Pagi hari yang cerah...
Ayra tengah menunggu sahabat kecilnya yang tak kunjung keluar rumah. Padahal sudah hampir jam masuk sekolah, Ayra tak mau mereka terlambat di hari pertama masuk sekolah.
"Tiaaan, telat nih" teriak Ayra.
"Sabar dong, maaf deh ketiduran" jawab Tian santai. Ia bergegas mengeluarkan motornya dan meminta Ayra untuk segera naik.
Motor Tian melaju kencang menuju sekolah, sayangnya secepat apapun motor itu melaju mereka sudah terlambat masuk sekolah. Alhasil keduanya harus menunggu di depan gerbang hingga upacara selesai.
"Kan kita telat jadinya, loe sih main game Mulu jadi kesiangan kan" oceh Ayra kesal.
"Sorry-sorry, lain kali gak akan telat lagi deh. Sekali-kali telat gak bakal mati kok Ay"
Ayra menyipitkan matanya, ia menghembuskan napasnya kesal. Tian terlihat biasa saja sambil bercanda gurau dengan teman-temannya yang juga terlambat. Gadis itu berjalan sedikit menjauh, mencari tempat duduk dan berteduh. Ia membuka bukunya lalu membaca untuk mengisi waktu luang.
"Ahahah, sial, telat lagi kita bro" celetuk seseorang.
Beberapa orang pemuda baru datang dan menghentikan sepeda motor mereka di dekat Ayra. Salah seorang dari mereka turun dan duduk di samping Ayra. Melihat buku yang sedang Ayra baca membuat pemuda itu tertawa.
Ayra menghela napasnya dan menutup buku sebab tak bisa berkonsentrasi karena para pemuda itu sangat ramai.
"Mau kemana? Gerbang belum dibuka" celetuk pemuda itu pada Ayra yang hendak pergi.
"Kalian berisik" ucap Ayra cuek. Ia berjalan menghampiri motor Tian dan duduk disana. Memandangi gerbang yang tak kunjung dibuka.
Tian memberikan Ayra minuman dingin dan memakaikan topi padanya. Mencoba mengambil hati Ayra agar tak marah sebab mereka terlambat. Setelah beberapa saat, akhirnya gerbang dibuka, guru BK mendata setiap murid yang terlambat sebelum mengijinkan mereka semua masuk.
"Ay maaf dong, jangan marah ya please" mohon Tian.
"Huft, beliin gue novel"
"Oke siap Nona Ayra"
"Tiga"
Tian menghentikan jalannya dan memegangi bagian dadanya. Ia tak bisa menutup mulutnya saling terkejutnya dengan hal itu. Ayra tak peduli dan berjalan masuk kedalam kelasnya. Padahal ini adalah hari pertama, tapi ia harus merasa canggung karena terlambat.
"Ay, hahaha, berani juga loe telat dihari pertama" celetuk Arumi seraya menunjukkan tempat duduk Ayra disampingnya.
Beberapa dari mereka sudah saling mengenal saat acara pengenalan sekolah. Ayra tak mengatakan apapun, ia langsung duduk dengan senyuman kecut.
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=
Jam istirahat.....
Ayra tengah makan bersama dengan teman-temannya di kantin. Mereka tengah heboh membicarakan para pemain basket yang tampan-tampan. Sayangnya Ayra tak tertarik sama sekali dengan pembicaraan ini.
"Ay, loe gak suka cowok?" Celetuk Nina sebab Ayra tak mengatakan apapun.
"Gue, udah punya cowok yang gue suka" jawab Ayra.
"Tian kan? Kelihatan banget loe suka dia. Tapi kayaknya sahabat loe itu suka sama cewek lain" sela Arumi.
"Kenapa loe gak bilang aja ke Tian? Siapa tau kalian bisa jadian" timpal Nina.
Ayra tiba-tiba saja tertawa tanpa alasan. Ia melanjutkan makannya dan melirik ke arah Tian yang tengah duduk bersama seorang gadis.
"Udah pernah dan tolak. Hm.... Lagian cukup melihatnya bahagia gue udah puas kok"
"Bego bener nih anak, cari cowok lain gih. Loe kan cantik, baik, pinter, ramah, Tian gak cocok buat loe. Kalau aja gue jadi Tian, udah gue nikahin loe Ay" tutur Megi tak karuan.
Ayra kembali tertawa, ia melanjutkan makannya dan mencoba mencari topik lain. Ia sangat ingin masuk club bedah buku, tapi sepertinya club itu tidak banyak peminat. Malah yang Ayra dengar club itu akan ditutup jika anggotanya kurang dari dua puluh orang. Padahal Ayra sangat ingin ikut club itu untuk belajar lebih giat. Ia pun berusaha mengajak teman-temannya agar ikut ke club itu.
"Males ah, pasti anggotanya cupu-cupu. Gak ada yang ganteng deh" ujar Arumi.
"Kan mau cari ilmu bukan cowok" sahut Ayra geram.
Selepas makan, Ayra berpisah dengan temannya sebab dirinya ingin memeriksa kembali club bedah buku tersebut. Baru saja Ayra sampai di depan ruangan club, ia melihat ada banyak antrian murid yang hendak mendaftar.
"Kak, ada apa ini? Tiba-tiba banyak yang daftar?" Bisik Ayra pada pengurus club yang tengah mendata.
"Iya nih, karena loe Ra clubnya jadi gak ditutup" jawab Dela dengan senyuman megah.
Ayra mengerutkan keningnya tak mengerti, ia memandangi Dela dengan tanda tanya. Dela yang tersadar pun berusaha mengalihkan perhatian Ayra, memintanya untuk segera membantu mencatat para pendaftar. Ayra segera duduk dan membantu Dela untuk mencatat para pendaftar club.
Mereka tampak bersemangat dan bahagia melihat banyak pendaftar saat ini.
"Del, gue mau jadi pengurus boleh gak?" Pinta seorang pendaftar terakhir.
"Boleh lah, oh iya Ra, kenalin ini Fais" ujar Dela.
"Ayra" ucap Ayra mengulurkan tangannya. Ia tersenyum tipis menerima perkenalan itu.
"Fais, tadi pagi kita udah ketemu. Gue duduk di samping loe waktu terlambat tadi, ingat gak?"
"Maaf Kak, gue gak ingat" jawab Ayra dengan tawa kecil nya.
Fais itu tertawa sambil menggaruk kepalanya yang tak gatal. Ia tak mengira ada wanita yang akan melupakannya begitu saja. Bahkan Ayra tampak tak tertarik sama sekali pada sosok Fais.
Beberapa hari berlalu...
Hari ini Ayra tengah duduk bersama teman-temannya menonton pertandingan basket. Sebenarnya ia tak terlalu tertarik, tetapi Tian memaksa agar Ayra menontonnya bertanding.
"Ay, gimana permainan gue? Keren kan?"
"Keren banget, udah ya gue mau belajar lagi"
"Yaelah Ay, massa belajar terus sih, disini aja lihat gue yang tampan ini main basket"
Ayra menatap Tian dengan senyuman tipis, tampan seperti biasanya. Jantung Ayra berdebar sangat kencang hanya dengan melihat senyuman Tian. Pemuda itu kembali masuk ke lapangan usai minum beberapa teguk.
"Awas copot matanya, gitu amat lihatinnya" bisik Megi membuat Ayra terkejut.
Gadis itu tersipu malu dengan wajah memerah. Ia tersenyum tipis lalu kembali memperhatikan permainan Tian. Ayra tau benar jika Tian sangat menyukai basket, pasti Tian berusaha yang terbaik untuk masuk tim basket. Terlebih Yasmin juga tengah menonton, pasti Tian ingin terlihat keren dimata wanita yang ia cintai.
Bohong jika Ayra tak sedih, tapi melihat Tian bahagia, ia telah puas. Ayra melihat mata Tian yang tengah menatap Yasmin. Para penonton tiba-tiba bersorak riang, termasuk teman-teman Ayra. Gadis itu tersadar dari lamunannya, ia kembali fokus ke lapangan dan melihat pertandingan Tian.
Setelah pertandingan usai, Ayra berjalan menghampiri Tian. Memberikan minuman untuk pemuda yang tengah murung sebab kalah dipertandingan.
"Aah, kesel deh. Kenapa gue harus kalah sih Ay, kan Yasmin lagi lihat gue tanding tuh" rengek Tian.
"Permainan loe bagus kok, dahlah jangan merengek. Hari ini jadi kan anter gue ke toko buku?"
"Iya iya, tapi Kak Fais hebat banget ya main basketnya"
"Gak tau, gue gak lihat" jawab Ayra cuek. Ia berpamitan pada Tian dan pergi lebih dulu bersama teman sekelasnya.
Tian menoleh ke arah Yasmin yang sedang mengobrol dengan temannya. Ia langsung melambaikan tangan dan tersenyum lebar kala Yasmin menatap dirinya. Pemuda itu beranjak dari duduknya dan berjalan cepat menyamai langkah Yasmin. Seperti biasa, Tian mencoba mendekati Yasmin dengan berbagai alasan.
"Nih minta anterin nih cowok aja" ucap Helna sembari menunjuk Tian.
"Mau kemana? Biar gue antar" sahut Tian.
"Dia? Hm.... gak meyakinkan" tutur Yasmin. Ia sudah lelah meladeni Tian yang terus saja mengusiknya. Terlebih sikap Tian yang tampak kurang dewasa itu.
"Kok gitu, bilang aja mau kemana, gue siap anterin loe kok heheh"
"Nanti pulang sekolah anterin gue ke toko buku, gimana?"
Tian terdiam mendengar pertanyaan Yasmin, ia terlihat bimbang. Yasmin menghela napasnya dan mengajak temannya pergi, jelas terlihat jika Tian tak akan sanggup. Tetapi pemuda itu langsung menyela dan mengatakan akan mengantar Yasmin sepulang sekolah. Ia pikir Ayra pasti akan mengerti dan memaafkannya karena tidak menepati janjinya.
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=
Sepulang sekolah....
Ayra menuju parkiran, ia terkejut melihat motor Tian tak ada disana. Ia mencoba menghubungi Tian, tetapi pemuda itu tak menjawabnya. Satu persatu kendaraan mulai berkurang, para murid meninggalkan sekolah. Ayra masih menunggu kabar dari Tian, ia masih terus mencoba menghubungi pemuda itu. Keyakinan Ayra begitu dalam, sebab Tian tak pernah ingkar janji sebelumnya.
Hari semakin sore, sekolah juga hampir sepi. Ayra masih belum mendapatkan kabar dari Tian, ia pun berjalan pergi meninggalkan parkiran.
"Belum pulang Ayra?" Tanya Fais kala melihat Ayra melintasi dirinya.
Ayra dan teman-teman Fais saling memandang. Gadis itu tersenyum ramah untuk menyapa.
"Ini mau pulang Kak"
"Rumah loe dimana?"
"Komplek kemangi Kak"
"Searah dong, bareng gue aja. Gue juga mau pulang" tawar Fais.
Teman-teman Fais mencoba menahan tawa mereka. Ayra menolak tawaran Fais, ia bilang akan menunggu temannya sebentar lagi, barangkali temannya itu lupa mengabarinya. Salah seorang teman Fais menyela, ia mengatakan jika seseorang yang Ayra tunggu adalah Tian, maka lebih baik Ayra pulang dengan Fais. Sebab ia melihat Tian pulang bersama seorang wanita.
Ayra terdiam karena terkejut, ia meremas ponselnya menahan luka yang muncul di dadanya. Rasa sesak itu membuat Ayra sedih melamun. Fais menepuk pundak Ayra dan mengajaknya pulang bersama sekali lagi.
"Fais baik kok, gak bakal macam-macam. Nih pakai helm gue" tutur Ikbal memberikan helm nya pada Ayra.
"Gu...gue pulang sendiri aja deh Kak, maaf Kak" sahut Ayra lalu bergegas berjalan menjauh.
Fais merebut helm ditangan Ikbal, ia mengendarai motornya perlahan mengikuti Ayra. Dilihatnya gadis itu berjalan perlahan menuju halte bus di depan area sekolah. Pemuda itu menatap Ayra dari kejauhan, sambil menunggu gadis itu mendapatkan bus.
Sayangnya matahari semakin terbenam, tetapi bus masih belum lewat. Teman-teman Fais menghampiri pemuda itu, mereka kembali mentertawakannya. Semua orang sudah pulang dan gerbang sekolah telah ditutup.
"Kalian tidak pulang?" Tanya Pak penjaga sekolah.
"Bus nya kok belum datang ya Pak?" Sahut Fais dengan pertanyaan.
"Bus? Kalau bus ada jadwalnya nak, semua jadwal tertulis di halte bus. Kalau yang berhenti disini terakhir pukul empat, setelah itu gak ada lagi nak" jelas penjaga sekolah.
Fais berterimakasih pada penjaga sekolah, ia berpamitan pada temannya lalu melajukan motornya ke depan halte bus. Ia menatap Ayra yang terkejut melihat kehadirannya.
"Ayra bareng gue aja, busnya gak bakal lewat. Coba cek jadwalnya di papan"
Ayra langsung beranjak dan mengeceknya, ia menghela napasnya berat. Merasa sangat bodoh sebab menunggu hal yang tak akan datang untuk kedua kalinya. Fais menyodorkan helmnya pada Ayra, tapi Ayra masih tampak ragu.
"Kenapa Ayra? Takut gue macam-macam ya?"
"Bukan gitu Kak, gue... Anu ... Hm... Mau ke toko buku sebelum pulang. Jadi gak mau..."
"Gak repot kok, kebetulan gue juga mau beli buku. Yuk, mumpung ada temannya hehehe"
"Serius Kak? Gak ngerepotin kan?"
"Gak kok, kan satu arah. Rumah kita juga searah, buruan naik keburu malam"
Akhirnya Ayra setuju untuk pergi bersama dengan Fais. Setelah Fais dan Ayra pergi, teman-teman Fais kembali tertawa. Mereka juga melajukan motor untuk pulang kerumah masing-masing sebab hari mulai gelap.
Toko buku...
Ayra tengah melihat-lihat buku latihan soal. Ia mengecek contoh soal latihan yang ada di beberapa halaman. Fais berdiri jauh di salah satu rak, ia berlagak mencari sesuatu disana. Ia merasa sangat bosan seorang diri, Fais pun mendekati Ayra dan mengatakan jika buku yang ia cari tidak ada.
"Loe, suka banget belajar ya Ayra?"
"Iya Kak, rasanya asik aja kalau ada soal yang sulit dipecahkan"
Fais menaikkan alisnya mendengar jawaban Ayra. Itu adalah jawaban yang tak pernah sekalipun terpikir dalam benak Fais seumur hidupnya. Ayra masih mencari-cari buku yang ingin ia beli, hingga akhirnya ia jatuh pada pilihan buku latihan soal yang tebal dengan stok terbatas. Hanya tinggal satu buku yang tersisa di toko itu.
"Sudah dapat bukunya?" Tanya Fais usai melihat wajah bahagia Ayra.
"Kak maaf, bukunya tinggal itu aja ya?" Sela seseorang yang berdiri di sisi lain meja.
Ayra dan Fais menoleh, mereka melihat Yasmin juga Tian dihadapan mereka. Ayra mengangguk dan mengatakan jika hanya satu yang ia lihat. Yasmin dengan ramah mencoba untuk bernegosiasi dengan Ayra, ia sudah mencari ke banyak toko buku hanya untuk buku tersebut. Tetapi Ayra juga tak bisa memberikannya begitu saja.
"Kasih aja kenapa sih Ay, ya ya, kan loe bisa beli yang lain" pinta Tian membujuk Ayra.
Fais melihat Ayra sedikit goyah karena permintaan Tian. Sepertinya Ayra juga bimbang dengan pilihannya. Hal menarik lainnya, Fais ingin tau pilihan apa yang akan Ayra buat sekarang. Mengalah atau egois demi kebaikannya sendiri.
Ayra menatap Tian dengan seksama, pemuda itu masih berusaha membujuk Ayra. Namun keputusan Ayra adalah tetap mempertahankan bukunya. Ia tak akan membiarkan perasaan nya pada Tian mengganggu tujuan hidupnya.
"Sorry, gue juga butuh buku ini. Gue duluan ya" ucap Ayra begitu dingin. Ia mengajak Fais untuk pergi ke rak yang lain, Ayra masih ingin mencari novel untuk ia baca.
Pilihan tak terduga Ayra membuatnya semakin penasaran pada gadis itu. Fais mengikuti kemana Ayra pergi, melihat-lihat rak penuh buku yang membuat kepalanya merasa pusing. Ayra sangat serius membaca sinopsis novel yang hendak dibelinya. Dan itu membutuhkan waktu berjam-jam.
Setelah membayar buku, mereka keluar dari toko buku saat hari sudah gelap. Fais segera melajukan motornya mengantar Ayra pulang ke rumah. Saat ia sampai di rumah Ayra, terlihat seorang pemuda yang juga baru saja tiba disana.
"Wiiih, udah punya pacar aja loe dek. Gitu dong move on, bego namanya kalau masih berharap meski udah tersakiti" ucap pemuda itu menyambut Ayra.
"Apa'an sih Kak, ngaco kalau ngomong. Maaf ya Kak Fais, Kakak gue emang bego bego bego"
"Hahaha santai aja, kalau gitu gue pamit ya. Kak, gue duluan" pamit Fais.
"Makasih sekali Kak, maaf merepotkan"
Fais tersenyum lalu pergi melajukan motornya. Ayra memandangi sang Kakak sejenak lalu berjalan masuk kedalam rumah. Alkal mengikuti Ayra sambil menggodanya, sebenarnya ia bahagia Ayra tidak lagi terus memikirkan Tian yang jelas tak peduli padanya.
"Kak, ajarin gue naik motor" pinta Ayra tiba-tiba.
"Kok tiba-tiba?"
"Gue harus bisa berangkat sekolah sendiri kan? Kalau nanti Tian punya pacar, belum punya aja dia udah lupain gue di sekolah"
"Hahaha, Papa gak bakal ngebolehin. Diantar Kang Cecep aja naik mobil, ntar pulangnya Kakak yang jemput"
Ayra berdehem dan masuk ke kamarnya, ia meletakkan bukunya di atas meja belajar. Dilihatnya foto dirinya dan Tian yang begitu dekat satu sama lain. Rasa sakit itu kembali muncul, Ayra tak pernah menduga Tian akan mengingkari janjinya. Padahal Ayra masih begitu mengingat nya, janji Tian kala Mama Ayra tiada.
"Loe lupa janji loe ke gue ya Yan, loe janji gak bakal buat gue ngerasa sendiri lagi" gumam Ayra dengan air mata menetes. Jika saja Tian tak bersamanya kala itu, mungkin hati Ayra sudah beku tak ingin menerima kehadiran siapapun dalam hidupnya.
Alkal menatap sang adik dari balik pintu, ia hendak mengajak Ayra makan malam tetapi tak sengaja melihat sang adik menangis. Pemuda itu menghela napasnya dan pergi keluar rumah tanpa makan malam. Alkal melajukan motornya kencang menuju sebuah kafe tempatnya berkumpul dengan yang lain.
"Kenapa loe manyun gitu?" Tanya Sean, salah seorang teman Alkal.
"Gue gak bisa lihat Ayra sedih, tapi gue gak bisa mengendalikan perasaannya kan" curhat Alkal.
"Ayra? Ayra anak SMA Tirta? Emang dia siapanya Kak Alkal? Pacar?" Cecar seseorang yang tak sengaja mendengar pembicaraan mereka.
Alkal dan teman-temannya menoleh ke arah para murid SMA Tirta. Mereka mengetahuinya sebab para pemuda itu masih menggunakan seragam sekolah. Alkal mengernyitkan keningnya, ia penasaran kenapa ada anak sekolahan di markasnya ini. Harusnya hanya anak kuliah saja yang bisa masuk kedalam komunitasnya.
"Bukan anggota kok, mereka teman-teman dan adik gue. Kalian kenal Ayra?" Sela Sean.
"Gebetan barunya Fais, tapi kelihatannya Ayra gak tertarik sama Fais" jawab Ikbal. Ia adalah adik Sean.
Baru saja membicarakan Fais, pemuda itu tiba dengan wajah penuh senyuman. Ia mengembalikan helm Ikbal dan mengucapkan terimakasih.
"Gimana Ayra?" Tanya Ikbal.
"Lucu, dia sangat manis dan penuh kejutan. Tapi dia bodoh karena masih suka pada Tian yang jelas menyakiti perasaannya"
"Loe, masih mau main-main sama dia?"
"Main-main ya? Hm... kayaknya gue beneran suka ahahhaa, sial" ucap Fais menggaruk kepalanya yang tak gatal. Ia menyenderkan punggungnya dan menoleh menatap sekitar, berapa terkejutnya ia melihat Alkal yang duduk tak jauh darinya. Spontan Fais berdiri dan menyapa Alkal dengan canggung.
"Santai aja, gue gak suka ikut campur urusan adik gue kok" tutur Alkal. Ia tersenyum tipis dan kembali mengobrol dengan temannya.
Fais masih merasa canggung, ia menyalahkan teman-temannya yang tidak memberitahu dirinya bila Alkal ada disana. Semarah apapun Fais, sayangnya teman-teman Fais tak tau hubungan antara Alkal dan Ayra. Mereka hanya mengetahui jika Alkal adalah anggota komunitas.
"Bos, waktunya ngecek laporan" seru salah seorang pegawai. Ia memberikan map pada Alkal untuk diperiksa.
Triiiinggg....
Ponsel Alkal berdering, ada panggilan masuk dari sang adik.
"Kenap...." ucapan Alkal terpotong sebab Ayra langsung marah-marah. Ia hanya bisa diam mendengarkan sang adik yang memintanya untuk segera pulang.
"Iya ini Kakak mau pulang, mau Kakak belikan sesuatu? Jangan marah-marah dong sayang, nanti cepat tua" ucap Alkal sambil tertawa garing. Ia kembali mendengarkan Ayra yang kembali bersemangat seperti biasanya.
"Kalian periksa nih, gue harus pulang. Tuan Putri gue udah nungguin, oh iya hasilnya kirim grup. Gue cabut, bye" pamit Alkal.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!