagunya dan berpikir tentang usulan Goro yang mungkin bisa mereka coba.

"Benar juga kata Goro, Azari. Mungkin kita bisa mengajak- Siapa nama nya itu? Aku lupa." Nichioro mengerutkan keningnya mencoba mengingat.

"Kataia Otako?" Azari melepas kacamatanya dan mulai bergabung dengan basa-basi mereka.

Suasana menjadi senyap kembali, mereka mikirkan usulan itu dengan seksama, untuk layak di coba atau tidak. Dalam beberapa detik, Azari memasang kembali kacamatanya, lalu angkat bicara mengenai ide Goro.

"Mungkin tidak dulu. Kita saja tidak tau latar belakangan Kataia dan seberapa baik dia bisa menjaga rahasia kita. Sepertinya tidak mungkin dia bisa menjaga rahasia kita dengan baik, pasti ada seseorang yang bergerak dibalik kesuksesan perusahaannya yang masih terbilang muda. Tentu saja orang itu bukanlah orang biasa."

"Kamu ada benarnya juga... Juga! Kenapa Kataia itu selalu memakai sarung tangan? Sangat aneh! Apa telapak tangannya tidak gerah begitu?" Raut wajah sinis Nichioro muncul, bagaikan ibu-ibu komplek yang bergosip. Rasa penasaran yang seakan membakar jiwa nya.

"Mungkin kuku nya busuk atau mungkin hanya besi dingin. Yah.. Sayang sekali, padahal aku ingin mengajak Kataia untuk bergabung." Lanturan Goro mulai kumat, bicara tanpa rem dan kaca spion.

Tatapan sinis dari Azari dan Nichioro berhasil menampar batin Giro yang suka melantur. Itu sudah menjadi kebiasaan dari ketiga orang ini jika bersama. Seperti biasa Goro langsung bungkam bersamaan dengan senyuman canggung nya.

"Baiklah.."

"Pokoknya jangan sampai Kataia tau. Kita harus merahasiakan ini, apapun yang terjadi. Jangan sampai Kataia-

"Jangan sampai aku apa?"

Mata mereka bertiga seketika terbelalak saat melihat Kataia yang tiba-tiba berada di belakang Goro. Kataia duduk di belakang Goro, menyanggah sebelah pipinya di atas meja dengan tangannya. Ketiga orang itu sangat panik, ketakutan dan benar-benar terkejut dengan keberadaan Kataia yang tiba-tiba ada bersama mereka.

"Kataia.. K-kamu kenapa ada di sini? Ini hari libur." Azari angkat bicara di tengah kepanikan pihaknya.

"Lah? Kalian sendiri kenapa di sini? Bukannya hari ini libur?" Balas Kataia membuat pihak Azari semakin terpojok.

"Kataia, kami tidak sedang melakukan apa-apa. Hanya kerja lembur dan meminjam fasilitas kantor untuk bekerja."

Keringat dingin mengucur deras di kening mereka. Pihak Azari, Nichioro dan Goro sedang terpojok sekarang. Mereka semakin panik saat melihat ekspresi Kataia yang tidak berubah maupun memberikan respon.

Apakah dia mendengar lebih?

Apa Kataia memperhatikan kita lebih dari ini?

Tidak! Tidak boleh! Kataia tidak boleh tau!

"Ayolah... Apa yang tidak boleh aku tau? Kalian menyembunyikan sesuatu dari ku..." Dalam beberapa detik nada bicara Kataia berubah seperti merengek, dia memelas dengan wajah imut nya.

Raut yang sebelumnya penasaran, dingin dan penuh dengan intimidasi berubah menjadi raut wajah imut yang penasaran, sangat besar sekali perubahannya. Perasaan itu membuat ketiga orang itu merinding.

"Kataia. Kami tidak menyembunyikan apapun." Nichioro tersenyum canggung. Dia mencoba untuk mengalihkan perhatian Kataia yang penuh dengan keingintahuan itu.

Tapi Kataia tidak bergeming, tetap bersikukuh ingin mengetahui hal yang tidak boleh dia ketahui di antara mereka. Dia masih duduk di kursi di belakang Goro dengan kokoh.

"A- Mau ikut? Aku ingin membeli es krim di toko kelontong di samping perusahaan. Aku dengar ada varian es krim baru."

Sepertinya Nichioro mendapatkan bagian untuk membujuk Kataia untuk menjauh. Dia menarik Kataia dari bangku dan mendorongnya lembut, menuntunnya menuju pintu keluar.

Hampir saja..

Dari balik punggung Nichioro, Azari dan Goro menghela nafas lega, keringat dingin masih mengucur di kening mereka. Tapi tidak semudah yang mereka kira untuk membuat Kataia berhenti untuk penasaran.

"Tunggu! Berhenti Nichioro!" Kataia berbalik menatap langsung mata Nichioro dengan tegas, membuat pria itu berhenti mendorongnya.

Kataia sedikit bergeser dari Nichioro, menatap mereka bertiga sekaligus dengan tatapan tajam yang tegas. Tangannya berada di pinggang, memenunjukkan kepercayaan dirinya yang mendominasi di ruang itu.

"Apa yang kalian sembunyikan dari ku? Apa yang tidak boleh aku ketahui? Katakan padaku." Kataia masih penasaran, bahkan semakin penasaran.

"Kataia... Mungkin kamu tadi salah dengar." Goro melembutkan suaranya, lebih lembut dari nada bicaranya pada Nichioro.

Tapi usaha itu tidak berhasil. Kataia tidak akan berhenti sampai dia mendapatkan apa yang ingin dia ketahui. Senyuman sinis dan tatapan mengintimidasi nya membuat mereka bertiga menjadi kembali cemas. Seakan dia tidak akan menyerah dengan begitu saja.

"Kalian tau ini?" Kataia merogoh saku rok panjang nya dan mengeluarkan sebuah alat yang telalu kecil dari sana.

Melihat alat itu saja membuat mereka semakin panik. Sementara Kataia terlihat sangat puas saat melihat ekspresi panik mereka. Namun yang pasti, mereka sepertinya mengenali alat apa itu.

"Alat perekam!" Seru mereka bertiga tersentak.

"Benar." Senyum kepuasan yang mengintimidasi.

Dia seakan menunjukkan bahwa dirinya adalah malaikat, namun pada waktu yang sama bisa menjadi iblis. Hologram di alat perekam itu menyala, menunjukan sudah berapa lama dia merekam percakapan ketiga orang itu.

"Yah.. Teman-teman, aku sudah merekam semuanya di sini. Dari kalian membicarakan jari-jari ku yang katanya 'Busuk,' sampai percakapan dimana kalian menyembunyikan sesuatu dari ku, lalu.."

Kataia duduk di atas meja dekat Goro, membuat suasan menjadi tegang dengan senyum sinis nya yang semakin lebar.

"Lihatlah berkas keuangan dan investigasi yang tidak ada kaitannya dengan perusahaan ini... Kasus korupsi perusahaan Kyiapta? O! Kalo tidak salah kasus itu sudah di tutup paksa, apa yang kalian lakukan?"

Sedikit Kataia melirik ke salah satu lembar kertas di samping tempat meja dia duduk. Matanya termasuk jeli, poin yang membuat pihak Azari semakin terpojok lagi. Tatapan sinis yang licik, penuh dengan kepuasan yang kejam.

"Apakah kalian agen rahasia pemerintah yang dikabarkan ilegal itu?" Wajahnya semakin menyeringai senang.

Dengan cepat Goro mengambil kertas itu, dia terlihat sangat panik. Dia langsung mengacak-acak nya, merobek-robeknya dan membuang kertas itu ke dalam bak sampah yang ada di bawah meja.

Ketakutan dan kepanikan mereka seakan menjadi hiburan bagi Kataia, dia terlihat semakin senang. Penuh intimidasi, kesenangan dan kepuasan yang tidak bisa di mengerti. Seolah seperti seekor kucing kecil yang puas saat berhasil mengintimidasi sekelompok tikus yang bodoh dan tak berdaya.

"Kataia, aku- aku tidak bermaksud berbicara buruk tentang mu. Itu hanya bualan untuk bercanda, percayalah.." Goro terlihat semakin cemas.

"Aku tau... Tidak masalah."

Ketika Kataia mengatakan itu, Goro merasa sedikit lega. Tapi bukan itu masalah utamanya sekarang. Ketegangan diantara mereka dan Kataia masih berlanjut. Pihak Azari masih dalam posisi yang terpojok, mereka bungkam dan tidak bisa berkata-kata.

"Tapi apa kau tau? Di balik sarung tangan hitam ini memang jari-jari yang busuk. Jari-jari kematian, kehancuran, kegelapan..."

Bisikan Kataia di telinga Goro membuatnya merinding, aura yang lebih kuat. Jauh di lubuk jiwanya ada aura iblis yang menunggu sebuah kepuasan dari ketidakberdayaan ketiga rekan kantor nya itu.

"Aku akan mengirimkan rekaman itu ke manager dan departemen keamanan jika kalian tidak berbagi rahasia itu dengan ku." Imbuh Kataia, masih dengan tatapan mata yang sama.

Sesaat suasana hening, penuh dengan rasa mencengkam, aura yang siap membunuh jiwa siapapun. Hingga Azari sejenak melepas kacamatanya lagi dan mengela nafas berat saat menatap Kataia dengan mata panda nya. Tatapan tegas Azari yang lembut lekat menatap sorot mata Kataia yang mengintimidasi.

"Baiklah, kami kalah. Berhenti menakuti kami, Kataia. Aku hanya berharap kamu bisa menjaga rahasia ini. Kalau tidak, tamatlah kami."

Azari kembali menghela nafas berat di antara kalimat nya, membuat jeda beberapa detik sebelum melanjutkan. Sementara Kataia masih penasaran dan mendengarkan dengan seksama disetiap katanya.

"Kami bukan hanya teman kantor mu, bukan hanya karyawan, tapi kami-" Azari tiba-tiba berhenti, dia menelan ludah, seakan masih ragu dan takut untuk mengatakan nya, tangan Azari yang memegang kacamata gemetar.

Melihat Azari yang gelisah membuat Nichioro tergerak. Dia akhirnya ikut bergabung dan membantu situasi rumit Azari diantara Kataia.

"Yah.. Bukan hal spesial. Kami hanyalah penyelidik ilegal pemerintah, diperalat untuk memecahkan beberapa kasus yang tidak bisa di pecahkan oleh pihak hukum. Hanya itu." Sambung Nichioro.

Ketiga orang itu terdiam untuk sesaat. Tidak menyangka kalau mereka akan semudah itu takluk dan dikalahkan oleh Kataia. Sekarang yang sudah mereka sembunyikan berhasil di ketahui oleh orang luar, entah apa yang akan terjadi selanjutnya.

"Kami mungkin akan ditangkap atas semua penyelidikan ilegal ini. Pasalnya kami bukan seperti penyelidik yang biasanya mengoreksi informasi dengan baik-baik, tapi dengan kekerasan. Apalagi– Seperti yang kamu katakan, kami adalah organisasi kecil yang bergerak secara ilegal." Tambah Azari lagi.

"Hmmm... Jadi begitu."

Tanpa pikir panjang lagi, Kataia membuang perekam suara itu ke dalam bak sampah yang ada di bawah meja. Dalam beberapa detik, matanya langsung berubah menjadi berbinar penuh antusias setelah situasi tegang beberapa waktu yang lalu. Sungguh perubahan emosi yang sulit untuk dikendalikan oleh orang biasa.

"Aku ingin bergabung!"

Azari, Nichioro dan Goro tercengang dengan sikap Kataia. Tidak ada rasa takut dan kengerian dari mata Kataia, hanya rasa antusias yang tinggi. Bahkan tatapannya tidak menunjukkan penghakiman sedikit pun seperti orang-orang yang tidak sengaja mengetahui rahasia mereka sebelumnya. Selama ini...

Ini yang paling jauh...

"Bila kamu tertarik." Azari mengangguk.

"Lagi pula kamu juga sudah tau." Sambung Nichioro yang tiba-tiba menghampiri dan menodongkan pisau tajam ke depan leher Kataia.

.

.

.

Seorang pendeta terlihat sedang menatap matahari yang hampir tenggelam dari sebuah gereja kecil di desa. Dia menikmati setiap warna dan garis-garis langit senja yang indah. Pemandangan jingganya langit dan kicauan burung yang merdu.

Ketika matahari sudah tidak lagi terlihat, pendeta itu masuk ke dalam, mengambil sebuah buku yang terselip diantara Alkitab yang tersusun rapi di lemari. Dia duduk di salah satu bangku, membawa sebuah buku tua dan mengamatinya.

Jemari nya dengan lembut membalik satu persatu halaman kertas buku yang terlihat tua, di halaman-halaman itu tertempel foto-foto sejumblah orang di setiap lembarnya.

Pada saat dia berada di lembar terakhir foto di buku, pendeta itu berhenti. Dia mengelus foto terakhir, seorang gadis kecil dan anak laki-laki yang tertempel terlihat buram di lembar buku itu.

"Kenapa kalian lebih sanggup bertahan dari yang lain..?"

.

.

.

.

Seorang pria dengan rambut hitam dan wajah ramah terlihat bersenda gurau di depan sebuah cafe persimpangan bersama seorang wanita tinggi yang cantik dan berwibawa. Sesekali mereka menatap sekitar, memperhatikan setiap orang yang berlalu-lalang di persimpangan jalan cafe.

Tak lama mereka di sana, sekumpulan orang berjas yang baru saja keluar cafe mereka hentikan. Keduanya tiba-tiba mengeluarkan setumpuk berkas dari jubahnya, menghadang jalan orang-orang berjas itu untuk lewat tepat di depan pintu.

"Permisi tuan, apa anda bisa bantu kami?" Pria itu maju, menghalangi jalan salah seorang pria berjas yang terlihat ramah sambil memeluk berkas tebalnya.

Para pria berjas itu berhenti, memperhatikan sang pria dan rekan wanita nya dari atas sampai bawah. Pria dengan coat hitam mahal, terlihat polos dengan berkas tebal yang di peluknya di depan dada. Sementara sang wanita yang berdiri tegap dengan setelan baju semi musim berwarna coklat sambil memegangi koper abu-abu berat di tangannya.

"Tentu, apa yang ingin kalian tau?"

"Apa anda tau kasino baru dunia bawah baru-baru ini? Kami dengar mereka akan melelang barang bagus dalam waktu dekat."

Pria berjas yang mereka tanyai sedikit tersentak, sekali lagi pria berjas yang berbicara pada pria coat hitam memperhatikannya dari atas sampai bawah. Dia menyipitkan matanya sedikit kali ini.

"Kalian masih terlihat muda. Dari mana kalian mengetahui hal itu?"

"Kami kolektor baru dunia bawah. Masih pemula dan tidak tau banyak. Tapi saya dengar ada Kasino dunia bawah yang baru-baru ini mengusai beberapa geng mafia akan mengadakan lelang." Pria Coat hitam mengambil ID card nya dari saku dan menunjukkannya pada pria berjas itu.

Pria berjas dan rekan-rekannya kembali terkesima dan terkesiap. Seorang pemuda seperti mereka berdua sudah berada dalam koneksi dunia bawah yang tidak semua orang bisa menyentuhnya. Dan bagaimana bisa mereka tau kalau para pria berjas itu berada dalam ruang lingkup dunia bawah?

"Ah! Kasino Vilang? Benar, mereka akan mengadakan pelelangan bagus dalam waktu dekat. Tapi kami juga tidak tau, hanya tamu VVIP yang mendapat undangan yang bisa ikut pelelangan." Jawab pria itu dengan sedikit berbisik, suara beratnya terdengar berat namun lembut dan ramah saat memasuki gedang telinga.

Mereka terlihat ramah dan terbuka sejak awal pria coat hitam dan rekan wanitanya itu menghentikan mereka. Tapi saat mereka mendengar sedikit ciri-ciri kasino Vilang yang cukup terkenal, keringat dingin dan darah mereka seakan mendidih. Wajah dari beberapa pria berjas yang di belakanh terlihat gugup, seperti ingin menghindar dan keluar dari topik ini. Tapi, pria berjas yang mereka tanyai tetap menjawab nya.

"Ya, benar. Hanya ada sekitar 78 anggota VVIP yang di undang. Kami saja hanya mendengar kabarnya, tidak mendapatkan undangannya." Kalau kami mendapatkan undangannya pun kami tidak akan mau... Tambah pria berjas itu lagi berlanjut dalam hatinya.

Sang pria dan rekan wanita nya menghela nafas berat, sejenak mereka saling menatap satu sama lain. Lalu memberikan jalan kepada beberapa orang berjas itu kembali untuk lewat. Keduanya saling tatap lagi, terlihat kecewa dengan jawaban mereka.

"Sekarang apa yang akan kita lakukan Hikazu?" Wanita itu memberikan selembar kertas dari berkas tebalnya ke rekan prianya yang langsung menyambut kertas itu.

"Sepertinya mereka tau lebih. Tapi hanya tidak ingin memberitahu kita."

"Baiklah, apa kita harus melakukan rencana B?" Rekan wanita Hikazu mengencangkan lengan panjang baju kaku nya setelah sedikit berpikir panjang sebentar.

Kaki nya yang jenjang berdiri tegak dengan tegas menghadap Hikazu sebelum menyimpan kembali berkas tebalnya ke dalam komper dan mengambil dua buah pistol. Hikazu terdiam sebentar dan menutup matanya sedikit lebih lama sebelum membuka matanya kembali, lalu dia menatap ke jalanan yang ramai, seakan menunggu sesuatu.

"Tahan Ayaka. Rencana awal ku belum berakhir."

"Ng?"

Hikazu mengambil koper berat Ayaka dan memasukkan kembali pistol yang ada di tangannya sebelum orang-orang menyadari benda itu. Lalu Hikazu dengan cepat menarik Ayaka masuk ke mobil.

Sementara dari kejauhan, mobil mewah berwarna hitam melaju dengan cepat. Seorang wanita rambut coklat bergelombang dengan topeng mengelap pistol di tangannya. Dia duduk bersilang kaki di kursi penumpang.

"Nona, apa leher anda baik-baik saja?" Pria berjas yang mengemudi di depan melirik wanita itu dari kaca spion dasbor mereka.

Sontak dia menyentuh sedikit lehernya yang di plester dengan jemari tangan nya yang indah. Anting-anting berlian yang menjuntai di telinganya bergerak mengikuti setiap gerakan kecilnya. Wanita itu cengegesan lalu memasukkan pistolnya tadi ke sela pintu mobil.

"Uh? Oh, ini. Tadi leher ku di gigit nyamuk, hanya tidak ingin orang salah sangka. Aku hanya tidak ingin orang-orang mengira aku telah di cupangi om-om tampan."

Pria berjas di depannya mendengus, tawa nya hampir pecah saat mendengar ucapan wanita itu. Wanita dengan topeng itu juga terkekeh menikmati candaan kecil diantara mereka.

"Wahh... Aku tidak dapat membayangkan reaksi para pemegang saham Vilang jika melihat gigitan nyamuk di leher ku saat pelelangan besok."

"Benar nona, sama seperti saat anda pertama kali jadi pemegang saham utama Vilang. Mereka mengira gigitan lebah di leher anda itu cupangan. Itu membuat semua VVIP Vilang heboh."

Semakin lama mengingat kejadian di masa lalu membuat keduanya tertawa terbahak-bahak. Pria berjas dan wanita bertompeng itu menikmati perjalanan mobil mereka yang melaju di jalanan yang ramai.

Lalu di sisi lain mobil hitam yang tak kalah mewah melaju dengan sangat cepat dari lawan arah di depan mereka. Mobil itu berjalan dengan liar, mengambil jalan pengendara yang berlawanan arah.

"Hati-hati." Wanita bertopeng dengan anting berlian itu menepuk pundak pria berjas yang berusaha mengemudi untuk menghindari dari mobil itu.

"Nona! Mobil kita kehilangan kendali! Gawat!"

Pria berjas terlihat panik, layar pengendali di mobil mereka memunculkan tampilan warna-warni yang tidak jelas bersamaan dengan tulisan yang aneh. Kemudi mobil bergerak dengan sendirinya, pria berjas telah kehilangan kendali atas mobil mereka, tapi dia tetap berusaha melawan setir yang bergerak sendiri itu.

"Sepertinya ada yang sedang iseng." Wanita bertopeng memasang kewaspadaan namun masih terlihat tenang. Dia segera mengambil pistolnya yang ada di sela pintu mobil dan mengisi pelurunya.

Mobil hitam yang melaju berlawanan arah dengan pria berjas dan wanita bertopeng semakin liar. Seiring dekatnya mobil mereka dengan mobil hitam yang ada di depan, kendali setir mobil pria berjas dan wanita bertopeng juga semakin menggila.

Seorang pria, entah dari mana, entah kapan, entah apa tujuannya, menyeringai senang dari jauhan.

...BRAK!!...

..."Kena kamu Devang."...

Episode 3

Saat mobilnya mendapat benturan yang keras dari mobil hitam yang ada di lawan arah jalan, wanita yang dijuluki 'Devang' itu sekilas melihat sesuatu hal di dalam mobil yang menabrak mereka saat mobil itu melintas dan melayang diatasnya. Sejumlah pria berjas yang tak berdaya dengan tangan dan mulut yang terikat kain hitam di dalam mobil.

Tapi kejadian itu hanya terjadi selama seperkian detik, sebelum mereka semua–

"Apa yang—?!!!"

...terpental dan bersimbah darah dalam kecelakaan mobil.

...BRANGG...

...BRUKKHH...

Kedua mobil itu terguling dan terpental sejauh beberapa meter dari tempat mereka menghantam satu sama lain. Dalam beberapa detik mobil mereka seketika remuk dan berasap. Teriakan histeris dari penduduk yang berlalu-lalang di tempat kejadian seperti menjadi musik mengerikan dalam tragedi itu.

"Siapa pun! Tolong! Ada kecelakaan!"

"Astaga! Astaga! Kenapa ini?!!!"

"Tolong!! Tolong!! Panggil ambulan!!"

Semua orang menjadi riuh, darah keluar deras dari sela-sela kedua mobil yang sekarang terbalik, hancur dan berasap. Pria coat hitam, Hikazu yang sedari tadi berada dalam mobil bersama Ayaka melihat kejadian yang terjadi, mereka sangat terkejut.

Reflek Hikazu menjadi panik seperti yang lainnya, keluar dari mobil dan berlari menuju ke salah satu mobil di kejadian itu. Dia membuka salah satu pintu mobil yang menjadi korban dalam kecelakaan. Menemukan seorang wanita dengan topeng setengah wajah sudah hampir tidak sadarkan diri dengan bersimbah darah bersama supirnya.

"Nona!!! Nona! Bertahanlah! Tetaplah sadar!" Teriak Hikazu. Tanpa sadar dia menariknya keluar dari mobil dan memeluk wanita itu dengan erat, membekapnya tanpa ragu.

Pandangan wanita bertopeng mulai mengabur, hampir kehilangan seluruh kesadarannya karena kehilangan banyak darah dan terjadi benturan keras di kepalanya. Samar-samar wanita itu menatap wajah Hikazu yang buram, merasakan dejavu masa lalu yang terasa familiar berputar-putar di kepalanya.

Dia memiringkan bibirnya, tersenyum sinis sebelum dirinya benar-benar lemas dan tak berdaya. Tangannya gemetar karena dipaksakan, meraih tangan Hikazu yang memeluknya erat.

"Kamu pria.. yang bodoh.." Kalimat terakhir sang wanita sebelum kehilangan seluruh kesadarannya sambil menggengam tangan Hikazu.

Orang-orang semakin lama berteriak histeris di sekitar tempat kejadian bersamaan suara sirine ambulan dan mobil polisi yang datang. Suasana sekitar yang mengerikan dan menegangkan.

"Nona?! Nona, bertahanlah." Hikazu refleks memeluk wanita itu dengan erat, melindungi dia dalam pelukannya.

Tanpa sadar saat Hikazu memeluk wanita itu, tangannya terasa perih dan terbakar, tergores dan mengeluarkan darah seakan di gores oleh ratusan pisau tajam. Hikazu terkesiap, dia melonggarkan sedikit pelukannya pada sang wanita namun tidak sampai lepas, menatap pakaian dan kulitnya yang tergores saat menyentuh rambut dan kulit telapak tangan wanita anting berlian biru.

"Tidak mungkin.."

Hikazu tidak terlihat takut, tapi tertegun saat menyaksikan apa yang terjadi saat dia memeluk wanita beranting berlian biru. Dia merasakan adanya dejavu yang menghantam perasaannya, seperti.. beberapa tahun lalu.

.

.

.

"Hei kamu, kenapa kamu di sini sendirian?"

Seorang anak laki-laki tampan menghampiri gadis kecil yang sedang bermain sendirian di ayunan apartemen yang besar. Diantara luasnya taman dan diantara banyaknya anak-anak yang bermain di sana, hanya gadis itu yang bermain sendiri.

Pupil mata ungu anak laki-laki itu menatap gadis kecil yang masih terdiam membeku di depannya. Gadis dengan dua kuncir kuda itu tidak menyahut, hanya diam menatap anak laki-laki itu dengan bingung tanpa bergeming.

"Heii... Kenapa diam??! Kamu tidak bisa bicara?"

Nampaknya anak laki-laki itu mulai kesal. Tapi dia tetap bersikukuh untuk bermain bersama gadis kecil itu yang sepertinya dijauhi oleh anak lain. Saat sang anak laki-laki mendekati gadis kunci dua, mata semua anak dan orang tua yang bersama mereka penuh dengan kengerian dan tatapan sinis.

Lihat anak itu? Apa orang tuanya tidak memperhatikan dia?

Ah.. Ngeri sekali, dia dalam bahaya.

Kita harus menolongnya...

Dia akan terbunuh sebentar lagi.

Gadis kecil dengan kepang dua masih terdiam, tak bergeming sedikitpun, hanya menatap lekat mata anak laki-laki yang berdiri depannya. Merasa tidak di respon, anak laki-laki tanpa ragu meraih tangan gadis kecil itu dan mengenggam nya, membawanya pergi dari ayunan yang terasa panas karena suhu tubuhnya yang tertinggal di situ.

"Kamu sangat lelet sekali, ya? Diajak bermain saja masih berpikir." Celetuk anak laki-laki dengan ekspresi yang sedikit jengkel.

Baru beberapa langkah mereka berjalan, gadis kecil menarik tangan anak laki-laki itu, menahannya, menghentikannya untuk terus melangkah bersama. Sontak anak laki-laki menoleh, menatapnya dengan kebingungan saat mata mereka bertemu.

"Ada apa lagi? Kamu tidak ingin main?" Raut anak laki-laki mulai terlihat kecewa.

"Kamu tidak takut?" Kata yang membingungkan bagi siapapun yang mendengarnya di situasi ini.

"Takut apa? Memangnya apa– AH!"

Anak laki-laki itu tersentak. Tangannya tiba-tiba terasa perih dan terbakar tidak lama setelah dia menggengam tangan anak kepang dua. Sontak dia melepaskan genggaman tangan mereka dan mengecek tangannya.

Luka sayatan.. Yang cukup dalam dan parah, darah dengan deras mengalir dari tangan kecil yang lembut itu.

Orang-orang di sekitar taman yang sedang bersantai dari kejauhan melihatnya, terkejut sekali. Tatapan mata yang menghakimi dan mengutuk. Orang tua anak-anak itu saling berbisik satu sama lain dengan tatapan sinis.

"Aw, aw, sakit, sakit.." Jerit anak laki-laki itu pelan sambil berusaha menghentikan pendarahan.

Beberapa orang tua terlihat iba, ingin mencoba membantu namun masih nampak ragu dan takut. Tapi tidak sedikit juga yang hanya menonton, hanya memberikan tatapan yang menghakimi, penuh dengan kutukan dan kebencian dari kejauhan.

"Adik kecil.. Jangan dekati dia. Dia itu iblis, kamu akan terbunuh jika mendekatinya." Seorang wanita muda mendekati mereka, perlahan mencoba untuk menarik anak laki-laki itu menjauh.

Gadis kecil yang ada di samping anak laki-laki tiba-tiba merasa panik, ketakutan dengan tatapan penghakiman dari orang-orang yang menatap nya. Detak jatungnya berdegup kencang bersama dengan keringat dingin yang mulai mengucur. Seakan trauma yang berhasil membunuh jiwa nya. Dia meringkuk di tanah, menutup mata dan telinganya dengan tangan.

Lihat itu.. Iblis itu membunuh.

Darah kekejian yang menjadi meterai kekal di tubuhnya.

Pembunuh kecil.

Makhluk yang tidak patut untuk hidup, pembunuh yang menyamai hati iblis.

"Tidak! Tidak! Aku tidak membunuh mereka! Aku bukan pembunuh!!! Aku bukan iblis!!!" Gadis kecil itu berteriak histeris, semakin meringkuk dan mulai terisak di tanah.

Semuanya kebingungan, tidak ada yang bicara, tidak ada yang membuat suara, tapi dia.. Berteriak seperti orang gila. Perasaan ini membuat orang-orang itu merinding. Ketakutan, kebencian, penghakiman menyelimuti tempat itu.

"Kamu harus pergi. Ayo!" Wanita muda yang menghampiri mereka tadi terlihat mulai ketakutan, dia bergegas menarik anak laki-laki itu dengan cepat.

Tubuh kecil anak laki-laki di geser paksa, di dorong dan di tuntun untuk menjauh dari gadis kecil yang tengah meringkuk di tanah, terisak sendirian seperti orang gila. Pupil matanya yang mungil masih lekat menatap gadis kecil yang telah dia lewati di belakang.

Darah masih mengalir deras di tangan kecilnya, tapi itu bukanlah alasan yang membuat anak laki-laki itu tiba-tiba berhenti dan berbalik ke gadis kecil. Dia merasakan aura yang lain, aura kegelapan kuat..

"Tunggu!"

Anak laki-laki segera berlari kearah gadis kecil, memeluknya yang tengah terisak dan meringkuk di tanah tanpa takut dan ragu. Orang-orang di sekitar tercengang, ketakutan dan sangat terkejut. Bahwa bahaya mereka dipeluk tanpa ragu olehnya.

"Tidak apa-apa.. Ada aku."

Perlahan..

.

.

.

....luka-luka sebelumnya sembuh. Pria coat hitam masih terdiam sambil memeluk wanita beranting biru ketika lamunannya perlahan pecah. Traffic cone telah di pasang di beberapa titik tempat kejadian perkara, polisi dan tenaga medis juga telah tiba dan sudah nulai mengevakuasi korban lainnya. Bahkan sekarang ingin menjemput wanita beranting biru dari Hikazu yang masih membekapnya.

"Tuan, kami harus segera merawatnya." Tenaga medis pria berlutut dan menghampiri mereka berdua dengan sekotak alat medis.

"Oh, ya."

Hikazu tertegun, flashback itu seakan hanya terjadi selama beberapa detik di dunia nyata sebelum dia tersadar. Orang-orang masih masih riuh dan penuh dengan kepanikan.

Sementara Hikazu masih terpaku di samping wanita berlian biru bersama dengan salah seorang tenanga medis. Dia masih terlihat linglung menatap sekitar dan bajunya yang terkena darah wanita itu sebelumnya. Luka sebelumnya juga hilang, yang tersisa hanyalah pakaiannya yang seperti tergores dengan bercak darah.

Semua tenaga medis bergerak dengan sigap, mereka merawat dan mengevaluasi para korban dengan cepat ke dalam ambulan untuk bawa kerumah sakit. Hanya tersisa wanita anting biru yang masih diberikan pertolongan pertama oleh salah satu tenaga medis tadi.

Tangan pria dari tenaga medis itu terulur hendak meraih topeng yang menutupi wanita yang di juluki 'Devang' itu. Topeng biasa yang menyembunyikan puluhan ratusan rahasia di balik kemisteriusannya. Tapi–

"Tunggu! Berhenti! Hentikan itu!"

Satu lagi orang yang menghambat kebenaran dari rahasia 'Devang'. Wanita tinggi, berambut pendek yang lurus, menggunakan pakaian kantoran dengan celana panjang. Dia berlari dengan tergesa-gesa menghampiri wanita anting biru dengan kuatir. Menghampiri bintang redupnya.

"Saya wali mereka berdua. Nona Devang dan Tuan Riko.."

Dia menunjukan ID cardnya dengan segera kepada tenaga medis itu, menatap nya dengan tegas dan berwibawa, kokoh tanpa celah. Tertulis di sana 'Staf Grize, Mira Amayara.' Sesaat tenaga medis pria itu terdiam, memperhatikan sang wanita dari atas sampai bawah dengan ragu.

"Tapi mereka harus di rawat oleh tenaga medis profesional. Mereka terluka parah, bukan luka biasa. Jadi jangan main-main, pergilah, kami akan mengabari mu nanti."

Dia kembali fokus kepada Devang yang sudah sekarat dan tak sadarkan diri di tanah. Dalam beberapa detik tandu ambulan mendekat, beberapa tenaga medis lain menghampiri Devang juga. Mira terdiam, terlihat tegang sambil mengepalkan tinju nya erat-erat, tidak bergeming setelah itu.

Melihat ketegangan dari Mira, Hikazu yang sedari tadi hanya menonton dan tenggelam dalam lamunannya, menjadi tertegun saat mereka ingin menyentuh tangan Devang. Dia mendekat dan menepis tangan beberapa orang yang ingin menyentuhnya.

"Tunggu, kalian tidak bisa!"

"Tidak bisa apa?!! Kalian yang seharusnya tidak bisa terus di sini untuk menganggu kami. Pergilah demi korban-korban, mereka harus segera kami rawat." Tatap tenaga medis itu tegas kepada Hikazu.

"Biarkan saja. Tapi jangan salahkan aku nanti, karena aku sudah memperingatkan kalian." Mira menyela Hikazu untuk berbicara pada mereka, masih diam di tempatnya, terlihat tegang sedari tadi sambil mengepalkan tangan lembutnya dengaan erat.

Sok tau sekali mereka berdua ini.

Memangnya kenapa kalau kami menyentuhnya? Toh mungkin dia yang akan duluan mati nanti.

Para tenaga medis sepertinya merasa sangat terganggu dengan kehadiran Hikazu dan Mira. Itulah yang Mira pikirkan, jadi dia hanya diam, membiarkan kehancuran menguasai dan menyakiti mereka. Pada tenaga medis itu memang bebal, tapi itu memanglah tugas mereka. Mereka tetap harus menjalankan tugas untuk merawat korban walaupun nyawa sendiri berada di ambang.

"Sini, biar aku saja."

Salah seorang tenaga medis yang lain mendekati Devang, menyentuhnya dengan tangan kosong untuk mengangkat wanita itu ke atas tandu ambulan di samping.

Tapi belum saja semenit tangannya menyentuh Devang saat meletakkannya di tandu, rasa panas dan perih menyerang kulitnya. Memerah dengan sekejap, kemudian melepuh dengan sekejap juga. Kulit telapak tangan yang mulai menghitam dan membakar kulitnya tanpa sisa, dia langsung berteriak histeris.

"AHHH! AH! Tangan ku?! Apa yang terjadi? AH!!" Dia menjerit kesakitan, berguling-guling di tanah dengan sangat menderita, tidak jauh dari tempat Devang berada.

"Tolong! Tolong! Air dingin! Cepat!" Hikazu sempat tercengang, namun segera bertindak mencari bantuan di sekitar.

Sejumlah tim yang telah mengevakuasi korban berlari, segera menolong dan menyirami tangannya dengan seember air dingin dengan cepat. Setelah beberapa detik suasana menjadi sedikit tenang, tapi semuanya langsung ketakutan dan menjadi hampir tidak percaya dengan yang telah terjadi. .

"Apakah ini.. Kekuatan iblis yang dirumorkan itu?"

Tenaga medis pria yang pertama terpaku, tidak bisa berkata-kata melihat kedua kulit telapak tangan rekannya yang melepuh dan tak bersisa, hanya ada daging segar setengah terbakar yang terlihat. Semua orang langsung Bergidik ngeri, tidak ada yang berani menyentuh ataupun melanjutkan pertolongan pertamanya kepada Devang yang sekarang masih sekarat di atas tandu ambulan.

"Sudah aku peringatkan, tapi kalian tidak mau dengar. Jadi kalian ingin menyerahkan Nona Devang dan Tuan Riko kepada ku tidak?"

Mobil hitam mewah yang besar berhenti tepat di belakang Hikazu dengan hembusan rodanya yang mahal saat Mira semakin kokoh dengan pendiriannya, menatap mereka dengan serius dan tegas tanpa celah. Kelihatannya semua orang itu tidak ada yang berani lagi, mereka menatap satu sama lain. Mengangguk dalam ketakutan dan keraguan pada satu sama lain.

Bisa dikatakan, negosiasi kecil Mira berhasil untuk membawa Devang dan Riko kembali. Keduanya di naikkan ke dalam mobil dengan tandu ambulan oleh tenaga medis dengan sangat hati-hati. Hikazu menatap lekat mobil besar yang mewah itu.

Saat Mira sudah masuk mobil dengan seorang supir, dia membuka kaca mobilnya, menatap Hikazu dengan sinis dan tajam, penuh dengan kebencian. Sekali Hikazu meneguk liurnya, mulai merasa ngeri sekarang.

"Naik." Ucap Mira dengan dingin dari kaca mobil yang terbuka.

"Ha? Kenapa?" Hikazu yang sedari tadi hanya biasa-biasa saja, tiba-tiba bergidik ngeri saat Mira menatapnya. Seperti tatapan yang dia kenal, tatapan Ayaka ketika sedang tidak mood.

"Ikut aku, ada yang ingin aku tanyakan. Tenang saja, kamu aman."

"Tapi aku meninggalkan teman ku di dalam mobil. Di sana." Hikazu menunjuk ke mobilnya yang terparkir di depan salah satu cafe di pinggir jalan.

"Tidak masalah, mau aku derek? Ikut saja sebentar." Suara Mira masih terdengar datar.

Lalu tidak lama, satu mobil lagi tiba di belakang mobil yang sekarang Mira naiki. Mobil mewah lainnya dengan seorang supir di dalam. Hikazu masih semakin ragu, apalagi saat melihat wajah tenang Mira setelah mendapatkan Devang bersama dengan supirnya yang sekarat.

"Cepat naik, sebelum aku meledakkan bom yang di tanamkan di mobil kalian dan membuat teman mu mati."

Hikazu merinding sebentar, tatapan Mira yang berhasil mematikan sebagian jiwa nya. Akhirnya Hikazu pun menurut dan segera masuk ke dalam mobil mewah yang telah Mira siapkan di belakang, meninggalkan Ayaka di dalam mobil mereka dengan hanya meninggalkan sebuah pesan singkat ke ponsel nya.

Bos Hikazu si gurita kantor: Ayaka, aku ada urusan sebentar. Kamu pulang saja duluan...

Pesan singkat itu muncul di layar ambang ponsel Ayaka yang baru saja memutuskan panggil telpon dengan seseorang. Ayaka segera membuka ruang obrolnya dengan Hikazu yang baru saja mengirimkan pesan 'singkat' itu.

Bos Hikazu si gurita kantor: Ayaka, aku ada urusan sebentar. Kamu pulang saja duluan. Sepertinya aku diculik, bisa di bilang juga di ancam. Rencana ku– oh lupakan saja. Kalau tidak sibuk selamatkan aku ૧(ꂹີωꂹີૂ) Oh iya, jangan lupa barang untuk divisi marketing, suruh Goro melakukannya. Uangnya lumayan, 900 Yen~

Nampaknya Ayaka mulai kesal, dia mengernyit karena jengkel menatap pesan Hikazu yang tertampang jelas di layar ponsel nya. Jari-jari nya menekan-nekan layar ponsel dengan tekanan yang cukup kuat, sama seperti tekanan batin yang Hikazu berikan melalui pesan 'singkat' nya.

Ayaka: TENTU SAJA BOS. BERSENANG-SENANG LAH DENGAN URUSAN MU, KALAU BISA TIDAK USAH KEMBALI SAJA.

Pesan itu terkirim ke ponsel Hikazu yang masih dalam perjalanan bersama Mira entah ke mana. Baru saja suara notifikasi itu berbunyi ke ponsel Hikazu yang ada di seberang, dia langsung memberikan balasan yang benar-benar lumayan singkat kali ini.

Bos Hikazu si gurita kantor: Capslock keyboard ponsel mu rusak lagi?

Ayaka: YA

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!